Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HIV/AIDS

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


stase Keperawatan Medikal Bedah II

Di susun oleh :

KIKI RIANI
14420202185

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
A.KONSEP MEDIS
1. Definisi
HIV (Humman Immunodeficiency Virus) adalah virus penyebab Acquired
Immuno Deficiensi Syndrom (AIDS). Virus ini memiliki kemampuan untuk
mentransfer informasi genetic, mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan
enzim yang disebut Reverse Transcriptase, yang merupakan kebalikan dari
proses transkripsi dari RNA & DNA dan transflasi dari RNA ke protein
(Ardhiyanti et al., 2015)
AIDS (Acquired Immuno Defisiency Syndrom) adalah sekumpulan gejala/
tanda klinis pada pengidap HIV akibat infeksi tumpangan (oportunistik) karena
penurunan system imun (Hidayati et al., 2019)
2. Etiologi
a) Hubungan seksual (anal, oral, vagina) yang tidak terlindungi dengan orang
yang telah terinveksi HIV
b) Jarum suntik / tindik / tato yang tidak steril dan di pakai bergantian
c) Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus hiv
d) Ibu penderita hiv positif kepada bayinya ketika dalam kandungan,saat
melahirkan atau melalui air susu ibu ASI.
3. Patofisiologi
HIV masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara
vertical, horizontal dan transeksual jadi HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik
secara langsung dengan diperentarai benda tajam yang mampu menembus
dinding pembuluh darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa
yang tidak intak seperti yang terjadi pada kontak seksual. Begitu mencpai atau
berada dalam sirkulasi sistemik 4-11 hari sejak paparan pertama HIV dapat
terdeteksi di dalam darah.
Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan di sertai gejala dan
tanda infeksi virus akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi,
nyeri otot, mual, muntah, sulit tidur, batuk pilek, dan lain-lain. Keadaan ini di
sebut sindrom retroviral akut. Pada fase ini mulai terjadi penurunan CD4 dan
peningkatan HIV-RNA viral load. viral load akan meningkat dengan cepat pada
awal infeksi dan kemudian turun sampai pada suatu titik tertentu. Dengan
demikian selanjutnya infeksi, viral load secara perlahan cenderung terus
meningkat. Keaadaan tersebut akan di ikuti penurunan hitung CD4 secara
perlahan dalam waktu beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih
cepat pada ukuran waktu 1,5-2,5 tahun sebelum akhirnya jatuh ke stadium AIDS
(Nasronudin, 2020)

4. pathway
Transfusi darah yang Penularan secara vertikel Secara presentasi
terpapar virus HIV dari ibu dengan HIV melalui tusukan jarum

pasien terinfeksi HIV

Virus beredar dalam darah atau jaringan mukosa

Virus menginfeksi sel yang mempunyai molekul cd4

Masuk ke dalam sel target & mereplikan diri

Sel yang terinfeksi mengalami apoptesis

Imunitas tubuh menurun

Tubuh rentan terhadap infeksi

Infeksi pada sistem pernafasan Infeksi pada sistem pencernaan

Peradangan saluran pernafasan dan jaringan paru suhu

Infeksi jamur

Lixix dinding alveoli hipertermi

Peradangan mulut

Kolaps saluran napas kecil saat ekspirasi

Sulit menelan

Gangguan pertukaran O2

Dan CO2 penurunan perfusi O2 ke jaringan


Ketidakseimbangan nutrisi

intoleransi aktivitas Mengantuk lesu kurang dari kebutuhan tubuh

5. Manifestasi Klinik
Gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
a. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-
tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam,
sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah
bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS
dapat menularkan virus kepada orang lain.
b. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun
atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel
imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang
kronis seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala
yang khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan
pendek.
c. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih
setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut
akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.

AIDS dicurigai pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala
mayor dan satu gejala minor dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi yang
diketahui seperti kanker, malnutrisi berat, atau etiologi lainnya.
1. Gejala mayor :
a. Penurunan berat badan lebih dari 10%
b. Diare kronik lebih dari 1 bulan
c. Demam lebih dari 1 bulan (kontinu atau intermiten).
2. Gejala minor :
a. Batuk lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis pruritik umum
c. Herpes zoster rekurens
d. Candidiasis oro-faring
e. Limfadenopati umum
f. Herpes simpleks diseminata yang kronik progresif
AIDS dicurigai pada anak ( bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor
dan dua gejala minor dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi yang
diketahui seperti kanker, malnutrisi berat, atau etiologi lainnya.
1. Gejala mayor :
a. Penurunan berat badan atau pertumbuhan lambat yang abnormal
b. Diare kronik lebih dari 1 bulan
c. Demam lebih dari 1 bulan 13
2. Gejala minor :
a. Limfadenopati umum
b. Candidiasis oro-faring
c. Infeksi umum yang berulang (otitis, faringitis, dsb).
d. Batuk persisten
e. Dermatitis umum
f. Infeksi HIV maternal

6. Komplikasi
a. Oral Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian,
kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
c. Gastrointestinal
d. Diare
e. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam
atritis.
f. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-
gatal dan siare.
g. Respirasi
h. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
i. Sensorik
1. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
2. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Laboratorium
Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan
penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus
(HIV).
1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk menemukan antibodi, Kelebihan teknik
ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-100% (Kresno).
Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes ELISA
telah menggunakan antigen recombinan, yang sangat spesifik terhadap
envelope dan core.
2. Western Blot
Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif
dari suatu protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau
molekul lain. Biasanya protein HIV yang digunakan dalam campuran
adalah jenis antigen yang mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan
gp41.Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%.
Namun pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24
jam.
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat
antibodi maternal masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan
secara serologis maupun status infeksi individu yang seronegatif pada
kelompok risiko tinggi dan sebagai tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab
sensitivitas ELISA rendah untuk HIV-2 (Kresno, 2001). Pemeriksaan
CD4 dilakukan dengan melakukan imunophenotyping yaitu dengan
flow cytometry dan cell sorter. Prinsip flowcytometry dan cell sorting
(fluorescence activated cell sorter, FAST) adalah menggabungkan
kemampuan alat untuk mengidentifasi karakteristik permukaan setiap
sel dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu
suspensi menurut karakteristik masing-masing secara otomatis melalui
suatu celah, yang ditembus oleh seberkas sinar laser. Setiap sel yang
melewati berkas sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat
oleh instrumen sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap
karakteristik molekul pada permukaan sel manapun yang terdapat di
dalam sel dapat diidentifikasi dengan menggunakan satu atau lebih
probe yang sesuai. Dengan demikian, alat itu dapat mengidentifikasi
setiap jenis dan aktivitas sel dan menghitung jumlah masing-masing
dalam suatu populasi campuran.

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan :
1. Aspek Psikologis, meliputi :
- Perawatan personal dan dihargai
- Mempunyai seseorang untuk diajak bicara tentang masalahmasalahnya
- Jawaban-jawaban yang jujur dari lingkungannya
- Tindak lanjut medis
- Mengurangi penghalang untuk pengobatan
- Pendidikan/penyuluhan tentang kondisi mereka
2. Aspek Sosial
Seorang penderita HIV AIDS setidaknya membutuhkan bentuk
dukungan dari lingkungan sosialnya. Dimensi dukungan sosial meliputi 3
hal:
a. Emotional support, miliputi; perasaan nyaman, dihargai, dicintai,
dan diperhatikan
b. Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat 21
c. Materials support, meliputi bantuan / pelayanan berupa sesuatu
barang dalam mengatasi suatu masalah.
b. Penatalaksanaan Medis :
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab
sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang
efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase.
3. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun
dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus
pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
- Didanosin 23
- Ribavirin
- Diedoxycytidine
- Recombinant CD 4 dapat larut
4. Vaksin dan Rekonstruksi
Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut
seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat
menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk
menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
a. Diet
Tujuanya :
1. Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan
seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi
HIV.
2. Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh
yang diharapkan, terutama jaringan otot.
3. Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.
4. Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan
relaksasi.
9. Prognosis
Tidak ada obat untuk AIDS, tetapi kepatuhan yang ketat untuk
mengonsumsi rejimen anti-retroviral (ARV) dapat secara dramatis
memperlambat bertambah parahnya penyakit serta mencegah infeksi sekunder
dan komplikasi.

KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Klien Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
pendidikan, alamat, penanggung jawab, tanggal pengkajian, dan diagnose
medis.
2. Keluhan Utama / Alasan Masuk Rumah Sakit
Mudah lelah, tidak nafsu makan, demam, diare, infermitten, nyeri
panggul, rasa terbakar saat miksi, nyeri saat menelan, penurunan BB,
infeksi jamur di mulut, pusing, sakit kepala, kelemahan otot, perubahan
ketajaman penglihatan, kesemutan pada extremitas, batuk produkti / non.
c.Riwayat Kesehatan
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang Meliputi keluhan yang dirasakan biasanya
klien mengeluhkan diare,demam berkepanjangan,dan batuk
berkepanjangan.
b. Riwayat kesehatan dahulu : Riwayat menjalani tranfusi darah, penyakit
herper simplek, diare yang hilang timbul, penurunan daya tahan tubuh,
kerusakan immunitas hormonal (antibody), riwayat kerusakan respon
imun seluler (Limfosit T), batuk yang berdahak yang sudah lama tidak
sembuh.
c. Riwayat Keluarga: Human Immuno Deficiency Virus dapat ditularkan
melalui hubungan seksual dengan penderita HIV positif, kontak
langsung dengan darah penderita melalui ASI.
4. Pemeriksaan fisik
a. Aktifitas Istirahat : Mudah lemah, toleransi terhadap aktifitas
berkurang, progresi, kelelahan / malaise, perubahan pola tidur.
b. Gejala subyektif : Demam kronik, demam atau tanpa mengigil,
keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB
menurun, nyeri, sulit tidur.
c. Psikososial : Kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan poa
hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
d. Status Mental : Marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati,
withdrawl, hilanginterest pada lingkungan sekiar, gangguan proses
piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan
delusi.
e. Neurologis : Gangguan reflex pupil, nystagmus, vertigo, ketidak
seimbangan, kaku kuduk, kejang, paraf legia.
f. Muskuloskletal : Focal motor deficit, lemah, tidak mampu melakukan
ADL 32
g. Kardiovaskuler : Takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer,
dizziness.
h. Pernafasan : Nafas pendek yang progresif, batuk (sedang – parah),
batuk produktif/non produktif, bendungan atau sesak pada dada.
i. Integument : Kering, gatal, rash dan lesi, turgor jelek, petekie positif.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makan
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
C. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSIS TUJUAN/ KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN
DX. 1 : Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
Defisit nutrisi tindakan keperawatan selama 3 x Obsrevasi :
berhubungan dengan 24 jam di harapkan asupan  Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan menelan nutrisi membaik  Identifikasi makanan yang di
makan KH : sukai
 Porsi makan yang di habiskan  Monitor asupan makanan
meningkat Terapeutik :
 Sariawan menurun  Sajikan makanan secara menarik
 Nafsu makan membaik dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan yang tinggi
serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan melalui
nasogatrik
Edukasi :
 Anjurkan posisi duduk jika
mampu
Kolaborasi :
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

DX . 2 : Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia


Hipertermia berhubungan keperawatan selama 3x24 jam Observasi
dengan proses penyakit diharapkan suhu tubuh membaik  Monitor suhu tubuh
dengan kriteria hasil :  Monitor kadar elektrolit
 Suhu tubuh membaik Terapeutik
 Suhu kulit membaik
1. Sediakan lingkungan yang
dingin
2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
3. Berikan cairan oral
4. Ganti linen setia hari atau lebih
sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat
berlebih)
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemeberian cairan
dan elektrolit intravena jika
perlu
DX 3 : Setelah dilakukan tindakan Observasi
Intoleransi Aktivitas b.d keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi gangguan fungsi
Ketidakseimbangan antara diharapkan intoleransi aktivitas tubuh yang mengakibatkan
suplai dan Kebutuhn meningkat dengan kriteria hasil : kelelahan
Oksigen  Kekuatan tubuh bagian atas Terapeutik
meningkat 1. Sediakan lingkungan yang
 Kuatan tubuh bagian bawah nyaman dan rendah stimulus
meningkat 2. Lakukan rentng gerak pasif dan
 Keluhan lelah menurun atau aktif
Edukasi
1. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

D. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
dimana rencana keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas
yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan
intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar
implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya,
pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila
perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap
setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia
perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat
mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan
berikitnya.
E. Evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian
hasil yang diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi
keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap
akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke
arah pencapaian hasil.

DAFTAR PUSTAKA

Ardhiyanti, Y., Lusiana, N., & Megasari, K. (2015). AIDS pada Asuhan Kebidanan. CV
Budi Utama.

Hidayati, A. N., Rosyid, A. N., Nugroho, C. W., Asmarawati, T. P., Ardhiansyah, A. O.,
Bakhtiar, A., Amin, M., & Nasronudin. (2019). Manajemen HIV/ AIDS. Pusat
Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga (UAP).

Nasronudin. (2020). HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinia dan Sosial.
Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga (UAP).

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai