Disusun Oleh :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Manfaat
1. Sebagai wadah untuk mengaplikasikan dan memperdalam ilmu yang telah
diperoleh selama perkuliahan yang berkaitan dengan manajemen kebidanan
khususnya dengan dokumentasi SOAP.
2. Sebagai bukti telah dilakukan asuhan pada klien.
3. Sebagai bukti tanggung jawab dan tanggung gugat yang sah di mata hukum.
4. Diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang dapat
menambah wawasan khususnya mengenai Asuhan Kebidanan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
f) Pemeriksaan HB
Jenis pemeriksaan sederhana yaitu dengan cara talquis dan cara
sahli. Pemeriksaan Hb dilakukan pada kunjungan ibu hamil yang
pertama kali, lalu periksa lagi menjelang kelahiran. Pemeriksaan
Hb adalah salah satu upaya untuk mendeteksi anemia pada ibu
hamil.
g) Pengambilan darah untuk pemeriksaan penyakit menular seksual/
VDRL
Pemeriksaan Veneral Desease Research Laboratory (VDRL)
adalah untuk mengetahui adanya trepnomea palidium/ penyakit
menular seksual, antara lain syphilis. Pemeriksaan pada ibu hamil
yang pertama kali datang diambil spesimen darah vena ± 2 cc.
Apabila tes dinyatakan positif ibu hamil di lakukan pengobatan
atau rujukan. Akibat fatal yang akan terjadi adalah kematian janin
pada kehamilan < 16 minggu, pada kehamilan lanjut dapat
menyebabkan kelahiran prematur, cacat bawaan.
h) Pemeriksaan protein urine
Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui adanya protein
dalam urine ibu hamil, adapun pemeriksaannya menggunakan
asam asetat 2-3%. Ditujukan pada setiap ibu hamil khususnya ibu
hamil trimester kedua dan ketiga dengan riwayat tekanan darah
tinggi, kaki odema. Pemeriksaan urine protein ini untuk
mendeteksi ibu hamil ke arah pre-eklamsi.
i) Pemeriksaan urine reduksi
Dilakukan pemeriksaan urin reduksi di lakukan pada ibu
dengan indikasi penyakit gula/ DM atau riwayat penyakit gula
pada ibu dan suami. Bila hasil reduksi urine (+) perlu diikuti
dengan pemeriksaan gula darah untuk memastikan adanya
Diabetes Melitus Gastosional (DMG). DMG pada ibu hamil dapat
mengakibatkan adanya penyakit berupa pre-eklamsi,
polihidramnion, dan bayi besar.
j) Perawatan payudara
Meliputi senam payudara, perawatan payudara, pijat tekan
Payudara yang ditujukan pada ibu hamil. Manfaat perawatan
payudara adalah :
1) Menjaga kebersihan payudara terutama putting susu.
2) Mengencangkan serta memperbaiki bentuk puting susu (pada
puting susu yang terbenam).
3) Merangsang kelenjar-kelenjar susu sehingga produksi ASI
lancer.
4) Mempersiapkan ibu dalam laktasi.
Perawatan payudara dilakukan 2 kali sehari sebelum mandi
dimulai pada kehamilan 6 bulan.
k) Senam ibu hamil
Senam ibu hamil bermanfaat membantu ibu hamil dalam
mempersiapkan persalinan dan mempercepat pemulihan setelah
melahirkan serta mencegah sembelit. Adapun tujuan senam hamil
adalah memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot
dinding perut, ligamentum, otot dasar panggul, memperoleh
relaksasi tubuh dengan latihan-latihan kontraksi dan relaksasi.
Menguasai teknik pernafasan yang berperan pada saat persalinan.
Senam hamil dapat dimulai dari usia kehamilan 22 minggu dan
dilakukan secara teratur. Gerakan senam hamil meliputi gerakan
panggul, gerakan kepala, dan gerakan bahu, gerakan jongkok atau
berdiri (memperkuat otot vagiana, perinium, dan memperlancar
persalinan).
l) Pemberian obat malaria
Malaria adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan
oleh satu dari beberapa jenis plasmodium dan ditularkan oleh
gigitan nyamuk anopheles. Pemberian obat malaria diberikan
khusus pada ibu hamil di daerah endemik malaria dan juga pada
ibu hamil dengan gejala khas malaria yakni panas tinggi disertai
menggigil dan hasil asupan darah yang positif. Pada kehamilan
muda dapat terjadi abortus, partus prematurus juga anemia.
m) Terapi yodium
Diberikan pada kasus gangguan akibat kekurangan yodium di
daerah endemis. Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKI)
adalah rangkaian efek kekurangan yodium pada tumbuh kembang
manusia. Kekurangan unsur yodium di pengaruhi oleh faktor-
faktor lingkungan dimana tanah dan air tidak mengandung unsur
yudium akibatnya dapat mengakibatkan gondok dan kretin yang
ditandai dengan:
1) Gangguan fungsi mental
2) Gangguan fungsi pendengaran
3) Gangguan pertumbuhan
4) Gangguan kadar hormon yang rendah
n) Temu wicara/ konseling
1) Definisi konseling
Konseling adalah suatu bentuk wawancara (tatap muka)
untuk menolong orang lain memperoleh pengertian yang lebih
abaik mengenai dirinya dalam usahanya untuk memahami dan
mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya.
2) Prinsip-prinsip konseling
Ada 5 prinsip pendekatan kemanusiaan yaitu:
keterbukaan, empati, dukungan, sikap dan respon positif dan
juga setingkat atau sama sederajat.
3) Tujuan konseling pada Antenatal Care
Tujuan dari konseling pada Antenataal Care adalah
membantu ibu hamil memahami kehamilannya dan sebagai
upaya preventif terhadap hal-hal yang tidak diinginkan dan
juga membantu ibu hamil untuk men
emukan kebutuhan asuhan kehamilan, penolong persalinan
yang bersih dan aman atau tindakan klinik yang mungkin di
perlukan (Pantikawati, Ika dan Saryono, 2010).
2. Konstipasi/Susah Buang Air Besar
a. Pengertian
Sembelit atau konstipasi merupakan keadaan tertahannya feses (tinja)
dalam usus besar pada waktu cukup lama karena adanya kesulitan dalam
pengeluaran. Hal ini terjadi akibat tidak adanya gerakan peristaltik pada usus
besar sehingga memicu tidak teraturnya buang air besar dan timbul perasaan
tidak nyaman pada perut (Akmal, dkk, 2010).
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko
tinggi mengalami stasis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang
jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras (Uliyah,
2008).
Konstipasi adalah suatu gejala bukan penyakit. Di masyarakat dikenal
dengan istilah sembelit, merupakan suatu keadaan sukar atau tidak dapat
buang air besar, feses (tinja) yang keras, rasa buang air besar tidak tuntas (ada
rasa ingin buang air besar tetapi tidak dapat mengeluarkannya), atau jarang
buang air besar. Seringkali orang berpikir bahwa mereka mengalami
konstipasi apabila mereka tidak buang air besar setiap hari yang disebut
normal dapat bervariasi dari tiga kali sehari hingga tiga kali seminggu
(Herawati, 2012).
Konstipasi merupakan suatu keadaan yang sering ditemukan di dalam
masyarakat, pada umumnya dihubungkan dengan kurangnya konsumsi serat,
kurang minum dan kurangnya aktifitas fisik. Pemakaian obat-obatan dan
gejala depresi juga dihubungkan dengan terjadinya konstipasi (Sembiring,
2017).
b. Tanda dan Gejala
Menurut Akmal, dkk (2010), ada beberapa tanda dan gejala yang
umum ditemukan pada sebagian besar atau terkadang beberapa penderita
sembelit sebagai berikut:
a. Perut terasa begah, penuh dan kaku
b. Tubuh tidak fit, terasa tidak nyaman, lesu, cepat lelah sehingga malas
mengerjakan sesuatu bahkan terkadang sering mengantuk
c. Sering berdebar-debar sehingga memicu untuk cepat emosi,
mengakibatkan stress, rentan sakit kepala bahkan demam
d. Aktivitas sehari-hari terganggu karena menjadi kurang percaya diri, tidak
bersemangat, tubuh terasa terbebani, memicu penurunan kualitas, dan
produktivitas kerja
e. Feses lebih keras, panas, berwarna lebih gelap, dan lebih sedikit daripada
biasanya
f. Feses sulit dikeluarkan atau dibuang ketika air besar, pada saat bersamaan
tubuh berkeringat dingin, dan terkadang harus mengejan atupun
menekan- nekan perut terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan dan
membuang feses ( bahkan sampai mengalami ambeien/wasir )
g. Bagian anus atau dubur terasa penuh, tidak plong, dan bagai terganjal
sesuatu disertai rasa sakit akibat bergesekan dengan feses yang kering dan
keras atau karena mengalami wasir sehingga pada saat duduk tersa tidak
nyaman
h. Lebih sering bung angin yang berbau lebih busuk daripada biasanya
i. Usus kurang elastis ( biasanya karena mengalami kehamilan atau usia
lanjut), ada bunyi saat air diserap usus, terasa seperti ada yang
mengganjal, dan gerakannya lebih lambat daripada biasanya
j. Terjadi penurunan frekuensi buang air besar
Adapun untuk sembelit kronis ( obstipasi ), gejalanya tidak terlalu
berbeda hanya sedikit lebih parah, diantaranya:
(a)Perut terlihat seperti sedang hamil dan terasa sangat mulas;
(b)Feses sangat keras dan berbentuk bulat-bulat kecil;
(c)Frekuensi buang air besar dapat mencapai berminggu-minggu;
(d)Tubuh sering terasa panas, lemas, dan berat;
(e)Sering kurang percaya diri dan terkadang ingin menyendiri;
(f) Tetap merasa lapar, tetapi ketika makan akan lebih cepat kenyang
(apalagi ketika hamil perut akan tersa mulas ) karena ruang dalam
perut berkurang dan mengalami mual bahkan muntah.
c. Tahapan
Pengeluaran feses merupakan akhir proses pencernaan. Sisa-sisa
makanan yang tidak dapat dicerna lagi oleh saluran pencernaan, akan masuk
kedalam usus besar ( kolon ) sebagai massa yang tidak mampat serta basah.
Di sini, kelebihan air dalam sisa-sisa makanan tersebut diserap oleh tubuh.
Kemudian, massa tersebut bergerak ke rektum ( dubur ), yang dalam keadaan
normal mendorong terjadinya gerakan peristaltik usus besar. Pengeluaran
feses secara normal, terjadi sekali atau dua kali setiap 24 jam ( Akmal, dkk,
2010 ).
Kotoran yang keras dan sulit dikeluarkan merupakan efek samping
yang tidak nyaman dari kehamilan. Sembelit terjadi karena hormon-hormon
kehamilan memperlambat transit makanan melalui saluran pencenaan dan
rahim yang membesar menekan poros usus ( rektum ). Suplemen zat besi
prenatal juga dapat memperburuk sembelit. Berolahraga secara teratur,
menyantap makanan yang kaya serat serta minum banyak air dapat membantu
meredakan masalah tersebut ( Kasdu, 2005 ).
Pada wanita hamil terjadi perubahan hormonal yang drastis yakni
peningkatan progesteron selama kehamilan. Progesteron akan menyebabkan
otot-otot relaksasi untuk memberi tempat janin berkembang. Relaksasi otot ini
juga mengenai otot usus sehingga akan menurunkan motilitas usus yang pada
akhirnya menyebabkan konstipasi (slow-transit constipation). Disamping itu
selama kehamilan tubuh menahan cairan, absorbsi cairan di usus meningkat
sehingga isi usus cenderung kering dan keras yang memudahkan terjadinya
konstipasi (Sembiring, 2015). Uterus yang semakin membesar seiring dengan
perkembangan janin pada wanita hamil akan memberikan tekanan pada usus
besar dengan akibat evakuasi tinja terhambat. Semakin besar kehamilan maka
semakin besar tekanan pada usus besar sehingga semakin mudah terjadinya
konstipasi.
d. Perubahan Fisiologis
Progesteron menimbulkan gerak usus makin berkurang dan dapat
menyebabkan konstipasi. Selain itu juga karena perubahan pola makan.
Peningkatan kadar progesteron menyebabkan peristaltik usus lambat,
penurunan mobilitas sebagai akibat dari relaksasi otot-otot halus, penyerapan
air dari calon meningkat tekanan pada usus yang membesar karena uterus
yang ukurannya semakin besar terutama pada akhir kehamilan
(Widatiningsih&Dewi, 2017:178).
e. Fisiologi konstipasi pada kehamilan
Perubahan pada ibu hamil
Perubahan fisiologis
Saluran Gastrointestinal
Estrogen ↑, Progesterone ↑
Penurunan kontraksi otot polos
Penurunan mortilitas usus halus
Obstruksi aliran tinja
konstipasi
f. Perubahan Psikologis
1) Kurang percaya diri
2) Lebih suka menyendiri atau menjauhkan diri dari orang sekitar.
3) Tetap merasa lapar tapi ketika makan akan lebih cepat kenyang (apalagi
ketika hamil perut akan terasa mulas) karena ruang dalam perut
berkurang.
4) Emosi meningkat dengan cepat.
5) Sering berdebar-debar sehingga cepat emosi yang mengakibatkan stres
sehingga rentan sakit kepala atau bahkan demam.
6) Tubuh tidak fit, tidak nyaman, lesu, cepat lelah, dan terasa berat sehingga
malas mengerjakan sesuatu bahkan kadang-kadang sering mengantuk.
7) Kurang bersemangat dalam menjalani aktivitas.
8) Aktivitas sehari-hari terganggu karena menjadi tubuh terasa terbebani
yang mengakibatkan kualitas dan produktivitas kerja menurun.
9) Nafsu makan dapat menurun (Wiki, 2013).
g. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Konstipasi pada Ibu Hamil
1) Faktor Hormonal.
Pada wanita hamil terjadi perubahan hormonal yang drastis yakni
peningkatan progesteron selama kehamilan. Progesteron akan
menyebabkan otot-otot relaksasi untuk memberi tempat janin
berkembang. Relaksasi otot ini juga mengenai otot usus sehingga akan
menurunkan motilitas usus yang pada akhirnya menyebabkan konstipasi
(slow-transit constipation). Disamping itu selama kehamilan tubuh
menahan cairan, absorbsi cairan di usus meningkat sehingga isi usus
cenderung kering dan keras yang memudahkan terjadinya konstipasi
(Sembiring, 2017).
2) Usia Kehamilan
Usia kehamilan adalah ukuran lama waktu seorang janin berada dalam
rahim. Usia janin dihitung dalam minggu dari hari pertama haid terakhir
(HPHT) ibu sampai hari kelahiran. Lama kehamilan yaitu 280 hari atau
40 minggu atau 10 bulan. Kehamilan dibagi atas tiga trimester yaitu:
trimester I antara 0-12 minggu, kehamilan trimester II antara 12-28
minggu, dan trimester III antara 28-40 minggu.
Pada minggu ke-9 usia kehamilan, kesulitan untuk buang air besar
sering terjadi dan hampir semuanya disebabkan oleh tingginya kadar
hormon-hormon di dalam tubuh yang memperlambat kerja otot-otot usus
halus (Ana, 2010). Sekitar 11 % sampai 38% ibu hamil mengalami
konstipasi, terutama pada awal kehamilan dan trimester ketiga masa
kehamilan Keluhan yang paling umum adalah mengedan terlalu kuat,
tinja yang keras dan rasa pengeluaran tinja yang tidak komplit. Resiko
konstipasi pada wanita hamil semakin besar jika sudah mempunyai
riwayat konstipasi sebelumnya dan riwayat konsumsi suplemen besi.
Prevalensi konstipasi hampir sama antara trimester pertama, kedua dan
ketiga selama kehamilan. Tidak ada perbedaan bermakna antara kelas
sosioekonomi bawah, menengah dan atas. (Sembiring, 2017).
Konstipasi diduga terjadi akibat penurunan peristaltik disebabkan
relaksasi otot polos pada usus besar ketika terjadi peningkatan
progesteron. Pergeseran dan tekanan pada usus akibat pembesaran uterus
atau bagian presentasi juga dapat menurunkan motilitas pada saluran
gastrointestinal sehingga menyebabkan konstipasi ( Varney, dkk 2007).
3) Asupan Makanan
Perubahan diet pada wanita hamil berkontribusi untuk terjadinya
konstipasi. Gejala mual muntah pada trimester pertama disertai asupan
makanan khususnya minuman yang berkurang akan mempengaruhi
proses defekasinya. Semakin besar kehamilan biasanya wanita hamil
cenderung mengurangi asupan cairan. Komposisi makanan yang
cenderung berupa susu dan daging / ikan tanpa disertai cukup makanan
yang kaya serat akan memperbesar resiko terjadinya konstipasi. Begitu
juga pemberian suplemen besi dan kalsium selama kehamilan merupakan
faktor resiko terjadinya konstipasi. Uterus yang semakin membesar
seiring dengan perkembangan janin pada wanita hamil akan memberikan
tekanan pada usus besar dengan akibat evakuasi tinja terhambat. Semakin
besar kehamilan maka semakin besar tekanan pada usus besar sehingga
semakin mudah terjadinya konstipasi (Sembiring, 2017).
4) Asupan Cairan
Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekaksi
menjadi keras. Oleh karena proses absorbsi air yang kurang menyebabkan
kesulitan proses defekasi (Uliyah, 2008).
Menurut Simkin (2008), Air dan cairan lain merupakan elemen yang
penting dari diet yang seimbang. Retensi cairan, bagian normal dari
kehamilan yang sehat, memastikan terjadinya kenaikan volume darah dan
air ketuban. Sebagai wanita yang sedang hamil perlu mempunyai cairan
lebih banyak karena dua alasan berikut:
a) Volume darah meningkat 50% atau lebih (dari kira-kira 2,5 menjadi
2,75 liter).
b) Menjelang akhir kehamilan, diperkirakan volume cairan jaringan
meningkat 2-3 liter selama kehamilan.
Dalam sehari ibu hamil dianjurkan untuk minum air putih/ air
segar minimal 8 gelas atau 2-3 liter. Air putih yang menyegarkan baik
bagi tubuh karena melancarkan peredaran darah. Jus buah merupakan
sumber vitamin dan penghilang rasa mual. Tetapi sebaiknya ibu hamil
membatasi komsumsi buah-buahan yang mengandung kalori tinggi
seperti jus alpukat, jus mangga, jus durian. Minum susu sangat
dianjurkan sebagai sumber kalsium dan vitamin D terbaik untuk
pertumbuhan tulang janin. Dianjurkan untuk minum 1-2 gelas susu
setiap hari. Boleh susu sapi biasa atau susu sapi untuk iu hamil. Bagi
yang alergi atau tidak tahan susu sapi, susu kedelai merupakan pilihan
yang baik (Pramono, 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fitriana,dkk (2017)
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan
cairan dengan kejadian konstipasi p: 0,000; RR:1,85. Tidak didapatkan
hubungan yang bermakna antara asupan serat dengan kejadian
konstipasi dengan p:0,317 (p<0,05). Asupan cairan yang kurang dapat
meningkatkan risiko terjadinya konstipasi 1,85 kali pada ibu hamil dan
asupan cairan yang cukup dapat mencegah konstipasi pada ibu hamil.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mu’alimah (2019)
dengan judul Hubungan Antara Asupan Cairan Dan Konsumsi Tablet
Fe Dengan Kejadian Konstipasi Pada Ibu Hamil Trimester III Di
Puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk Tahun 2018 diperoleh
hasil Nilai Coeffessient Correlasi antara asupan cairan dengan
kejadian konstipasi adalah 0,331 sedangkan konsumsi tablet fe dengan
kejadian konstripasi adalah 0,782 yang berarti bahwa asupan cairan
dengan kejadian konstipasi pada ibu hamil trimester III mempunyai
kekuatan hubungan sedang dan konsumsi tablet fe dengan kejadian
konstripasipada ibu hamil trimester III mempunyai hubungan sangat
kuat.
5) Olahraga
Aktifitas fisik rutin dipercaya merangsang peristaltik usus untuk bekerja
normal sehingga memperpendek waktu transit di saluran pencernaan dan
membantu pengeluaran tinja. Oleh karena itu wanita hamil sebaiknya
melakukan olahraga ringan yang rutin seperti senam hamil dan jalan pagi
(Sembiring, 2017).
Aktivitas fisik merupakan pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan
fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat
dan bugar sepanjang hari. Aktifitas fisik yang baik untuk ibu hamil agar
terhindar dari kejadian konstipasi, yaitu dengan : a. memiliki pola
defekasi yang baik dan teratur, hal ini mencangkum pola penyediaan
waktu yang teratur untuk melakukan defekasi dan kesadaran untuk tidak
mengacuhkan “dorongan” atau menunda defekasi, b. melakukan latihan
secara umum, berjalan setiap hari, mempertahankan postur yang baik,
latihan kontraksi otot abdomen bagian bawah secara teratur, semua
kegiatan ini memfasilitasi sirkulasi vena sehingga mencegah kongesti
pada usus besar (Varney Helen, dkk, 2010 : 539)
Hartinah, dkk (2019) menyatakan dalam penelitiannya bahwa ada
hubungan pola aktivitas fisik dengan kostipasi pada ibu hamil trimester
III di Puskesmas Gribig Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus 2017
dengan hasil uji statistic kendall’s tau diperoleh hasi nilai ρ value 0.001
kurang dari nilai α 0.005 yang menyatakan Ho ditolak artinya ada
hubunganbermakna antara pola aktivitas fisik dengan kostipasi pada ibu
hamil. Semakin sedikit melakukan pola aktivitas fisik maka semakin
menurun pergerakan peristaltik usus besar sehingga bisa memicu
terjadinya konstipasi. Dengan jarang melakukan pola aktivitas fisik tubuh
saat hamil akan cenderung lebih cepat mengalami kenaikan berat badan,
sehingga perut akan semakin besar dan dapat menekan rectum, dan akan
beresiko terjadinya konstipasi selama kehamilan.
6) Konsumsi Tablet Besi
Zat besi diperlukan untuk memproduksi hemoglobin (protein pembawa
oksigen dalam darah). Karena volume darah meningkat 50% selama
kehamilan, hemoglobin dan konstituen dara lainnya juga meningkat.
Selain itu, selama 6 minggu terakhir kehamilan, janin akan menyimpan
zat besi dalam jumlah yang memadai dalam hatinya untuk memenuhi
kebutuhannya pada 3 atau 6 bulan pertama kehidupan. Karena orang yang
sehat menyerap 10-20% dari zat besi yang dicerna, institute of medicine
menganjurkan suplemen zat besi sebanyak 30-60 miligram setiap hari,
selama kehamilan ntuk memastikan terjadinya absorbsi dari zat besi dari
zat yang dibutuhkan setiap hari. Walaupun diperlukan untuk nutrisi yang
baik, suplemen zat besi dapat mengganggu saluran pencernaan
diantaranya konstipasi atau sembelit (Simkin, P, dkk, 2008).
WHO menganjurkan untuk memberikan 60 mg besi selama 6 bulan
untuk memenuhi kebutuhan fisiologik selama kehamilan. Namun, banyak
literatur menganjurkan dosis 100 mg besi setiap hari selama 16 minggu
atau lebih pada kehamilan. Diwilayah-wilayah dengan prevalensi anemia
yang tinggi, dianjurkan untuk memberikan suplementasi sampai tiga
bulan postpartum (Prawirohardjo, 2009).
Pemberian suplementasi preparat Fe, pada sebagian wanita
menyebabkan sembelit. Penyulit ini dapat diredakan dengan cara
memperbanyak minum, menambah komsumsi makanan yang kaya akan
serat seperti roti, serealia dan agar- agar ( Arisman, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yelni&Mandasari (2017)
menyatakan bahwa Hasil penelitian yang manyoritas menunjukkan bahwa
yang mengalami konstipasi sebanyak 25 responden (73%) sedangkan
responden yang kurang mengalami konstipasi 1 responden (3%). Jadi
nilai p<0,05 artinya bahwa hasil penelitian ini terdapat hubungan yang
bermakna tentang Hubungan konsumsi tablet FE dengan kejadian
konstipasi pada ibu hamil. ibu hamil masih banyak mengalami konstipasi
karena kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang cara mengkonsumsi
tablet fe dengan baik, dan juga dipicu ibu hamil kurang minum air putih
dan mengkonsumsi serat seperti buah-buahan serta sayur-sayuran. Buah
dan sayur yang mengandung vitamin c dapat meningkatkan penyerapan,
dan baik untuk pencernaan ibu hamil.
h. Penatalaksanaan
1) Non farmakologi
Terapi pertama dan utama pada konstipasi adalah meningkatkan
asupan serat dan cairan, serta aktivitras fisik yang cukup. Hindari
makanan porsi besar 3 kali sehari tetapi makanlah dengan porsi kecil dan
sering. Hindari ketegangan psikis seperti stress dan cemas. Jangan
menahan rasa ingin BAB karena akan memperbesar resiko konstipasi.
Pemberian probiotik pada wanita hamil juga dianjurkan karena dapat
memperbaiki keseimbangan flora kolon dan memperbaiki fungsi
pencernaan. Jahe dalam diet juga disebutkan dapat membantu mengurnagi
morning sickness dan konstipasi dan mencegah kembung. Kebutuhan
serat pada wanita hamil sama dengan orang normal yaitu sekitar 25-30 gr
perhari. Serat makanan terdiri dari serat larut dan serat tidak larut. Serat
larut akan mengalami fermentasi di usus besar dan memperlambat
pengosongan lambung, menahan air dan membentuk gel. Serat tidak larut
air banyak terdapat pada sereal, sayur-sayuran, kacang-kacangan dan biji-
bijian. Hindari konsumsi serat yang berlebihan segera bersamaan dalam
waktu cepat karena akan menimbulkan kembung, sebab dan rasa tidak
nyaman diperut (Sembiring, 2015).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Auria, dkk (2020) menyatakan
bahwa Hasil penelitianini menunjukkan rata-rata frekuensi bab sesudah
konsumsi yogurt yang mengandung polydextrose pada ibu hamil yang
mengalami kontipasi di BPM Fitri Hayati S.ST Bandar Lampung Tahun
2019 yaitu 23.60 dan rata-rata frekuensi bab sebelum konsumsi yogurt
pada ibu hamil yang mengalami kontipasi di BPM Fitri Hayati S.ST
Bandar Lampung Tahun 2019 yaitu 19.20.
2) Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi pada konstipasi adalah dengan
pemberian obat pencahar. Pemberian obat pencahar hanya diberikan
kepada wanita hamil yang benar-benar diperlukan saja dan tidak untuk
jangka panjang. Bulking agents dianggap cukup aman karena tidak
diabsoorbsi. Tetapi tidak selalu efektif karena penderita diharuskan
banyak minum selama pemberian obat dan bisa dijumpai efek samping
kembung dank ram perut. Contohnya psyllium yang termasuk golongan B
untuk kehamilan menurut badan FDA. Lubricant laxatives dapat
menyebabkan penurunan absorbs vitamin yang larut lemak. Golongan ini
doabsorbsi sedikit dan tidak menunjukkan efek lanjut pada wanita hamil.
Tetapi belum ada rekomendasi FDA untuk penggunaan pada wanita
hamil. Golongan asmotic laxatives dan stimulant laxatives dihubungkan
dengan terjadinya dehidrasi dan gangguan elektrolit terutama pada
penggunaan jangka panjang. Contohnya golongan asmotic laxatives yang
beredar di Indonesia adalah lactulose, termasuk golongan B untuk
kehamilan menurut FDA. Sedang contoh stimulant laxatives adalh
bisacodyl, dapat meningkatkan rangsangan otot uterus sehingga terjadi
kontraksi uterus sehingga sebaiknya dihindarkan. Termasuk golongan C
untuk kehamilan menurut FDA (Sembiring, 2015).
B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan
sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan
teori ilmiah, penemuan -penemuan, ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan
yang logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.
Tujuh langkah manajemen kebidanan menurut Varney:
1. Pengumpulan data dasar
2. Interpretasi data
3. Identifikasi diagnose masalah atau masalah potensial
4. Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
5. Perencanaan tindakan yang dilakukan
6. Melaksanakan pelaksanaan
7. Evaluasi
(Rukiyah, et al, 2013; 192)
1. Pengkajian
a. Nama
Nama lengkap ibu, termasuk nama panggilannya perlu dikaji. Nama
merupakan identitas khusus yang membedakan seseorang dengan orang
lain. Sebaiknya memanggil klien sesuai dengan nama panggilan yang biasa
baginya atau yang disukainya agar ia merasa nyaman serta lebih
mendekatkan hubungan interpersonal bidan dengan klien. (Widatiningsih,
dkk. 2017:162).
b. Umur
Untuk mengetahui apakah usia ibu termasuk dalam kategori reproduksi
sehat atau tidak. Umur dalam kategori reproduksi sehat yaitu antara 20
hingga kurang dari 35 tahun. Kehamilan usia muda berkaitan dengan risiko
preeklamsia. Pada umur diatas 35 tahun fungsi sistem reproduksi umumnya
sudah tidak optimal untuk pertumbuhan janin, jalan lahir juga tidak lentur
lagi sehingga risiko mengalami persalinan lama meningkat pada nulipara,
seksio sesaria, pelahiran preterm, IUGR. Semakin tua juga semakin sering
terpapar penyakit dan meningkatnya insiden DM tipe II dan hipertensi
kronis yang mungkin dapat membahayakan kehamilan. Selain itu juga
meningkatkan risiko anomali kromosom dan kematian janin.
(Widatiningsih, dkk, 2017:162).
c. Agama
Agama perlu dikaji karena agama dapat memberikan informasi dalam
menuntun ke suatu diskusi tentang pentingnya agama dalam kehidupan
klien, tradisi keagamaan dalam kehamilan dan kelahiran, perasaan tentang
jenis kelamin tenaga kesehatan, dan pada beberapa kasus, penggunaan
produk darah. ( Marmi,2014: hal155)
d. Pendidikan
Ditanyakan untuk mengetahui pendidikan tertinggi yang klien
tamatkan, informasi ini membantu klinis memahami klien sebagai individu
dan memberi gambaran kemampuan baca-tulisnya selain itu untuk
mengetahui tingkat pengetahuan ibu taraf atau taraf kemampuan berpikir
ibu, sehingga bidan bisa menyampaikan atau memberikan penyuluhan atau
KIE pada pasien dengan lebih mudah(Marmi,2014 : hal 155).
e. Pekerjaan
Tanyakan pekerjaan suami dan ibu, untuk mengetahui taraf hidup dan
social ekonomi pasien agar nasihat yang diberikan sesuai. Serta untuk
mengetahui apakah pekerjaan ibu akan mengganggu kehamilan atau tidak
(Christina, 1993 dalam Marmi, 2012; 121).
Wanita karier yang hamil mendapat hak cuti hamil selama tida bulan
yang dapat diambil sebelum menjelang kelahiran dan dua bulan setelah
persalinan, jika ada keluhan dengan kehamilannya sebaiknya segera
memeriksakan diri ke tenaga kesehatan (Manuaba, 1998 dalam Marmi,
2012; 121).
Mengetahui pekerjaaan klien adalah penting untuk mengetahui apakah
klien berada dalam keadaan utuh dan untuk mengkaji potensi kelainan
premature dan pajanan terhadap bahaya lingkungan kerja, yang dapat
merusak janin. (Marmi, 2014: hal 155).
f. Suku Bangsa
Praktik budaya suku bangsa tertentu pada masa hamil jika tidak dapat
dilakukan terkadang menimbulkan distress dan kekhawatiran yang perlu
mendapatkan perhatian dari bidan. (Widatiningsih,dkk, 2017:163).
Seringkali tiap perpindahan dari satu tahapan kehidupan kepada
tahapan yang lainnya dianggap sebagai suatu masa krisis sehingga
diadakan serangkaian upacara bagi wanita hamil untuk mencari
keselamatan bagi dirinya dan bayinya. Contoh di Jaawa: ada mitoni,
procotan, brokohan, sepasaran, selapanan. Selama praktik budaya tidak
membahayakan kehamilan dan tidak bertentangan dengan medis, maka
tidak ada salahnya. Tetapi ada juga praktik keyakinan budaya yang dapat
berpengaruh terhadap kesehatan seperti jamu-jamuan, pantang makan
makanan tertentu, pijat perut, dan yang lainnya. (Widatiningsih,dkk,
2017:95)
g. Alamat
Alamat dikaji untuk mendapatkan informasi tentang tempat tinggal
klien, seberapa kali ia pindah, seperti apa rumahnya, jumlah individu,
keamanan lingkungan, dan jika diindikasikan apakah tersedia cukup
makanan di dalam rumah, dan keadaan lingkungan sekitar, diharapkan
tetap bersih dan terhindar dari berbagai sumber penyakit. (Marmi.2014:
hal 155)
h. Data mengenai suami/penanggung jawab
Orang yang paling penting bagi seorang wanita hamil adalah
suaminya. Banyak bukti yang ditunjukkan bahwa wanita yang diperhatikan
dan dikasihi oleh pasangannya selama kehamilan akan menunjukkan lebih
sedikit gejala emosi dan fisik, lebih mudah melakukan penyesuaian diri
selama kehamilan dan sedikit risiko komplikasi persalinan. Hal ini diyakini
karena ada dua kebutuhan utama yang ditunjukkan wanita selama hamil
yaitu menerima tanda-tanda bahwa ia dicintai dan dihargai serta kebutuhan
akan penerimaan pasangannya terhadap anaknya (Rukiyah, et al, 2013 ;
97)
2. Data Subjektif
a. Alasan Datang
Hal-hal yang mendasari kedatangan ibu hamil sesuai dengan
ungkapan ibu, misalnya: ingin memastikan bahwa dirinya hamil, ingin
periksa kehamilan rutin, ingin berkonsultasi tentang ketidaknyamanan
yang dirasakan, ingin memastikan kondisi janinnya dan lain-lain. Jika
alasannya jelas maka asuhan yang diberikan dapat disesuaikan dengan
kebutuhan klien. (Widatiningsih & Dewi, 2017; 163-164)
b. Keluhan Utama
Menurut Walyani (2015; 113) keluhan utama klien dituliskan sesuai
dengan yang diungkapkan oleh klien dan tanyakan juga sejak kapan
keluhan tersebut dirasakan. Menurut Widatiningsih dan Christin (2017;
164) menjelaskan bahwa masalah atau kekhawatiran utama yang
dikeluhkan ibu biasanya mengenai ketidaknyamanan yang dialami akibat
kehamilan.
c. Riwayat Kesehatan
Data dari riwayat kesehatan ini dapat digunakan sebagai
“penanda” (warning) akan adanya penyulit masa hamil. Riwayat
kesehatan merupakan identifikasi keluhan sekarang, penyakit umum
yang pernah diderita, serta penyakit yang dialami saat sebelum hamil
maupun saat kehamilan. (Marmi, 2014:154)
Ibu tidak sedang menderita penyakit-penyakit:
a. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Sistem Kardiovaskuler
a) Penyakit Jantung
Keperluan janin sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat
makanan bertambah dalam berlangsungnya kehamilan, yang
harus dipenuhi melalui darah ibu. Untuk itu banyaknya darah
yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih
berat. Karena itu dalam kehamilan selalu terjadi perubahan
dalam system kardiovaskuler yang biasanya masih dalam batas-
batas fisiologis. (Marmi, et al, 2010; 26)
b) Hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik > 140
mmHg dan diastolic > 90 mmHg. Hipertensi selama kehamilan
tidak seperti hipertensi yang terjadi pada umumnya, tetapi
mempunyai kaitan erat dengan angka kesakitan dan kematian
yang tinggi baik pada janin maupun pada ibu. Komplikasi yang
umum terjadi adalah abruptio plasenta, DIC, Perdarahan otak,
gagal hati, dan gagal ginjal akut.
Hipertensi dapat terjadi karena keturunan atau genetic, stress,
kebiasaan merokok, pola makan yang salah, emosional, wanita
yang mengandung bayi kembar, ketidaksesuaian RH, sakit
ginjal, hiper/hipotiroid, koarktasi aorta, gangguan kelenjar
adrenal, gangguan kelenjar parathyroid. Hipertensi terjadi akibat
peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan volume
sekuncup/ curah jantung yang bermasalah lama, serta
peningkatan tekanan perifer yang berlangsung lama. (Rukiyah &
Yulianti, 2010; 168)
c) Anemia
Selama kehamilan terjadi perubahan hematologic yang
merupakan perubahan akibat peningkatan sirkulasi terhadap
plasenta dan pertumbuhan payudara. Disini terjadi peningkatan
volume plasma sekitar 45-65% yang dimulai pada trimester II
kehamilan, dan akan mulai stabil pada umur kehamilan 9 bulan,
dimana peningkatan mencapai 1000 ml dan akan mengalami
sedikit penurunan menjelang umur aterm lalu akan stabil dalam
rentang waktu 3 bulan setelah persalinan. Peningkatan ini
distimulasi oleh adanya laktogen plasma yang dapat
meningkatkan sekresi aldesteron. Adanya kondisi hipervolemia
yang merupakan keadaan dimana darah mengalami pengenceran,
karena pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan
plasma, kemudian karena kurangnya zat besi di dalam makanan
padahal kebutuhan zat besi semakin meningkat selama
kehamilan. (Rukiyah & Yulianti, 2010; 115)
2) Sistem Pernafasan
1) Asma
Kehamilan menyebabkan peningkatan kira-kira 15% laju
metabolic Karena perubahan antomis dan fisiologis pada tubuh
wanita dan adanya janin dan plasenta. Karena adanya kebutuhan
lebih besar terhadap oksigen, kira-kira 20%, dan untuk membuang
karbon dioksida. Pada awal kehamilan, peningkatan kadar
hormone, terutama progesterone, mengakibatkan peningkatan
volume tidal yang bermakna untuk memungkinkan perubahan ini.
Normalnya tidak terjadi peningkatan pada frekuensi ventilasi.
Peningkatan volume tidal dicapai dengan relaksasi otot intercostal,
yang mengakibatkan pertambahan diameter transversal pada ringga
dada sampai sebesar 2 cm. Selain itu sudut subcostal bertambah dari
68 derajat menjadi 103 derajat dan diafragma meninggi dengan
tambahan sebesar 4 cm. volume tidal resultan pada istirahat
meningkat dari 500 ml menjadi 700 ml selama kehamilan.
Akibat peningkatan volume tidal adalah penurunan pCO2 secara
keseluruhan. Ini memberi sedikit efek pada wanita hamil yang sehat
tetapi meningkatkan pembuangan karbon dioksida dari plasenta dan
dari janin.
Efek progesterone juga terlihat pada otot polos bronkiolus.
Resistensi jalan napas berkurang dan memungkinkan aliran udara
lebih besar masuk ke dalam paru dengan penurunan upaya. Hal ini
diimbangi dalam kehamilan lanjut oleh membesarnya uterus yang
menekan ke atas dasar paru, yang terkadang mengakibatkan sedikit
dyspnea. (Wylie & Bryce, 2010; 119).
Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif
intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya
peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang menyebabkan penyempitan saluran nafas. Pada
kasus kehamilan disertai asma memerlukan ANC yang lebih
intensif dengan kolaborasi bersama dokter spesialis (Rukiyah &
Yulianti, 2010; 101).
2) TBC
Pada kehamilan dengan infeksi TBC risiko prematuritas, IUGR, dan
berat badan lahir rendah meningkat, serta risiko kematian perinatal
meningkat 6 kali lipat. Keadaan ini terjadi baik akibat diagnosis
yang terlambat, pengobatan yang tidak teratur dan derajat
keparahan lesi di paru. Keadaan ini dapat menyebabkan infeksi
pada janin yang menyebabkan tuberculosis kongenital
(Prawirohardjo, 2014; 807)
3) System Endokrin
1) Diabetes Mellitus
Factor risiko utama diabetes maternal ini adalah berat bdan
berlebihan, peningkatan berat badan, dan kurangnya aktivitas
fisik. Hal ini menjadi pertimbangan bagi semua bidan dalam
menganjurkan pola hidup sehat kepada wanita. Diabetes juga
merupakan permasalahan yang terus meningkat pada wanita usia
subur. Oleh sebab itu, penapisan diabetes harus dilakukan oleh
semua wanita hamil. GDM (Gestational Diabetes Mellitus)
didefinisikan sebagai intoleransi terhadap karbohidrat dengan
berbagai tingkat keparahan, yang awitannya atau pertama kali
dikenali, pada masa hamil. GDM berhubungan dengan
peningkatan risiko komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
(Prawirohardjo, 2014; 854-856)
4) System Reproduksi
1) Mioma Uteri
Mioma uteri kemungkinan mengakibatkan mengurangi
kemungkinan perempuan menjadi hamil, kemungkinan abortus
bertambah, kelainan letak janin, menghalangi lahirnya bayi,
inersia uteri, dan atonia uteri serta mempersulit lepasnya plasenta
(Prawirohardjo, 2010; 892-893)
5) Penyakit Kelamin
1) HIV
Kehamilan dengan ibu yang mengidap HIV, janin akan menjadi
sangat rentan terhadap penularan selama proses kehamilannya.
Virus HIV kemungkinan besar akan ditransfer melalui plasenta ke
dalam tubuh bayi (Sulistyawati, 2011; 100)
2) Sifilis
Penyebabnya adalah Treponema Pallidium yang dapat
menembus plasenta setelah kehamilan 16 minggu, oleh Karena
itu ada baiknya melakukan pemeriksaan serologis sebelum hamil
sehingga pengobatan dapat diterapkan sampai sembuh.
Diagnose penyakit ini tidak terlalu sukar Karena terdapat luka
pada daerah genitalis, mulut dan tempat lainnya. Pengaruhnya
terhadap kehamilan dapat dalam bentuk persalinan premature
atau kematian dalam Rahim dan infeksi bayi dalam bentuk lues
kongenitas. (Rukiyah & Yulianti, 2010; 43)
6) Sistem
1) Hepatitis
Hepatitis diidentifikasi sebagai infeksi kronis setelah dilakukan
pemeriksaan laboratorium selama kehamilan. Pengaruh infeksi
hepatitis terhadap kehamilan dapat dalam bentuk keguguran atau
persalinan premature dan kematian janin dalam Rahim akibat
gangguan fungsi hati dalam mengatur dan mempertahankan
metabolisme tubuh sehingga aliran nutrisi ke janin dapat
terganggu atau berkurang. (Manuaba, 2010; 342)
7) Sistem Urogenital
1) Infeksi Ginjal dan Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih merupakan infeksi yang paling
sering terjadi selama kehamilan (Prawirohardjo, 2014; 835).
Infeksi saluran kemih mudah terjadi pada wanita Karena
dekatnya saluran kemih dengan anus sebagai sumber infeksi
(Manuaba, 2010; 345). Sedangkan, pielonefritis, infeksi yang
lebih jarang terjadi merupakan penyebab dan banyak kematian
dan hasil akhir kematian yang buruk.
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Informasi tentang keluarga pasien penting untuk
mengidentifikasikan wanita yang beresiko menderita penyakit genetik
yang mempengaruhi hasil akhir kehamilan atau memiliki bayi yang
menderita penyakit genetik. Informasi ini juga mengidentifikasi ras atau
etnik untuk melakukan pendekatan berdasarkan pertimbangan budaya
untuk mengetahui penyakit yang memiliki komplement herrediter
(Romauli, 2011; 167).
Jika ada anggota dalam keluarga yang menderita penyakit yang
bersifat menurun seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes,
kelainan/cacat bawaan, penyakit jiwa, kembar, preeklamsi-eklamsi pada
ibu/kakak/adik kandung, maka klien akan berpotensi mengalaminya
sehingga membahayakan kehamilan. Begitu juga jika ada anggota
keluarga yang menderita penyakit menular seperti TBC, hepatitis,
typhoid, herpes maka akan berisiko menularkannya pada ibu hamil.
Selain itu jika suami menderita penyakit kelamin seperti sifilis, GO,
HIV/AIDS dapat menular ke klien dan membahayakan kehamilan ini
(Widatiningsih&Dewi, 2017:172)
8. Riwayat Obstetri
a. Riwayat Haid
1) Menarche
Dikaji untuk mengetahui sejak kapan alat kandungan mulai
berfungsi dan merupakan ciri khas seorang wanita dimana terjadi
perubahan-perubahan siklik dari alat kandungannya sebagai
persiapan kehamilan (Widatiningsih, dkk., 2017:170).
Menarche adalah usia pertama kali mengalami menstruasi. Wanita
Indonesia umumnya mengalami menarche sekitar usia 12 tahun
sampai 16 tahun. (Sulistyawati, 2009 : 167). Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Zalni, dkk (2017) menyatakan bahwa rata-rata usia
menarche anak adalah 11,9±0,8 tahun. Variabel yang berhubungan
terhadap usia menarche adalah status gizi, asupan lemak, konsumsi
junk food, dan aktivitas fisik. Peningkatan 1 poin status gizi,
asupan lemak, atau frekuensi konsumsi junk food akan
menurunkan usia menarche masing-masing 0,2 tahun, 0,02 tahun
atau 0,3 tahun usia menarche, serta peningkatan satu poin aktivitas
fisik akan meningkatkan 0,07 tahun usia menarche.
2) Siklus Haid
Keteraturan dan lamanya siklus perlu dikaji untuk menentukan
taksiran persalinan. Jika menstruasi lebih pendek atau lebih
panjang dari normal, kemungkinan wanita tersebut telah hamil saat
terjadi perdarahan. (Marmi, 2014:157).
Volume darah menstruasi perlu dikaji karena data ini menjelaskan
seberapa banyak darah menstruasi yang dikeluarkan. Kadang kita
akan kesulitan untuk mendapatkan data yang valid. Sebagai acuan
biasanya kita gunakan kriteria banyak, sedang, dan sedikit.
Jawaban yag diberikan oleh pasien biasanya bersifat subjektif,
namun kita dapat kaji lebih dalam lagi dengan beberapa pertanyaan
pendukung, misalnya sampai berapa kali mengganti pembalut
dalam sehari. (Sulistyawati, 2009 : 167)
Siklus haid normalnya 21-35 hari, mayoritas wanita mengalami
siklus 28-30 hari. Lama haid normalnya 4-7 hari, namun 2-8 hari
masih dianggap normal. Banyaknya darah dapat diperkirakan
berdasarkan pembalut yang dikenakan setiap harinya. Umumnya
volume darah haid dianggap normal jika pada hari pertama hingga
kedua haid, wanita mengganti pembalutnya tiap 4 jam (3-5 x
sehari) dengan kondisi pembalut ¾ penuh pada hari ke 3-4 ganti
pembalut 3-4 x sehari. ¼ penuh. Sedangkan hari ke 5-6 darah
normalnya berupa bercak-bercak kecoklatan saja.
3) Sifat dan warna darah
Paling banyak pada hari ke 1-3 dengan warna darah merah tua
disertai sedikit bekuan darah. Selanjutnya berupa bercak-bercak
merah kecoklatan dan bersih pada hari ke 6 atau 7.
4) Dismenore
Dismenore primer adalah normal, dialami sejak awal menarche
hingga sekarang, di mana wanita selalu merasakan nyeri perut
bawah pada permulaan haid.
(Widatiningsih & Dewi, 2017; 170-171)
b. Riwayat Kehamilan Sekarang
Riwayat kehamilan sekarang meliputi: riwayat ANC, gerakan
janin, tanda-tanda bahaya atau penyulit, keluhan utama, obat yang
dikonsumsi, termasuk jamu, kekhawatiran ibu. (Rukiyah, et al, 2009;
144-145)
1) Status Gravida, Para dan Abortus (GPA)
a) Gravida menunjukkan berapa kali seorang wanita pernah
hamil. Bila saat ini wanita itu hamil maka kehamilannya masuk
hitungan.
b) Paritas adalah riwayat reproduksi seorang wanita yang
berkaitan dengan kehamilannya (jumlah kehamilan).
Dibedakan dengan primigravida (hamil yang pertama kali) dan
multigravida (hamil yang kedua atau lebih) (Sulistyawati,
2011; 191)
c) Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan biasanya terjadi pada usia kehamilan
<20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Maryunani,
2013; 119)
2) Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)
HPHT perlu dikaji karena gambaran riwayat menstruasi klien
yang akurat biasanya membantu penetapan tanggal perkiraan
kelahiran (Estimated Date Delivery-EDD) yang sering disebut
taksiran partus (Marmi, 2014:157).
3) HPL
Untuk mengetahui HPL biasa digunakan rumus Naegele.
Lama kehamilan rata-rata dihitung dari HPHT dengan siklus yang
teratur. Dengan mengetahui HPL bisa menjadi acuan persiapan
persalinan dan lamanya kehamilan (Kusmiyati, 2011:12).
4) Usia Kehamilan.
Usia kehamilan perlu dikaji untuk mengetahui tuanya masa
kehamilan. Perkiraan usia kehamilan ini didapatkan atas dasar
HPHT dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan lainnya
(Widatiningsih, dkk. 2017:166).
5) Gerakan Janin
Perlu dikaji untuk mengetahui keadaan janin, apakah normal,
ada-tidaknya hipoksia, gerakan aktif atau tidak. Jika janin tidak
bergerak, ajukan diagnosa banding bayi tidur atau hipoksia.
Biasanya gerakan janin dalam rahim dapat dirasakanpada usia
kehamila 18-20 minggu (walaupun tiap individu berbeda-beda.
Wanita yang sudah memiliki pengalaman hamil sebelumnya bisa
merasa gerakan janin sedini usia kehamilan 15 minggu. (Marmi,
2014:186-187).
Gerakan janin minimal 10 kali selama 12 jam. (Widatiningsih,
dkk. 2017:166).
6) Tanda Bahaya
Perlu dikaji untuk mendeteksi dini tanda bahaya, kelainan,
komplikasi, dan penyakit yang biasanya dialami oleh ibu hamil
sehingga dapat segera dicegah dan diobati. Dengan demikian angka
morbiditas ibu dan bayi dapat berkurang. (Marmi, 2014:215). Tanda
bahaya yang dapat dialami pada kehamilan lanjut adalah:
a) Perdarahan Pervaginam
Perdarahan antepartum merupakan kehamilan yang terjadi pada
trimester terakhir dalam kehamilan sampai bayi dilahirkan.
Pada kehamilan lanjut, perdarahan tidak normal adalah merah,
banyak, dan kadang-kadang tapi tidak selalu disertai nyeri.
b) Sakit Kepala yang Berat
Sakit kepala sering kali merupakan ketidaknyamanan yang
normal dalam kehamilan. Sakit kepala yang menunjukkan
suatu masalah serius adalah sakit kepala yang menetap dan
tidak hilang dengan istirahat. Kadang dengan sakit kepala
selalu disertai dengan penglihatan kabur dan berbayang.
c) Pandangan Kabur
Wanita mengeluh penglihatan kabur karena pengaruh
hormonal, ketajaman penglihatan ibu dapat berubah dalam
kehamilan. Perubahan ringan (minora0 adalah normal.
d) Bengkak di Wajah dan Jari-Jari Tangan
Bengkak bias menunjukkanadanya masalah serius jika muncul
pada muka dan tangan, tidak hilang setelah beristirahat, dan
disertai dengan keluhan fisik yang lain. Hal ini bias merupakan
tanda anemia, gagal jantung atau pre eklamsia.
e) Keluar Cairan Pervaginam
Keluar cairan berupa air dari vagina pada trimester 3, ketuban
pecah dini dinyatakan apabila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung, pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada
kehamilan preterm atau aterm.
(Kusmiyati, et al, 2010; 163-167).
7) Imunisasi Tetanus Toxoid
Perlu dikaji untuk mengetahui apakah ibu sudah mendapat
imunisasi TT atau belum. Imunisasi dasar TT untuk pencegahan
tetanus neonatrum dengan dosis TT-1 sebanyak 0,5 cc secara
intramuskuler, yang dilanjutkan dengan TT-2 setelah 4 minggu,
pemberian terakhir sebelum 38 minggu. Bila ibu pernah
mendapatkan imunisasi dasar TT maka hanya perlu TT booster 0,5
cc sekali pada saat hamil (Widatiningsih,dkk. 2017:169).
Pemberian imunisasi tetanus toxoid pada kehamilan
umumnya diberikan 2 kali saja, imunisasi pertama diberikan pada
usia kehamilan 16 minggu untuk yang kedua diberikan 4 minggu
kemudian. Akan tetapi untuk memaksimalkan perlindungan maka
dibentuk program jadwal pemberian imunisasi pada ibu hamil.
(Rukiyah, et al, 2009; 7).
Tabel 2.1 Jadwal Imunisasi TT pada ibu hamil
%
Lama
Antigen Interval Perlindunga
Perlindungan
n
Pada kunjungan
TT1 antenatal 0% -
pertama
4 minggu
TT2 80 % 3 tahun
setelah TT1
6 bulan setelah
TT3 95 % 5 tahun
TT2
1 tahun setelah
TT4 99 % 10 tahun
TT3
1 tahun setelah 25 tahun/
TT5 99 %
TT4 seumur hidup
Sumber: (Widatiningsih&Dewi, 2017)
Di Purbalingga program pemberian imunisasi TT dihitung
sejak ibu menjadi calon pengantin yang akan dihitung menjadi TT 1
kemudian dilanjutkan dengan program pemberian imunisasi TT
pada Ibu hamil dan WUS meliputi 2 (dua) dosis TT.
8) Riwayat Antenatal Care (ANC)
Riwayat ANC perlu dikaji apakah ibu sudah memenuhi
standar kunjungan ANC atau belum. Selama kehamilan setidaknya
ibu sudah melakukan ANC 4 kali yang dibagi menjadi 1 kali pada
trimester I, 1 kali pada trimester II, 2 kali pada trimester III
(Widatiningsih,dkk. 2017:169).
Idealnya penjadwalan ulang bagi wanita yang mengalami
perkembangan normal selama hamil adalah:
a) Hingga usia 28 minggu, kunjungan dilakukan setiap 4 minggu.
b) Antara minggu ke-28 hingga 36, setiap 2 minggu.
c) Setiap minggu ke-36 hingga persalinan, dilakukan setiap
minggu.
d) Bila ibu mengalami masalah, tanda bahaya, atau jika merasa
khawatir, dapat sewaktu-waktu melakukan kunjungan. (Romauli,
2011; 195)
9) Pemberian Tablet Fe, Asam Folat dan kalsium
a) Tablet Fe
Pemberian tablet zat besi pada ibu hamil (Fe) adalah
mencegah defisiensi zat besi pada ibu hamil, bukan menaikkan
kadar hemoglobin. Wanita hamil perlu menyerap zat besi rata-
rata 60 mg/hari, kebutuhannya meningkat secara signifikan pada
trimester II Karena absorpsi usus yang tinggi. Fe diberikan satu
tablet sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang,
diberikan sebanyak 90 tablet semasa hamil. Tablet zat besi
sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi Karena akan
mengganggu penyerapan, jika ditemukan anemia diberikan 2-3
tablet zat besi per hari. Selain itu memastikannya dilakukan
pemeriksaan haemoglobin untuk mengetahui kadar Hb yang
dilakukan 2 kali selama kehamilan yaitu pada kunjungan awal
dan usia kehamilan 28 minggu atau lebih sering jika ada tanda-
tanda anemia (Depkes RI, 2001 dalam Rukiyah, et al, 2009; 7-
8).
b) Asam Folat
Selain zat besi, sel-sel darah merah juga memerlukan asam
folat bagi pematangan sel. Jumlah asam folat yang dibutuhkan
oleh ibu hamil adalah 400 mikrogram per hari (Prawirohardjo,
2014; h.286).
Asam folat adalah bagian dari vitamin B kompleks yang
dapat diisolasi dari daun hijau (seperti bayam), buah segar, kulit,
hati, ginjal, dan jamur. Asam folat disebut juga dengan folacim/
liver lactobacillus cosil factor/ faktor U dan faktor R atau
vitamin B11. Kebutuhan akan folic acid sampai 50-100mg/ hari
pada wanita normal dan 300-400mg/hari pada wanita hamil.
Kekurangan asam folat meyebabkan gangguan plasenta,
abortus habitualis, solusio plasenta, dan kelainan kongenital pada
janin.
Pemberian asam folat diberikan pada masa prakontrasepsi,
satu bulan sebelum konsepsi dan 1 bulan post konsepsi dan 1
bulan post konsepsi, karena neural tube manusia menutup pada
minggu ketiga post konsepsi. Minimal pemberian suplemen
asam folat yang dimulai 2 bulan sebelum konsepsi dan berlanjut
hingga 3 bulan pertama kehamilan. Dosis pemberian asam folat
untuk preventif adalah 500 mikrogram, sedangkan untuk
kelmpok dengan factor resiko adalah 4mg/hari. (Astuti, 2012;
128)
Menurut konsep evidence bahwa pemakaian asam folat
pada masa pre konsepsi dan perikonsepsi menurunkan risiko
kerusakan otak, kelainan neural, spina bifida, dan anensephalus,
baik pada kehamilan normal maupun berisiko. Asam folat juga
berperan untuk membantu memproduksi sel darah merah,
sintesis DNA pada janin dan pertumbuhan plasenta. Minimal
pemberian asam folat dimulai usia 2 bulan sebulan konsepsi dan
berlanjut hingga 3 bulan pertama kehamilan. Dosis pemberian
adalah 500 kg atau 0,5-0,8 mg/hari sedangkan untuk kelompok
berisiko 4 mg/hari. Karena kekurangan asam folat dapat
menyebabkan anemia ibu dan accat janin yang dilahirkan.
(Romauli, 2011; 105).
c) Kalsium
Kebutuhan suplementasi kalsium ibu hamil 1,5-2 g/ hari
dianjurkan untuk pencegahan preeklampsia bagi semua ibu
hamil, terutama yang memiliki risiko tinggi (riwayat
preeklampsia di kehamilan sebelumnya, diabetes, hipertensi
kronik, penyakit ginjal, penyakit autoimun, atau kehamilan
ganda)
Pada kehamilan normal ekskresi kalsium sebesar 350-620
mg/hari dibandingkan dengan 100-250 mg/hari pada perempuan
yang tidak hamil. Ekskresi ini meningkat pada setiap trimester
dengan ekskresi maksimum dicapai selama trimester III.
Peningkatan ekskresi kalsium pada kehamilan lanjut merupakan
konsekuensi dari peningkatan glomerular filtration rate (GFR)
yang terjadi pada kehamilan normal. Selama kehamilan normal,
aliran darah ginjal dan GFR meningkat. Dengan terjadinya
hipertensi dalam kehamilan, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus
akan menurun. Tingkat penurunan yang semakin besar
menunjukkan penyakitnya semakin berat. Keadaan ini yang
merupakan penyebab terjadinya preeklampsia.
10) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu
Mengkaji riwayat kehamilan yang lalu untuk mengetahui
apakah ada gangguan seperti perdarahan, muntah yang sangat
sering, toxaemia gravidarum.
(Marmi,2014:158).
5. Riwayat Perkawinan
Riwayat pernikahan perlu untuk dikaji Karena dari data ini kita akan
mendapatkan gambaran mengenai suasana rumah tangga pasangan.
Beberapa pertanyaan yang diajukan adalah: usia ibu saat pertama
menikah, status pernikahan (sah/tidak sah), lama pernikahan, dan
pernikahan ke berapa. (Sulistyawati, 2011; 169)
a) Menikah
Menurut Astuti (2012; h.216) data tentang pernikahan klien
perlu ditanyakan apakah klien sekarang sudah menikah atau belum.
Untuk mengetahui apakah status kehamilan tersebut dari hasil
pernikahan yang resmi atau yang tidak diinginkan.
b) Usia saat menikah
Menurut Astuti (2012; 216-217) usia pernikahan klien perlu
dikaji karena apabila klien mengatakan bahwa ia menikah di usia
muda sedangkan klien pada saat kunjungan awal ke tempat bidan
tersebut sudah tak lagi muda dan kehamilannya adalah yang pertama,
ada kemungkinan kehamilannya saat ini adalah kehamilan yang
sangat diharapkan. Hal ini akan sangat berpengaruh bagaimana
asuhan kehamilannya.
c) Lama pernikahan
Menurut Astuti (2012; 217) saat memberikan asuhan
kehamilan lama pernikahan klien dengan suami perlu dikaji, sebab
apabila mereka tergolong pasangan muda, maka dapat dipastikan
dukungan suami akan sangat besar terhadap kehamilannya.
6. Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui lamanya pemakaian alat kontarasepsi dan
jenis kontrasepsi yang digunakan. (Marmi,2014:158).
Bidan mengkaji tentang alat kontrasepsi yang pernah dipakai dan
lamanya, kapan terakhir berhenti dan alasan berhenti. Keluhan atau
masalah selama menggunakan alat kontrasepsi serta rencana KB setelah
bersalin. Adakalanya kehamilan terjadi akibat kegagalan kontrasepsi yang
dapat menyebabkan kekhawatiran dan kecemasan pasien terhadap
kehamilan (Widatiningsih, Dewi, 2017:172)
7. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-Hari
a. Pola Nutrisi
Hal ini penting diketahui agar mendapat gambaran bagaimana
pasien mencukupi kebutuhan gizinya selama hamil, makanan yang
disukai, tidak disukai, seberapa banyak dan sering mengonsumsinya,
jika ada data yang tidak sesuai dengan standar pemenuhan, maka dapat
langsung diberikan klarifikasi dalam pemberian pendidikan kesehatan
mengenai gizi ibu hamil. (Sulistiyawati, 2009:169)
Hal ini penting dalam pengawasan ibu hamil. Kekurangan atau
kelebihan nutrisi dapat menyebabkan kelainan yang tidak diinginkan
pada wanita hamil tersebut. (Rukiah, 2013:172)
Pola nutrisi dikaji untuk mengetahui keadaan status gizi ibu.
Wanita hamil dengan status gizi kurang memiliki kategori risiko tinggi
keguguran, kematian bayi dalam kandungan (Rukiah, 2013:91).
Kekurangan gizi akan menyebabkan akibat buruk, ibu dapat
menderita anemia, sehingga suplai darah yang mengantarkan oksigen
terhambat, sehingga janin akan mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan. Kelebihan gizi pun dapat menyebabkan janin akan
bertumbuh besar melebihi berat badan normal. (Marmi, 2014:110).
Pengkajian ini juga untuk mengetahui komposisi makanan yang
dikonsumsi oleh ibu serta adakah pantangan atau tidak. Pantangan
terhadap jenis makanan tertentu biasanya ada alasannya seperti alergi
atau keyakinan budaya setempat. Pantang terhadap makanan tertentu
dapat berisiko malnutrisi jika pantangan itu mengandung nilai gizi
yang dibutuhkan oleh tubuh (Widatiningsih&Dewi, 2017:173).
Kebutuhan kalori ibu meningkat 300 kalori per hari begitu juga
dengan kebutuhan cairan yang meningkat 300cc per hari setelah
kehamilan. (Widatiningsih&Dewi, 2017:173-174)
Pada trimester ketiga (sampai usia 40 minggu) nafsu makan
sangat baik, tetapi jangan berlebihan, ibu harus mengurangi makanan
manis dan asin karena memberikan kecenderungan janin tumbuh besar
dan merangsang timbulnya keracunan saat kehamilan. (Marmi,
2014:118)
b. Pola Eliminasi
Pola eliminasi perlu dikaji untuk mengetahui perubahan yang
terjadi pada klien, baik BAK maupun BAB. Frekuensi buang air kecil
perhari pada kondisi normal dengan intake minum 2 liter yaitu 4-7 kali
perhari, warna urine yang baik yaitu jernih yang menandakan
kecukupan cairan dan tidak ada keluhan yang dirasakan. Jika urine
berwarna kuning dan pekat menunjukkan kekurangan intake cairan.
Perubahan selama hamil yaitu bisa terjadi peningkatan frekuensi
mikturisi dari kondisi sebelum hamil karena berkurangnya kapasitas
kandung kemih akibat tertekan oleh pembesaran uterus. Frekuensi
buang air besar perhari dikatakan lancar apabila teratur, misalnya
sehari 1-2 kali, sehari 1 kali, atau 2 hari sekali hingga 3 hari sekali.
Jika lebih dari 3 hari perlu diwaspadai. Selain itu juga tidak ada
keluhan/ masalah seperti diare atau faeces keras, disertai darah, nyeri
anus, dan sebagainya.
Selama hamil bisa terjadi peningkatan frekuensi mikturisi dari
kondisi sebelum hamil karena kurangnya kapasitas kandung kemih
akibat tertekan oleh pembesaran uterus. Keluhan sering kencing pada
trimester ketiga meningkat karena terjadi penekanan kandung kemih
akibat penurunan kepala janin. Bisa terjadi juga konstipasi akibat
pengaruh hormon progesteron dan relaksin yang menurunkan tonus
dan motilitas usus (sehingga penyerapan zat makanan menjadi lambat),
terjadi peningkatan reabsorbsi cairan, dan peristaltik usus lebih lambat.
(Widatiningsih&Dewi, 2017:174-175).
c. Pola Aktivitas
Perlu dikaji untuk mengetahui apakah aktivitas ibu berisiko
terhadap kehamilan ibu atau tidak. Wanita hamil tetap harus
melakukan aktivitas fisik, tetapi jangan terlampau berat. Aktivitas
terlalu berat dapat menyebabkan abortus. (Widatiningsih&Dewi,
2017:177)
Ibu hamil boleh melakukan aktivitas fisik biasa selama tidak
terlalu melelahkan. Ibu hamil dapat dianjurkan untuk melakukan
pekerjaan rumah dengan dan secara berirama dengan menghindari
gerakan menyentak, sehingga mengurangi ketegangan pada tubuh dan
menghindari kelelahan. Ibu hamil harus menghindari pekerjaan yang
membahayakan atau terlalu berat atau berhubungan dengan bahan
kimia. (Winkjosastro dalam Prawirohardjo dalam Rukiah, 2013:108).
Bertanya pekerjaan harus dikaji untuk mempertahankan postur tubuh
yang baik-penyokong yang tinggi dapat mencegah bungkuk dan
kemungkinan nyeri punggung (Romauli, 2011; 140). Selain itu ibu
hamil boleh melakukan aktivitas fisik biasa selama tidak terlalu
melelahkan. Ibu hamil dapat melakukan pekerjaan seperti menyapu,
mengepel, masak dan mengajar. Semua pekerjaan yang dilakukan
harus sesuai dengan kemampuan wanita dan mempunyai waktu yang
cukup untuk istirahat. (Kusmiyati, et al, 2010; 107). Aktivitas yang
terlalu berat dapat meyebabkan abortus dan persalinan premature
(Sulistyawati, 2011; 170).
Pada trimester ketiga ibu bisa mengikuti senam hamil yang
bertujuan untuk membentuk sikap tubuh yang prima, sehingga dapat
membantu mengatasi keluhan-keluhan letak janin, mengurangi sesak
nafas, menguasai teknik pernapasan yang dapat dilakukan untuk
persalinan. (Rukiah, 2013:109)
d. Pola Istirahat
Pola istirahat dan tidur perlu dikaji untuk mengetahui tentang
pola, lama, dan gangguan tidur, baik waktu siang maupun malam
hari. Ibu hamil harus mempertimbangkan pola istirahat dan tidur
yang mendukung kesehatan diri dan janinnya. Tidur malam sekitar 8
jam, istirahat/tidur siang sekitar 1 jam. (Marmi, 2014:125)
Pada ibu hamil sebaiknya banyak menggunakan waktu luangnya
untuk banyak istirahat atau tidur walah bukan tidur betulan, hanya
baringkan badan untuk memperbaiki sirkulasi darah. (Rukiah,
2013:107)
e. Pola Seksual.
Riwayat seksual adalah bagian dari data dasar yang lengkap
karena riwayat ini memberika informasi medis penting sehingga
klinis dapat lebih memahami klien dan mendapat kesempatan untuk :
i. Mengidentifikasi riwayat penganiayaan seksual
ii. Menawarkan informasi yang dapat mengurangi kecemasan dan
menghilangkan mitos
iii. Menawarkan anjuran-anjuran untuk memperbaiki funsu seksual
iv. Membuat rujukan apabila tercatat disfungsi seksual atau
masalah emosional. (Marmi,2014 : hal 159)
Selama kehamilan berjalan normal, koitus diperbolehkan sampai
akhir kehamilan, meskipun beberapa ahli berpendapat bahwa
sebaiknya tidak lagi berhubungan seks selama 14 hari menjelang
kelahiran. Koitus tidak dibenarkan apabila terdapat perdarahan
pervaginam, riwayat abortus berulang, abortus/partus prematurus
imminens, dan ketuban pecah sebelum waktunya. (Romauli, 2011;
139).
Pada trimester ketiga biasanya gairah seksual akan dipengaruhi
oleh ketidaknyamanan dan body image Tidak ada kontraindikasi
kecuali ketuban pecah dini dan sudah ada pembukaan disarankan
untuk modifikasi posisi dan melakukan dengan lembut dan hati-hati
(Widatiningsih&Dewi, 2017:116).
Bidan harus menggali data dari kebiasaan ini, karena terjadi
beberapa kasus keluhan dalam aktivitas seksual yang cukup
mengganggu pasien namun tidak tahu kemana harus berkonsultasi.
Bidan menanyakan hal-hal yang berkaitan meliputi frekuensi dan
gangguan ketika melakukan hubungan (misalnya nyeri saat
berhubungan, adanya ketidakpuasan dengan suami, kurangnya
keinginan untuk melakukan hubungan dan lainnya) (Sulistyawati,
2011; 172).
f. Pola Hygiene.
Dikaji untuk mengetahui apabila pasien mempunyai kebiasaan
yang kurang baik dalam perawatan kebersihan dirinya, maka bdan
harus dapat memberikan bimbingan mengenai cara perawatan
kebersihan diri dan bayinya sedini mungkin.(Sulistyawati,2009 : 171)
Ibu hamil harus menggosok gigi dengan benar sampai bersih
dengan sikat lembut agar tidak melukai gusi. Makanan yang manis
harus dikurangi karena dapat merusak enamel gigi.
Ibu hamil hendaknya mandi minimal satu kali sehari karena
banyak berkeringat. Hindari bath tup karena risiko tergelincir akibat
perubahan gravitasi pada ibu hamil. Selain itu mengalami ketuban
pecah dini, perdarahan.
Ibu hamil mengaami peningkatan pengeluaran per vaginam, oleh
karena itu genitalia harus sering dibersihkan dengan air terutama
setelah BAK. Arah pembersihan dari depan menuju anus. Hindari
vaginal douching (membilas/memasukkan bagian dalam vagina
untuk mencegah infeksi.
Sebaiknya ibu hamil menggunakan pakaian yang longgar dan
mudah menyerap keringat.
(Widatiningsih&Dewi, 2017 112-114)
g. Pola Hidup Sehat
Gaya hidup seperti perokok, mengonsumsi obat-obatan, alkohol
adalah hal yang sangat berbahaya bagi ibu dan bayinya. Semua benda
tersebut dapat teserap dalam darah ibu kemudian terserap dalam
darah bayi melalui sistem sirkulasi plasenta selama kehamilan
(Rukiyah, 2013: 92).
1) Merokok
Bayi yang lahir dari seorang perempuan yang merokok pada saat
kehamilan, tidak hanya berat badan lahir rendah, tetapi ukuran
panjang tubuh, kepala dan dada yang lebih kecil, serta lebih
banyak kelainan pada pemeriksaan neurologik (Prawirohardjo,
2014; h.951). Menurut Rukiyah, et al (2013; 92) nikotin pada
rokok akan mengurangi gerakan janin, pernafasan fetus dan juga
menyebabkan kontraksi pembuluh arteri pada plasenta dan tali
pusat sehingga mengurangi jumlah oksigen yang sampai ke
janin, hal ini dapat menyebabkan cacat, apnea (lumpuhnya
pernafasan) bahkan sampai kematian bayi.
2) Konsumsi Alkohol.
Ibu yang mengkonsumsi alkohol dapat membahayakan jantung
ibu hamil, dan merusak janin, termasuk menimbulkan
kecacatan/kelainan pada janin, kelahiran prematur, pertumbuhan
janin terhambat, retardasi mental, kelainan jantung, dan masalah
neonatal seperti Fetal Alcohol Syndrome (FAS)
(Widatiningsih&Dewi, 2017:168).
3) Konsumsi Jamu.
Kebiasaan minum jamu merupakan kebiasaan yang berisiko bagi
wanita hamil, karena efek minum jamu dapat membahayakan
tumbuh kembang janin seperti menimbulkan kecacatan, abortus,
BBLR, partus prematurus, kelainan ginjal dan jantung janin,
asfiksia neonatrum, kematian janin dalam kandungan dan
malformasi organ janin. (Widatiningsih&Dewi, 2017:168)
4) Konsumsi Obat tertentu
Menurut Rukiyah, et al (2013: 93) Jika wanita hamil pernah atau
masih menggunakan obat-obat yang dijual bebas tanpa melalui
resep dokter dengan dosis berlebihan dapat membahayakan
kehamilan. Hal ini dikarenakan saat hamil penyerapan obat
menjadi terganggu karena lamanya pengisian cairan ke lambung
yang disebabkan oleh meningkatnya hormon progesteron.
Pengeluaran zat sisa obat-obatan yang dikonsumsi oleh ginjal
juga akan meningkat selama kehamilan. Hal inilah yang
menyebabkan pemakaian obat selama kehamilan sangat
berbahaya, karena akan diangkut bersama nutrisi oleh darah ke
plasenta bayi.
(Romauli, 2011:122)
h. Data Psikososial dan Spiritual
Untuk mengetahui bagaimana keadaan mental dan kepercayaan
yang digunakan ibu dalam menjalani masa hamil ini, dan respon
keluarga sehingga membantu ibu menjalani masa kehamilan dan
merencanakan persalinannya dengan baik. (Rukiah, 2013:147)
a. Riwayat perkawinan : status perkawinan, termasuk pernikahan ini
yang ke berapa dan lamanya menikah. Ada tidaknya masalah
dengan suami juga perlu ditanyakan untuk mengidentifikasi
dukungan suami terhadap ibu hamil.
b. Kehamilan yang diharapkan : Dikaji untuk mengetahui apakah
kehamilan ibu diharapkan atau tidak oleh ibu, suami dan keluarga,
dan respon keluarga bagaimana terhadap kehamilan ibu
c. Mekanisme coping : Dikaji untuk mengetahui cara menyelesaikan
masalah dalam keluarga
d. Tinggal serumah : Dikaji untuk mengetahui ibu tinggal serumah
dengan siapa, apakah dengan suami saja atau dengan orangtua
e. Pengambil keputusan: Dikaji siapakah pengambil keputusan utama
dalam keluarga saat terjadi masalah dalam keluarga, dan jika dalam
kondisi emergensi apakah ibu dapat/tidak mengambil keputusan
sendiri atau harus menunggu keputusan dari orang lain.
f. Orang terdekat : Dikaji untuk mengetahui siapa orang terdekat ibu
dan yang menemani kunjungan ANC. Ibu hamil yang selalu
ditemani saat kunjungan ANC menunjukkan kuatnya dukungan dari
keluarga. Penkes dapat dilakukan pada ibu hamil atau keluarga yan
menemani.
g. Adat istiadat : Dikaji untuk mengetahui apakah ibu dan keluarga
masih menggunakan budaya setempat dalam menjalani masa
kehamilan. Ibu yang memiliki keyakinan tentang adat tertentu dan
merasa wajib melakukannya, hal ini mungkin menjadi
masalah/stresor budaya jika tidak dilakukan.
h. Rencana tempat dan penolong persalinan yang diinginkan harus
dikaji sejak awal.
i. Penghasilan per bulan : Dikaji untuk mengetahui berapa
penghasilan ibu/suami per bulan, cukup atau tidak untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya.
j. Praktik agama yang berhubungan dengan kehamilan: jika ibu
seorang muslimah dan berpuasa selama hamil, baik sunah maupun
wajib maka tanyakan: frekuensi, kaji apakah ibu merasa
lemah/lemas, pusing, gerakan janin menjadi berkurang saat puasa
merupakan tanda hipoglikemi. Kaji juga tentang keyakinan ibu
terhadap pelayanan kesehatan.
k. Data Pengetahuan : Dikaji untuk mengetahui seberapa jauh
pengetahuan ibu, hal yang sudah diketahui dan hal yang ingin
diketahui.
(Widatiningsih&Dewi, 2017:177-179)
Menurut penelitian Mukhadiono, Widyo Subagyo, dan Dyah
Wahyuningsih (2015), Ibu hamil yang mengalami kecemasan atau stres,
akan mempengaruhi hipotalamus untuk merangsang kelenjar endokrin
yang mengatur kelenjar hipofise. Gangguan akibat kecemasan yang
dialami ibu akan menjadi kegawatdaruratan baik bagi ibu sendiri maupun
janin dalam proses persalinannya, yang dapat menyebabkan lepasnya
hormon stress antara lain Adreno Cortico Tropin Hormone(A CTH),
kortisol, katekolamin, ß-Endorphin, Growth Hormone(GH), prolaktin dan
Lutenizing Hormone(LH) / Folicle Stimulating Hormone(FSH). Lepasnya
hormon-hormon stres tersebut mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi
sistemik, termasuk diantaranya konstriksi vasa utero plasentayang
menyebabkan gangguan aliran darah di dalam rahim, sehingga
penyampaian oksigen ke dalam miometrium terganggu dan mengakibat-
kan lemahnya kontraksi otot rahim.
2. Data Objektif
1. Pemeriksaan Fisik.
a. Pemeriksaan Umum.
2) Keadaan Umum.
Dikatakan baik jika pasien memperlihatkan respons yang adekuat
terhadap stimulasi lingkungan dan orang lain, serta secara fisik
pasien tidak mengalami kelemahan. Klien dimasukkan dalam
kriteria lemah ini jika ia kurang atau tidak memberikan respons
yang baik terhadap lingkungan dan orang lain, dan pasien sudah
tidak mampu lagi untuk berjalan sendiri (Widatiningsih&Dewi,
2017; h.179).
3) Kesadaran.
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita dapat
melakukan pengkajian derajat kesadaran pasien dari keadaan
komposmentis (Kesadaran maksimal) sampai dengan koma (pasien
tidak dalam keadaan sadar). (Sulistyawati, 2011; 175).
4) Berat Badan.
Berat badan ditimbang pada setiap kunjungan untuk membuat
rekomendasi penambahan berat badan pada wanita hamil dan
untuk membatasi kekurangan atau kelebihan berat badan. (Marmi,
2014:163). Berat badan juga menunjukkan status gizi ibu serta
sebagai acuan peningkatan berat badan selama hamil.(Rukiah,
2013:91).
Pertambahan berat badan ibu hamil menggambarkan status gizi
selama hamil, oleh karena itu perlu dipantau setiap bulan. Jika
terdapat keterlambatan dalam penambahan berat badan ibu, ini
dapat mengindikasikan adanya malnutrisi sehingga menyebabkan
gangguan pertumbuhan janin intrauteri (IUGR). Disarankan pada
ibu primigravida untuk tidak menaikkan berat badannya lebih dari
1 kg/bulan. (Sulistiyawati, 2011:68-69).
Kenaikan berat badan selama hamil rata-rata 11,5 – 16 kg,
sedangkan kenaikan BB selama TM III <1 kg seminggu
(Widatiningsih, Dewi, 2017; h.180).
5) Tinggi Badan.
Perlu dikaji untuk mengetahui apakah tinggi badan ibu masuk
standar normal atau tidak. Tubuh yang pendek menjadi indikator
gangguan genetik. Karena tinggi yang pasti tidak diketahui dan
tinggi badan berubah seiring peningkatan usia wanita (Marmi,
2014:163).
Ibu hamil dengan tinggi badan kurang dari 145 cm terlebih pada
kehamilan pertama, tergolong risiko tinggi karena kemungkinan
besar memiliki panggul yang sempit. (Widatiningsih,dkk.
2017:180).
6) LILA
Perlu dikaji untuk mengetahui kondisi kecukupan energi ibu.
Standar minimal untuk ukuran lingkar lengan atas pada wanita
dewasa atau usia reproduksi adalah 23,5 cm. Jika ukuran lingkar
lengan atas kurang dari 23,5 cm maka interprestasinya adalah
kurang energy kronis (KEK). (Widatiningsih,dkk 2017:180).
Kurang gizi pada ibu hamil dapat menimbulkan masalah baik pada
ibu hamil atau pada janin.
Terhadap ibu
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan
komplikasi antara lain: perdarahan, anemia dan lain-lain
Terhadap persalinan
Pengaruh kekurangan gizi terhadap proses persalinan dapat
mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum
waktunya (premature), perdarahan setelah persalinan serta
persalinan dengan operasi cendurung meningkat.
Terhadap janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus,
kematian neonatal. (Astuti: 2012; h.131)
7) IMT
Penambahan berat badan yang diharapkan selama kehamilan
bervariasi antara satu ibu dengn yang lainnya. Kenaikan berat
badan dapat diketahui dari Index Massa Tubuh (IMT) yaitu
kesesuaian berat badan sebelum hamil terhadap tinggi badan.
Peningkatan berat badan yang adekuat akan memperkecil
terjadinya resiko terjadinya persalinan small gestational age
(SGA) atau preterm. Kenaikan terlihat pada kehamilan berumur 4
bulan sampai menjelang persalinan. Bila berat badan naik pada
akhir kehamilan bulan keempat kurang dari 45 kg pada akhir
bulan keenam, pertumbuhan mungkin terganggu kehidupan janin
terancam ibu mungkin kekurangan gizi (kurang energi kronis),
batuk menahun, malaria, dan lain-lain yang perlu segera diobati.
(Rukiyah, 2013; 174)
Rumus perhitungan indeks massa tubuh sebagai berikut:
BB
IMT =
TB2
Gambar 2.1 Rumus IMT
Keterangan:
BB=Berat badan.
TB=Tinggi badan (dalam meter).
IMT Klasifikasi dalam 4 kategori menurut WHO:
- IMT rendah (kurang dari 18,50)
- IMT normal (antara 18,50-25,99)
- IMT tinggi (antara 25,00-29,99)
- IMT obese (lebih dari 30)
Obese >30,00
c. Status Obstetrik
Pemeriksaan obstetrik digunakan untuk mengetahui kondisi
pasien berkaitan dengan kehamilan/persalinan. Pemeriksaan meliputi :
1) Inspeksi / Periksa Pandang
Periksa pandang dimulai semenjak bertemu dengan pasien.
Periksa pandang meliputi :
Muka : Adakah cloasma gravidarum, keadaan selapu
mata pucat atau merah, adakah odema pada
muka, bagaimana keadaan lidah, gigi (Marmi,
2014 : 166)
d. Leopold IV
Dilakukan bila leopold III ditemukan bagian terbawah sudah
masuk PAP dan usia gestasi >36 minggu. Tentukan tingkat
penurunan kepala apakah konvergen atau sejajar atau
divergenn. Pada primigravida usia 37 minggu kepala
harusnya sudah masuk panggul, pada multigravida mungkin
kepala baru masuk panggul saat inpartu dikarenakan tonus
otot abdomen yang sudah mengendur tidak cukup bisa
menekan kepala janin untuk memasuki panggul.
(Widatiningsih, dkk., 2017:183)
e. TFU dalam cm (jika usia gestasi >22 minggu)
Pemeriksaan abdomen meliputi pengkajian subjektif ukuran
uterus pada trimester pertama kehamilan. Pemeriksaan TFU
ini untuk mengkaji kesesuaian tinggi fundus dengan usia
kehamilan sebagai deteksi dini penyulit kehamilan. (Marmi,
2014:169)
TFU akan sesuai dengan usia kehamilannya dalam minggu
dengan rentang selisih ±2cm (Widatiningsih, dkk.,
2017:183).
Pertumbuhan uterus akan terus terjadi dan dapat
diperkirakan sehingga TFU merupakan pedoman yang baik
untuk menentukkan usia kehamilan. (Farrer, 2001 dalam
Rukiah, 2013:32)
f. Taksiran Berat Janin
Menaksir berat janin diperlukan untuk melihat kesejahteraan
janin di dalam uterus serta bisa menjadi salah satu deteksi
dini bila bayi mengalami makrosomi untuk dilakukan
rencana tindakan yang sesuai. Rumus yang digunakan adalah
(TFU dalam cm-N)155=..
N=13 jika kepala belum masuk PAP sama sekali.
N=12 jika kepala sudah masuk PAP namun masih di atas
spina ischiadika (ditunjukkan dengan penurunan kepala 4/5-
3/5) diatas simfisis.
Taksiran berat janin hanya berlaku untuk janin presentasi
kepala. (Kusmiyati, 2011:27)
Taksiran Berat Janin mulai bisa dihitung sejak usia kehamilan
24 minggu. (Widatiningsih&Dewi, 2017:190)
3) Auskultasi
Pemantauan kesejahteraan janin merupakan bagian penting
dalam penatalaksanaan kehamilan. Dengan cara pemantauan
sederhana salah satunya yaitu menhitung denyut jantung janin
(Kusmiyati, 2011:101). Denyut jantung janin minimal antara 120
– 160 kali/menit (Rukiyah, et al, 2013: 153).
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Kadar Haemoglobin
Pengambilan darah melalui jaringan perifer, untuk mengetahui
kadar haemoglobin dalam darah. Tujuan dilakukan pemeriksaan
haemoglobin untuk mendeteksi anemia. (Rukiyah, 2013; 149). Anemia
disebabkan karena adanya kondisi hipervolemia yang dimana darah
mengalami pengenceran, karena pertambahan darah tidak sebanding
dengan pertambahan plasma, kemudian karena kurangnya zat besi di
dalam makanan padahal kebutuhan zat besi semakin meningkat selama
kehamilan. (Rukiyah & Yulianti, 2013; 115).
Pemeriksaan Hb dilaksanakan selama kehamilan minimal 2 kali,
yaitu 1 kali pada trimester 1, dan 1 kali pada trimester III yang bertujuan
untuk mendeteksi anemia pada ibu hamil. HB >11 gr% dikatakan tidak
anemia. 9-10 gr% anemia ringan, 7-8 gr% anemia sedang, < 7 gr%
anemia berat (Rukiyah, et al, 2013; 150).
1. Masalah
Jika hasil analisa data menunjukkan bahwa ibu mengalami
masalah yang memerlukan penanganan namun tidak dapat
dimasukkan dalam kategori diagnosa, maka tuliskan sebagai
masalah. (Widatiningsih, dkk., 2017:186)
Misalnya ketidaknyamanan pada trimester II seperti perut
kembung, varises pada kaki, , panas perut, konstipasi, dan lainnya.
(Sulistiyawati, 2009:123-127)
2. Diagnosa Potensial
Diagnosa potensial ditentukan atas dasar diagnosa dan masalah
yang telah dilakukan tersebut. Untuk kehamilan fisiologis tidak
perlu merumuskkan diagnosa potensial karena tidak ada data yang
mendukung. . (Widatiningsih, dkk., 2017:185).
3. Kebutuhan
Ibu hamil membutuhkan kebutuhan baik fisik maupun
psikologis. Kebutuhan ini sebagai pemecahan masalah yang
dirasakan. Jika ibu mengalami keputihan maka ibu memiliki
kebutuhan tentang personal hygiene. Jika status gizi ibu kurang,
maka ibu perlu pemahaman tentang pemenuhan kebutuhan gizi ibu
hamil (Marmi, 2014:117-153)
4. PELAKSANAAN
Bidan mengembangkan rencana asuhan/tindakan yang komprehensif
berdasar langkah yang telah dilakukan sebelumnya. Rencana asuhan harus
disetujui bersama dengan klien agar pelaksanaannya efektif.
(Widatiningsih, dkk., 2017:186-189).
Kunjungan ulang yaitu kunjungan antenatal yang dilakukan setelah
kunjungan pertama. Karena dari riwayat ibu dan pemeriksaan fisik sudah
lengkap pada kunjungan antenatal pertama, maka kunjungan ulang
difokuskan pada:
a. Pendeteksian komplikasi kehamilan (early detection)
b. Mempersiapkan kelahiran (birth preparation)
c. Kesiapan menghadapai kegawatdaruratan. (complication
readiness)
(Marmi, 2014:199).
Langkah proses penatalaksanaan bergantung pada data dasar yang
diperoleh dan interpretasi data tersebut. Pengembangan rencana perawatan
yang komprehensif mencakup komponen berikut:
1. Penentuan kebutuhan untuk melakukan tes laboratorium atau
tes penunjang lain untuk menyingkirkan, mengonfirmasi, atau
membedakan antara berbagai komplikasi yang mungkin timbul.
2. Penentuan kebutuhan untuk melakukan konsultasi dengan
dokter kebutuhan untuk melakukan evaluasi ulang diet dan
intervensi
3. Penentuan tindakan instruksional untuk memenuhi kebutuhan
pembelajaran
4. Penentuan kebutuhan untuk mengatasi ketidaknyamanan atau
upaya terapi lain
5. Penentuan kebutuhan untuk pengobatan atau tindakan lain
untuk penatalaksanaan komplikasi minor (mis vaginitis,
bakteriuria asimptomatik, ISK tahap awal, anemia borderline).
6. Penentuan kebutuhan untuk melakukan konsul dengan atau
perujukan ke tenaga profesional lain (misal, ahli gizi, pekerja
sosial, perawat kesehatan masyarakat)
7. Penentuan kebutuhan untuk melibatkan orang terdekat lain
untuk lebih aktif dalam perencanaan perawatan.
8. Penentuan kebutuhan untuk memberi konseling khusus atau
panduan antisipasi.
9. Penentuan kebutuhan untuk konseling HIV (jka Anda tidak
melakukannya sendir)
10. Penjadwalan kunjungan ulang berikutnya. Kunjungan ulang
bagi wanita yang mengalami perkembangan normal selama
kehamilan biasanya dijadwalkan sebagai berikut:
a. hingga usia kehamilan 28 minggu, kunjungan dilakukan
setiap empat minggu
b. antara minggu ke-28 hingga ke-36, setiap dua minggu
c. antara minggu ke-36 hingga persalinan, dilakukan setiap
minggu
(Varney, 2007:531).
C. Data Subyektif
1. Alasan Datang
Ibu mengatakan ingin memeriksa kehamilannya
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan mengalami sembelit sejak 3 hari yang lalu.
Uraian Keluhan Utama.
Ibu mengalami sembelit sejak 3 hari yang lalu, BAB menjadi tidak teratur.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Ibu
Ibu mengatakan tidak sedang dan tidak pernah menderita penyakit
menurun seperti jantung, hipertensi, anemia, DM, asma serta penyakit
menular seperti TBC, HIV, dan hepatitis.
b. Keluarga
Ibu mengatakan dari pihak keluarga tidak sedang dan tidak pernah
menderita penyakit menurun seperti jantung, hipertensi, anemia,
DM, asma dan penyakit menular seperti TBC, HIV, hepatitis serta tidak
ada riwayat kembar baik dari ibu, suami, maupun keluarga.
4. Riwayat Obstetri
a. Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun Siklus: + 28 hari, Warna darah:
merah tua
Nyeri haid : Tidak Lama: 7 hari
Leukorea : kadang-kadang, tidak berbau, tidak gatal, dan tidak
berwarna
3
Banyaknya : Hari ke 1-3 ganti pembalut 3 x sehari, penuh.
4
1
Hari ke 4-5 ganti pembalut 2x sehari, penuh.
2
Hari ke 6-7 ganti pembalut 2 x sehari, bercak cokelat
b. Riwayat Kehamilan Sekarang
1) Hamil ke-1, usia kehamilan 24 +2 minggu
2) HPHT : 11 April 2020
HPL : 18 Januari 2021
3) Gerakan janin
Quickening : usia kehamilan ±20 minggu
Gerak janin dalam 12 jam : 11x/12 jam.
4) Tanda bahaya : tidak ada
5) Kekhawatiran khusus : tidak ada
6) Imunisasi TT : TT 2, terakhir usia kehamilan
±22 minggu.
7) ANC : 5 kali.
Ibu mengatakan belum pernah melakukan pemeriksaan kehamilan
sebelumnya.
Tabel 4.1 Riwayat ANC
Tanggal Tempat Keluhan Pemberian Nasehat yg
Suplement diberikan
28 Mei PMB Sanis Telat B6, Asam KIE pemenuhan
2020 Melianawat menstruasi, folat nutrisi ibu hamil,
i mual. KIE
ketidaknyamanan
TM I dan cara
mengatasi
Pemeriksaan PP
Test: positif
19 Juni PMB Sanis Pusing Fe, Asam KIE cara minum Fe.
2020 Melianawat Mefenamat KIE kebutuhan
i istirahat ibu hamil.
23 Juni Puskesmas Tidak ada - Hasil pemeriksaan
2020 laboratorium:
a. Hb:12,1 gr%
b. HbsAg: NR.
c. HIV: NR
d. Sifilis: NR.
e. Urin
protein:negative.
f. Urin glukosa:
negative.
29 Juli PMB Sanis Tidak ada Fe, licokalk, KIE adaptasi
2020 Melianawat keluhan vitamin B Trimester II
i complex
29 Puskesmas Tidak ada - KIE P4K
Agustus keluhan Imunisasi TT 2
2020
5. Riwayat KB
Ibu mengatakan belum pernah menggunakan kontrasepsi apapun sebelumnya.
Setelah melahirkan, ibu masih bingung dalam memilih kontrasepsi.
6. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-Hari
a. Pola Nutrisi
Sebelum hamil
1) Makan
b) Komposisi :
c. Personal hygiene
Sebelum Hamil:
Mandi 2x sehari
Keramas 3x seminggu
d. Hubungan seksual
Sebelum hamil:
Frekuensi 3x seminggu
e. Istirahat/tidur
Sebelum hamil
Ibu mengatakan selama hamil menjadi sering tidur siang dengan lama 1
jam.
f. Pola Aktivitas
1) Sebelum hamil
Frekuensi ±1 x seminggu
2) Selama hamil
Ibu mengatakan masih melakukan pekerjaan rumah tangga, namun
selama hamil ini ibu dibantu oleh ibunya dan suami. Semenjak hamil
ibu mencoba rutin melakukan senam hamil dengan frekuensi
±1x/minggu dan jalan santai selama ±15 menit setiap pagi.
2) Kesadaran : composmentis
4) Nadi : 80x/menit
5) Suhu : 36,5°C
6) RR : 20x/menit
8) TB : 155 cm
9) LILA : 24 cm
c. Status Obstetrik
1) Inspeksi dan Palpasi
Muka : tidak ada chloasma gravidarum
Mamae : tidak ada masa abnormal, ukuran payudara kanan dan kiri
simetris, puting payudara menonjol, ada hiperpigmentasi
areola, kolostrum belum keluar.
Abdomen : tidak ada striae gravidarum, ada linea nigra.
Vulva : tidak ada infeksi, tidak ada varises, tidak ada pengeluaran
cairan abnormal.
2) Palpasi Leopold
Leopold I : teraba ballotement. TFU teraba setinggi pusat,
Leopold II : belum dapat dilakukan.
Leopold III : belum dapat dilakukan.
Leopold IV : belum dapat dilakukan.
TFU: 23 cm
3) Auskultasi
DJJ: +140x/menit, teratur, jumlah 1, punctum maksimum disebelah
kanan bawah pusat.
2. Pemeriksaan Penunjang
Pada kunjungan ANC kali ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang karena
tidak ada indikasi.
E. Analisa
1. Diagnosa Kebidanan.
Ny. N umur 25 tahun G1P0A0 hamil 24+3 minggu janin tunggal, hidup
intrauterine, letak memanjang, punggung kanan, preskep dalam kehamilan
trimestser II fisiologis.
2. Masalah.
Konstipasi
3. Diagnosa Potensial.
Tidak Ada.
4. Tindakan Segera.
Tidak ada.
F. Penatalaksanaan
Tanggal : 28 September 2020 Jam: 16.15 WIB
S : 36,5°C
N : 80x/menit.
RR: 20x/menit
P=
6. Mendokumentasikan tindakan.
Hasil: tindakan telah tercatat
10 Oktober 2020 S= Pasien mengatakan tidak ada keluhan
10.00
S : 36,5°C
N : 80x/menit.
RR: 20x/menit
P=
5. Mendokumentasikan tindakan.
Hasil: tindakan telah tercatat.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai proses manajemen asuhan kebidanan ibu
hamil trimester II pada Ny. N usia 25 tahun G 1P0A0 usia kehamilan 24+3 minggu
dengan konstipasi secara terperinci mulai dari langkah pertama yaitu pengkajian data
sampai dengan evaluasi sebagai langkah terakhir. Dalam pembahasan ini akan
dijelaskan mengenai faktor pendukung dan faktor penghambat proses serta
kesenjangan antara teori dan praktek langsung di lapangan juga alternatif dari
permasalahan yang ada.
I. Asuhan Kebidanan Kunjungan Awal
A. Pengkajian
Pengkajian data merupakan tahap awal untuk menentukan langkah
berikutnya, dari penilaian keadaan umum ibu secara menyeluruh baik yang
bersifat subjektif yang berasal dari keterangan pasien dan keluarga, serta yang
bersifat objektif yang dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan kebidanan dan
pemeriksaan penunjang lainnya, sehingga dapat menentukan diagnosa pada
langkah selanjutnya. Selama melakukan pengkajian penulis tidak menemukan
hambatan karena adanya kerja sama dan komunikasi yang baik antara penulis
dan pasien.
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal 28 September 2020
ibu mengeluh sejak 3 hari yang lalu susah BAB. Keluhan yang dialami oleh Ny.
N merupakan salah satu ketidaknyamanan yang dirasakan ibu hamil trimester II
akibat progesteron yang menimbulkan gerak usus makin berkurang dan dapat
menyebabkan konstipasi. Selain itu juga karena perubahan pola makan.
Peningkatan kadar progesteron menyebabkan peristaltik usus lambat, penurunan
mobilitas sebagai akibat dari relaksasi otot-otot halus, penyerapan air dari calon
meningkat tekanan pada usus yang membesar karena uterus yang ukurannya
semakin besar terutama pada akhir kehamilan (Widatiningsih&Dewi, 2017:178).
Dari tinjauan kasus, masalah ketidaknyamanan yang biasa terjadi pada ibu hamil
TM II dan merupakan hal normal. Hal ini sesuai dengan teori Sulistyawati
(2013), tentang Ketidaknyamanan pada Ibu Hamil Trimester II salah satunya
keluhan yang dialami Ny. N yaitu susah BAB.
Ny. N memiliki riwayat pendidikan terakhir SMA, sehingga dalam proses
asuhan kebidanan yang dilakukan dapat berlangsung dengan baik dan lancar.
Informasi ini membantu klinis memahami klien sebagai individu dan memberi
gambaran kemampuan baca-tulisnya selain itu untuk mengetahui tingkat
pengetahuan ibu taraf atau taraf kemampuan berpikir ibu, sehingga bidan bisa
menyampaikan atau memberikan penyuluhan atau KIE pada pasien dengan lebih
mudah (Marmi,2014 : hal 155).
Berdasarkan riwayat kesehatan dari ibu maupun keluarga ibu mengatakan
tidak memiliki penyakit yang membahayakan kesehatan ibu dan kehamilan ibu
seperti TBC, PMS/ HIV/ AIDS, Hepatitis, jantung, Diabetes Mellitus, hipertensi
dan asma, sehingga resiko kehamilan ibu yang dapat diperparah oleh penyakit
tersebut dapat menurun.
Ny. N telah melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 5x, yaitu 3x pada
trimester pertama, 2x pada trimester kedua. Frekuensi ANC ini telah sesuai
dengan standar ANC yaitu minimal 4x, yaitu satu kali pada trimester pertama,
satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga (Kementrian
Kesehatan RI, 2015).
Imunisasi tetanus toksoid pada ibu hamil harus diberikan imunisasi TT
sesuai status imunisasinya, pemberian imunisasi pada ibu hamil harus didahului
dengan screening untuk mengetahui jumlah dosis dan status imunisasi TT yang
telah diperoleh selama hidupnya (Kemenkes, 2013). Status imunisasi TT pada
Ny. N adalah TT 2 dimana dilakukan saat usia kehamilan 22 minggu.
Pemberian suplementasi preparat Fe, pada sebagian wanita menyebabkan
sembelit. Penyulit ini dapat diredakan dengan cara memperbanyak minum,
menambah komsumsi makanan yang kaya akan serat seperti roti, serealia dan
agar- agar ( Arisman, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Yelni&Mandasari (2017) menyatakan bahwa hasil penelitian yang mayoritas
menunjukkan bahwa yang mengalami konstipasi sebanyak 25 responden (73%)
sedangkan responden yang kurang mengalami konstipasi 1 responden (3%). Jadi
nilai p<0,05 artinya bahwa hasil penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna
tentang hubungan konsumsi tablet FE dengan kejadian konstipasi pada ibu hamil.
ibu hamil masih banyak mengalami konstipasi karena kurangnya pengetahuan
ibu hamil tentang cara mengkonsumsi tablet fe dengan baik, dan juga dipicu ibu
hamil kurang minum air putih dan mengkonsumsi serat seperti buah-buahan serta
sayur-sayuran. Buah dan sayur yang mengandung vitamin c dapat meningkatkan
penyerapan, dan baik untuk pencernaan ibu hamil.
Dari pengkajian pola eliminasi buang air besar didapatkan hasil, bahwa feses
Ny.N berwarna coklat kehitaman dengan konsistensi keras dan frekuensi BAB 2-
3 hari sekali, hal tersebut merupakan efek samping dari konsumsi tablet zat besi.
Sedangkan pada pola buang air kecil ibu mengatakan sering kencing, berbeda
dengan sebelum hamil yang hanya 4 kali/hari. Pada pola eliminasi Ny. N tidak
ada kesenjangan dengan teori.
Pelayanan antenatal yang diberikan oleh Ny. N sudah sesuai dengan standar
pelayanan antenatal 10 T berdasarkan kebijakan daerah menurut Kementrian
Kesehatan RI, 2015 yaitu menimbang berat badan, tinggi badan, tekanan darah,
pengukuran LILA, TFU, penentuan presentasi janin dan DJJ, skrinning imunisasi
TT, pemberian tablet Fe,pemeriksaan laboraturium (Hb, tes protein urin, glukosa
urin), temu wicara (konseling).
Ny. N mendapatkan standar pelayanan antenatal yaitu berupa pengukuran
tinggi badan yaitu 155 cm, BB yaitu 52 kg, TFU yaitu ballotement. Berdasarkan
program pemerintah , pemberian tablet Fe minimal diberikan sebanyak 90 tablet
selama hamil dan Ny. N telah mendapatkan Tablet Fe sesuai kebutuhan. Status
imunisasi TT Ny. Y adalah TT 2 karena Penghitungan status imunisasi TT 1
yang dimulai saat WUS sebelum menikah karena ditakutkan WUS lupa
mengenai riwayat imunisasinya sehingga disesuaikan dengan peraturan
Kabupaten Purbalingga, sehingga masih perlu dilakukan pemrograman sesuai
jadwal agar status imunisasi Ny.N terpenuhi. Pemrograman imunisasi
selanjutnya akan dilakukan pada usia kehamilan lebih dari 16 minggu (Rukiyah,
et al, 2009).
Hasil pengukuran LILA Ny. N yang diukur pada saat kunjungan Awal
yaitu 24 cm. Jika ukuran lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm maka
interprestasinya adalah kurang energy kronis (KEK). (Widatiningsih,dkk
2017:180). Kurang gizi pada ibu hamil dapat menimbulkan masalah baik pada
ibu hamil atau pada janin. Pada kasus tidak terlihat kesenjangan dengan teori
sehingga resiko masalah yang dapat terjadi bisa diminimalisir.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh data, kesadaran umum : baik, kesadaran:
composmentis. Tekanan darah: 120/70 mmHg, pernafasan: 20x/menit, nadi: 80
x/menit, Pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi : tidak ada luka, auskultasi:
detak jantung janin: 140 x/ menit, bayi tunggal, tinggi fundus uteri 23 cm, hasil
leopold I: teraba ballotement.
B. Interpretasi Data
Pada langkah data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga
dapat merumuskan diagnosa kebidanan. Diagnosa kebidanan yang ditegakkan
dalam kasus ini yaitu Ny. N usia 25 Tahun, G1P0A0, usia kehamilan 24+3 minggu,
janin tunggal, hidup intra uterin, ballottement dalam kehamilan Trimester II
fisiologis.
Dasar ini bersesuaian dengan gejala yang dialami Ny. N sehingga penulis
tidak menemukan kesenjangan antara teori dan kasus. Faktor penghambat pada
langkah ini tidak ada dan faktor pendukung dalam interpretasi data ini adalah
data yang diberikan pada pasien, sehingga memudahkan untuk mengelompokkan
data dan menegakkan diagnosa kebidanan.
Jika hasil analisa data menunjukkan bahwa ibu mengalami masalah yang
memerlukan penanganan namun tidak dapat dimasukkan dalam kategori
diagnosa, maka tuliskan sebagai masalah. (Widatiningsih, dkk., 2017:186).
Misalnya ketidaknyamanan pada trimester II seperti perut kembung, varises pada
kaki, panas perut, konstipasi, dan lainnya. (Sulistiyawati, 2009:123-127). Pada
kasus ibu memiliki keluhan sulit BAB, sehingga dalam kasus ini terdapat
masalah berupa konstipasi.
C. Diagnosa Potensial
Kasus pada Ny. N dengan konstipasi adalah hal yang fisiologis, maka tidak
dibutuhkan penanganan segera. Selain itu tidak terdapat masalah yang
membutuhkan tindakan kegawatdaruratan dan kolaborasi atau rujukan serta
penanganan secara team, sehingga diagnosa potensial tidak ditegakkan.
D. Antisipasi
Tidak ditegakkannya diagnosa potensial, maka tidak dilakukan tindakan
antisipasi dalam langkah keempat ini.
E. Rencana Tindakan
Langkah ini adalah merencanakan asuhan kebidanan ibu hamil normal
trimester II dengan konstipasi secara menyeluruh dengan didukung berdasarkan
langkah-langkah sebelumnya. Rencana tindakan tersebut adalah :
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu dan janinnya dalam keadaan
sehat.
2. Memberikan penjelasan kepada ibu bahwa kondisi yang dialaminya adalah
ketidaknyamanan yang sering terjadi pada kehamilan TM II.
3. Memberitahu ibu penyebab susah BAB yang dialaminya adalah fisiologis
karena peningkatan hormone progesterone, penekanan rectum, kurang serat,
mengonsumsi tablet Fe dan kurang olahraga.
4. Menganjurkan kepada ibu untuk mengonsumsi makanan tinggi serat. Seperti
pisang, jambu, papaya dan sayur-sayuran serta memperbanyak mengonsumsi
air putih.
5. Menjelaskan kepada ibu mengenai kebutuhan nutrisi yang diperlukan pada ibu
hamil
6. Menganjurkan ibu untuk tetap mengonsumsi tablet Fe setiap hari.
7. Memberikan pendidikan kesehatan mengenaik tanda bahaya pada kehamilan
trimester II
8. Memberikan tablet Fe dan kalk
9. Menganjurkan ibu agar melakukan kunjungan ulang 1 minggu berikutnya atau
bila ada keluhan.
F. Implementasi
Dari semua rencana tindakan sebagian besar dapat diterapkan dan dilaksanakan
dengan baik, karena adanya kerjasama yang baik antara ibu dan penulis.
Implementasi yang telah dilakukan :
1. Memberitahukan ibu hasil pemeriksaan yang telah dilakukan bahwa ibu dalam
keadaan sehat dan janin dalam kondisi terpantau sehat.
Membicarakan hasil temuan kepada ibu/keluarga (perkiraan usia kehamilan,
kondisi ibu dan janin, serta masalah yang dialami jika ada) merupakan salah
satu penatalaksanaan yang dilakukan pada setiap kunjungan (Widatiningsih,
dkk., 2017:186-189).
2. Memberikan penjelasan kepada ibu bahwa kondisi yang dialaminya adalah
ketidaknyamanan yang sering terjadi pada kehamilan TM II.
Hal ini sesuai dengan teori dari Kusmiati, Yuni, dkk (2009) tentang
Ketidaknyamanan pada Ibu Hamil Trimester II yaitu konstipasi, gusi
berdarah, cholasma/ perubahan warna areola, flatus, keputihan dan sakit
punggung atas/bawah.
2. Memberitahu ibu penyebab susah BAB yang dialaminya adalah fisiologis.
Progesteron menimbulkan gerak usus makin berkurang dan dapat
menyebabkan konstipasi. Selain itu juga karena perubahan pola makan.
Peningkatan kadar progesteron menyebabkan peristaltik usus lambat,
penurunan mobilitas sebagai akibat dari relaksasi otot-otot halus, penyerapan
air dari calon meningkat tekanan pada usus yang membesar karena uterus
yang ukurannya semakin besar terutama pada akhir kehamilan
(Widatiningsih&Dewi, 2017:178)
3. Menganjurkan kepada ibu untuk mengonsumsi makanan tinggi serat. Seperti
pisang, jambu, papaya dan sayur-sayuran serta memperbanyak mengonsumsi
air putih.
Serat makanan adalah komponen dalam tanaman yang tidak tercerna secara
enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat terserap di saluran pencernaan.
Serat secara alami terdapat dalam tanaman. Serat terdiri atas berbagai
substansi yang kebanyakan adalah karbohidrat kompleks. Rata-rata negara di
dunia ini menetapkan sebanyak 30 gram kebutuhan akan serat setiap harinya
( Akmal,dkk, 2010 ).
Komponen terbesar buah-buahan adalah air. Oleh karena itu, kandungan serat
pangan dalam buah-buahan lebih rendah. Komponen terbesar dari serat
pangan pada buah-buahan adalah senyawa pektin dan lignin sel buah.
Kandungan serat pangan berbagai jenis buah seperti nanas, pepaya, mangga,
lemon, jeruk, pisang, apel, stroberi, semangka, jambu biji, anggur, pir, persik.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ardhiyanti (2017) diperoleh hasil
terdapat pengaruh antara pretest dan postest dengan konstipasi pada ibu hamil
dengan konsumsi buah pepaya (OR : 0,008; 95% CI : 4,80 – 2,21).
Penelitian yang dilakukan oleh Ningtias, dkk (2017) menyatakan bahwa
pemberian jus jambu memiliki pengaruh yang cukup signifikan untuk
mengurangi konstipasi pada ibu hamil, untuk itu ibu hamil yang mengalami
konstipasi dapat diberikan terapi untuk mengkonsumsi jus jambu satu kali per
hari. Di dalam jus jambu mengandung banyak serat, vitamin-vitamin, mineral
dan elektrolit yang dapat meningkatkan kadar air dalam feses sehingga
menghasilkan feses yang lembut dan menurunkan kontraksi otot
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Indah dan rohmania (2017)
diperoleh hasil bahwa adan pengaruh signifikan antara mengkonsumsi pisang
raja terhadap terjadinya konstipasi. Terdapat pengaruh antara minum air
mineral terhadap terjadinya konstipasi. Terdapat pengaruh signifikan antara
jalan-jalan pagi dengan terjadinya konstipasi. Sementara pengaruh yang
paling dominan dari tiga variabel yang diteliti yaitu mengkonsumsi pisang
raja. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hang Tuah (2017) terdapat pengaruh
antara pretest dan postest dengan konstipasi pada ibu hamil dengan konsumsi
buah pepaya (OR : 0,008; 95% CI : 4,80 – 2,21).
4. Menganjurkan ibu untuk tetap mengonsumsi tablet Fe setiap hari.
Pada teori menyebutkan berikan terapi atau suplemen tablet Fe sesuai
kebutuhan (Sulistyawati, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Mu’alimah (2019) diperoleh hasil Nilai Coeffessient Correlasi antara asupan
cairan dengan kejadian konstipasi adalah 0,331 sedangkan konsumsi tablet fe
dengan kejadian konstripasi adalah 0,782 yang berarti bahwa asupan cairan
dengan kejadian konstipasi pada ibu hamil trimester III mempunyai kekuatan
hubungan sedang dan konsumsi tablet fe dengan kejadian konstripasi pada ibu
hamil trimester III mempunyai hubungan sangat kuat. Hal ini tidak ada
kesenjangan antara teori dan kasus.
5. Menganjurkan ibu agar melakukan kunjungan ulang 1 minggu berikutnya atau
bila ada keluhan.
Kunjungan ulang yaitu kunjungan antenatal yang dilakukan setelah kunjungan
pertama. Karena dari riwayat ibu dan pemeriksaan fisik sudah lengkap pada
kunjungan antenatal pertama, kunjungan ulang difokuskan pada pendeteksian
komplikasi kehamilan (early detection), mempersiapkan kelahiran (birth
preparation), kesiapan menghadapai kegawatdaruratan. (comreadiness)
(Marmi, 2014:199).
G. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam melaksanakan manajemen asuhan
kebidanan, dan bertujuan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan kebidanan yang
diberikan. Berdasarkan data yang didapatkan setelah penulis melakukan
kunjungan ulang, nyeri punggung yang dirasakan ibu sudah berkurang setelah
ibu melakukan kompres hangat pada daerah punggung. Hasil akhir yang
diharapkan akan bisa terwujud, kehamilan berjalan normal dan tidak terjadi
komplikasi.
A. Kesimpulan
Berdasarkan asuhan kebidanan yang telah diberikan pada Ny. N umur 25
Tahun G1P0A0 umur kehamilan 24 minggu 4 hari, mengeluhkan mengalami
sembelit sejak 3 hari yang lalu, BAB menjadi tidak teratur. Dilakukan asuhan
kebidanan kehamilan sesuai dengan kebutuhan ibu hamil trimester satu yaitu
memberitahu hasil pemeriksaan, memberikan konseling ketidaknyamanan
sembelit yang dialami ibu, menganjurkan ibu tetap memenuhi kebutuhan gizi
yang seimbang, memberikan pendidikan kesehatan tentang tanda bahaya dalam
kehamilan, memberitahu kunjungan ulang dan memberikan terapi obat sesuai
kebutuhan ibu. Asuhan telah diberikan sesuai dengan teori dan jurnal penelitian
yang mendukung.
B. Saran
1. Bagi bidan diharapkan untuk melakukan pelayanan pada klien sesuai evidence
based practice.
2. Bagi mahasiswa dengan adanya pembahasan laporan ini diharapkan
mahasiswa dapat menambahkan sebuah wawasan pengetahuan pada ibu hamil
normal.
3. Bagi klien dan keluarga klien dapat mengimbangi tentang apa yang telah
diinformasikan oleh petugas sehingga tercapai sebuah hasil yang normal.
DAFTAR PUSTAKA
Fitriana, Dina &dkk. 2017. Inadequate fluid intake can increase the risk of
constipation among pregnant women. Majalah Obstetri & Ginekologi. 25(2) :
48-53
Hartinah, Dewi, dkk. 2019. Hubungan Pola Aktivitas Fisik Dengan Konstipasi Pada
Ibu Hamil Trimester III Di Puskesmas Gribig Kecamatan Gebog Kabupaten
Kudus Tahun 2017. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan. 10(2):350-357
Mu’alimah, Miftakhul & Mataroh, Fitri. 2019. Hubungan Antara Asupan Cairan Dan
Konsumsi Tablet Fe Dengan Kejadian Konstipasi Pada Ibu Hamil Trimester III
Di Puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk Tahun 2018. Jurnal Ilmiah :
J-HESTECH. 2 (1): 25-32
Ningtias Iin, dkk. 2017. Jus Jambu Biji Merah Dan Konstipasi Pada Ibu Hamil
Trimester III. Jurnal Keperawatan Terapan. 3(2): 88-92
Varney, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. 4. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Varney, dkk. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. 4. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Yelni, Afrida & Mandasari, Riski. 2017. Hubungan Konsumsi Tablet Fe Dengan
Kejadian Konstipasi Pada Ibu Hamil Di Jorong Sikabu, Solok Dan Gantiang Di
Wilayah Kerja Puskesmas Singgalang Kabupaten Tanah Datar Tahun 2014.
Jurnal Kesehatan Prima Nusantara. 8(2):142-151.