Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga Berencana adalah suatu sistem untuk mengatur dan merencanakan
kapan dan berapa jumlah anak yang diinginkan dalam sebuah pernikahan. Hal ini sangat
dianjurkan dan memang banyak manfaat yang dirasakan, kuantitas sedikit tapi lebih
bermutu itu lebih baik dari pada kuantitas banyak tapi mutunya kurang. Penggunaan KB
dapat memplaning masa depan anak dan juga tentang gizi anak tentunya lebih terjamin
karena sudah ada perencanaannya.
Ada berbagai macam jenis alat KB yang digunakan di Indonesia, salah satunya
adalah KB IUD. Di Indonesia, sistem KB ini belum begitu popular karena kebanyakan
masyarakat meyakini penggunaan KB ini menyakitkan. Dalam program BKKBN, KB
IUD digunakan untuk menunda kehamilan, menjarangkan kehamilan atau kesuburan,
IUD atau AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) ini dipasang didalam rahim ibu untuk
mencegah bertemunya sel telur dengan sperma.
Program Keluarga Berencana (KB) erat kaitannya dengan berbagai alat
kontrasepsi, penggunaan alat kontrasepsi modern juga di tujukan untuk mengatur jarak
kelahiran dan jumlah anak yang direncanakan. Ada beberapa alat kontrasepsi yang telah
dipasarkan di masyarakat antara lain : Pil, Suntik, AKDR, Implant, Vasektomi dan
Tubektomi.
Kebijaksanaan pemerintah tentang KB saat ini mengarah pada pemakaian MKJP
(Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) : IUD atau AKDR merupakan salah satu cara KB
efektif terpilih yang sangat diprioritaskan pemakaiannya oleh BKKBN pada ibu dalam
rangka menjarangkan kehamilan dan mengakhiri  kesuburan karena IUD mempunyai
efek samping  relatif kecil dan pembinaannya juga lebih mudah.
Dari data Laporan Umpan Balik Pelayanan Kontrasepsi tahun 2012 dan 2013
oleh BKKBN, didapatkan bahwa Penggunaan kontrasepsi IUD sampai dengan Februari
2012 sebanyak 83.153 peserta atau 15,47% terhadap PPM (Perkiraan Permintaan
Masyarakat), meningkat pada tahun 2013, sampai dengan Februari 2013 yaitu sebanyak
105.024 atau 18,43% terhadap PPM. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut,
salah satunya adalah kualitas pelayanan.
Pelayanan adalah kunci keberhasilan dalam berbagai usaha atau kegiatan yang
bersifat jasa. Perannya akan lebih besar dan bersifat menentukan manakala dalam
kegiatan-kegiatan jasa di masyarakat itu terdapat kompetisi dalam usaha merebut
pasaran atau langganan. Begitu pula di bidang Pemerintahan, masalah pelayanan
perannya sangat besar karena menyangkut kepentingan umum, bahkan kepentingan
rakyat secara keseluruhan. Pelayanan pula yang menentukan bagaimana kualitas dari
sebuah kegiatan. Oleh karena nya para penyelenggara pelayanan KB IUD harus
melaksanakan pelayanan atas dasar kesuakrelaan, keterbukaan, dan kejujuran. Di
samping itu penyelenggara pelayanan KB IUD harus memiliki kemampuan untuk
menjelaskan alkon IUD secara benar dan lengkap dengan segala kelebihan dan
kekeurangannya, di samping harus mengikuti standar pelayanan yang telah ditentukan
Salah satu aspek kualitas pelayanan adalah tanggung jawab ( Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Diponegoro, 2010).
Hal ini lah yang menjadi latar belakang penulis untuk membuat dokumentasi
kebidanan keluarga berencana khususnya IUD sebagai salah satu bentuk tanggung jawab
penyelenggara pelayanan KB terhadap akseptor KB IUD.
B. Tujuan Umum
1. Membantu petugas kesehatan khususnya bidan dalam memberikan asuhan pada ibu
dalam penggunaan KB
2. Memberikan dorongan kepada bidan agar lebih berfikir sistematis, kritis, dan analitik
dalam memberikan asuhan pada ibu dalam penggunaan KB
3. Meningkatkan kemampuan bidan dalam melakukan pelayanan khususnya dalam
ranah yaitu mengenai asuhan pada ibu dalam penggunaan KB

C. Tujuan Khusus
1. Sebagai bentuk pembelajaran pendokumentasian bagi mahasiswa kebidanan
2. Sebagai bentuk metode pembelajaran yang di praktikkan langsung ke lahan
3. Sebagai bentuk tanggung jawab terhadap tugas praktik bagi mahasiswa kebidanan

D. Manfaat
Memberikan motivasi kepada petugas kesehatan khususnya bidan untuk
meningkatkan pelayanan yang berkualitas, aman, nyaman, yang memperhatikan aspek
keprofesionalan serta memberikan pengetahuan bagi para mahasiswa khususnya
kebidanan dalam proses pendokumentasian.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. TINJAUAN TEORI KEBIDANAN


Identitas Pasien
a. Nama
Nama lengkap ibu, termasuk nama panggilannya perlu dikaji. Nama merupakan
identitas khusus yang membedakan seseorang dengan orang lain. Sebaiknya memanggil
klien sesuai dengan nama panggilan yang biasa baginya atau yang disukainya agar ia
merasa nyaman serta lebih mendekatkan hubungan interpersonal bidan dengan klien.
(Widatiningsih, dkk. 2017:162)
b. Umur
Wanita yang berusia kurang dari 18 tahun masih dalam masa pertumbuhan, sehingga
panggulnya relatif masih kecil. (Hartanto, 2010:23)
Selain itu umur dikaji untuk mengetahui apakah ibu termasuk dalam fase sebagai
berikut:
a. Fase Menunda/Mencegah Kehamilan
PUS (Pasangan Usia Subur) dengan usia istri <20 tahun dianjurkan untuk menunda
kehamilannya.
b. Fase Menjarangkan Kehamilan
Periode usia istri 20-30/35 tahun merupakan periode usia yang paling baik untuk
melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2-4
tahun.
c. Fase Menghentikan/Mengakhiri Kehamilan/Kesuburan
Periode istri diatas 30 tahun, terutama diatas 35 tahun. Sebaiknya mengakhiri
kehamilan setelah mempunyai 2 orang anak.
(Hartanto, 2010:30-31).
Makin tua usia ibu, maka semakin rendah angka kehamilan, ekspulsi dan pengangkatan
atau pengeluaran IUD. Makin muda usia ibu terutama pada nulligravida, maka semakin
tinggi angka ekspulsi dan pengangkatan atau pengeluaran IUD. (Hartanto, 2010: 207)
c. Agama
Informasi ini perlu dikaji sebagai faktor pembenaran terhadap prinsip-prinsip
pembatasan keluarga dan konsep dasar tentang keluarga berencana oleh semua agama
(Varney, 2007:414)
d. Pendidikan
Berhubungan dengan daya pikir, pendidikan tinggi akan lebih mudah dalam menerima
dan memahami penjelasan yang akan disampaikan, lebih realistis dalam melihat diri
dan masalah yang dihadapi sehingga akan terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan
salah penyesuaian diri. (Hartanto, 2010 : 28)
e. Pekerjaan
Mengetahui pekerjaaan klien adalah penting untuk mengetahui apakah klien memiliki
kemungkinan perpisahan yang lama karena melakukan wajib militer; kebutuhan untuk
mengalokasi sumber-sumber ekonomi untuk pendidikan atau sedang memulai suatu
pekerjaan atau bidang usaha; kemampuan ekonomi untuk menyediakan calon anak-
anaknya dengan makanan, pakaian, tempat berlindung, perawatan medis dan gigi,
pendidikan di masa depan; pengangguran; tuna wisma. (Varney, 2007:414)
Pekerjaan pasien ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan
terhadap permasalahan kesehatan pasien. Misalnya, pada wanita yang bekerja sebagai
pekerja seks komersial maupun wanita yang beresiko mengalami penyakit menular
seksual tidak dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi IUD, sebab wanita tersebut
beresiko mengalami infeksi genetalia yang lebih parah apabila memakai alat
kontrasepsi IUD. Sehingga wanita tersebut dikontraindikasikan untuk memakai
kontrasepsi IUD.

f. Suku Bangsa
Suku bangsa perlu dikaji karena merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keputusan dalam memilih metode kontrasepsi. Saat ini tren sosial budaya suku bangsa
tentang jumlah keluarga; dampak jumlah keluarga tempat individu tersebut. Pentingnya
memiliki anak laki-laki di mata masyarakat karena akan meneruskan nama keluarga;
apakah masyarakat menghubungkan secara langsung antara jumlah anak yang dimiliki
seorang laki-laki dengan kejantanannya; nilai dalam masyarakat tentang menjadi
seorang “wanita” hanya bila ia dapat “memberi” anak kepada pasangannya. (Varney,
2007:414)
I. DATA SUBYEKTIF
1. Alasan Datang
Alasan ibu megunjungi tenaga kesehatan, seperti yang diungkapkan dengan
kata-kata sendiri (Varney,2007:382).
Ibu datang ke pelayanan klinik atas keinginan untuk mengendalikan
kehamilan secara permanen atau sementara (Varney, 2007:416).

2. Keluhan Utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan ( Sulistyawati.2009: hal.167). maksud kunjungan
antara lain untuk mengetahui apakah klien ingin menunda, menjarangkan,
mengakhiri kehamilan. (Hartanto, 2010:30)
3. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan harus diketahui pada ibu yang akan menjadi akseptor KB.
Perlu untuk dikaji tentang keadaan atau kondisi yang mempengaruhi persyaratan
medis dalam setiap penggunaan metode kontrasepsi yang mana keadaan atau syarat
medis dalam penggunaan setiap kontrasepsi tidak permanen dikelompokkan dalam
kategori:
1: kondisi di mana tidak ada pembatasan apa pun dalam penggunaan metode
kontrasepsi.
2: penggunaan kontrasepsi lebih besar manfaatnya dibandingkan dengan
resiko yang diperkirakan akan terjadi.
3: risiko yang diperkirakan lebih besar daripada manfaat penggunaan
kontrasepsi.
4: risiko akan terjadi bila metode kontrasepsi tersebut dapat digunakan.
(Saifudin, 2014:U-27)
Data dari riwayat kesehatan ini dapat kita gunakan sebagai petanda (warning)
kontraindikasi KB IUD. Dikaji mengenai kontraindikasi penggunaan KB . Diantaranya :
a. Alergi terhadap logam
Harus diwaspadai terhadap calon akseptor IUD. Penyakit Wilson atau penyakit
gangguan logam yang turun menurun. Reaksi alergi terhadap Cu akan menimbulkan
banyak keluhan. (Hartanto, 2010 : 209).
b. Infeksi pada panggul
Kontraindikasi: Kontrasepsi IUD. Merupakan komplikasi yang serius yang
berhubungan dengan pemakai IUD. Pada keluhan yang berat, dapat menyebabkan
sumbatan partial ataupun total pada satu atau kedua tuba falopii, dengan akibat
bertambah besarnya kemungkinan insiden kehamilan ektopik dan infertilitas. (Hartanto,
2010 : 219)
c. Perdarahan vagina dengan penyebab tidak jelas
(kanker serviks, karsinoma, danmioma uteri, dan jenis kanker lain yaitu ada kaitannya
dengan ketergantungan hormon).
d. Anemia (Hb<9 gram / hematokrit < 27) IUD tanpa progestin mengakibatkan
penambahan gerakan halus pada uterus dalam meluruh, sehingga darah haid akan
lebih banyak.
e. Cervicitis akut
f. Ca Uteri dan Mioma Uteri
g. IUD akan memperberat keadaan, banyak terjadi pada wanita yang sudah kawin dan
punya anak serta wanita berumur 25 tahun mempunyai mioma. (Winkjosastro,
2010:338)
h. Kelainan pembekuan darah
i. DM
j. penyakit jantung
k. Endometriosis, Myoma uteri ,polip endometrium,kelainan konginetal uteri

Mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap


gangguan kesehatan. Apakah dari keluarga ibu, suami ada yang sakit. Mencakup
penyakit
a. Anemia ( Hb<9 gram / hematocrit < 27)
IUD tanpa progestin mengakibatkan penambahan gerakan halus pada uterus
dalam meluruh, sehingga darah haid akan lebih banyak.
b. Jantung katup
Penggunaan IUD yang akan menyebabkan darah haid menjadi lebih banyak,
menyebabkan anemia, dan akan memperlemah kerja jantung.
c. Diabetes mellitus
d. TBC Pelvik / TB panggul
e. PMS ( HIV / AIDS), sipilis, gonore
(Hartanto, 2010:208-209)
4. Riwayat Obstetrik
a. Riwayat Haid
1) Menarche
Dikaji untuk mengetahui sejak kapan alat kandungan mulai berfungsi dan merupakan
ciri khas seorang wanita dimana terjadi perubahan-perubahan siklik dari alat
kandungannya (Widatiningsih, dkk., 2017:170).
Menarche adalah usia pertama kali mengalami menstruasi. Wanita Indonesia umumnya
mengalami menarche sekitar usia 12 tahun sampai 16 tahun. (Sulistyawati,2009 : 167)
2) Siklus
Perlu dikaji karena variasi dalam panjang siklus haid sangat beragam ada yang
siklusnya sangat pendek (11-17 hari, pada 10-20% kasus), ada yang sangat
panjang >45 hari (5-10%) (Hartanto, 2010:160)
Siklus keteraturan, lama dan banyaknya haid, untuk mengetahui adanya
perubahan pola haid, seperti amenore, spotting, perdarahan menstruasi yang
banyak dan lama setelah menggunakan KB IUD yang merupakan efek
sampingnya (Saifuddin, 2014: MK-77)
3) Volume
Volume darah menstruasi perlu dikaji karena data ini menjelaskan seberapa banyak
darah menstruasi yang dikeluarkan. Kadang kita akan kesulitan untuk mendapatkan
data yang valid. Sebagai acuan biasanya kita gunakan kriteria banyak, sedang, dan
sedikit. Jawaban yag diberikan oleh pasien biasanya bersifat subjektif, namun kita dapat
kaji lebih dalam lagi dengan beberapa pertanyaan pendukung, misalnya sampai berapa
kali mengganti pembalut dalam sehari. (Sulistyawati,2009 : 167)
Darah haid yang banyak merupakan keadaan kontra-indikasi untuk insersi IUD
(Hartanto,2010 :209).
4) Lama
Perlu dikaji berapa lama ibu menstruasi, biasanya durasi menstruasi normal
yaitu sekitar 4-7 hari (Manuaba, 2009:209).
Perubahan terhadap lamanya perdarahan umumnya disebabkan oleh komponen
gestagen dalam sediaan kontrasepsi hormonal. Pada penggunaan kontrasepsi
hormonal lamanya perdarahan berkisar antara 3-5 hari. (Baziad, 2008:24)
5) Keluhan
Beberapa wanita menyampaikan keluhan yang dirasakan ketika mengalami menstruasi,
misalnya nyeri hebat, sakit kepala. (Sulistyawati, 2009 : 167)
Kaji apakah leukhorea normal atau tidak. Leukorea atau infeksi vagina merupakan
kontra – indikasi pemasangan IUD. (Hartanto,2010 :209)
Menurut Saifuudin (2006:MK-77) perlu dikaji adanya pengeluaran cairan dan
perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya yang bisa dicurigai
adanya PRP, karena merupakan kontraindikasi penggunaan KB IUD.
Dismenorea yang berat merupakan kontra – indikasi pemasangan IUD
(Hartanto,2010 :209). Data yang menjelaskan gangguan selama haid setelah
menarch, oleh karena siklus-siklus haid pada bulan-bulan pertama setelah
menarch umumnya berjenis anovulator yang tidak disertai rasa nyeri. Rasa nyeri
timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid.
6) HPHT
Dikaji apakah klien dalam 7 hari pertama haid terakhir menyusui dan tidak haid
untuk meyakini bahwa klien tidak hamil. (Saifuddin, 2014:U-10)
5. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Untuk mengetahui apakah telah mempunyai anak hidup karena hal itu merupakan syarat
bagi calon akseptor. Pada wanita nulipara ekspulsi lebih sering terjadi (Hartanto,2010 :
226).
a. Kehamilan
Berapa kali memeriksakan kehamilan, adakah gangguan seperti perdarahan,
muntah yang sangat, toxaemia gravidarum
b. Persalinan
Spontan atau buatan, aterem atau prematur, perdarahan, ditolong oleh siapa
(bidan,dokter). Adakah trauma yang menyebabkan luka dalam pada alat genetalia
c. Nifas
Adakah panas sebagai tanda infeksi, atau perdarahan, bagaimana laktasi.
d. Anak
Jenis kelamin, hidup atau tdak, kalau meninggal umur berapa dan sebabnya
minggal, berat badan waktu lahir
Perlu dikaji untuk mengetahui apakah klien dalam post partum, post abortus atau
masa interval
Menurut Saifuddin (2006: MK-76) dikaji untuk menentukan waktu pemasangan KB
IUD, yaitu:
a. 2 sampai 4 hari setelah melahirkan
b. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pasca
persalinan : setelah 6 bulan apabila menggunakan metode MAL. Perlu diingat
angka ekspulsi tinggi pada pemasangan segera atau selama 48 jam pasca
persalinan.
c. Setelah menderita abortus ( segera atau dalam waktu 7 hari ) apabila tidak ada
gejala infeksi.
6. Riwayat Perkawinan
Riwayat perkawinan perlu dikaji karena keadaan yang paling ideal adalah bahwa isteri
dan suami harus bersama-sama :
a. Memilih metode kontrasepsi terbaik.
b. Saling kerjasama dalam pemakaian kontrasepsi.
c. Membiayai pengeluaran untuk kontrasepsi.
d. Memperhatikan tanda-tanda bahaya pemakaian kontrasepsi.
Hartanto (2010:41)
7. Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu akan KB meliputi apakah ibu pernah menjadi
aseptor KB, jenis KB yang pernah dipakai, lamanya, alasan berhenti, rencana KB setelah
kelahiran ini serta waktu terbaik pemasangan alat kontrasepsi (Saifuddin, 2014:MK-68).
Menurut Hartanto (2010:31) pengkajian ini untuk mengetahui kontrasepsi yang dipakai
sebelumnya, yang mungkin adanya keluhan. Kontrasepsi sebelumnya apa dan keluhan /
masalah.
8. Pola Kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi
Pola makanan dan minum penting untuk diketahui supaya bisa mendapatkan
gambaran bagaimana pasien mencukupi asupan gizi. (Sulistyawati, 2009:169)
b. Pola eliminasi
Buang air kecil sukar atau sakit (rasa panas atau terbakar) merupakan tanda infeksi
trakus genetalia pada wanita (PID). (Hartanto, 2010 :220).

c. Pola aktivitas
Dikaji bagaimana aktivitas yang dilakukan ibu sehari-hari karena kesibukan bisa
mengakibatkan ibu sehari-hari karena kesibukan bisa mengakibatkan penurunan
frekuensi hubungan seksual. (Saifuddin,2014; h.MK-56)

d. Personal Hygiene
Dikaji untuk mengetahui kebiasaan pola kebersihan diri ibu yang berhubungan
langsung dengan kebersihan genital, karena dapat memungkinkan masuknya
kuman-kuman yang biasa hidup di dalam traktus genitalia bagian bawah ke dalam
uterus. (Hartanto, 2010 :220) .
e. Hubungan Seksual
Pada orang yang mempunyai patner seksual banyak, cenderung mengidap penyakit
hubungan seksual, meskipun tidak menunjukkan gejala. Bagi akseptor IUD tidak
ada keluhan nyeri sewaktu koitus, tetapi pihak suami yang sering merasakan karena
adanya pemotongan benang yang terlalu panjang ataupun terlalu pendek (Hartanto,
2010 :208). Dispareuni yang mungkin menderita PID yang merupakan
kontraindikasi pemasangan IUD (Hartanto 2010:221).
9. Data Psikososial Spiritual

Tren saat ini tentang jumlah keluarga, dampak jumlah keluarga tempat individu
tersebut, pentingnya memiliki anak laki-laki dimata masyarakat karena akan
meneruskan nama keluarga, apakah masyarakat menghubungkan secara langsung
antara jumlah anak yang dimiliki seorang laki-laki dan kejantanannya, nilai dalam
masyarakat tentang menjadi seorang “wanita” hanya bila ia dapat “memberi” anak
kepada pasangannya (Varney,2007; h.414-415)

Mekanisme coping dikaji untuk mengetahui cara menyelesaikan masalah dalam


keluarga. Tinggal serumah dikaji untuk mengetahui ibu tinggal serumah dengan siapa,
apakah dengan suami saja atau dengan orangtua. Pengambil keputusan dikaji siapakah
pengambil keputusan utama dalam keluarga saat terjadi masalah dalam keluarga, dan
jika dalam kondisi emergensi apakah ibu dapat/tidak mengambil keputusan sendiri atau
harus menunggu keputusan dari orang lain. Orang terdekat dikaji untuk mengetahui
siapa orang terdekat ibu. Adat istiadat dikaji untuk mengetahui apakah ibu dan keluarga
masih menggunakan budaya setempat dalam menjalani masa kehamilan. Ibu yang
memiliki keyakinan tentang adat tertentu dan merasa wajib melakukannya, hal ini
mungkin menjadi masalah/stresor budaya jika tidak dilakukan.

(Widatiningsih, 2017:177-179)

10. Kebiasaan yang merugikan kesehatan


Dikaji apakah ibu merokok karena dapat meningkatkan tekanan darah dan retensi cairan
sehingga resiko stroke dan gangguan pembekuan darah pada vena dalam sedikit meningkat.
(Saifuddin,2014 : MK -29)
10) Data Pengetahuan
Informasi mengenai pengalaman pasien sebelumnya dalam menggunakan kontrasepsi akan
membantu untuk menilai keperluan penerimaan, kepatuhan dan juga mengenai pengetahuan
tentang efek samping dan kegagalan kontrasepsi.(Hartanto, 2010 : 30)

II. DATA OBYEKTIF


a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum, untuk mengetahui keadaan ibu secara umum. Keadaan umum ibu
menunjukan kondisi umum akibat penyakit atau keadaan yang dirasakan ibu. Dapat
diketahui engan cara melihat langsung dan dapat dilakukan penilaian dengan kontak
pertama saat anamnesa dan selama pemeriksaan. Dikatakan baik jika pasien
memperlihatkan respons yang adekuat terhadap stimulasi lingkungan dan orang lain,
serta secara fisik tidak mengalami kelemahan. Klien dimasukkan kriteria lemah jika
kurang atau tidak memberikan respons yang baik terhadap lingkungan dan orang lain,
dan pasien sudah tidak mampu berjalan sendiri. (Widatiningsih,dkk. 2017:179).
2. Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran kesadaran pasien. (Sulistiyawati, 2009:174)
a) Composmentis : kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b) Apatis, yaitu kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh
c) Delirium, yaitu gelisah,disorientasi, memberontak. Berteriak-teriak, berhalusinasi,
kadang berkhayal
d) Somnolen (obtundasi, latergi). Yaitu kesadaran menurun, respon pskomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran cepat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jauh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal
e) Stupor (spoor), yaitu keadaan seperti tertidur lelap tetapi ada respon terhadap
nyeri.
f) Koma, yaitu tidak bida di bangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun, (tidak ada respon apapun)
3. TTV
1) Tekanan darah
Peningkatan tekanan darah sistolik, dengan tekanan darah diastolik dalam
batas normaldapat mengindikasikan ansietas dan nyeri. (Varney,2007:693)
2) Suhu
Peningkatan suhu menunjukan proses infeksi atau dehidrasi.
(Varney,2007:693)

3) Nadi
Peningkatan denyut nadi dapat menunjukan infeksi, syok, ansietas, atau
dehidrasi. (Varney,2007:693)
4) Respirasi
Respirasi : Peningkatan frekuensi pernafasan dapat menunjukan syaok atau
ansietas. (Varney,2007:693).
4. Berat Badan
Berat badan juga menunjukkan status gizi ibu.(Rukiah, 2013:91).
b. Status Present
1. Kepala : Untuk mengetahui rambut rontok atau tidak, bersih atau kotor, dan berketombe
atau tidak. (Sulistyawati,2009:175).
2. Muka :Klien dikaji pada daerah wajah apakah pucat/ sianosis karena merupakan
salah satu tanda penyakit jantung. (Saifuddin, 2014: MK-72)
3. Mata : Dikaji apakah cyanosis/pucat pada konjungtiva. Apabila ditemukan,
calon akseptor mungkin mempunyai penyakit jantung yang serius, Sklera yang
berwarna kuning terdapat kemungkinan indikasi penyakit hati. (saifuddin,2014;
h.MK-41)
4. Dada : Untuk mengetahui apakah pola pernapasan normal, adakah tanda
ketidaknyamanan bernafas. (Kusmiyati, 2011:83)
5. Abdomen : Adanya perut membesar, uterus membesar, teraba ballottement,
merupakan tanda-tanda kemungkinan hamil yang merupakan kontraindikasi.
(Hartanto, 2010: 162).
6. Genetalia
Untuk mengetahui adakah perdarahan per vaginam yang tidak diketahui
penyebabnya dan adakah infeksi pada genitalia yang menjadi kontraindikasi
pemakaian IUD (Saifudin, 2014:MK-83)
c. Pemeriksaan Inspekullo.
Pada pemasangan KB IUD terlebih dahulu diperiksa pada pemeriksaan inspekulo yaitu
adakah ada lesi atau peradangan pada portio, ada tanda-tanda kehamilan atau tidak.
(Hartanto, 2010: 163)
d. Pemeriksaan Dalam atau bimanual.
Untuk mengetahui apakah gerakan serviks bebas, mengetahui besar uterus dan posisi
uterus, mengetahui tanda kehamilan berupa portio kaku atau lunak, mengetahui adanya
nyeri adneksa/ tumor. (Sulistyowati, 2011: 89).
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada setiap ibu dilakukan untk secreening terhadap penyakit atau
keadaan yang dapat menjadi kontraindikasi penggunaan alat kontrasepsi. Pemeriksaan penunjang
hanya dilakukan jika ada indikasi.

1. Urine pp test
Untuk memastikan klien tidak hamil. Perlu dilakukan bila dimungkinkan adanya
tanda kehamilan karena kehamilan atau diduga hamil merupakan kontra indikasi
(Hartanto,2010:79).
2. Hb
Untuk mengetahui ibu menderita anemi/tidak. Bila Hb<12gr% berarti anemi ibu
tidak dianjurkan menggunakan IUD (Hartanto,2010:79)
III. ASSESEMENT
Data yang telah dikumpulkan pada tahap pengkajian kemudian dianalisa dan diinterpretasikan
untuk dapat menentukan diagnosa dan masalah ibu. (Widatiningsih, dkk., 2017:185)
1. Diagnosa Kebidanan:
Ny... umur... tahun P... A... calon akseptor KB IUD
Data dasar :
a. Umur
Pada penggunaan AKDR,kontrasepsi dilakukan pada wanita usia produktif normal
yaitu umur 20 - 35 tahun.
(1) Fase Menunda/Mencegah Kehamilan
PUS dengan usia isteri < 20 tahun dianjurkan untuk menunda kehamilannya.
(2) Fase Menjarangkan Kehamilan
Periode usia istri 20-30/35 tahun merupakan periode usia paling baik untuk
melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2-4 tahun.
(3)Fase Menghentikan/Mengakhiri Kehamilan/Kesuburan
Periode istri di atas 30 tahun, terutama di atas 35 tahun, sebaiknya
mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 orang anak.
b. Para :1/ > 1
Diperlukan penjelasan tentang jumlah gravida dan para ibu. . (Varney, 2008: 691)
c. HPHT :tidak sedang hamil
d. Alasan kunjungan:ingin menjadi akseptor KB IUD
2.Masalah
Jika hasil analisa data menunjukkan bahwa ibu mengalami masalah yang memerlukan
penanganan namun tidak dapat dimasukkan dalam kategori diagnosa, maka tuliskan sebagai
masalah. (Widatiningsih, dkk., 2017:186)
a. Keputihan
Dengan gejala dapat timbul setelah pemasangan AKDR dan keluar cairan
berwarna putih dari vagina. Hal ini disebabkan reaksi dari endometrium karena
adanya AKDR di dalam kandung rahim atau bisa juga disebabkan adanya infeksi
yang terbawa saat pemasangan AKDR. (Marmi, 2016:269)

b. Rasa sakit / nyeri


Nyeri yang ditimbulkan dapat terasa ketika menstruasi atau ketika bersenggama.
Hal ini dapat disebablan karena psikis, letak AKDR yang salah, adanya infeksi.
Marmi, 2016:272-273)
c. Perforasi
Kadang tanpa disertai gejala, namun biasanya disertai rasa nyeri dan perdarahan.
Hal ini disebabkan karena tindakan yang terlalu kasar saat pemasangan AKDR,
saat pemasangan AKDR mengalami kesulitan sehingga dilakukan dengan
paksaan, atau memasukkan alat pendorong ke dalam rongga rahim dengan alat
yang salah. Marmi, 2016:271)
d. Muntah
e. Keringat dingin / syncope
(Hartanto, 2010 :216)
3. Diagnosa Potensial
Diagnosa potensial ditentukan atas dasar diagnosa dan masalah yang telah dilakukan tersebut.
(Widatiningsih, dkk., 2017:185)
1. Perdarahan
Gejala/ keluhannya yaitu perdarahan haid yang lebih lama atau lebih banyak dari biasa
(menoragia), perdarahan di luar haid (metroragia), perdarahan yang berupa tetesan
(spotting).
Penyebabnya diperkirakan karena kerja enzim yang terkonsentrasi di jaringan selaput
lendir rahim (endometrium). Enzim ini bersifat fibrionolitik. Bisa juga disebabkan faktor
mekanik yaitu perlukaan selaput lendir rahim karena kontraksi rahim akibat
ketidakserasian antara besarnya AKDR dan rongga rahim.
(Marmi, 2016:266)
2. Infeksi
Bentuk gejalanya yaitu nyeri di daerah perut bawah, keputihan yang berbau, demam,
nyeri pada waktu bersetubuh.
Penyebabnya dikarenakan peradangan akibat pemasangan yang tidak steril atau setiap
saat selama pemakaian AKDR.
(Marmi, 2016:267-268)
3. Ekspulsi
Gejalanya berupa AKDR teraba dalam vagina (bisa sebagian atau seluruh AKDR), dapat
terjadi sewaktu-waktu, tetapi biasanya pada waktu haid berikutnya setelah pemasangan.
Penyebabnya karena ukuran AKDR yang tidak sesuai serta letak AKDR yang tidak
sempurna di dalam rahim. Kemungkinan terjadi ekspulsi sangat dipengaruhi oleh jenis
bahan yang dipakai. Makin elastik sifatnya makin besar kemungkinan terjadi ekspulsi.
Usia muda dengan paritas rendah lebih sering terjadi dibanding usia tua dnegan paritas
tinggi.
(Marmi, 2016:270)
4. Kegagalan pada pemasangan AKDR
Gejalanya dapat terjadi kehamilan.
4. Tindakan Segera
Menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas
masalah atau kebutuhan dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang
dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa/ masalah potensial pada step sebelumnya,
bidan juga harus merumuskan tindakan emergency/segera. Dalam rumusan ini termasuk
tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, secara kolaborasi atau bersifat
rujukan. (Varney, 2007:55).
1. Perdarahan
a) KIE:
 Penjelasan sebab terjadinya.
 Gangguan haid berlebihdan memang akan terjadi pada 3 bulan pertama
pemakaian AKDR.
 Untuk menoragia segera menghubungi petugas kesehatan untuk
pemeriksaan lebih lanjut,
 Pada pemakaian AKDR tembaga biasanya tidak menimbulkan perdarahan
yang lama dan banyak.
b) Tindakan Medis
 Pemberian vitamin, koagulasi (obat untuk pembekuan darah), zat besi dan
lain-lain. Dalam hal ini bisa diberikan:
1. Vit. K:3x1 tablet sehari (3-5 hari)
2. Vit. C:3x1 tablet sehari (3-5 hari.
3. Adona: 3x1 tablet sehari (3-5 hari.
 Penggantian AKDR
 Apabila tindakan poin sebelumnya belum menolong, dilakukan
pencabutan AKDR dan diganti dengan cara kontrasepsi lainnya.
Catatan khusus: dalam keadaan normal, perdarahan pada waktu haid 35cc,
pada pemakaian AKDR bisa bertambah antara 20-30 cc
2. Infeksi
a) KIE:
 Penjelasan sebab terjadinya.
 Segera menghubungi dokter untuk mendapatkan pengobatan
b) Tindakan Medis:
1. Pengobatan dengan antibiotica broad spectrum:
2. Bila telah dilakukan pengobatan 5-7 hari tidak berhasil, AKDR dicabut dan ganti
dengan metode kontrasepsi lain.
Catatan khusus:
Infeksi dapat berupa:
 Radang liang senggama (vaginitis)
 Radang leher rahim (cervicitis)
 Radang selaput lendir rahim (endometritis)
 Radang selaput telut (salpingitis)
 Radang panggul (PID)
 Abses
3.Ekspulsi
a) KIE tentang pemantapan kembali pemakaian AKDR.
b) Tindakan medis:
 AKDR dikeluarkan diganti dengan AKDR baru yang sesuai dengan ukuran
rahim dan cara pemasangan yang baik.
4. Kegagalan pada Pemasangan AKDR:
a) KIE: dianjurkan segera menghubungi dokter untuk penanggulangan dan penjelasan
selanjutnya.
b) Tindakan medis:
 Bila benang dapat dilihat, dilakukan pengangkatan AKDR (sebaiknya oleh
dokter), dengan menarik benangnya perlahan, sambil menjelaskan kemungkinan
keguguran spontan.
 Bila pengangkatan AKDR sukar, AKDR dibiarkan di dalam rahim. Selama
kehamilan, AKDR berada di luar selaput ketuban, sedangkan bayi ada di dalam
selaput ketuban. Oleh karena itu AKDR dan bayi tidak pernah bersinggungan
selama kehamilan berlangsung, sehingga tidak perlu dikhawatirkan terjadinya
kelainan bawaan ada bayi yang dilahirkan. Pada waktu persalinan, AKDR akan
“lahir” bersama dengan ari-ari
(Marmi, 2016:266-275)
IV. PENATALAKSANAAN
Bidan mengembangkan rencana asuhan/tindakan yang komprehensif berdasar langkah yang
telah dilakukan sebelumnya. Rencana asuhan harus disetujui bersama dengan klien agar
pelaksanaannya efektif. (Widatiningsih, dkk., 2017:186)
Kriteria perencanaan:
a. Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas maslah dan kondisi klien,
tindakan segera, tindakan antisipasi, dan asuhan seecara komprehensif.
b. Melibatkan klien/ pasien dan atau keluarga.
c. Mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya klien/keluarga
d. Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien berdasarkan
evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang diberikan bermanfaat bagi
klien.
e. Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumber daya serta
fasilitas yang ada.
(938/Menkes/SK/VIII/2007)
Teori pemasangan IUD:
1. Mengusap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik
2. Memastikan dan menanyakan kepada ibu apakah telah mengosongkan kandung kemih
atau belum
3. Memberitahu ibu bahwa bidan akan mencuci tangan terlebih dahulu sebelum melakukan
tindakan pemasangan KB IUD untuk mencegah infeksi.
4. Memberitahu ibu bahwa daerah perutnya akan di palpasi dan diperiksa untuk mengetahui
adanya nyeri, tumor atau kelainan lain daerah supra pubik.
5. Membantu ibu melakukan posisi litotomi.
6. Memberitahu dan menjelaskan kepada ibu bahwa akan dilakukan pemeriksaan panggul.
7. Mengenakan kain penutup pada ibu untuk pemeriksaan panggul.
8. Mempersiapkan alat-alat dan bahan yang akan digunakan (spekulum, KB IUD,
tenakulum, lampu sorot, alat APD, larutan antiseptik dan klorin)
9. Menyiapkan lampu periksa yang terang untuk melihat serviks.
10. Bidan memakai sarung tangan baru (sekali pakai)
11. Melakukan inspeksi pada genetalia eksterna ibu (rambut pubis, cairan pervaginam,
tanda radang)
12. Memasukan speculum.
13. Melakukan pemeriksaan speculum.
14. Melakukan speculum dengan hati-hati dan melakukan pemeriksaan bimanual.
15. Melepaskan sarung tangan dan sebelumnya rendam dengan larutan klorin 0,5 %.
16. Kemudian mencuci tangan kembali dan keringkan dengan handuk.
17. Memasukan lengan IUD CuT 380 A didalam kemasannya.
18. Menyalakan lampu periksa dan menggunakan handscoon steril.
19. Memakai sarung tangan steril dan memasukan speculum untuk melihat serviks.
20. Menjepit servik menggunakan tenakulum (pukul 12).
21. Memasukan sonde uterus dengan teknik tanpa sentuh “No Touch”
22. Menentukan posisi dan kedalaman uterus.
23. Mengeluarkan sonde secara hati-hati kemudian mencocokan ukuran dengan inserter
IUD.
24. Memasukan tabung inserter secara hati-hati kedalam uterus sampai leher biru
menyentuh serviks atau sampai ada tahanan.
25. Memegang serta menahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan.
26. Melepaskan lengan IUD dengan menggunakan tekhnik withdrawl yaitu menarik tabung
inserter sampai pangkal pendorong dengan tetap menahan pendorong.
27. Mengeluarkan pendorong dari tabung inserter, kemudian inserter didorong kembali ke
serviks sampai leher biru menyentuh serviks atau terasa adanya tahanan.
28. Mengelurakan sebagian tabung inserter dan gunting benang IUD 3-4 cm dari serviks.
29. Mengeluarkan seluruh tabung inserter dan melepaska tenakulum dengan hati-hati.
30. Memeriksa serviks dan bila ada perdarahan dari tempat bekas jepitan, tekan dengan
kasa selama 30-40 detik.
31. Mengeluarkan speculum.
32. Membereskan alat-alat
33. Mengobservasi ibu selama 15 menit.
(Saifuddin, 2014)

Evaluasi asuhan kebidanan pada akseptor KB IUD, menurut sarwono prawirohardjo (2014: 453)
yaitu:
a. Terjadi perdarahan,umumnya setelah pemasangan IUD akan terjadi perdarahan sedikit-
sedikit,dan biasanya terjadi keluhan yang biasa terjadi yaitu menoragia,spotting,metroragia.
b. Rasa nyeri atau kejang diperut setelah pemakaian IUD,biasanya rasa nyeri ini berangsur-
angsur hilang dengan sendirinya.
c. Gangguan saat bersenggama,biasanya benang akan sedikit terasa saat berhubungan suami istri
ini disebabkan karena benang IUD yang keluar dari porcio uteri terlalu pendek atau terlalu
panjang.

Pembimbing Institusi Mahasiswa

Tuti Sukini, S.SiT., M.Kes Nismasari Ulfi M

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Setelah melaksanakan asuhan kebidanan pada akssetor calon KB IUD pada Ny. L
Umur 26 tahun P1 A0, dapat disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan pengkajian data, diperoleh data bahwa umur 26 tahun P 1 A 0 , datang ke
bidan karena ingin menggunakan KB spiral (IUD). Ny. L datang dalam keadaan sehat
dan sadar, tidak sedang dan tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang
kontraindikatif seperti penyakit jantung, DM, TBC pelvik, PMS, ISK, maupun infeksi
lainnya.
2. Dalam assessment, didapatkan bahwa Ny. L sebagai akseptor IUD dengan data dasar
telah tersebut di atas.
3. Pelaksanan pemasangan KB IUD yang dilakukan di Puskesmas Kandangan sudahlah
sama dengan apa yang ada di teori dan Puskesmas Kandangan, Temanggung, juga
memberikan altenatif kemudahan dalam pemsangan tetapi tidak melenceng dari teori
yang ada. Serta tidak terdapat kesenjangan yang mencolok.

B. SARAN
1. Untuk penyelenggara pelayanan KB, diharapkan tetap mempertahankan kualitas dari
pelayanan yang telag diberikan dan akan lebih baik bila meningkatkan prosfesionalisme
dengan mengupdate ilmu ilmu yang lebih baru.
2. Untuk akseptor KB IUD, agar dapat lebih kritis dalam menerima pelayanna dalam
pemasanagn IUD. Dapat dengan bertanya mengenai hal hal yang memang belum
dimengerti, sehingga aka nada interksi 2 arah yang dapat meningkatkan kualitas
pelayanan.

DAFTAR PUSTAKA

Baziad,Ali.2008. Kontrasepsi Hormonal. Jakarta: Sagung Seto

Hartanto,Hanafi.2010.Keluarga Berencana dan Kontrasepsi.Jakarta:Pustaka Sinar Harapan

Kusmiyati, Yuni. 2011. Penuntun Praktikum Asuhan Kehamilan. Yogyakarta:Fitramaya


Marmi.2014. Asuhan Kebidanan Pada Masa Antenatal.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Marmi.2016. Buku Ajar Pelayanan KB. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rukiah, dkk. 2013. Asuhan Kebidanan I Kehamilan. Jakarta:Trans Info Medika

Saifudin, 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:PT. Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

Sulistiyawati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta:PT. Salemba

Medika

Sulistiyawati, Ari. 2011. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta:PT. Salemba Medika

Varney, Helen.2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4 Volume 1. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC

Varney, Helen.2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4 Volume 2. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC

Widatiningsih, Sri, dkk. 2017. Praktik Terbaik Asuhan Kehamilan. Yogyakarta:Trans Medika

Anda mungkin juga menyukai