Anda di halaman 1dari 14

Kata sulit

1. Mini mental state examination (MMSE) adalah pemeriksaan kognitif yang menjadi bagian rutin
pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis dementia. Pemeriksaan ini diindikasikan terutama pada
pasien lanjut usia yang mengalami penurunan fungsi kognitif (Hendry)

Mini-Mental State Examination (MMSE) adalah pemeriksaan yang paling sering digunakan untuk
mengetahui fungsi kognitif. MMSE dipakai untuk melakukan skrining pada pasien dengan gangguan
kognitif, menelusuri perubahan dalam fungsi kognitif dari waktu ke waktu, dan sering kali untuk menilai
efek dari agen terapeutik dari fungsi kognitif.

Sumber : Putri (2021). Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Kualitas Hidup Lansia. Jurnal Inovasi Penelitian.
(2) (4) 1147-1152 (Mega)

2. Damensia type alzheimer = Penyakit Alzheimer merupakan sebuah kelainan otak yang bersifat
irreversible dan progresif yang terkait dengan perubahan sel-sel saraf sehingga menyebabkan kematian
sel otak. Penyakit Alzheimer terjadi secara bertahap, dan bukan merupakan bagian dari proses penuaan
normal dan merupakan penyebab paling umum dari demensia. Demensia merupakan kehilangan fungsi
intelektual, seperti berpikir, mengingat, dan berlogika, yang cukup parah untuk mengganggu aktifitas
sehari-hari.Demensia bukan merupakan sebuah penyakit, melainkan sebuah kumpulan gejala yang
menyertai penyakit atau kondisi tertentu. Gejala dari demensia juga dapat termasuk perubahan
kepribadian, mood, dan perilaku. (Devi)

3. Hiperkolesterolemia adalah suatu kondisi dimana meningkatnya konsentrasi kolesterol dalam darah
yang melebihi nilai normal. Dikatakan hiperkolesterolemia apabila jumlah kolesterol total dalam tubuh
>200 mg/dl.

Sumber : Wididoyo (2021). Kondisi Lanjut Usia Yang Mengalami Hiperkolesterolemia Di Pos Pelayanan
Terpadu ( Posyandu ) Lanjut Usia Desa Betengsari, Kartasura : Pilot Study. Jurnal Perawat Indonesia. (5)
(1) .527-536 (Mega)

step 4 penjawab pertanyaan

1. 1) a. Indeks KATZ G : artinya pasien memiliki ketergantungan pada enam fungsi (mandi, berpakaian ke
kamar kecil, berpindah, kontinen dan makan)

b. MMSE 16 : jika nilai MMSE dibawah 24, maka kemungkinan orang tersebut menderita demensia atau
paling tidak mengalami penurunan fungsi kognitif (Wibowo dkk.2015)

c. SPMSQ 10 : artinya fungsi intelektual dari pasien tidak ada kerusakan atau utuh.

2. Dalam berkomunikasi untuk mencari tahu keluhan dari seseorang yang menderita demensia sangat
sulit karena pasien demensia tidak dapat menyampaikan maksud dan keinginannya dengan baik
dikarenakan penurunan kemampuan untuk mengingat yang diderita oleh pasien demensia.
a. Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal menurut R. Wyane Pace dalam (Ngalimun, 2018)
“komunikasi interpersonal adalah merupakan proses komunikasi yang terjadi diantara dua orang atau
lebih dengan cara bertatap muka dan pengirim menyampaikan pesan secara langsung kepada penerima
yang menerima pesan tersebut dan menanggapinya secara langsung”. Contohnya komunikasi terapeutik
yang dilakukan oleh perawat kepada pasien penderita demensia, Karena perawat melakukan pengiriman
pesan kepada pasien penderita demensia yang mana komunikasi dilakukan dengan menggunakan
metode komunikasi terapeutik atau komunikasi yang ditujukan untuk terapi pada pasien tersebut.

b. Komunikasi Kesehatan Komunikasi kesehatan menurut Liliweri (2008) “adalah usaha yang sistematis
yang ditujukan untuk mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan individu dan komunitas
masyarakat, dengan menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi baik komunikasi
interpersonal, maupun komunikasi massa.

Sumber : Raihan Azmi1 Nofha Rina2 Abdul Fadli K. 2017. PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
PERAWAT DENGAN PASIEN DEMENSIA DALAM PROSES REHABILITASI DI RUMAH SAKIT JIWA Dr. H.
MARZOEKI MAHDI BOGOR. (Mega)

2.)

Penerapan komunikasi terapeutik dapat membantu mengatasi masalah terhadap pasien demensia
dengan masalah gangguan memori. Penggunaan penerapan komunikasi terapeutik yang dapat
membantu masalah demensia dengan frekuensi 2-3 kali sehari yaitu pagi, sore dan malam hari. Dengan
penerapan komunikasi terapeutik yang dilakukan secara rutin akan memberikan hasil yang signifikan.
Sehingga pasien yang mendapatkan intervensi penerapan terapeutik akan merasa relaks, gangguan
memori berkurang, daya ingat bertambah, dan dapat beraktivitas secara mandiri bertambah. (Niar
sutiara, 2020 Penerapan Komunikasi Terapeutik pada Lansia yang Mengalami Demensia)

2. Pertama, jangan berbicara bersamaan dengan suara lain, misalnya televisi atau radio, selanjutnya
dekati dengan pelan dari depan, pertahankan kontak mata. Ketiga, gunakan kalimat pendek dengan
tempo pelan dan beri satu instruksi dalam satu waktu. Tips kelima, sebaiknya tanyakan pertanyaan yang
membutuhkan jawaban "ya" atau "tidak" dan ulangi pertanyaan sampai ia mengerti. Ketujuh jangan
menghentikan pembicaraan bila pasien demensia sedang berbicara dan terakhir bila sulit menemukan
kata yang tepat, semangati untuk mencari padanan katanya.(Ajeng)

3. Pemeriksaan penunjang

A. Laboratorium

Darah perifer lengkap dan hitung jenis

Kimia darah : elektrolit, ureum, dan kreatinin

Gula darah sewaktu dan puasa

Tes fungsi tiroid, ginjal, dan hati


Kadar kobalamin dan asam folat

C-reactive protein (CRP)

Urinalisa

Kultur urine

Toksikologi urine : benzodiazepin, kokain, kanabis, dan opioid

Kadar logam berat untuk kecurigaan keracunan atau riwayat paparan logam berat

Antibodi treponema untuk pasien yang dicurigai mengalami sifilis

HIV antibodi untuk pasien yang dicurigai mengalami HIV

Faktor rematoid dan antinucleolar antibody

B. Radiologi

Beberapa pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk mencari penyebab dementia dan membedakan
tipe dementia satu dan lainnya.

Foto polos toraks


CT-scan atau MRI kepala (untuk pasien yang dicurigai mengalam kelainan intraserebral)

Photon emission tomography atau Single photon emission computed tomography

C. Analisis Cairan Serebrospinal

Analisis cairan serebrospinal dilakukan untuk kondisi berikut:

Onset dementia akut atau subakut yang disertai demam atau kaku kuduk

Dementia terjadi pada usia <55 tahun

Manifestasi atipikal

Progresivitas penyakit

Hidrosefalus

Imunosupresi

Penyakit demielinisasi

Penyakit Creutzfeldt-Jakob

Vaskulitis
Sebelum melakukan analisis cairan serebrospinal, harus dilakukan pemeriksaan radiologi terlebih
dahulu.

3.) a. Neuropatologi

Dx definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan
atrofi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).

b. Pemeriksaan neuropsikologik

Fungsi dari pemeriksaan neuropsikologik adalah untuk menentukan ada atau tidaknya gangguan fungsi
kognitif umum untuk mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.

c. EEG

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis.

e. PET (Pasitron Emission Tomography)

Pada penderita akan ditemukan penurunan aliran darah, metabolisme O2, dan glukosa di daerah
serebral.

f. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)

Pemeriksaan PET dan SPET ini tidak digunakan secara rutin.

(Japardi I. Penyakit Alzheimer. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002. pp. 1-11.)

3. - SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) kelainan ini berkolerasi dengan tingkat
kerusakan fungsional dan defisit kognitif.

- Uji skala depresi dan fungsi kognitif seperti MMSE (mini-mental state examination).
Pemeriksaan kognitif awal bisa menggunakan MMSE dari Folstein dengan skor/angka maksimal 30. Jika
mempunyai skor dibawah 24, pasien patut dicurigai mengalami demensia. Dalam kasus, hasil MMSE
adalah 16, bisa dikatakan demensia

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Jakarta: Graha Media (Ayu Andini)

4. Manifestasi

a. Hilangnya ingatan yang mengganggu kehidupan sehari-hari.

b. Sulit dalam memecahkan masalah sederhana.

c. Kesulitan menyelesaikan tugas-tugas yang akrab di rumah, di tempat kerja atau di waktu luang.

d. Kebingungan dengan waktu atau tempat.


e. Masalah pemahaman gambar visual dan hubungan spasial.

f. Masalah baru dengan kata-kata dalam berbicara atau menulis.

g. Lupa tempat menyimpan hal-hal dan kehilangan kemampuan untuk menelusuri kembali
langkah-langkah.

h. Penurunan atau penilaian buruk.

i. Penarikan dari pekerjaan atau kegiatan sosial.

j. Perubahan suasana hati dan kepribadian, termasuk apatis dan depresi. (Nurul)

4. Secara umum gejala demensia dapat dibagi atas dua kelompok yaitu gangguan kognitif dan gangguan
non-kognitif. Beberapa gejala dan tanda yang paling sering timbul pada gangguan fungsi kognitif
seperti :

- Berkurangnya daya ingat

- Kesulitan berkomunikasi dan mencari kata-kata yang tepat,

- Berkurangnya kemampuan visuospatial adalah kemampuan untuk menempatkan sebuah benda, objek
atau gambar dalam sebuah tempat atau ruangan.

- Kesulitan dalam menjawab pertanyaan dan menyelesaikan suatu masalah 

- Kesulitan dalam membuat perencanaan dan mengatur suatu hal

- Kesulitan mengkoordinasikan gerak tubuh

- Kebingungan dan disorientasi

Gangguan non kognitif pada demensia berupa gangguan psikologis seperti :

- Perubahan kepribadian dan perilaku

- Depresi

- Cemas

- Paranoid (ketakutan)

- Agitasi (Gaduh, gelisah, memberontak)

- Halusinasi (Ajeng)

4. Manifestasi klinis
1. Gangguan memori ( gangguan memori hal-hal yang baru lebih berat dari yang lama, memori
verbal dan visual juga terganggu, memori procedural relatif masih baik)

2. Gangguan perhatian (sulit untuk mengubah mental set, sulit untuk mendorong perhatian dan
perservasi, gangguan untuk mempertahankan gerakan yang terus menerus)

3. Gangguan fungsi visuo-spasial (gangguan dalam hal menggambat dan mencari.menemukan alur)

4. Gangguan dalam pemecahan

5. Gangguan dalam kemampuan berhitung

6. Gangguan kepribadian (mudah tersinggung)

7. Gangguan isi pikiran (Waham)

8. Gangguan afek (Depresi)

9. Gangguan berbahasa (sulit menemukan kata yang tepat, artikulasi dan komprehensi relative
masih baik)

10. Gangguan persepsi (gangguan visual, penghiduan, dan pendengaran : halusinasi, ilusi)

11. Gangguan praksis (apraksia ideasional dan ideomotor)

12. Gangguan kesadaran dari penyakit (menolak pendapat bahwa dia sakit, mungkin diikuti
waham,konfabulasi, dan indifference)

13. Gangguan kemampuan sosial muncul dikemudian hari

14. Defisit motoric muncul dikemudian hari, relative ringan

15. Inkontinensia urin dan alvi muncul dikemudian hari

16. Kejang/epilepsy muncul dikemudian hari

(yona)

4. Penyakit demensia dapat berlangsung dalam tiga stadium, yaitu

1) Stadium awal

Gejala stadium awal sering diabaikan dan disalahartikan sebagai usia lanjut atau sebagian normal dari
proses otak menua. Klien menunjukkan gejala sebagai berikut :

 Mengalami kemunduran daya ingat secara bermakna.

 Disorientasi waktu dan tempat.


 Sering tersesat ditempat yang biasa dikenal.

 Kesulitan membuat keputusan.

 Kehilangan minat dalam hobi dan aktivitas.

2) Stadium menengah

Proses penyakit berlanjut dan masalah menjadi semakin nyata. Pada stadium ini, klien mengalami
kesulitan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dan menunjukkan gejala seperti berikut :

 Sangat mudah lupa, terutama untuk peristiwa yang baru dan nama orang.

 Tidak dapat mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul masalah.

 Tidak dapat memasak, membersihkan rumah, dan belanja.

 Sangat bergantung pada orang lain.

3) Stadium lanjut

Pada stadium ini terjadi :

 Ketidakmandirian dan inaktif yang total.

 Tidak mengenali lagi anggota keluarga (disorientasi personal).

 Sukar memahami dan menilai peristiwa.

 Tidak mampu menemukan jalan disekitar rumah sendiri

 Kesulitan berjalan

Dewi, Sofia Rhosma. (2014). Buku AjarKeperawatan Gerontik. Yogyakrata: Graha Ilmu. (Ayu Andini)

5.Etiologi

Perubahan mikroskopik di otak dimulai jauh sebelum tanda-tanda pertama kehilangan ingatan. Otak
memiliki 100 miliar sel saraf (neuron). Setiap sel saraf terhubung dengan banyak sel lain untuk
membentuk jaringan komunikasi. Kelompok sel saraf memiliki pekerjaan khusus. Beberapa terlibat
dalam berpikir, belajar, dan mengingat.(Evita)

5. Etiologi

Jawab :

a. Faktor genetik berperan dalam timbulnya Alzheimer Disease pada beberapa kasus, seperti dibuktikan
adanya kasus familiar.
b. Pengendapan suatu bentuk amiloid, yang berasal dari penguraian APP merupakan gambaran yang
konsisten pada Alzheimer disease.

c. Hiperfosforilisasi protein tau merupakan keping lain teka-teki Alzheimer disease. Tau adalah suatu
protein intra sel yang terlibat dalam pembentukan mikrotubulus intra akson. Selain pengendapan
amiloid, kelainan sitoskeleton merupakan gambaran yang selalu ditemukan pada AD. Kelainan ini
berkaitan dengan penimbunan bentuk hiperfosforilasi tau, yang keberadaanya mungkin menggaggu
pemeliharaan mikrotubulus normal.

d. Ekspresi alel spesifik apoprotein E (ApoE) dapat dibuktikan pada AD sporadik dan familial. (Devi)

6.kondisi ini disebabkan adanya kerusakan sel-sel otak (neuron) yang bisa terjadi di beberapa bagian
otak.

Selain itu, kondisi ini juga bisa diawali karena muncul gangguan pada bagian tubuh lain yang kemudian
memengaruhi fungsi neuron tersebut.

Neuron atau sel-sel otak akan melemah dan kehilangan fungsinya secara bertahap, sampai akhirnya
mati.

Kondisi ini akhirnya memengaruhi koneksi antar neuron, yang disebut sebagai sinapsis. Alhasil, pesan
yang seharusnya dihantarkan oleh otak pun terputus sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai
masalah.

Hal inilah yang nantinya dapat menghambat sel-sel otak untuk menjalankan fungsinya dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Bahkan, turut memengaruhi perilaku dan perasaan orang yang
mengalaminya.

Demensia dapat memengaruhi seseorang dengan cara yang berbeda, tergantung dari area otak yang
bermasalah

6.

- Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari adalah fungsi kognitif. Penurunan
fungsi kognitif akan membawa dampak pada melambatnya proses sentral dan waktu reaksi sehingga
fungsi sosial dan okupasional akan mengalami penurunan yang signifikan pada kemampuan
sebelumnya. Hal inilah yang membuat lansia menjadi kehilangan minat pada aktivitas hidup sehari-hari
mereka.
- Demensia alzheimer (pikun) merupakan penyakit degeneratif dimana terjadinya penurunan
fungsi otak yang mempengaruhi emosi, daya ingat, pengambilan keputusan, perilaku dan fungsi otak
lainnya sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

- Azizah (2018) menjelaskan bahwa demensia dapat mempengaruhi kemampuan aktivitas sehari
hari karena dipengaruhi kumpulan gejala yang ada seperti penurunan fungsi kognitif, perubahan mood,
dan tingkah laku. Penyandang demensia selain mengalami kelemahan kognisi secara bertahap, juga akan
mengalami kemunduran aktivitas sehari-hari. Awalnya, kemunduran aktivitas sehari-hari ini berwujud
sebagai ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas hidup yang kompleks. Lambat laun, penyandang
tersebut tidak mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari yang dasar.

Azizah, L. M. (2018). Keperawatan Lanjut Usia. Jakarta: Graha Media. (Ayu Andini)

7. Terapi

- Terapi famakologi

Obat yang seribg digunakan Rivastigmine, galantamine, dan donepezil biasanya digunakan untuk
menangani penyakit Alzheimer dengan tingkat gejala awal hingga menengah. Sedangkan memantine
biasanya diresepkan bagi penderita Alzheimer dengan gejala tahap menengah yang tidak dapat
mengonsumsi obat-obatan lainnya. Memantine juga dapat diresepkan pada penderita Alzheimer dengan
gejala yang sudah memasuki tahap akhir. (Nurul)

7. Dari segi dukungan keluarga

1.Berkomunikasi dengan penderita menggunakan kalimat yang

7.) Terapi etiologi masih dalam tahap uji klinik (clinical trial) seperti contoh pemberian
acetylcholinesterase inhibitor untuk menghambat pemecahan Ach (acetylcholine) menjadi substansi
sementara. Berbagai penelitian yang sedang berjalan antara lain terapi imunologis beserta vaksinasi,
terapi inflamasi seperti pemberian nonsteroid anti-inflamatory drugs (NSAIDs), sampai terapi
penghambatan gamma-secretase untuk mencegah pembentukan plak amyloid dari amyloid precursor
protein (APP). (Jan S. Purba, Departement of Neurology, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia,
2020)

TERAPI DEMENSIA

1. Terapi stimulasi kognitif

Terapi ini bertujuan untuk merangsang daya ingat, keterampilan memecahkan masalah, dan
keterampilan bahasa, dengan melakukan kegiatan kelompok atau olahraga.

2. Terapi okupasi
Terapi ini bertujuan untuk mengajarkan pasien bagaimana melakukan aktivitas sehari-hari dengan aman
sesuai dengan kondisinya, serta mengajarkan bagaimana mengontrol emosi dalam menghadapi
perkembangan gejala.

3. Terapi memori

Terapi ini berguna untuk membantu pasien mengingat riwayat hidupnya, seperti kampung halaman,
sekolah, pekerjaan, hingga hobi.

4. Rehabilitasi Kognitif

Terapi ini bertujuan untuk melatih bagian otak yang tidak berfungsi, menggunakan bagian otak yang
masih sehat. (Hendry)

8.) Kesulitan mengingat percakapan terakhir, nama atau peristiwa sering kali merupakan gejala klinis
awal, apatis dan depresi juga gejala sering yang terjadi diawal. Termasuk gangguan komunikasi,
disorientasi, kebingungan, penilaian buruk, perubahan perilaku, pada akhirnya kesulitan berbicara,
menelan dan berjalan. (Alzheimer’s Association, 2015)

9.) Upaya meningkatkan kesehatan lansia

Jawab :

a. Tetap aktif bergerak dan rutin berolahraga

b. Menjaga berat badan tetap ideal

c. Mengkonsumsi makanan sehat dan bernutrisi

d. Menjaga waktu istirahat cukup

e. Menjaga hubungan baik dengan orang lain

f. Menjaga ingatan tetap kuat

g. Melakukan pemeriksaan kesehatan dan minum obat secara rutin

h. Menjalani hidup dengan bahagia (evita)

10. Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan
berdampak pada perubahan perubahan pada manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif,
perasaan sosial dan seksual. Pada perubahan fisik salah satunya adalah sistem saraf. Pada sistem
susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang progresif pada serabut saraf lanjut usia.
Lanjut usia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori dan respon motorik pada susunan saraf pusat, hal
ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lanjut usia mengalami perubahan yang mengakibatkan
penurunan fungsi kognitif. Fungsi kognitif merupakan kemampuan berpikir, mengingat, belajar,
menggunakan bahasa, memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif seperti
merencanakan, menilai, mengawasi, dan melakukan evaluasi

Bhinnety, M. 2017. Struktur dan Proses Memori. Yogyakarta: Buletin Psikologi. UGM. Vol.16, No.2, 74-
88. (Ayu Andini)

10.) Perubahan saraf terkait usia dalam post-mortem dan in vivo, otak dewasa yang lebih tua cenderung
memiliki volume substansia grisea yang lebih rendah dari daripada otak dewasa muda usia 21, 22 tahun.
Penurunan volume ini tampaknya bukan dari kematian sel, tetapi lebih karena kepadatan sinaptik yang
lebih rendah, pada dewasa usia lebih dari 23 tahun. Kepadatan synaps neokortikal terus menurun antara
usia 20 dan 100, dan terus meluas. Densitas sinaptik pada orang tua yang tidak demensia suatu saat
akan mencapai penurunan densitas, seperti yang terlihat pada penyakit Alzheimer saat usia 130.

Semakin bertambahnya usia volume otak pada usia lanjut mengalami perubahan. Namun, perubahan
volume pada regio yang satu dengan yang lain tidak seragam, seperti prefrontal korteks ( PFC ) dan
struktur medial temporal, yang terutama dipengaruhi oleh proses penuaan normal atau patologis, dan
daerah lainnya, seperti korteks oksipital, masih tersisa dan relatif tidak terpengaruhi. Atrofi
hippocampus dan neokorteks sangat terkait dengan demensia pada segala usia. Plak neuritik dan
penipisan neurofibrillary sangat terkait dengan demensia pada usia 75 tahun, tetapi hubungan itu
kurang kuat di 95 tahun. Perbedaan antara lansia muda dan lansia tua diamati pada kedua hippocampus
dan neokorteks, meskipun efeknya kurang mencolok pada penipisan neurofibrillary neokorteks. (Ita)

11 . Intervensi

*Latihan memori*

-Identifikasi maslah memori yang dialami

-Monitor perilaku dan perubahan memori selama terapi

-Stimulasi memori dengan mengulang pikiran yang terakhir kali diucapkan ATAU peristiwa yang baru
terjadi (mis.bertanya kemana saja ia pergi akhir-akhir ini), jika perlu

-Fasilitasi mengingat kembali pengalaman masa lalu, jika perlu

*Orientasi realita*

-Minitor perubahan kognitif dan perilaku

-Perkenalkan nama saat akan memulai interaksi

-Atur stimulus sensorik dan lingkungan (mis.kunjungan, pemandangan, suara pencahayaan, bau, dan
sentuhan)

*Dukungan Perawatan Diri*

-Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri


-Monitor tingkat kemandirian

-Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri

-Dampingi dala melakukan perawatan diri

-Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan

-Anjurkan penggunaan alat bantu (mis,kacamata, alat bnatu dengar, gigi palsu)

Sumber : PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Jakarta: DPP PPNI

(ulfa )

12.)

1. Demensia dengan Lewy body

Demensia tipe ini terjadi akibat adanya penumpukan protein tertentu di sel-sel saraf yang mengganggu
penghantaran sinyal kimia di otak.

2. Demensia frontotemporal

Demensia frontotemporal merupakan jenis demensia yang disebabkan oleh kerusakan sel saraf di
bagian frontal (depan) dan temporal (samping) otak akibat mutasi gen-gen tertentu. Area otak ini
mengatur kemampuan bicara, membuat rencana, bergerak, dan emosi.

3. Demensia campuran

Demensia campuran (mixed dementia) adalah kondisi di mana seseorang mengalami lebih dari satu tipe
demensia, misalnya demensia akibat penyakit Alzheimer dengan demensia vaskular.

(dr. Irene Cindy Sunur, 2020)

- Penanganan pada gangguan fungsi kognitif normal dengan cara peningkatan memori (daya
ingat) dapat dilakukan dengan cara seperti mencatat sesuatu pada daftar, kalender atau buku catatan

- Penanganan pada MCI (Mild Cognitive Impairment)/gangguan fungsi kognitif ringan dengan cara
mengembangkan hobbi yang ada seperti melukis, memasak, main musik, berkebun, mengikuti aktivitas
keagamaan, olah raga dan hindari stres

- Penanganan pada Demensia Alzheimer/gangguan fungsi kognitif berat dengan cara hindari
situasi yang memprovokasi, hindari argumentasi, psikoterapi individual, psiko terapi kelompok,
dukungan mental, pengembangan kemampuan adaptasi dan peningkatan kemandirian, kemampuan
menerima kenyataan, yakinkan dimana keberadaan pasien, terapi obat dengan pengawasan dokter
Azizah, L. M. 2011. Kepeawatan lanjut usia.Yogyakarta: Graha Ilmu (AYU ANDINI)

12. Demensia pada umumnya diklasifikasikan menjadi empat tipe yaitu :

1. Penyakit Alzheimer = Dalam penyakit Alzheimer,jaringan otak mengalami kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki, dan kematian biasanya terjadi 10 atau 12 tahun setelah onset simtom-simtom, Penderita
pada awalnya hanya mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi dan dalam mengingat materi yang baru
dipelajari, dan dapat terlihat seolah pikirannya kosong dan mudah tersinggung, kekurangan yang
mungkin diabaikan selama beberapa tahun, namun pada akhirnya mengganggu kehidupan sehari-hari.

2. Demensia Frontal = Penyakit ini biasanya timbul pada akhir usia 50-an. Selain ketidakmampuan
kognitif yang umum terjadi pada demensia, demensia frontal temporal ditandai oleh perubahan perilaku
dan kepribadian yang ekstrem. Kadang pasien menjadi sangat apatetik dan tidak responsive terhadap
lingkungan mereka; pada waktu lain mereka menunjukkan pola yang berlawanan seperti euphoria,
aktivitas yang berlebihan, dan impulsivitas.

3. Demensia Frontal Subkortikal = Demensia tipe ini memengaruhi sirkuit dalam otak yang menjulur dari
subkortikal ke korteks. Karena daerah otak subkortikal berperan dalam pengendalian gerakan
motorik,kognisi dan aktivitas motorik terpengaruh.

4. Demensia Vaskular = Demensia tipe ini merupakan tipe paling umum kedua setelah penyakit
Alzheimer. Tipe ini didiagnosis bila seorang pasien yang menderita demensia menunjukkan gejala-gejala
neurologis seperti kelemahan pada satu lengan atau refleks-refleks abnormal atau bila pemindaian otak
membuktikan adanya penyakit serebrovaskular. Yang paling sering terjadi, pasien mengalami
serangkaian stroke di mana terjadi suatu penebalan, yang melemahkan sirkulasi dan menyebabkan
kematian sel. (Devi)

Anda mungkin juga menyukai