Anda di halaman 1dari 94

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN BERSALIN FISIOLOGIS


DI PMB SANIS MELIANAWATI, Amd.Keb
KABUPATEN PURBALINGGA

Untuk Memenuhi Persyaratan Target Praktik Semester II


Stase Persalinan-BBL Program Studi Profesi Bidan

Disusun Oleh :

NISMASARI ULFI MULYANTI


P1337424820041

PRODI PROFESI BIDAN SEMARANG JURUSAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2021

1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA

I. Tinjauan Teori Medis


A. Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan
lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan
(Manuaba, 1998 dalam buku Marmi, 2016).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dari
janin turun kedalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan
ketuban didorong keluar melalui jalan lahir (Sarwono, 2001 dalam buku
Marmi, 2016).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan
lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (Mochtar,
2002 dalam buku Marmi, 2016).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan
janin turun ke dalam jalan lahir( Bobak; dkk, 2004 dalam buku Marmi,
2016).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari rahim ibu. Persalinan dianggap normal jika proses nya terjadi
pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu ) tanpa disertai
dengan penyulit (APN, 2008 dalam buku Marmi, 2016).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa
komplikasi baik ibu maupun janin (Syaifudin, 2002 dalam buku Marmi,
2016).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang
dapat hidup diluar uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan normal
atau persalinan spontan adalah adalah bila bayi lahir dengan letak
belakang kepala tanpa melalui alat-alat atau petolongan istimewa serta
tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu
kurang dari 24 jam (Wiknjosastro, 2002 dalam buku Marmi, 2016).
4

Definisi persalinan normal menurut Helen Farrer (2001) adalah


persalinan yang terjadi pada kehamilan aterm (bukan prematur atau
postmatur), mempunyai onset yang spontan (tidak diinduksi), selesai
setelah 4 jam dan sebelum 24 jam sejak saat awitannya (bukanpartus
presipitatus atau partus lama) mempunyai janin (tunggal) dengan
presentasi (puncak kepala) dan oksiput pada bagian anterior pelvis,
terlaksana tanpa bantuan artificial (seperti forceps), tidak mencakup
komplikasi (seperti perdarahan hebat), dan mencakup pelahiran plasenta
yang normal. Jadi, persalinan merupakan proses membuka dan
menipisnya serviks dan janin turun kedalam jalan lahir kemudian
berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup
bulan atau dapat hidup diluar kandungan disusul dengan pengeluaran
plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir atau jalan
lahir dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Persalinan
dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan
(setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai
(inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada
serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta
secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan serviks (Marmi, 2016).
Menurut Sarwono (2016), persalinan adalah proses pengeluaran
hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke
dunia luar. Berdasarkan caranya, partus terbagi menjadi 2 yaitu
persalinan (partus) normal dan partus abnormal:
1. Partus normal atau partus spontan adalah proses kelahiran bayi yang
terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (lebih dari 37 minggu) tanpa
adanya penyulit yaitu dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-
alat serta tidak melukai bayi dan ibu. Partus spontan umumnya
berlangsung 24 jam.
2. Partus abnormal adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-
alat melalui dinding perut dengan operasi caesarea (Eniyati & Putri,
2012).
B. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda bahwa persalinan sudah dekat :
1. Terjadi Lightening
5

Menjelang minggu ke-36, tanda primigravida terjadi penurunan


fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang
disebabkan kontraksi Braxton Hiks, ketegangan dinding perut,
ketegangan Ligamentum Rotundum, dan gaya berat janin dimana
kepala ke arah bawah. Masuknya bayi ke pintu atas panggul
menyebabkan ibu merasakan :
a. Ringan dibagian atas, dan rasa sesaknya berkurang
b. Bagian bawah perut ibu terasa penuh dan mengganjal
c. Terjadinya kesulitan saat berjalan
d. Sering kencing (follaksuria)
2. Terjadinya His Permulaan
Mula tua kehamilan, pengeluaran estrogen dan progesteron makin
berkurang sehingga produksi oksitosin meningkat dengan demikian
dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering, his permulaan ini
lebih sering diitilahkan sebagai his palsu. Sifat his palsu, antara lain :
a. Rasa nyeri ringan dibagian bawah
b. Datangnya tidak teratur
c. Tidak ada perubahan pada serviks atau tidak ada tanda-tanda
kemajuan persalinan
d. Durasinya pendek
e. Tidak bertambah bila beraktivitas
Tanda-tanda Timbulnya Persalinan (Inpartu)
1. Terjadinya His Persalinan
His adalah kontraksi rahim yang dapat diraba menimbulkan rasa
nyeri diperut serta dapat menimbulkan pembukaan serviks kontraksi
rahim dimulai pada 2 face maker yang letaknya didekat cornu uteri.
His yang menimbulkan pembukaan serviks dengan kecepatan tertentu
disebut his efektif. His efektif mempunyai sifat : adanya dominan
kontraksi uterus pada fundus uteri (fundal dominance), kondisi
berlangsung secara syncrom dan harmonis, adanya intensitas
kontraksi yang maksimal diantara dua kontraksi, irama teratur dan
frekuensi yang kian sering, lama his berkisar 45-60 detik. Pengaruh
his dapat menimbulkan: terhadap desakan daerah uterus (meningkat)
terhadap janin (penurunan) terhadap korpus uteri (dinding menjadi
tebal) terhadap itsmus uterus (teregang dan menipis) terhadap kanalis
6

servikalis (effacement dan pembukaan). His persalinan memiliki ciri-


ciri sebagai berikut :
a) Pinggangnya terasa sakit dan menjalar ke depan
b) Sifat his teratur, interval semakin pendek, dan kekuatan semakin
besar
c) Terjadi perubahan pada serviks
d) Jika pasien menambah aktivitasnya, misalnya dengan berjalan
maka kekuatan hisnya akan bertambah

(Marmi, 2016).

2. Keluarnya Lendir bercampur Darah


Lendir berasal dari pembukaan yang menyebabkan lepasnya lendir
berasal dari kanalis servikalis. Sedangkan pengeluaran darah
disebabkan robeknya pembuluh darah waktu serviks membuka
(Marmi, 2016).
3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya
Sebagian ibu hamil mengeluarkan ketuban akibat pecahnya selaput
ketuban. Jika ketuban sudah pecah, maka ditargetkanpersalinan dapat
berlangsung dalam 24 jam. Namun apabila tidak tercapai, maka
persalinan harus diakhiri dengan tindakan tertentu, misalnya ekstraksi
vakum atau sectio caesaria (Marmi, 2016).
4. Dilatasi dan effacement
Dilatasi adalah terbukanya kanalis servikalis secara
berangsur-angsur akibat pengaruh his. Effacement adalahperdarahan
atau pemendekan kanalis servikalis yang semula panjang 1-2 cm
menjadi hilang sama sekali, sehingga tinggal hanya ostium yang tipis
seperti kertas (Marmi, 2016).
C. Tahapan Persalinan
Tahapan persalinan dibagi menjadi 4 fase atau kala yaitu :
1. Kala I
Kala I disebut dengan kala pembukaan yang berlangsung antara
pembukaan nol sampai pembukaan 10 cm. Pada permulaan his, kala
pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih
dapat berjalan-jalan (Manuaba, 1988 dalam Marmi, 2016). Proses
pembukaan serviks sebagai akibat his dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
a. Fase Laten
7

Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat


sampai mencapai ukuran diameter 3 cm
b. Fase Aktif, dibagi dalam 3 fase lagi, yaitu:
1) Fase akselearsi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi
menjadi 4 cm
2) Fase Dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm
3) Fase Deselerasi, pembukaan menjadi lambat sekali. Dalam
waktu 2 jam pembukaan 9cm menjadi lengkap.
Dalam fase aktif ini frekuensi lama kontraksi uterus akan
meningkat secara bertahap, biasanya terjadi tiga kali atau lebih
dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau
lebih. Biasanya dari pembukaan 4 cm, hingga mencapai
pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi kecepatan rata-
rata yaiu 1 cm perjam untuk primigravida dan 2 cm untuk
multigravida (APN, 2008). Fase- fase tersebut dijumpai pada
primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian, tetapi
fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi lebih pendek.
Mekanisme pembukaan serviks berbeda antara primi dan
multigravida. Pada primigravida ostium uteri internum akan
membuka lebih dulu, sehingga serviks akan mendatar dn
menipis, baru kemudian ostium uteri ekternum membuka.
Pada primigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka.
Ostium uteri intrenum dan eksternum serta penipisan dan
pendataran serviks terjadi pada saat yang sama. Kala I selesai
apabila pembukaan serviks telah lengkap. Pada primigravida
kala I berlangsung kira-kira 12 jam, sedangkan pada
multigravida kira-kira 7 jam (Sarwono, 2014). Dalam bebeapa
buku, proses membukanya serviks disebut dengan istilah:
melembek (softening), menipis (thinned out), oblitrasi
(oblitrated) mendatar dan tertarik keatas (effaced and taken up)
dan membuka (dilatation). Faktor yang mempengaruhi
membukanya serviks:
1. Otot-otot serviks menarik pada pinggir ostium dan
membesarkannya
8

2. Waktu kontraksi, segmen bawah rahim dan serviks


diregang oleh isi rahim terutama oleh air ketuban dan ini
menyebabkan terikan pada serviks
3. Waktu kontraksi, bagian dari selaput yang terdapat diatas
kanalis servikalis adalah yang disebut ketuban, menonjol
ke dalam kanalis servikalis dan membukanya (Marmi,
2016).
Tabel 2.1
Perbedaan fase yang dilalui antara primigravida dan
multigravida

Primigravida Multigravida
Serviks mendatar Serviks mendatar dan
(effacement) dulu baru membuka bisa bersamaan
dilatasi
Berlangsung 13-14 jam Berlangsung 6-7 jam

2. Kala II
Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, Kala ini dimulai dari
pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini berlangsung
2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida (Rukiyah, 2009)
gejala utama dari kala II adalah :
a. His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit dengan durasi
50 sampai 100 100 detik
b. Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan
pengeluaran cairan secara mendadak
c. Ketuban pecah pada pembukaan mendeteksi lengkap diikuuti
keinginan mengejan, karena tertekannya fleksus frankenhauser
d. Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi
sehingga terjadi: kepala membuka pintu, subocciput bertindak
sebagai hipomoglion berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi,
hidung, dan muka serta kepala seluruhnya
e. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu
penyesuaian kepala pada punggung
9

f. Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi


ditolong dengan jalan :
1) Kepala dipegang pada osocciput dan dibawah dagu, ditarik
cunam ke bawah untuk melahirkan bahu belakang
2) Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa
badan bayi
3) Bayi lahir diikuti oleh air ketuban
4) Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan
pada multipara rata-rata 0,5 jam (Manuaba, 1998 dalam buku
Marmi, 2016).
3. Kala III
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 smapai 10 menit.
Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasenta pada lapisan
Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim (Manuaba, 2010). Dimulai
segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung
tidak lebih dari 30 menit. Jika lebih dari 30 menit, maka harus diberi
penanganan yang lebih atau dirujuk (Sumarah, 2009). Lepasnya
plasenta sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda
a. Uterus menjadi budar
b. Uterus terdorong keatas karena plasenta dilepas ke segmen bawah
rahim
c. Tali pusat bertambah panjang
d. Terjadi perdarahan
Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara
crede pada fundus uteri. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai
15 menit setelah bayi lahir (Manuaba, 2010). Lepasnya plasenta
secara Schultze yang biasanya tidak ada perdarahan sebelum
plasenta lahir dan banyak mengeluarakan darah setelah plasenta
lahir. Sedangkan pengeluaran plasenta cara Dincan yaitu plasenta
lepas dari pinggir, biasanya darah mengalir keluar antara selaput
ketuban (Mochtar, 1994 dalam buku Marmi, 2016).
4. Kala IV
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan
postpartum paling sering terjadi 2 jam pertama. Observasi yang
dilakukan adalah:
10

a. Tingkat kesadaran penderita


b. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, dan
pernafasan
c. Kontraksi uterus
d. Terjadi perdarahan (Manuaba, 1998 dalam buku Marmi, 2016).
4. Perubahan Fisiologis Persalinan
Perubahan Fisiologis Persalinan Kala I
1) Perubahan Tekanan Darah
Tekanan darah meningkat selama kontraksi uterus dengan
kenaikan sistolik rata-rata sebesar 10-20 mmHg dan kenaikan
diastolik rata-rata 5-10 mmHg. Diantara kontraksi uterus, tekanan
darah akan turun seperti sebelum masuk persalinan dan akan naik lagi
bila terjadi kontraksi. Jika seorang ibu dalam keadaan sangat takut,
cemas atau khawatir pertimbangkan kemungkinan rasa takut, cemas
atau khawatirnyalah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah.
Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan lainnya untuk me
ngesampingkan preeklampsia. Oleh karena itu diperlukan asuhan
yang dapat menyebabkan ibu rileks. Arti penting dan kejadian ini
adalah untuk memastikan tekanan darah sesungguhnya, sehingga
diperlukan pengukuran diantara kontraksi atau diluar kontraksi
(Varney, 2008 dalam buku Marmi, 2016). Selain karena faktor
kontraksi dan faktor psikis, posisi tidur terlentang selama bersalin
akan menyebabkan uterus dan isinya (janin, cairan ketuban, plasenta,
dan lain-lain) menekan vena cava inferior hal ini menyebabkan
turunnya aliran darah dari sirkulasi ibu ke plasenta. Kondisi seperti
ini, akan menyebabkan hipoksia janin. Posisi terlentang juga akan
menghambat kemajuan persalinan. Oleh karena itu posisi tidur
selama persalinan yang baik adalah menghindari posisi tidur
terlentang (Marmi, 2016).
Menurut Yessie Aprillia, posisi berjalan pada saat kala
I merupakan cara yang hebat untuk persalinan agar berjalan
lancar dan nyaman. Cara ini juga acara yang baik untuk
menghabiskan waktu pada saat proses awal persalinan. Perubahan
posisi pada saat proses persalinan dapat membantu meningkatkan
rasa nyaman, menurunkan rasa nyeri, meningkatkan kepuasan dan
11

kebebasan untuk bergerak dan juga penting untuk posisi bayi dalam
kemajuan persalinan (Aprillia, Yesie;2011).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh
Syafindawati,dkk yang berjudul pengaruh upright position terhadap
lama kala I, di lakukan kepada 38 ibu bersalin yang dibagi menjadi 2
kelompok yaitu 19 orang dengan kelompok berbaring dan 19
orang dengan kelompok berbaring di dapatkan hasil nilai rata-rata
kelompok upright lebih kecil yaitu 161,05 sedangkan pada berbaring
yaitu 263,68. Hal ini dapat di simpulkan bahwa kelompok
upright dapat mempercepat lama persalinan kala I.
2) Perubahan Metabolisme
Selama persalinan baik metabolisme karbohidrat aerob maupun
anaerob akan naik secara perlahan. Kenaikan ini sebagian disebabkan
oleh karena kecemasan serta kegiatan otot kerangka tubuh. Kegiatan
metabolisme yang meningkat tercermin dengan kenaikan suhu badan,
denyut nadi, pernapasan, kardiak output dan kehilangan cairan. Hal
ini bermakna bahwa peningkatan curah jantung dan cairan yang
hilang mempengaruhi fungsi ginjal dan perlu mendapatkan perhatian
serta ditindaklanjuti guna mencegah terjadinya dehidrasi. Anjurkan
ibu untuk mendapat asupan (makanan ringan dan minum air) selama
persalinan dan klahiran bayi, sebagian ibu masih ingin makan selama
fase laten, tetapi setelah memasuki fase aktif, biasanya mereka hanya
menginginkan cairan saja. Anjurkan anggota keluarga menawarkan
ibu minum sesering mungkin dan makanan ringan selama persalinan
(Puskdiknakes, 2004 dalam buku Marmi,2016). Hal ini dikarenakan
makanan dan cairan yang cukup selama persalinan akan memberikan
lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi, perlu diingat bahwa
dehidrasi bisa memperlambat kontraksi atau membuat kontraksi
menjadi tidak teratur dan kurang efektif (Puskdiknakes, 2004 dalam
buku Marmi,2016).
3) Perubahan Suhu Badan
Suhu badan akan sedikit meningkat selama persalinan, suhu
mencapai tertinggi selama perslainan dan segera setelah kelahiran.
Kenaikan ini dianggap normal asal tidak melebihi 0,5-10C, karena hal
ini mencerminkan terjadinya peningkatan metabolisme. Suhu badan
12

yang naik sedikit merupakan keadaan yang wajar, namun bila


keadaan ini berlangsung lama, merupakan indikasi adanya dehidrasi.
Pemantauan parameter lainnya harus dilakukan antara lain selaput
ketuban sudah pecah atau belum, karena suhu meningkat yang
disertai ketuban pecah merupakan indikasi infeksi (Marmi, 2016).
4) Denyut Jantung
Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai peningkatan
selama fase peningkatan, penurunan selama titik pucak sampai
frekuensi diantara kontraksi, dan peningkatan selama fase penurunan
hingga mencapai frekuensi lazim diantara kontraksi. Penurunan yang
mencolok selama puncak kontraksi uterus tidak terjadi jika wanita
berada pada posisi miring bukan terlentang. Pada setiap kontraksi,
400 ml darah dikeluarkan dari uterus dan masuk dalam sistem
vaskuler ibu. Hal ini akan meningkatkan curah jantung sekitar 10%
sampai 15% pada tahap pertama persalinan dan sekitar 30% sampai
50% pada tahap kedua persalinan.
Ibu harus diberitahu bahwa ia tidak boleh melakukan manuver
valsava (menahan napas dan menegakkan otot abdomen) untuk
mendorong selama tahap kedua. Aktivitas ini meningkatkan tekanan
intratoraks, mengurangi aliran balik vena dan meningkatkan tekanan
vena. Curah jantung dan tekanan darah meningkat, sedangkan nadi
melambat untuk sementara. Selama ibu melakukan manuver valsava,
janin dapat mengalami hipoksia. Proses ini pulih kembali saat wanita
menarik napas.
Frekuensi denyut jantung nadi diantara kontraksi sdikit lebih
tinggi dibandingkan selama periode menjelang persalinan. Hal ini
bermakna bahwa sedikit peningkatan frekuensi nadi dianggap normal.
Hal ini mencerminkan kenaikan dalam metabolisme yang terjadi
selama persalinan. Denyut jantung yang sedikit naik merupakan
keadaan yang normal, meskipun normal perlu dikontrol secara
periode untuk mengidentifikasi adanya infeksi (Marmi, 2016).
5) Pernapasan
Pada respirasi atau pernapasan terjadi kenaikan sedikit dibandingkan
sebelum persalinan., hal ini disebabkan adanya rasa nyeri,
kekhawatiran serta penggunaan teknik pernapasan yang tidak benar
13

(Nurasiah;dkk, 2012). Untuk itu diperlukan tindakan untuk


mengendalikan pernapasan (menghindari hiperventilasi) yang
ditandai oleh adanya perasaan pusing. Hiperventilasi dapat
menyebabkan alkalosis respiratorik (Ph meningkat) hipoksia dan
hipokapnea (karbondioksida menurun), pada tahap kedua persalinan.
Jika ibu tidak diberi obat-obatan maka ia akan mengkonsumsi
oksigen hampir dua kali lipat (Marmi, 2016).
6) Perubahan Renal
Polyuri sering terjadi selama persalinan, yang dikarenakan oleh
kardiak output yang meningkat serta disebabkan oleh glomerulus
serta aliran plasma ke renal. Polyuri tidak begitu kelihatan dalam
posisi terlentang yang mengurangi aliran urine selama kehamilan.
Kandung kencing harus sering dikontrol setiap 2 jam yang bertujuan
tidak menghambat bagian terendah janin dan trauma pada kandung
kemih serta menghindari retensi urine setelah melahirkan
(Nurasiah;dkk, 2012). Protein dalam urine (+1) selama persalinan
merupakan hal yang wajar, umum ditemukan pada sepertiga sampai
setengah jumlah wanita bersalin. Tetapi proteinurine (+2) merupakan
hal yang tidak wajar, keadaan ini lebih sering pada ibu primipara
anemia, persalinan lama, atau pada kasus preeclamsia (Varney, 2008
dalam buku Marmi, 2016).
Dalam hal ini, anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung
kemih secara rutin selama persalinan. Ibu harus berkemih, paling
sedikit selama 2 jam atau lebih sering jika terasa ingin berkemih atau
mengetahui apakah kandung kemih penuh. Anjurkan dan antarkan
ibu untuk berkemih dikamar mandi. Jika ibu tidak dapat berjalan ke
kamar mandi berikan wadah penampung urine. Hal ini dikarenakan
kandung kemih yang penuh akan : Memperlambat turunnya bagian
terbawah janin dan mungkin menyebabkan resiko perdarahan pasca
persalinan yang disebabkan atonia uteri, mengganggu pentalaksanaan
distosia bahu dan meningkatkan resiko infeksi kandung kemih pasca
persalinan (Marmi, 2016).
7) Perubahan Gastrointestinal
Motilitas lambung dan absorpsi makan padat secara substansial
berkurang banyak sekali selama persalina. Selain, pengeluaran getah
14

lambung berkurang, menyebabkan aktivitas pencernaan hampir


berhenti, dan pengosongan lambung menjadi sangat lamban. Cairan
tidak berpengaruh dan meninggalkan perut dalam tempo yang biasa.
Mual atau muntah biasa terjadi sampai ibu mencapai kala I.
perubahan motilitas lambung ini juga disebabkan oleh peningkatan
hormon progesteron selama persalinan sehingga gerak peristaltik usus
berkurang (Eniyati & Putri, 2012).
8) Perubahan Hematologis
Hemoglobin meningkat rata-rata 1,2 gr/100 ml selama
persalinan dan kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari
pertama pasca partum jika tidak ada kehilangan darah yang abnormal.
Waktu koagulasi darah berkurang dan terdapat peningkatan
fibrinogen plasma lebih lanjut selama persalinan. Hitung sel darah
putih selama progresif meningkat selama kala I persalinan sebesar
kurang lebih 5.000 hingga peningkatan lebih lanjut setelah ini. Gula
darah menurun selama kemungkinan besar akibat peningkatan
aktifitas otot dan rangka.
Hal ini bermakna bahwa jangan terburu-buru yakin bahwa
seorang wanita tidak anemia jika tes darah menunjukkan kadar darah
berada diatas normal, yang membuat terkecoh sehingga
mengakibatkan resiko yang meningkat pada wanita anemia selama
periode intrapartum. Perubahan ini menurunkan resiko perdarahan
pasca partum pada wanita normal. Peningkatan sel darah putih tidak
selalu mengidentifikasi infeksi ketika jumlah ini dicapai. Apabila
jumlahnya jauh diatas nilai ini, cek parameter lain untuk mengetahui
adanya infeksi. Penggunaan uji laboratorium untuk menapis seorang
wanita terhadap kemungkinan diabetes selama periode intrapartum
akan menghasilkan data yang tidak akurat dan tidak dapat dipercaya
(Marmi, 2016).
9) Perubahan pada Uterus dan Jalan Lahir dalam Persalinan Kontraksi
Uterus
Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian
yang berbeda. Segmen atas yang berkontraksi secara aktif menjadi
lebih tebal ketika persalinan berlangsung. Bagian bawah relatif pasif
dibanding dengan segmen atas, dan bagian ini berkembang menjadi
15

jalan lahir yang berdinding jauh lebih tipis. Segmen bawah uterus
analog dengan ismus uterus yang melebar dan menipis pada
perempuan yang tidak hamil. Segmen bawah secara bertahap
terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan kemudian menipis
sekali pada saat persalinan. Dengan palpasi abdomen kedua segmen
dapat dibedakan ketika terjadi kontraksi, sekali pun selaput ketuban
belum pecah. Segmen atas uterus cukup kencang atau keras,
sedangkan konsistenai segmen bawah uterus jauh kurang kencang.
Segmen atas uterus merupakan bagian uterus yang berkontraksi
secara aktif, segmen bawah adalah bagian yang diregangkan,
normalnya jauh lebih pasif.
Seandainya seluruh dinding otot uterus termasuk segmen bawah
uterus dan serviks berkontraksi secara bersamaan dan dengan
intensitas yang sama, maka gaya dorong persalinan akan jelas
menurun. Disinilah letak pentingnya pembagian uterus menjadi
segmen atas yang aktif berkontraksi dan segmen bawah yang lebih
pasif yang berbeda bukan hanya secara anatomik melainkan juga
secara fisiologik. Segmen atas berkontraksi, mengalami retraksi dan
mendorong janin keluar, sebagai respon terhadap gaya dorong
kontraksi segmen atas, sedangkan segmen bawah uterus dan serviks
akan semakin lunak berdilatasi dan dengan cara demikian membentuk
suatu saluran muskular dan fibromuskular yang menipis sehingga
janin dapat menonjol keluar.
Miometrium pada segmen atas uterus tidak berelaksasi sampai
kembali ke panjang aslinya setelah kontraksi, tetapi menjadi relatif
menetap pada panjang yang lebih pendek. Namun tegangannya tetap
sama seperti sebelum kontraksi. Bagian atas uterus atau segmen aktif
berkontraksi ke bawah meski pada saat isinya berkurang, sehingga
tegangan miometrium tetap konstan. Efek akhirnya adalah
mengencangkan yang kendur, dengan mempertahankan otot uterus
tetap menempel erat pada isi uterus. Sebagai konsekuensi retraksi
setiap kontraksi yang berikutnya mulai di tempat yang ditinggalkan
oleh kontraksi sebelumnya, sehingga bagian atas rongga uterus
menjadi sedikit lebih kecil pada setiap kontraksi berikutnya. Karena
pemendekan serat otot yang terus menerus pada setiap kontraksi,
16

segmen atas uterus yang aktif menjadi semakin menebal disepanjang


kala pertama dan kedua persalinan dan menjadi tebal sekali tepat
setelah pelahiran janin.
Fenomena retraksi segmen atas uterus bergantung pada
berkurangnya volume isi uterus terutama pada awal persalinan ketika
seluruh uterus benar-benar merupakan sebuah kantong tertutup
dengan hanya sebuah lubang kecil pada ostium serviks. Ini
memungkinkan semakin banyak isi intrauterin mengisi segmen
bawah dan segmen atas hanya beretraksi sejauh mengembangnya
segmen bawah dan dilatasi serviks
Relaksasi segmen bawah uterus bukan merupakan relaksasi
sempurna tetapi lebih merupakan lawan retraksi. Serabut-serabut
segmen bawah menjadi teregang pada setiap kontraksi segmen atas
dan sesudahnya tidak kembali ke panjang sebelumnya tetapi relatif
tetap mempertahankan panjangnya yang lebih panjang, namun
tegangan pada dasarnya tetap sama seperti sebelumnya. Otot-otot
masih menunjukkan tonus, masih menahan regangan, dan masih
berkontraksi sedikit pada saat ada rangsangan. Ketika persalinan
maju, pemanjangan berturut-turut serabut otot di segmen bawah
uterus diikuti dengan pemendekan, normalnya hanya beberapa
milimeter pada bagian yang paling tipis. Sebagai akibat menipisnya
segmen bawah uterus bersamaan dengan menebalnya segmen atas,
batas antara keduanya ditandai oleh suatu lingkaran pada permukaan
dalam uterus, yang disebut sebagai cincin retraksi fisiologik. Jika
pemendekan segmen bawah uterus terlalu tipis, seperti pada partus
macet, cincin ini sangat menonjol, sehingga membentuk cincin
retraksi patologik. Ini merupakan kondisi abnormal yang juga disebut
sebagai Cincin Bandl. Adanya suatu gradien aktivitas fisiologik yang
semakin mengecil dari fundus sampai serviks dapat diketahui dari
pengukuran bagian atas dan bawah uterus pada persalinan normal.
Kontraksi uterus dimulai pada fundus uteri menjalar ke bawah.
Fundus uteri bekerja kuat dan lama untuk mendorong janin ke bawah,
sedangkan uterus bagian bawah pasif hanya mengikuti tarikan dan
segmen atas rahim, akhirnya menyebabkan servik menjadi lembek
17

dan membuka. Kerja sama antara uterus bagian atas dan uterus bagian
bawah disebut polaritas (Marmi, 2016).
10) Perubahan pada Vagina dan Dasar Panggul
Jalan lahir disokong dan secara fungsional ditutup oleh sejumlah
lapisan jaringan yang bersama-sama membentuk dasar panggul.
Struktur yang paling penting adalah levator ani dan fasia yang
membungkus permukaan atas dan bawahnya, yang demi praktisnya
dapat dianggap sebagai sebuah diafragma sehingga memperlihatkan
permukaan atas yang cekung dan bagian bawah cembung. Disisi lain
m.levator ani terdiri atas bagian pubokoksogeus dan iliokoksigeus.
Bagian posterior dan lateral dasar panggul, yang tidak diisi oleh
m.levator ani diisi oleh m.piriformis dan m.koksigeus pada sisi lain.
Ketebalan m.levator ani bervariasi 3 sampai 5 mm meskipun
tepi-tepinya yang melingkari rektum dan vagina agak tebal. Selama
kehamilan, m.levator ini biasanya mengalami hipertrofi. Pada
pemeriksaan pervaginam tepi dalam otot ini dapat diraba sebagai tali
tebal yang membentang ke belakang dari pubis dan melingkari vagina
sekitar 2 cm di atas himen. Sewaktu kontraksi m.levator ani menarik
rektum dan vagina ke atas sesuai arah simfisis pubis sehingga bekerja
menutup vagina. Otot-otot perenium yang lebih supervisial terlalu
halus untuk berfungsi lebih dari sekedar sebagai penyokong.
Pada kala I persalinan selaput ketuban dan bagian terbawah
janin memainkan peran penting untuk membuka bagian atas vagina.
Namun setelah ketuban pecah, perubahan-perubahan dasar panggul
seluruhnya dihasilkan oleh tekanan yang diberikan oleh bagian
terbawah janin. Perubahan yang paling nyata terdiri atas peregangan
serabut-serabut m.levatores ani dan penapisan bagian tengah
perineum yang berubah bentuk dari masa jaringan berbentuk baji
setebal 5 cm menjadi (kalau tidak dilakukan episiotomi) struktur
membran tipis yang hampir transparan dengan tebal kurang dari 1
cm. Ketika perineum teregang maksimal, anus menjadi jelas
membuka dan terlihat sebagai lubang berdiameter 2 sampai 3 cm dan
di sini dinding anterior rektum menonjol. Jumlah dan besar pembuluh
darah yang luar biasa yang memelihara vagina dan dasar panggul
18

menyebabkan kehilangan darah yang amat besar kalau jaingan ini


robek (Marmi, 2016).
11) Perubahan Ligamentum Rotundum
Ligamentum rotundum mengandung otot-otot polos dan kalau uterus
berkontraksi, otot-otot ligamentum rotundum ikut berkontraksi
hingga ligamnetum rotundum menjadi pendek. Faal ligamentum
rotundum dalam persalinan :
a) Fundus uteri pada saat kehamilan bersandar pada tulang
belakang, ketika persalinan berlangsung berpindah kedepan
mendesak dinding perut bagian depan pada setiap kontraksi.
Perubahan ini menjadikan sumbu rahim searah dengan sumbu
jalan lahir.
b) Fundus uteri terlambat karena adanya kontraksi ligamentum
rotundum pada saat kontraksi uterus, hal ini menyebabkan fundus
tidak dapat naik keatas. Bila pada waktu kontraksi fundus naik ke
atas maka kontraksi itu tidak dapat mendorong anak ke bawah
(Marmi, 2016).
Perubahan Fisiologi Persalinan Kala II
1) Kontraksi Uterus
Dimana kontraksi uterus ini bersifat nyeri yang disebabkan oleh
anoxia dari sel-sel otot tekanan pada ganglia dalam serviks dan
Segmen Bawah Rahim (SBR), regangan dari serviks, regangan dan
tarikan pada peritoneum, itu semua terjadi pada saat kontraksi.
Adapun kontraksi yang bersifat berkala dan yang harus diperhatikan
adalah lamanya kontraksi berlangsung 60-90 detik, kekuatan
kontraksi, kekuatan kontraksi secara klinis ditentukan dengan
mencoba apakah jari kita dapat menekan dinding rahim kedalam,
interval antara kedua kontraksi pada kala pengeluaran sekali dalam 2
menit (Marmi, 2016).
2) Perubahan-perubahan uterus
Keadaan Segmen Atas Rahim (SAR) dan Segmen Bawah
Rahim(SBR). Dalam persalinan perbedaan SAR dan SBR akan
tampak lebih jelas. Dimana SAR dibentuk oleh korpus uteri dan
bersifat memegang peranan aktif (berkontraksi) dan dindingnya
bertambah tebal dengan majunya persalinan, dengan kata lain SAR
19

mengadakan suatu kontraksi menjadi tebal dan mendorong anak


keluar. sedangkan SBR dibentuk oleh isthimus uteri yang sifatnya
memegang peranan pasif dan makin tipis dengan majunya persalinan
(disebabkan karena regangan), dengan kata lain SBR dan serviks
mengadakan relaksasi dan dilatasi (Marmi, 2016).
3) Perubahan pada Serviks
Perubahan pada serviks pada kala II ditandai dengan pembukaan
lengkap, pada pemeriksaan dalam tidak teraba lagi bibir portio,
Segmen Bawah Rahim (SBR) dan serviks (Marmi, 2016).
4) Perubahan pada Vagina dan Dasar Panggul
Setelah pembukaan lengkap dan ketuban telah pecah terjadi
perubahan –perubahan terutama pada dasar panggul yang
diregangkan oleh bagian depan janin sehingga menjadi saluran yang
dinding-dindingnya tipis karena suatu regangan dan kepala sampai
vulva, lubang vulva menghadap ke depan atas dan anus menjadi
terbuka, perineum menonjol dan tidak lama kemudian kepala janin
tampak pada vulva (Marmi, 2016).
5) Perubahan sistem Reproduksi
Kontraksi uterus pada persalinan bersifat unik mengingat kontraksi
ini merupakan kontraksi otot fisiologis yang menimbulkan nyeri pada
tubuh. Selama kehamilan terjadi keseimbangan antara kadar
progesteron dan estrogen didalam darah, tetapi pada akhir kehamilan
kadar estrogen progesteron menurun kira-kira 1-2 minggu sebelum
partus dimulai sehingga menimbulkan kontraksi uterus. Kontraksi
uterus mula-mula jarang dan tidak teratur dengan intensitasnya ringan
kemudian menjadi lebih sering, lebih lama dan intensitasnya semakin
kuat seiiring kemajuan persalinan (Marmi, 2016).
6) Perubahan Tekanan Darah
Tekanan darah akan meningkat selama kontraksi disertai peningkatan
sistolik rata-rata 10-20 mmHg. Pada waktu-waktu diantara kontraksi
tekanan darah kembali ke tingkat sebelum persalinan. Dengan
mengubah posisi tubuh dari telentang ke posisi miring, perubahan
tekanan darah selama kontraksi dapat dihindari. Nyeri, rasa takut, dan
kekhawatiran dapat semakin meningkatkan tekanan darah (Marmi,
2016).
20

7) Perubahan Metabolisme
Selama persalinan metabolisme karbohidrat meningkat dengan
kecepatan tetap. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh aktivitas
otot. Peningkatan aktivitas metabolik terlihat dari peningkatan suhu
tubuh, denyut nadi, pernapasan, denut jantung dan cairan yang hilang
(Marmi, 2016).
8) Perubahan suhu
Perubahan suhu sedikit meningkat selama persalinan dan tertinggi
selama dan segera setelah melahirkan. Perubahan suhu dianggap
normal bila peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0,5-1 0C yang
mencerminkan peningkatan metabolisme selama persalinan (Marmi,
2016),
9) Perubahan Denyut Nadi
Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai peningkatan
selama fase peningkatan, penurunan selama titik puncak sampai
frekuensi yang lebih rendah dari pada frekuensi diantara kontraksi
dan peningkatan selama fase penurunan hingga mencapai frekuensi
lazim diantara kontraksi. Penurunan yang mencolok selama kontraksi
uterus tidak terjadi jika wanita berada pada posisi miring bukan
telentang. Frekuensi denyut nadi diantara kontraksi sedikit lebih
meningkat dibanding selama periode menjelang perslainan. Hal ini
mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi selama
persalinan (Marmi, 2016).
10) Perubahan pernapasan
Peningkatan frekuensi pernapaan normal selama persalinan dan
mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi. Hiperventilasi
yang menunjang adalah temuan abnormal dan dapat menyebabkan
alkalosis (rasa kesemutan pada ektremitas dan perasaan pusing)
(Marmi, 2016).
11) Perubahan pada Ginjal
Poliuria sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat
diakibatkan peningkatan lebih lanjut curah jantung selama persalinan
dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi glomerulus dan aliran
plasma ginal. Poliuria mejadi kurang jelas pada posisi terlentang
21

karena posisi ini membuat aliran urine berkurang selama persalinan


(Marmi, 2016).
12) Perubahan pada Saluran Cerna
Absorpsi lambung terhadap makanan padat lebih berkurang. Abaikan
kondisi ini diperburuk oleh penurunan lebih lanjut sekresi asam
lambung selama perslainan, maka saluran cerna bekerja dengan
lambat sehingga waktu pengosongan lambung menjadi lebih lama.
Cairan tidak dipengaruhi dan wkatu dibutuhkan untuk pencernaan di
lambung tetap seperi biasa. Lambung yang penuh dapat menimbulkan
ketidaknyamanan dan penderitaan umum selama masa transisi. Oleh
karena itu wanita harus dianjurkan untuk tidak makan dalam porsi
besar atau minum berlebihan. Tetapi makan dan minum ketika
keinginan timbul guna mempertahankan energi dan hidrasi. Mual dan
muntah umum terjadi selama fase transisi yang menandai akhir fase
pertama persalinan (Marmi, 2016).
13) Perubahan Hematologi
Hemoglobin meningkat rata-rata 1,2 gr/100 ml selama persalinan dan
kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari pertama pasca partum
jika tidak ada lagi kehilangan darah yang abnormal. Waktu koagulasi
darah berkurang dan terdapat peningkatan fibrinogen plasma lebih
lanjut selama persalinan (Varney,2008 dalam buku Marmi, 2016).
14) Perubahan Psikologis pada Ibu Bersalin
Perubahan psikologis keseluruhan seorang wanita yang sedang
mengalami persalinan sangat bervariasi, tergantung pada persiapan
dan bimbingan antisipasi yang ia terima selama persiapan
mengahadapi persalinan, dukungan yang diterima wanita dari
pasangannya, orang terdekat lain, keluarga dan pemberi perawatan,
lingkungan tempat wanita tersebut berada dan apakah bayi yang
dikandungnya merupakan bayi yang diinginkan atau tidak.
Dukungan yang diterima atau tidak diterima oleh seorang wanita
di lingkungan tempatnya melahirkan, termasuk dari mereka yang
mendampinginya, sangat mempengaruhi aspek psikologis pada saat
kondisinya sangat rentan setiap kali kontraksi timbul juga pada saat
nyerinya timbul secara berkelanjutan (Marmi, 2016).
Perubahan Fisiologis Kala III
22

Penyebabnya plasenta terpisah dari dinding uterus adalah kontraksi


uterus(spontan atau dengan stimulus) setelah kala II selesai. Tempat
perlekatan plasenta menentukan kecepatan pemisahan dan metode
ekspulsi plasenta. Selama kala III, kavum uteri secara progresif semakin
mengecil sehingga memungkinkan proses retraksi semakin meningkat.
Dengan demikian sisi plasenta akan jauh lebih kecil. Plasenta menjadi
tertekan dan darah yang ada pada vili-vili plasenta akan mengalir
kedalam lapisan spongiosum dari desidua. Terjadinya retraksi dari otot-
otot uterus yang menyilang menekan pembuluh-pembuluh darah
sehingga darah tidak masuk kembali kedalam system maternal.
Pembuluh darah selanjutnya menjadi tegang dan padat.
Pada kala III otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti
penyusunan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan
ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta. Karena tempat perlekatan plasenta menjadi semakin kecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, plasenta terlipat, menebal,
kemudian terlepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun
kebagian bawah uterus atau ke dalam vagina (Depkes, 2008 dalam buku
Nurasiah, dkk 2012).
Perubahan Fisiologis Kala IV
1) Uterus
Setelah kelahiran plasenta, uterus dapat ditemukan ditengah-
tengah abdomen kurang lebih dua pertiga sampai tiga perempat antara
simpisis pubis dan umbilikus. Jika uterus ditemukan ditengah, di atas
simpisis maka hal ini menandakan adanya darah di kavum uteri dan
butuh untuk ditekan dan dikeluarkan. Uterus yang berada di atas
umbilikus dan bergeser paling umum ke kanan menandakan adanya
kandung kemih penuh. Kandung kemih penuh menyebabkan uterus
sedikit bergeser ke kanan, mengganggu kontraksi uterus dan
memungkinkan peningkatan perdarahan. Jika pada saat ini ibu tidak
dapat berkemih secara spontan, maka sebaiknya dilakukan
kateterisasi untuk mencegah terjadinya perdarahan.
Uterus yang berkontraksi normal harus terasa keras ketika
disentuh atau diraba. Jika segmen atas uterus terasa keras saat
disentuh, tetapi terjadi perdarahan maka pengkajian segmen bawah
23

uterus perlu dilakukan. Uterus yang teraba lunak, longgar tidak


berkontraksi dengan baik, hipotonik, atonia uteri adalah penyebab
utama perdarahan postpartum segera. Hemostasis uterus yang efektif
dipengaruhi oleh kontraksi jalinan serat-serat otot miometrium. Serat-
serat ini bertindak mengikat pembuluh darah yang terbuka pada sisi
plasenta. Pada umumnya trombus terbentuk pembuluh darah distal
pada desidua, bukan dalam pembuluh miometrium. Mekanisme ini
yaitu ligasi terjadi dalam miometrium dan trombosis dalam desidua
penting karena dapat mencegah pengeluaran trombus ke sirkulasi
sistemik (Marmi, 2016).
2) Serviks, Vagina, dan Perineum
Segera setelah kelahiran serviks bersifat patolous, terkulai dan tebal.
Tapi anterior selama persalinan, atau setiap bagian serviks yang
terperangkap akibat penurunan kepala janin selama periode yang
memanjang, tercermin pada peningkatan edema dan memar pada area
tersebut. Perineum yang menjadi kendur dan tonus vagina juga tampil
jaringan tersebut, dipengaruhi oleh peregangan yang terjadi selama
kala II persalinan. Segera setelah bayi lahir tangan bisa masuk, tetapi
setelah dua jam introitus vagina hanya bisa dimasuki dua atau tiga
jari. Edema atau memar pada introitus atau pada aera perineum
sebaiknya dicatat (Marmi, 2016).
3) Tanda Vital
Tekanan darah, nadi, dan pernafasan harus kembali stabil pada level
pra-persalinan selama jam pertama pascapartum. Pemantauan tekanan
darah dan nadi yang rutin selama interval ini adalah satu sarana
mendeteksi syok akibat kehilangan darah berlebihan. Sedangkan suhu
tubuh ibu berlanjut meningkat, tetapi biasanya dibawah 380C. Namun
jika intake cairan baik, suhu tubuh dapat kembali normal dalam 2 jam
pascapartus (Marmi, 2016).
4) Gemetar
Umum bagi seorang wanita mengalami tremor atau gemetar selama
kala empet persalinan, gemetar seperti itu dianggap normal selama
tidak disertai dengan demam lebih dari 380C, atau tanda-tanda infeksi
lainnya. Respon ini dapat diakibatkan karena hilangnya ketegangan
dan sejumlah energi melahirkan, respon fisiologi terhadap penurunan
24

volume intra-abdomen dan pergeseran hematologik juga memainkan


peranan (Marmi, 2016).
5) Sistem Gastrointestinal
Mual dan muntah, jika ada selama masa persalinan harus ditandai.
Haus umumnya banyak dialami, dan ibu melaporkan rasa lapar
setelah melahirkan (Marmi, 2016).
6) Sistem Renal
Kandung kemih yang hipotonik, disertai dengan retensi urine
bermakna dan pembesaran umum terjadi. Tekanan dan kompresi pada
kandung kemih selama persalinan dan pelahiran adalah penyebabnya.
Mempertahankan kandung kemih wanita agar tetap kosong selama
persalinan dapat menurunkan trauma. Setelah melahirkan kandung
kemih harus tetap kosong guna mencegah uterus berubah posisi dan
atonia. Uterus yang berkontraksi dengan buruk dan meningkatkan
resiko perdarahan dan keparahan nyeri (Marmi, 2016).

5. Perubahan Psikologi Persalinan


1. Perubahan Psikologi Persalinan Kala I
Perubahan psikologis dan perilaku ibu, terutama yang terjadi
selama fase laten, aktif dan transisi pada kala I persalinan, berbagai
perubahan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi kemajuan
persalinan pada wanita dan bagaimana ia mengatasi tuntutan terhadap
dirinya yang muncul dari persalinan dan lingkungan. Selain
perubahan yang spesifik, kondisi psikologi dan keselurahan seorang
wanita yang sedang menjalani persalinan sangat bervariasi,
tergantung pada persiapan dan bimbingan antisipai yang ia terima
selama persiapan menghadapi persalinan. Dukungan yang diterima
dari pasangannya, orang terdekat lain, keluarga dan pemberi
perawatan lingkungan tempat wanita tersebut berada. Dan apakah
bayi yang dikandungnya merupakan bayi yang diinginksn. Banyak
bayi tidak direncanaka, tetapi sebagian besar bayi pada akhirnya
diinginkan menjelang akhir kehamilan.
Aspek psikologi ibu akan mempengaruhi perjalanan persalinan.
Persiapan dan bimbingan antisipasi sangat beragam, beberapa
pendidikan tentang kelahiran menyusun rencana kelahiran dirumah
25

bersalin atau dirumah. Masing-masing tipe pendidikan tentang


kelahiran sangat mempengaruhi kejiwaan wanita: gambaran diri,
ekspektasi, dan percaya diri yang dimiliki wanita. Perubahan
psikologi dan perilaku ibu, terutama yang terjadi pada fase laten dan
transisi pada kala satu persalinan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Fase Laten
Pada fase ini wanita mengalami emosi yang bercampur aduk,
wanita merasa gembira, bahagia dan bebas karena kehamilan dan
penantian yang panjang akan segera berakhir, tetapi ia
mempersiapkan diri sekaligus memiliki kekhawatiran tentang apa
yang akan terjadi. Secara umum, dia tidak terlalu merasa tidak
nyaman dan mampu menghadapi situasi tersebut dengan baik.
Namun untuk wanita yang tidak pernah mempersiapkan diri
terhadap apa yang akan terjadi, fase laten persalinan akan menjadi
waktu ketika ia banyak berteriak dalam ketakutan bahkan pada
kontraksi yang paling ringan sekalipun dan tampak tidak mampu
mengatasinya sampai sering frekuensi dan intensitas kontraksi
meningkat, semakin jelas baginya bahwa ia akan segera bersalin.
Bagi wanita yang telah banyak menderita menjelang akhir
kehamilan dan pada persalinan palsu, respons emosionalnya
terhadap fase laten persalinan kadang-kadang dramatis, perasaan
lega, relaksasi dan peningkatan kemampuan koping tanpa
memperhatikan lokasi persalinan. Walaupun rasa letih, wanita itu
tahu bahwa pada akhirnya ia benar-benar bersalin dan apa yang ia
alami saat ini produktif (Marmi, 2016).
2) Fase Aktif
Pada fase ini kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap dan
ketakutan wnaita pun meningkat. Pada saat kontraksi semakin
kuat, lebih lama, dan terjadi lebih sering, semakin jelas baginya
bahwa semua itu berada di luar kendalinya. Dengan kenyataan ini
ia menjadi lebih serius. Wanita ingin seseorang mendampinginya
karena ia takut ditinggal sendiri dan tidak mampu mengatasi
kontraksi yang diatasi. Ia mengalami sejumlah kemampuan dan
ketakutan yang tidak dapat dijelaskan. Ia dapat mengatakan
kepada anda bahwa ia merasa takut, tetapi tidak menjelaskan
26

dengan pasti apa yang ditakutinya (Marmi, 2016). Hal ini sesuai
dengan penelitian Wulan, dkk (2020) yang menyatakan bahwa
berdasarkan uji chi-square diperoleh nilai (p = 0,024 ≤ 0,05) yang
artinya ada hubungan pendamping persalinan dengan kecemasan
ibu bersalin di Klinik Kasih Ibu Kecamatan Galang Kabupaten
Deli Serdang. Kehadiran pendamping persalinan dapat
memberikan dorongan bagi ibu untuk mengurangi kecemasan
khususnya pendampingan dari seorang suami. Dalam penelitian
ini ditemukan bahwa kehadiran pendamping persalinan dapat
memberi ketenangan dan menjauhkan istri dari rasa cemas yang
akhirnya dapat mempersulit proses persalinan, kehadiran suami
berpengaruh positif secara psikologis, dan berdampak positif juga
pada kesiapan ibu secara fisik pada saat bersalin.
Sari, dkk (2019) dalam penelitiannya menambahkan bahwa ada
hubungan pendampingan suami dalam persalinan dengan
kemajuan persalinan kala I Fase Aktif. Ibu yang tidak didampingi
suami beresiko 3.569 kali mengalami persalinan yang lambat
dibandingkan ibu bersalin yang didampingi suami.
Yulianah&Yuliani (2020) melakukan penelitian yang sejalan
dengan penelitian sebelumnya tentang Pendampingan Suami
terhadap lama kala II bahwa terdapat hubungan bermakna antara
dukungan suami dengan lamanya persalinan kala II dengan p-
value 0,003 (α <0,05).Hubungan dukungan suami dengan lama
persalinan kala II dapat diasumsikan dengan kelahiran merupakan
proses fisiologis yang dipengaruhi komponen psikologis. Dengan
menghindarkan atau mengurangi stres psikologis ibu dan
meningkatkan rasa sejahtera bagi ibu, dapat mendorong proses
fisiologis persalinan sehingga terjadi kemajuan persalinan.
Perasaan positif dan partisipasi aktif ibu bersalin membuat kondisi
kejiwaan ibu lebih tenang yang sangat mendukung kelancaran
persalinan dan tidak menyebabkan stres pada bayi. Hal ini dapat
difasilitasi dengan adanya dukungan dari suami saat proses
persalinan. Semakin besar dukungan yang diberikan oleh suami
kepada ibu pada persalinan kala II, maka dapat menyebabkan
perasaan ibu menjadi lebih positif, ibu menjadi lebih tenang, dan
27

semakin bersemangat dalam menjalani proses persalinan. Hal ini


dapat memfasilitasi terjadinya kemajuan proses persalinan.
Sebaliknya, semakin kurang intensifnya dukungan suami,
mengakibatkan ibu menjadi pesimis menghadapi persalinan,
perasaan ibu menjadi tegang, ibu semakin merasakan rasa sakit
dan nyeri persalinan, hal ini dapat mengganggu kemajuan proses
persalinan.
Beberapa teknik relaksasi yang dapat dan sering digunakan pada
ibu yang mengalami nyeri bersalin yaitu teknik relaksasi napas
dalam. Safitri, dkk (2020) dalam penelitiannya mengenai teknik
relaksasi napas dalam mengurangi nyeri persalinan mendapatkan
hasil bahwa ada pengaruh terapi relaksasi (napas dalam) dalam
mengurangi nyeri persalinan (p-value <0.001). Nyeri berkala
akibat kontraksi uterus juga dapat menstimulasi system
pernapasan dan menyebabkan periode hiperventilasi. Dengan
tidak adanya pemberian oksigen yang adekuat, periode
hipoventilasi kompensasi antara kontraksi dapat menyebabkan
hipoksemia ibu dan janin. Nyeri persalinan yang tidak tertangani
akan menyebabkan dekompensasi pada ibu dan janin. Nyeri
persalinan yang berat dan tidak teratasi dapat memiliki
konsekuensi secara psikologis, termasuk terjadinya depresi dan
fikiran negative mengenai peningkatan permintaan. Kondisi
psikologis dan fikiran yang baik akan memberi respon yang baik
bagi tubuh sehingga tubuh bekerja secara maksimal untuk
memproduksi hormone oksitosin dan endorphin.
Selama kala 1 persalinanan untuk mengurangi rasa nyeri
bisa di lakukan pijatan Counter-Pressure. Counter-Pressure
merupakan tekanan yang menetap yang diberikan oleh seseorang
dengan menekankan kepalan atau bagian bawah telapak tangan ke
daerah sakral. Teknik ini terutama membantu ketika nyeri
punggung disebabkan oleh tekanan oksipital terhadap
saraf tulang belakang ketika kepala bayi berada di posisi
posterior (Lowdemilk, Perry, & Cashion, 2013).
Bingan (2020) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada
pengaruh reaksi nyeri bersalin kala I fase aktif pada saat awal
28

dilakukan Massase Effleurage dan setelah dilakukan Massase


Effleurage. Rerata rasa sakit saat awal dilakukan Massase
Effleurage yaitu 5,58 dengan simpangan baku 0,809. Sedangkan
rasa sakit sesudah Massase Effleurage terlihat nilai rerata
sebanyak 3,46 dengan standar deviasi 0,647. Hasil akhirnya
diperoleh bahwa nilai P (value) = 0,000. Berdasarkan Hasil uji
statistik pada alpha 0,05 didapatkan p value 0,000 (p<0,05) yang
berarti ada pengaruh signifikan antara nyeri sebelum massase
dengan setelah massase, dengan kata lain jika dilakukan Massase
Effleurage dapat menurunkan nyeri. Sehingga dari hasil analisis
ini dapat ditarik kesimpulannya ada pengaruh teknik Massase
Effleurage terhadap nyeri kala I fase laten. Pada penelitian
menuturkan bahwa ibu yang dipijit selama 20 menit setiap jam
sewaktu tahapan bersalin bakal lebih bebas dari rasa sakit, sebab
pijat memicu tubuh membebaskan senyawa endorphin yang
merupakan pereda sakit alami dan membuat perasaan tenang.
3) Fase Transisi
Pada fase ini biasanya ibu merasakan perasaan gelisah yang
mencolok, rasa nyaman menyeluruh, bingung, frustasi, emosi
meledak-ledak akibat keparahan kontraksi, kesadaran terhadap
martabat diri menurun drastis, mudah marah, menolak hal-hal
yang ditawaran kepadanya, rasa takut cukup besar. Berbeda dari
proses fisiologi yang umum terjadi pada kala I persalinan, tetapi
seperti perubahan fisik, seperti kontraksi dan perubahan serviks,
perubahan psikologis dan perilaku ini cukup spesifik seiring
kemajuan persalinan. Berbagai perubahan ini dapat digunakan
sebagai evaluasi kemajuan persalinan pada wanita dan bagaimana
mengatasi tuntutan terhadap dirinya yang muncul dari persalinan
dan lingkungan tempat ia bersalin.
Selain perubahan yang spesifik, kondisi psikologi
keseluruhan seorang wanita yang sedang menjalani persalinan
sangat bervariasi, tergantung persiapan dan bimbingan antisipasi
yang ia terima selama persiapan mengahadapi persalinan,
dukungan yang diterima wanita dari pasangannya, orang dekat
lain, keluarga dan pemberi perawatan lingkungan tempat wanita
29

tersebut berada dan apakah bayi yang dikandung merupakan bayi


yang diinginkan. Dan apakah bayi yang dikandungnya merupakan
bayi yang diinginksn. Banyak bayi tidak direncanaka, tetapi
sebagian besar bayi pada akhirnya diinginkan menjelang akhir
kehamilan. Apabila kehamilan bayi tidak diinginkan
bagaimanapun aspek psikologis ibu akan mempengaruhi
perjalanan persalinan. Beberapa keadaan dapat terjadi pada ibu
dalam persalinan,terutama pada ibu yang pertama kali bersalin:
a) Perasaan tidak enak dan kecemasan
Biasanya perasaan cemas pada ibu saat akan bersalin berkaitan
dengan keadaan yang mungkin terjadi saat persalinan, disertai
rasa gugup
b) Takut dan ragu-ragu akan persalinan yang dihadapi
Ibu merasa ragu apakah dapat melalui proses persalinan secara
normal dan lancar
c) Menganggap perslainan sebagai cobaan
Apakah penolong persalinan dapat sabar dan bijaksana dalam
menolongnya. Kadang kala ibu berfikir apakah tenaga
kesehatan akan bersabar apabila persalinan yang dijalani
berjalan lama dan apakah tindakan yang akan dilakukan tenaga
kesehatan jika tiba-tiba terjadi sesuatu yang tidak diinginkan,
misalnya tali pusat melilit bayi
d) Apakah bayi normal apa tidak
Biasanya ibu akan merasa cemas dan ingin segera mengetahui
keadaan bayinya apakah terlahir dengan sempurna atau tidak,
setelah mengetahui bahwa bayinya sempurna ibu biasanya
akan merasa lebih lega
e) Apakah ia sanggup merawat bayinya
Sebagai ibu atau ibu muda biasanya ada fikiran yang melintas
apakah ia mampu merawat dan bisa menjadi seorang ibu yang
baik untuk anaknya (Marmi, 2016).
2. Perubahan Psikologi Persalinan Kala II
Perubahan psikologi secara keseluruhan seorang wanita yang
sedang mengalami persalinan sangat bervariasi, tergantung pada
persiapan dan bimbingan antisipasi yang ia terima selama persiapan
30

menghadapi persalinan, dukungan yang diterima wanita dari


pasangannya, orang terdekat lain, keluarga dan pemberi perawatan,
lingkungan tempat wanita tersebut berada dan apakah bayi yang
dikandungnya merupakan bayi yang diinginkan atau tidak.
Dukungan yang diterima atau tidak diterima oleh seorang wanita
di lingkungan tempatnya melahirkan, termasuk dari mereka yang
mendampinginya, sangat mempengaruhi aspek psikologis pada saat
kondisinya sangat rentan setiap kali kontraksi timbul juga pada saat
nyerinya timbul secara berekelanjutan (Varney, 1997 dalam buku
Marmi, 2016).
Kontraksi uterus dipengaruhi oleh pengeluaran oksitosin.
Menurut Widyastuti (2001) yang dikutip Sari (2016) stimulasi puting
susu secara alamiah dapat membantu proses pengeluaran
oksitosin. Nipple stimulation atau rangsangan puting susu adalah
suatu tindakan atau perlakuan yang diberikan pada puting susu,
sehingga dapat menimbulkan respon tertentu. Rangsangan yang
diberikan dapat berupa rangsangan pada puting susu berupa
rangsangan halus pada daerah puting susu dengan bagian palmar jari-
jari tangan yang dilakukan secara bergantian, serta dengan isapan
bayi.
Manalu, dkk (2019) dalam penelitiannya mendapatkan hasil
bahwa Rata – rata waktu untuk kelahiran plasenta pada kala III
dengan adanya rangsangan puting susu yaitu 5,23 Menit, sedangkan
rata – rata waktu kelahiran plasenta kala III yang tidak diberi
rangsangan puting susu 7,02 menit. Hasil uji statistik menggunakan
uji independent t–test didapatkan nilai p value = 0,002 < 0,005 yang
artinya ada Pengaruh yang signifikan antara rangsangan puting susu
terhadap waktu kelahiran plasenta pada ibu bersalin kala III.
Rangsangan putting susu dapat mepercepat proses pengeluaran
plasenta pada ibu bersalin kala III, hal ini dipertegas dengan teori
Guyton dan Hall, dalam Lestari (2015), Nipple stimulation atau
stimulasi/rangsangan puting susu merupakan teknik yang dilakukan
untuk memicu terjadinya kontraksi awal yaitu dengan melakukan
gerakan secara melingkar, melakukan tindakan gosokan atau pijatan
yang lembut di daerah sekitar putting susu. Menstimulasi puting
31

memicu pelepasan hormon oksitosin dari hipofisis posterior yang


menyebabkan kontraksi uterus menjadi terorganisir. Stimulasi pada
puting susu akan meningkatkan intensitas kontraksi uterus karena
stimulasi reseptor regang ini akan merangsang terlepasnnya oksitosin
dari hipofisis posterior. Stimulasi puting susu akan menyebabkan
ereksi dan ujung saraf peraba yang terdapat pada puting susu akan
terangsang. Rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa ke
hipotalamus di dasar otak, lalu memicu hipofise posterior menghasil
hormon oksitosin. Stimulasi oksitosin membuat sel-sel mioepitel di
sekitar alveoli di dalam kelenjar mammae berkontraksi.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya, Kristianingrum (2020)
dalam penelitiannya mendapatkan hasil dari 12 responden anggota
kelompok kontrol yang tidak dilakukan stimulasi putting susu,
terdapat 4 responden mengalami pembukaan serviks sesuai teori atau
relatif cepat, sedangkan pada kelompok intervensi yang dilakukan
rangsangan puting susu dari 12 responden terdapat 8 ibu bersalin
mengalami kemajuan pembukaan serviks sesuai teori, artinya dari
perlakuan rangsangan puting susu memang berpengaruh terhadap
pembukaan serviks sehingga mempercepat proses bersalin. Hal ini
sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa rangsangan dengan
memberikan sentuhan dan pilinan pada puting susu mampu
memberikan stimulasi pada pituitari di otak bagian belakang untuk
memproduksi hormon oksitosin yang berfungsi sebagai induksi alami
pada ibu hamil sebagai proses mempercepat kemajuan pembukaan
serviks.

3. Perubahan Psikologi Persalinan Kala III


Ibu merasa lega, bahagia, namun sangat lelah karena sudah melewati
peristiwa yang sangat berkesan. Sebagian besar wanita akan segera
ingin melihat dan memeluk bayinya. Namun kembali memikirkan
keadaan dirinya yaitu pengeluaran plasenta dan keadaan vagina,
apakah perlu dijahit atau tidak (Eniyati & Putri, 2012). Pemberian
rangsangan puting susu dengan pemilinan dapat mempengaruhi
hipotalamus agar mengeluarkan hormon oksitosin yang akan
32

mempercepat kontraksi uterus sehingga mengurangi perdarahan post


partum.
Hasil penelitian Rahmadhayanti&Kamtini (2018) didapatkan bahwa
lamanya kala III yang diberikan rangsangan puting susu berlangsung
lebih cepat yaitu rata-rata selama 5,25 menit sedangkan lamanya kala
III yang tidak diberikan rangsangan puting susu berlangsung rata-rata
7,5 menit. Hasil uji Mann-Whitney yang telah dilakukan oleh peneliti
tentang pengaruh pemberian rangsangan puting susu terhadap lama
waktu kala III pada ibu bersalin didapatkan hasil ρ value 0,007. Maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh lamanya kala III antara
ibu yang diberikan rangsangan puting susu dan ibu yang tidak
diberikan rangsangan puting susu pada ibu bersalin. Kontraksi uterus
sangat penting untuk mengontrol perdarahan setelah kelahiran.
Bentuk lain stimulasi pada puting susu yang dapat membantu uterus
berkontraksi, yaitu dengan melakukan stimulasi dengan jari (WHO,
2012). Pemberian rangsangan putting susu efektif dalam membantu
mempercepat proses kala III dalam persalinan. Didalam manajemen
aktif kala III terdapat satu langkah yaitu pemberian uterotonika,
oksitosin sebagai salah satu uterotonika dapat diberikan secara injeksi
intramuscular ataupun dapat dihasilkan secara alami oleh kelenjar
hipofisis. Pemberian rangsangan puting susu dapat memberikan
sinyal pada kelenjar hipofisis untuk menghasilkan hormon oksitosin
yang membuat kontraksi uterus menjadi lebih kuat sehingga lama
kala III berlangsung menjadi lebih cepat dan mengurangi kejadian
perdarahan pasca persalinan (hemorrhage post partum) sehingga
dapat menurunkan angka kematian ibu (AKI).
Widiastutik (2020) dalam penelitiannya dengan judul Hubungan
Manajemen Aktif Kala III Dengan Kejadian Perdarahan Post Partum
Primer Di PBM Umi Surabaya didapatkan hasil bahwa pelaksanaan
manajemen aktif kala III dilakukan dengan sempurna 26 ibu(80,6%)
tidak mengalami haemoragik post partum primer. Dalam uji hipotesis
mencari hubungan manajemen aktif kala III dengan HPP Primer
menggunakan uji chi square hasil x2 hitung (21,237) > x2 tabel (3,84)
bahwa α = 0,05 didapatkan hasil p <α sehingga dapat disimpulkan
bahwa Ho ditolak, ini berarti ada hubungan antara Manajemen Aktif
33

Kala III dengan perdarahan post partumprimer. Jika manajemen aktif


kala III dilakukan dengan benar dan sempurna maka perdarahan
semakin sedikit. Penegangan tali pusat terkendali (PTT) untuk
menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif dan mengeluarkan
plasenta dengan segera serta mencegah hilangnya darah secara
berlebihan dan mengurangi kejadian retensio plaseta. Untuk itu setiap
ibu bersalin harus mendapatkan intervensi pengelolaan aktif kala III
secara tepat dan benar yang akan mencegah perdarahan post partum
primer serta menghindari terjadinya atonia uteri.
4. Perubahan Psikologi Persalinan Kala IV
Setelah yakin dirinya aman, maka kala IV ini perhatian wanita
tercurah pada bayinya. Wanita ingin selalu berada dekat dengan
bayinya terkadang sambil memeriksa apakah keadaan tubuh bayinya
normal. Sehingga bonding attachment sangat diperlukan saat ini.
Sehingga dihindarkan pemberian susu formula (Eniyati & Putri,
2012). Selama 1 jam pertama setelah lahir bayi diletakkan pada dada
ibu, bayi akan mengikuti pola yang sama dengan gerakan tangan
untuk menemukan dan merangsang payudara ibuya sehingga akan
lebih banyak oksitosin yang dikeluarkan. Oksitosin sangat penting
karena menyebabkan rahim berkontraksi dengan baik sehingga
membantu mengeluarkan plasenta dan mengurangi perdarahan.
Berdasarkan penelitian Ginting, dkk (2020) didapatkan hasil nilai
rata-rata involusi uterus pada ibu postpartum dengan analisis uji
Wilcoxon dengan nilai a= 0,05 yaitu di dapat kan nilai signifikan
0.003 (pvalue < 0,05). Kurangnya proses kembalinya tinggi fundus
uteri ini dipengaruhi oleh kurangnya produksi hormone oksitosin,
sehingga kontraksi yang terjadi pada otot polos juga tidak optimal.
Sedangkan pada hasil penelitian yang dilakukan pada kelompok
intervensi atau kelompok yang mendapatkan perlakuan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD), didapatkan hasil rerata tinggi fundus uteri
sebesar 9,30 cm dengan standar deviasi 0,48. Ada pengaruh Inisiasi
Menyusu Dini terhadap involusi uterus pada ibu postpartum, terjadi
penurunan involusi uterus karena pemberian Inisiasi Menyusu Dini
terhadap ibu postpartum yang secara otomatis akan merangsang
34

keluarnya hormone oksitosin yang akan merangsang uterus untuk


berkontraksi, sehingga terjadi lah penurunan uterus.
6. Penatalaksanaan
1. Asuhan Kala I
Penggunaan Partograf
Merupakan alat untuk mencatat informasi berdasarkan observasi atau
riwayat dan pemeriksaan fisik pada ibu dalam persalinan dan alat
penting khususnya untuk membuat keputusan klinis selama kala I
(Marmi, 2016).
Kegunaan Partograf
a. Mengamati dan mencatat informasi kemajuan persalinan dengan
memeriksa dilatasi serviks selama pemeriksaan dalam
b. Menentukan persalinan berjalan normal dan mendeteksi dini
persalinan sehingga bidan dapat membuat deteksi dini mengenai
kemungkinan persalinan lama
Jika digunakan secara tepat dan konsisten, maka partograf akan
membantu penolong untuk :
a. Pemantauan kemajuan persalinan, kesejahteraan ibu dan janin
b. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan
kelahiran
c. Mengidentifikasi secara dini adanya penyulit
d. Membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu
Partograf harus digunakan : Untuk semua ibu dalam fase aktif
kala I, tanpa menghiraukan apakah persalinan tersebut normal
atau dengan komplikasi di semua tempat, secara rutin oleh
semua penolong persalinan (Marmi, 2016).
Penggunaan Partograf
a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala I persalinan sebagai elemen
penting asuhan peralinan. Partograf harus digunakan baik tanpa
atau pun adanya penyulit. Partograf akan membantu penolong
persalinan dalam memantau, mengevaluasi, dan membuat
keputusan klinik baik persalinan normal maupun yang disertai
dengan penyulit
b. Selama persalinan dan kelahiran disemua tempat
35

c. Secara oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan


kepada ibu selama persalinan dan kelahiran
d. Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan para ibu dan
bayinya mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain
itu, juga mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam
keselamatan jiwa mereka (Marmi, 2016).
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat secara seksama
yaitu:
a. Denyut jantung janin setiap ½ jam
b. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap ½ jam
c. Nadi : setiap ½ jam
d. Pembukaan serviks setiap 4 jam
e. Penurunan : setiap 4 jam
f. Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam
g. Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam
Pencatatan selama fase aktif persalinan
Halaman depan partograf mencantumkan bahwa observasi dimulai
pada fase aktif persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk
mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan,
termasuk :
1. Informasi tentang ibu
a. Nama, umur
b. Gravida, para, abortus
c. Nomor catatan medis atau nomor puskesmas
d. Tanggal dan waktu mulai dirawat
e. Waktu pecahnya selaput ketuban
2. Kondisi janin
a. DJJ
b. Warna dan adanya air ketuban
c. Penyusupan (molase) kepala janin
3. Kemajuan persalinan
a. Pembukaan serviks
b. Penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin
c. Garis waspada dan garis bertindak
4. Jam dan waktu
36

a. Waktu mulainya fase aktif persalinan


b. Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian
5. Kontraksi uterus
a. Frekuensi dan lamanya
6. Obat-obatan dan cairan yang diberikan
a. Oksitosin
b. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
7. Kondisi ibu
a. Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
b. Urin (volume, aseton atau protein)
8. Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam
kolom yang tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan
persalinan) (Marmi, 2016).

Mencatat Temuan Partograf


a. Informasi tentang ibu
Melengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat
memulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai
jam pada partograf) dan perhatikan kemungkinan pencatatan
dalam fase laten persalinan. Catat waktu terjadinya pecah ketuban.
b. Kondisi janin
Bagian atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut
jantung janin (DJJ), air ketuban dan penyusupan (kepala janin).
1) Denyut jantung janin
Nilai dan catat DJJ setiap 30 menit (lebih sering jika ada tanda-
tanda gawat janin). Skala angka dibagian atas partograf
menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada
garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ.
Kemudia hubungkan titik yang satu dengan titik lain
menggunakan garis tegas dan bersambung. Kisaran normal DJJ
terpapar pada partograf diantara garis tebal pada angka 180
dan 100. Sebaiknya penolong harus waspada bila DJJ
mengarah hingga dibawah 120 atau diatas 160. Untuk tindakan
37

segera yang harus dilakukan jika DJJ melampaui kisaran


normal ini, catat tindakan-tindakan yang dilakukan pada ruang
yang tersedia disalah satu dari kedua sisi partograf.
2) Warna dan adanya air ketuban
Nilai air ketuban setiap kali melakukan periks adalam dan nilai
warna ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan-
temuan dalam kotak yang sesuai dibawah lajur DJJ. Gunakan
lambang-lambang berikut ini:
U: Ketuban Utuh
J: Ketuban sudah pecah dan air ketuban Jernih
M: Ketuban sudah pecah dan bercampur mekoneum
D: Ketuban sudah pecah dan bercampur darah
K: Ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban (Kering)
Mekoneum dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan
adanya gawat janin. Jika terdapat mekoneum, pantau DJJ
secara seksama untuk mengenali tanda-tanda gawat janin
selama proses persalinan. Jika ada tanda-tanda gawat
janin(denyut jantung janin <100 atau >180 kali/menit) ibu
harus segera dirujuk. Warna buram dapat mengidentifikasi
korioamnionitis. Warna kehijauan dapet mengidentifikasikan
bercampur mekoneum. Korioamnionitis, atau perdarahan
kronis. Warna merah kecoklatan dapat mengidentifikasi
abrupsio yang sudah lama terjadi. Selaput ketuban berwarna
merah muda agak gelap mengidentifikasikan hemolisis dapat
terlihat setelah kematian janin.
3) Penyusupan (molase tulang kepala janin)
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh
kepala bayi dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras
(tulang) panggul ibu. Semakin besar derajat penyusupan atau
tumpang tindih antar tulang kepala, semakin menunjukkan
resiko disproporsi kepala panggul (CPD). Ketidakmampuan
untuk berakomodasi atau disproporsi ditunjukkan melalui
derajat penyusupan atau tumpang tindih (molage) yang berat
sehingga tulang kepala yang saling menyusup, sulit untuk
dipisahkan. Apabila ada dugaan disproposi kepala panggul,
38

penting untuk memantau kondisi janin serta kemajuan


persalinan. Lakukan tindakan pertolongan awal yang sesuai
dan rujuk ibu dengan dugaan CPD ke fasilitas kesehatan
rujukan. Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai
penyusupan antar tulang (molage) kepala janin. Catat semua
temuan yang ada di kotak sesuai di bawah lajur air ketuban.
Gunakan lambang-lambang berikut ini:
0: tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah
dapat dipalpasi
1: tulang-tulang kepala janin hanya slaing bersentuhan
2: tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi dapat
dipisahakan
3: tulang-tulang kepala janinsaling tumpang tindih dan dapat
dipisahkan
c. Kemajuan persalinan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan dan
kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera dikolom paling kiri
adalah besarnya dilatasi serviks. Nilai setiap angka sesuai besarnya
dilatasi serviks dalam satuan senti meter dan menempati lajur
dalam kotak tersendiri. Perubahan nilai atau perpindahan lajur satu
ke lajur yang lain menunjukkan penambahan dilatasi serviks
sebesar 1 cm. Pada lajur dan kotak yang mencatat penurunan
bagian terbawah janin tercantum angka 1 sampai 5 yang sesuai
dengan metode perlimaan, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Setiap kotak segi empat atau kubus menunjukkan
waktu 30 menit. Untuk pencatatan waktu pemeriksaan, DJJ,
kontraksi uterus dan frekuensi nadi ibu, berikut caranya:
1) Pembukaan Serviks
Nilai dan catat pembukaan setiap 4 jam (lebih sering dilakukan
jika ada tanda-tanda penyulit). Saat ibu berada pada fase aktif
persalinan, catat pada partograf setiap temuan dari setiap
pemeriksaan. Tanda X harus dicantumkan digaris waktu yang
sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks. Perhatikan :
39

a) Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks


yang sesuai dengan besarnya pembukaan serviks pada fase
aktif persalinan, yang diperoleh dari hasil periksa dalam.
b) Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan,
temuan (pembukaan serviks) dari hasil periksa dalam harus
dicantumkan pada garis waspada. Pilih angka yang sesuai
dengan pembukaan serviks dan cantumkan tanda X pada
ordinat atau titik silang garis dilatasi serviks dan garis
waspada.
c) Hubungan tanda X dari setiap pemeriksaan dengan garis
utuh. Contoh : Jam 20.00 WIB pembukaan 5 cm
2) Penurunan bagian Terbawah Janin
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam setiap 4jam atau
lebih sering (lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda
penyulit) cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala
(Perlimaan) yang menunjukkan seberapa jauh bagian terbawah
janin telah memasuki rongga panggul, pada persalinan normal
kemajuan pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya
bagian terbawah janin baru terjadi setelah pembukaan serviks
selalu diikuti dengan turunnya bagian terbawah janin. Tapi
adakalanya turunnya kepala janin baru terjadi setelah
pembukaan serviks mencapai 7 cm. Berikan tanda o yang
ditulis pada garis waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika hasil
pemeriksaan palpasi kepala diatas simfisis pubis adalah 4/5
tuliskan tanda o digaris angka 4. Hubungkan tanda o dari
setiap pemeriksaan dengan garis tidak terputus. Contoh :
Jam 20.00 WIB penurunan kepala 3./5
Jam 24.00 WIB penurunan kepala 1/5.
Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai pada
garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah sebelah
kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam)
harus dipertimbangkan adanya penyulit (misalnya: fase aktif
memanjang, serviks kaku, atau inersia uteri hipotonik, dll).
Pertimbangkan perlunya melakukan intervensi bermanfaat
yang diperlukan mislanya persiapan rujukan ke fasilitas
40

kesehatan rujukan yang memiliki kemampuan untuk


menatalaksanakan penyulit atau gawat darurat ostetrik. Garis
bertindak tertera sejajar dan disebelah kanan (berjarak 4 jam)
garis waspada. Jika pembukaan serviks telah melampaui dan
berada disebelah kanan garis bertindak ini menujukkan bahwa
perlu dilakukan tindakan untuk menyelesaikan persalinan.
Sebaiknya ibu harus sudah berada ditempat rujukan sebelum
garis bertindak terlampaui.
d. Jam dan Waktu
1) Mulainya fase Aktif Persalinan
Dibagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan
kepala) tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-12 setiap kotak
menyatakn 1 jam sejak dimulainya fase aktif persalinan.

2) Waktu Aktual saat Pemeriksaan atau Penilaian


Dibawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera
kotak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan
dilakukan. Setiap kotak menyatakan 1 jam penuh dan berkaitan
dengan 2 kotak waktu 30 menit yang berhubungan dengan
lajur untuk pencatatan pembukaan serviks, DJJ dibagian atas
dan lajur kontraksi serta nadi ibu dibagian bawah. Saat ibu
masuk dalam faseaktif persalinan, cantumkan pembukaan
serviks digaris waspada. Kemudian catatkan waktu aktual
pemeriksaan di kotak waktu yang sesuai. Contoh jika hasil
periksa dalam menunjukkan pembukaan serviks 6 cm pada
pukul 15.00 WIB cantumkan tanda X gigaris waspada yang
sesuai dengan lajur angka 6 yang tertera disisi luar kolom
paling kiri dan catat waktu aktual dikotak pada lajur waktu
dibawah lajur pembukaan (kotak ke 3 dari kiri).
e. Kontraksi Uterus
Dibawah lajur waktu partograf, terdapat 5 kotak dengan tulisan
kontraksi/ 10 menit disebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak
menyatakan 1 kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah
kontraksi dalam 10 mneit dan lamanya kontraksi dalam satuan
detik. Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10
41

menit dengan cara mengisi kotak kontraksi yang tersedia dan


disesuaikan dnegan angka yang mencerminkan temuan dari hasil
pemeriksaan kontraksi.
f. Obat-obatan dan cairan yang diberikan
Dibawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak
untuk mencatat oksitosin, obat-obatan lainnya dan cairan IV. Obat
ini dapat juga digunakan untuk mencatat jumlah asupan yang
diberikan
g. Kondisi ibu
Pada bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan
partograf terdapat kotak atau ruang untuk mencatat kondisi
kesehatan dan kenyamanan ibu bersalin.
1) Nadi, tekanan darah dan suhu
a. Nilai dan catat nadi ibu dalam 30 menit fase aktif
persalinan, beri tanda titik (.) pada titik yang sesuai
b. Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase
aktif persalinan. Beri tanda panah dalam partograf pada
kotak yang sesuai
c. Nilai dan catat temperatur tubuh ibu setiap 2 jam dan catat
temperatur tubuh pada kotak yang sesuai.
2) Volume urin, protein, da aseton
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan
klinik diisi luar kolom partograf atau buat catatan terpisah
tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan
waktu saat membuat catatan persalinan. Beberapa catatan yang
perlu dicantumkan misalnya:
a. Jumlah cairan peroral yang diberikan
b. Keluhan sakit kepala atau penglihatan
c. Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya
d. Persiapan sebelum melakukan rujukan
e. Upaya, jenis dan lokasi fasilitas rujukan
Catatan pada lembar belakang partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat
hal-hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran bayi,
serta tindakan-tindakan yang dilakukan sejak kala I hingga kal IV
42

dan bayi baru lahir. Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai
catatan persalinan. Nilai dan catatkan asuhan yang diberikan
kepada ibu selama masa nifas(terutama pada kala IV persalinan)
untuk memungkinkan penlong persalinan mencegah terjadinya
penyulit dan membuat keputusan klinik yang sesuai. Dokumentasi
ini sangat penting terutama untuk menilai atau memantau
sejauhmana pelaksanaan asuhan persalinan yang aman dan bersih
telah dilakukan. Catatan persalinan terdiri dari unsur-unsur berikut :
1. Data atau informasi umum
2. Kala I
3. Kala II
4. Kala III
5. Bayi baru lahir
6. Kala IV
Cara pengisian:
Berebda dengan halaman depan yang harus diisi pada akhir setiap
pemeriksaan, lembar belakang partograf ini diisi setelah seluruh
proses persalinan selesai. Adapun cara pengisian catatan persalinan
pada lembar belakang partograf secara lebih terperinci diuraikan
menurut unsurnya sebagai berikut :
a. Data dasar
Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan,
alamat tempat persalinan, catatan, alasan merujuk, tempat
rujukan dan pendamping saat merujuk. Isi data pada masing-
masing tempat yang telah disediakan, atau dengan cara meberi
tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai
b. Kala I
Kala I terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat
melewati garis waspada, masalah-masalah yang dihadapi,
penatalaksanaannya dan hasil penatalaksanaannya tersebut
c. Kala II
Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat
janin, distosia bahu, masalah penyerta, penatalaksanaan dan
hasilnya.
d. Kala III
43

Kala III terdiri dari pemberian oksitosin, penegangan tali pusat


terkendali, pemijatan fundus, plasenta lahir lengkap, plasenta
tidak lahir >30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan,
masalah penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya, isi jawaban
pada tempat yang disediakan dan beri tanda pada kotak di
samping jawaban yang sesuai.
e. Bayi baru lahir
Informasi tentang bayi baru lahir terdiri dai berat badab dan
panjang badan, jenis kelamin, penilaian kondisi bayi baru lahir,
pemberian ASI, masalah penyerta, penatalaksanaan terpilih dan
ahsilnya. Isi jawaban pada tempat yang disediakan serta beri
tanda ada kotak disamping jawaban yang sesuai
f. Kala IV
Kala IV berisis data tentang tekanan darah, nadi, suhu, tinggi
fundus uteri, kandung kemih dan perdarahan. Pemantauan pada
kala IV ini sangat penting terutama untuk menilai apakah
terdapat resiko atau terjadi perdarahan pascaperslainan.
Pengisian pemantauan kala IV dilakukan setiap 15 menit pada
satu jam pertama setelah melahirkan, dan setlah 30 menit pada
satu jam berikutnya. Isi setiap kolom sesuai dengan hasil
pemeriksaan dan jawab pertanyaan mengenai masalah kala IV
pada tempat yang telah disediakan (Nurasiah, dkk 2012).
2. Asuhan Persalinan Kala II
Untuk melakukan asuhan persalinan normal (APN) dirumuskan 60
langkah asuhan persalinan normal sebagai berikut:
1) Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua.
2) Memastikan kelengkapan bahan dan obat-obatan esensial siap
digunakan termasuk mematahkan ampul oksitosin 10 unit &
menempatkan tabung suntik steril sekali pakai didalam partus
set.
3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih
4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai dibawah siku,
mencuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan
mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai/ pribadi
yang bersih.
44

5) Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yang


akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6) Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan,
isi dengan oksitosin 10 unit dan letakan kembali kedalam
wadah partus set.
7) Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah yang
telah dibasahi oleh air matang (DTT), dengan gerakan vulva ke
perineum.
8) Dengan menggunakan teknik aseptik melakukan pemeriksaan
dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah
lengkap. Bila selaput ketuban belum pecah sedangkan
pembukaan sudah lengkap lakukan amniotomi
9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan
tangan yang masih memakai sarung tangan kotor kedalam
larutan klorin 0.5% dan kemudian melepaskannya dalam
keadaan terbalik serta merendamnya ke dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
10) Memeriksa DJJ seetelah kontraksi berakhir untuk memastikan
DJJ dalam batas normal (120-60 x/menit)
11) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin
baik. Membantu ibu dalam keadaan yang nyaman sesuai
dengan keinginannya.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk
meneran (pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah
duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan
yang kuat untuk meneran. Menganjurkan ibu untuk berjalan,
berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum
merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit
14) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
15) Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut
ibu, Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah
bokong ibu.
16) Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali
kelengkapan alat dan bahan.
45

17) Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.


18) Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5-6 cm,
memasang handuk bersih pada perut ibu untuk mengeringkan
bayi jika telah lahir dan kain kering dan bersih yang dilipat 1/3
bagian dibawah bokong ibu. Setelah itu kita melakukan perasat
stenan (perasat untuk melindungi perineum dengan satu
tangan, dibawah kain bersih dan kering, ibu jari pada salah satu
sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain pada
belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar posisi
kepala tetap fleksi pada saat keluarga secara bertahap melewati
introitus dan perineum).
19) Setelah kepala keluar menyeka mulut dan hidung bayi dengan
kasa steril
20) Kemudian memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin.
21) Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran
paksi luar secara spontan.
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
biparietal. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat
kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan
distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan
kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu
belakang.
23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu
untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah.
Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan
dan siku sebelah atas.
24) Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri
punggung kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk
memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk tangan kiri
diantara kedua lutut janin)
25) Melakukan penilaian selintas (dalam 30 detik): apakah bayi
menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan? apakah bayi
bergerak aktif?
46

26) Segera membungkus kepala dan bayi dengan handuk dan


biarkan kontak kulit ibu ke bayi. Lakukan penyuntikan
oksitosin IM
27) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari
pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem
kearah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama
kearah ibu
28) Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat
diantara 2 klem tersebut.
29) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan
menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan
kering menutupi bagian kepala membiarkan tali pusat terbuka.
Jika bayi mengalami kesulitan bernafas, ambil tindakan yang
sesuai
30) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk
memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu
menghendakinya
31) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan Palpasi
untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32) Memberitahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik
33) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi berikan suntikan
oksitosin 10 unit IM di gluteus atau 1/3 atas paha kanan ibu
bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu.
34) Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 - 10 cm
dari vulva.
35) Meletakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas
simfisis, untuk mendeteksi
36) Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan
tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan
hati-hati kearah dorso-kranial. Jika plasenta tidak lahir setelah
30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu
hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
37) Melakukan penegangan dan dorongan dorsalkranial hingga
plasenta terlepas, minta ibu untuk meneran sambil penolong
47

menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian


kearah atas, mengikuti proses jalan lahir (tetap lakukan tekanan
dorso-kranial).
38) Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan
plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan),
pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putar searah
untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robekan
robeknya selaput ketuban.
39) Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus
uteri dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler
menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi
uterus baik (fundus teraba keras).
40) Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan
tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan
selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukkan kedalam
kantong plastik yang tersedia.
41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
42) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.\
43) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke
dalam larutan klorin 0,5%; membilas kedua tangan yang masih
bersarung tangan tersebut dengan air desinfeksi tingkat tinggi
dan mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering
44) Menempatkan klem tali pusat desinfeksi tingkat tinggi atau
steril atau mengikat tali DTT dengan simpul mati sekeliling tali
pusat sekitar 1cm dari pusat
45) Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang
berseberangan dengan simpul mati yang pertama
46) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan
klorin 0,5%
47) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya
memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering
48) Menganjurkan ibu untuk pemberian ASI
48

49) Melanjutkan pemantaun kontraksi dan mencegah perdarahan


pervaginam.
50) Mengajarkan ibu /keluarga cara melakukan masase uterus dan
menilai kontraksi.
51) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
52) Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15
menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30
menit selama jam ke 2 pasca persalinan.
53) Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan
klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit) cuci dan bilas
peralatan setelah dekontaminasi.
54) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ketempat
sampah yang sesuai.
55) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT.
Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. bantu ibu
memakai pakaian bersih dan kering.
56) Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk
membantu apabila ibu ingin minum.
57) Mendekontaminasi daerah tempat persalinan dengan larutan
klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
58) Mencelupkan sarung tangan didalam larutan klorin 0,5%
melepas sarung tangan dalam keadaan terbalik dan
merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
59) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
60) Melengkapi patograf (Prawirohardjo, 2016).

3. Asuhan Persalinan Kala III


Kala III dimulai setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit, setelah bayi lahir uterus teraba
keras dengan fundus uteri agak diatas pusat beberapa menit kemudian
uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya.
Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit - 15 menit setelah bayi lahir
dan keluar spontan atau dengan tekanan fundus uteri. Pengeluaran
plasenta, disertai dengan pengeluaran darah. Komplikasi yang dapt
49

timbul pada kala II adalah perdarahan akibat atonia uteri, retensio


plasenta, perlukaan jalan lahir.
Pada kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti
penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan
ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat pelekatan
plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan
ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal
dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan
turun kebagian bawah uterus atau kedalm vagina. Setelah janin lahir,
uterus mengadakan kontraksi yang mengakibatkan penciutan
permukaan kavum uteri, tempat implantasi plasenta. Akibtanya
plasenta akan lepas dari tempat implantasinya (Walyani, ES &
Purwoastuti, TE., 2016).
Manajemen aktif kala III mengupayakan kontraksi yang adekuat
dari uterus dan mempersingkat waktu kala III, mengurangi jumlah
kehilangan darah, menurunkan angka kejadian retensio plasenta. Tiga
langkah utama menejemen aktif kala III adlah pemberian
oksitosin/uterotonika segera mungkin, melakukan peregangan tali
pusat terkendali dan ransangan taktil pada dinding uterus atau fundus
uteri (Walyani, ES & Purwoastuti, TE., 2016).
Melakukan menejemen aktif kala III meliputi:
a. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm
dari vulva.
b. Meletakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, ditepi atas
simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegakkan tali pusat.
c. Setelah uterus berkontraksi, tegakkan tali pusat kearah bawah
sambil tangan yang lain mendrong uterus kearah belakang atas
(dorso – kranial) secara hati – hati (untuk mencegah impersio
uteri) jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan
penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi
berikutnya dan ulangi prosedur diatas.
d. Kemudian mengeluarkan plasenta melakukan penegangan dan
dorongan dorso – kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar
lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir
50

(tetap lakukan tekanan dorso – kranial).jika tali pusat bertambah


panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5 – 10 cm dari
vulva dan lahirkan plasenta. Saat plasenta muncul di introitus
vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan
putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian
melahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah
disediakan.
e. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan
masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan
masase dengan gerakan melingkar dengan lembut sehingga
uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
f. Pemeriksaan plasenta
Selaput ketuban utuh atau tidak, ukuran plasenta yaitu bagian
maternal: jumlah kotiledon, keutuhan pinggir kotiledon, bagian
petal diperiksa utuh atau tidak. Pada pemeriksaan tali pusat,
jumlah arteri atau vena yang terputus untuk mendeteksi plasenta
suksenturia. Insersi tali pusat apakah sentral, marginal serta
panjang tali pusat.
g. Menilai perdarahan.
Memeriksa kedua sisi plasenta bayi bagian ibu maupun bayi
dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan
plasenta kedalam kantong plastik atau tempat khusus. Evaluasi
kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan. Bila ada
robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan
penjahitan (Walyani, ES & Purwoastuti, TE., 2016).
4. Asuhan Persalinan Kala IV
Satu jam setelah kelahiran observasi yang cermat pada pasien.
Tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan kehilangan darah harus
dipantau dengan cermat, selama waktu inilah biasanya terjadi
perdarahan masa nifas, biasanya karena relaksasi rahim, tertahannya
fragmen plasenta, atau laserasi yang tidak terdiagnosa. Perdarahan
yang sama (misalnya pembentukan hematoma vagina) dapat muncul
sebagai nyeri pelvic. Oleh karena itu bidan tidak boleh meninggalkan
pasien apda masa ini.
51

Persalinan kala IV dimulai dengan kelahiran plasenta dan


berakhir 2 jam kemudian. Periode ini merupakan saat paling praktis
untuk mencegah kematian ibu terutama kematian disebabkan karena
perdarahan. Selama kala IV, Bidan harus memantau ibu setiap 15
menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam ke 2 setelah
persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil, maka ibu harus dipantau
lebih sering (Rukiyah dkk., 2012).
Evaluasi Dan Pemantauan
a. Tinggi Fundus Uteri
Setelah pengeluaran plasenta, uterus biasannya berada pada
garis tengah ari abdomen kira – kira 2/3 antara simfisis pubis dan
umbilikus atau berada tepat di umbilicus. Uterus yang berada di
umbilicus atau berada tepat di umbilicus. Uterus yang berada di
atas umbilicus merupakan indikator adanya penggumpalan darah
didalam uterus. Uterus yang dijumpai berada diats umbilicus
dan agak menymping, biasanya tekanan, menunjukkan bahwa
kandung kemih sedang penuh harus dikosongan. Kandung
kemih yang penuh mendorong uterus tergeser dari posisinya dan
menghalanginya berkontraksi sebgain mana mestinya, dengan
demikian memungkinkan terjadinya perdarahan yang lebih
banyak. Uterus seharusnya tersa keras bila di raba. Uterus yang
lembek, berayun menunjukkan bahwa uterus dalam keadaan
tidak berkontraksi dengan baik, dengan kata lain mengalami
atoni auteri. Atonia uterus merupakan penyebab utama dari
perdarahan segera setelah persalinan.
b. Pemeriksaan Cerviks, Vagina, dan Perineum
Segera setelah Bidan merasa yakin bahwa uterus telah
berkontraksi dengan baik, ia harus memeriksa perineum, vagina
bagian bawah, laserasi dan luka berdarah, serta mengevaluasi
kondisi dari episiotomi jika memang ada. Laserasi
diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan. Derajat satu,
luasnya robekan mengenai mukosa vagina, foruchette posterior,
dan kulit perineum. Derajat dua, seperti derajat satu dan juga
mengenai otot perineum. Derajat tiga ini seperti derajat dua
ditambah dengan otot sepinterani eksternal. Derajat empat
52

adalah sama seperti derajat tiga ditambah dengan dinding


rectum anterior. Apabila pada saat pemeriksaan jalan lahir
nampak perdarahan sebagai tetesan yang terus menerus atau
memancar, perlu dicurigai adanya laserasi vagina atau serviks
atau adanya pembuluh darah yang tidak diikat.
c. Pemantauan dan Evaluasi Lanjut
1. Tanda –tanda Vital
Pantau tanda –tanda vital ibu antara lain tekanan darah,
denyut jantung, dan pernapasan dilakukan selama kala IV
persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta. Seterusnya
kemudian dievaluasi lagi setiap 15 menit sekali hingga
keadaannya stabil. Suhu ibu diukur sedikitnya sekali dalam
kala IV dan dehidrasinya juga harus dievaluasi. Denhyut nadi
biasanya berkisar 60 – 70 x/menit. Apabila denyut nadi lebih
dari 90 x/menit perlu dilakukakn pemeriksaan dan
pemantauan yang terus menerus. Jika ibu menggigil tetapi
tidak ada infeksi (ingat bahwa peningkatan suhu dalam batas
20 F adalah normal) hal tersebut akan berlalu jika bidan
mengikuti beberapa langkah dasar. Berilah kehangatan pada
ibu, berilah rasa kepastian mengapa ia menggigil dan berilah
pujian tentang kinerjanya dalam persalinan, ajari ibu untuk
mengendalikan pernafsan. Kadang – kadang suhu apat lebih
tinggi dari 37,20C akibat dehidrasi dan partus yang lama.
2. Kontraksi Uterus
Pemantauan kontraksi uterus harus dilakukan secara
simultan.jika uterus lembek, maka wanita itu bisa mengalami
perdarahan. Untuk mempertahankan kontraksi uterus dapat
dilakukan rangsangan taktil (pijatan) bila terus mulai
melembek atau dengan cara menyusukan bayi kepada ibunya,
tetapi sibayi biasanya tidak berada di dalam dekapan ibu
berjam-jam lamanya dan uterus mulai melembek lagi.
3. Lochea
Jika uterus berkontraksi kuat, lochea kemungkinan tidak
lebih dari menstruasi. Dengan habisnya efek oksitosik setelah
53

melahirkan, jumlah lochea akan bertambah karena


miometrium sedikit banyak berelaksasi.
4. Kandung kemih
Kandung kemih harus dievaluasi untuk memastikan kandung
kemih tidak penuh. Kandung kemih yang penuh mendorong
uterus ke atas dan menghalangi uterus berkontraksi
sepenuhnya. Jika kandung kemih penuh, bantu ibu untuk
mengosongkan kandung kemihnya dan anjurkan untuk
mengosongkan kandung kemihnya setiap kali diperlukan.
Ingatkan ibu bahwa keinginan untuk berkemih mungkin
berbeda-beda setelah ia melahirkan bayinya. Jika ibu tidak
dapat berkemih, bantu ibu dengan cara menyiramkan air
bersih dan hangat kedalama perineumnya. Atau masukkan
jari-jari ibu kedalam air hangat untuk merangsanga keinginan
berkemih secara spontan. Jika setelah tindakan-tindakan ini
ibu tetap tidak dapat berkemih secara spontan, mungkin
diperlukan kateterisasi jika kandung kemih penuh atau dapat
dipalpasi, gunakan teknik aseptik pada saat memasukkan
khateter nelaton desinfesi tingkat tinggi atau steril untuk
mengosongkan kandung kemih. Setelah mengosongkan
kandung kemih, lakukan ransangan taktil (pemijatan) untuk
merangsang uterus berkontraksi lebih baik.
5. Perineum
Perineum dievaluasi untuk melihat adanya edema atau
hematoma. Bungkusan keping es yang dikenakan perineum
mempunyai efek ganda untuk mengurangi ketidaknyaman
dan edema bila telah mengalami episiotomi atau laserasi.
d. Pemantauan kala IV
Pantau tanda vital setiap 15 menit pada jam pertama dan
setiap 30 menit pada jam kedua, nilai kontraksi uterus dan
jumlah perdarahan, ajarkan ibu dan keluarganya untuk
melakukan ransangan taktil, menilai kontraksi uterus dan
estimasi perdarahan, rawat gabung ibu dan bayi dan
pemberian ASI, berikan asuhan esensial bayi baru lahir.
e. Memperkirakan Kehilangan Darah
54

Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara


tepat karena darah sering kali bercampur dengan cairan
ketuban atau urin dan mungkin terserap handuk, kain, atau
sarung. Tak mungkin menilai kehilangan darah secara akurat
melalui perhitungan jumlah sarung karena ukuran sarung
bermacam-macam dan mungkin telah diganti jika terkena
sedikit darah atau basah oleh darah. Letakkan wadah atau
pispot dibawah bokong ibu untuk mengumpulkan darah
bukanlah cara yang efektif untuk mengukur kehilangan darah
dan cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring diatas
wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu
untuk memegang dan menyusui bayinya. Satu cara untuk
menilai kehingan darah adalah dengan cara melihat volume
darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak
botol 500 ml dapat menampung semua darah tersebut. Jika
darah bisa mengisi 2 botol, ibu telah kehingan 1 liter darah.
Jika darah bisa mengisi setengah botol, ibu kehilangan 250
ml darah. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah
satu cara untuk menilai kondisi ibu.
f. Laserasi Atau Episiotomi Perineum
Tujuan menjahit laserasi atau luka episiotomi adalah untuk
menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan
mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan
hemostatis). Pada saat menjahit laserasi gunakan benang yang
cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk
mencapai tujuan pendekatan dan hemostatis serta untuk
memperkecil kemungkinan terkena infeksi (Rukiyah dkk.,
2012).
II. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan (7 langkah Varney)
Tujuan dokumentasi Asuhan kebidanan adalah sebagai sarana komunikasi
antara bidan dalam memberikan asuhan kebidanan pada pasien, sebagai sarana
tanggungjawab dan tanggung gugat sebagai sarana informasi statistic sebagai
sarana pendidikan. Sebagai sumber data penelitian, sebagai jaminan kualitas
pelayanan kesehatan, dan sebagai sumber data perencanaan asuhan kebidanan
55

berkelanjutan (Marmi, 2016). Pendokumentasian Manajemen Kebidanan pada ibu


bersalin :
1. Langkah I : Pengkajian data
Data subjektif pasien ibu bersalin atau data yang diperoleh dari anamnesis,
antara lain:
a. Biodata, data demografi
b. Riwayat kesehatan, termasuk faktor herediter dan kecelakaan
c. Riwayat menstruasi
d. Riwayat obstetric dan ginekologi termasuk nifas dan laktasi
e. Biopsikospiritual
f. Pengetahuan klien
Data objektif pasien ibu bersalin atau data yang diperoleh dari hasil
observasi dan pemeriksaan, antara lain:
a. Pemeriksaan fisik, sesuai kebutuhan dan tanda-tanda vital
b. Pemeriksaan khusus: Inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi
c. Pemeriksaan penunjang: Laboratorium, diagnosis lain: USG, ragiologi
serta catatan terbaru dan sebelumnya
Data yang terkumpul ini sebagai data dasar untuk interpretasi kondisi
klien dan untuk menentukan langkah berikutnya.
2. Langkah 2. Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap, masalah atau diagnosa
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.
Diagnosa kebidanan adalah ditegakkan bidan dalam lingkup praktek
kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur (tat nama) diagnosa
kebidanan dirumuskan secara spesifik. Masalah psikologi berkaitan dengan
hal-hal yang sedang dialami wanita tersebut. Contoh :
a. Diagnosa : G2P1A0, hamil 37 minggu, janin tunggal, hidup
b. Masalah : wanita tersebut tidak menginginkan kehamilan ini dan takut
menghadapi proses persalinan
c. Kebutuhan : konseling, atau rujukan konseling
3. Langkah 3. Mengidentifikasi Diagnosis Atau Masalah Potensial
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis masalah
yang sudah teridentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
mungkin dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan waspada dan bersiap-
56

siap menghadapinya bila diagnosis ata masalah potensial ini benar-benar


terjadi.
4. Langkah 4. Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan Yang
Memerlukan Penanganan Segera
Pada kasus ibu bersalin dengan pemuaian uterus berlebiha, bidan harus
mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan penanganan segera untuk
mengantisipasi dan bersiap-siap terhadap kemungkinan terjadi perdarahan
postpartum karena atonia uteri karena pemuaian uterus yang berlebih, dan
mencegahnya dengan infus pitosin atau uterotonika atau adaya premature
atau BBLR.
5. Langkah 5. Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Langkah ini direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan oleh hasil
kajian pada langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah teridentifikasi atau
diantisipasi. Pada langkah ini informasi atau data yang kurang lengkap
dapat dilengkapi.
a. Rencana Asuhan Persalinan Kala I
1) Mengevaluasi kesejahteraan ibu, termasuk diantaranya:
a) Mengukur tekanan darah, suhu, pernafasan, setiap 2-4 jam
apabila masih utuh setiap 1-2 jam apabila ketuban pecah
b) Mengevaluasi kandung kemih minimal setiap 2 jam
c) Apabila diperlukan melakukan pemeriksaan urine terhadap
protein, keton
d) Mengevaluasi hidrasi dan turgor kulit
e) Mengevaluasi kondisi umum
2) Mengevaluasi kesejahteraan janin, termasuk diantaranya:
a) Letak janin, presentasi, gerak dan posisi
b) Adaptasi janin terhadap panggul, apakah ada DKP?
c) Mengukur DJJ dan bagaimana polanya, dapat dievaluasi setiap
30 menit pada fase laten
3) Mengevaluasi kemajuan persalinan, termasuk melakukan
observasi penipisan, pembukaan, turunnya bagian terendah, pola
kontraksi, perubahan perilaku ibu, tanda dan gejala dari masa
transisi dan mulailah persalinan kala II, serta posisi dari puctum
maximum
57

4) Melakukan perawatan fisik ibu: menjaga kebersihan dan


kenyamanan, perawatan mulut
5) Memberikan dukungan pada ibu dan keluarga
A. Bantulah ibu dalam perslainan jika ia tampak felisah,
keakutan dan kesakitan
a) Berilah dukungan dan yakinlah dirinya
b) Berilah informarsi mengenai proses dan kemajuan
persalinan
c) Dengarkan keluhannya dan cobalah lebih sensitif
terhadap perasaannya
B. Jika ibu tampak kesakitan dukungan atau masalah yang dapat
diberikan
a) Lakukan perubahan posisi sesuai dengan keinginan ibu
b) Sarankan ibu untuk berjalan
c) Ajaklah orang yang menemaninya untuk memijat atau
menggosok punggung atau membasuh muka di antara
kontraksi
d) Ajarkanlah sebentar kemudian dilepaskan dengan cara
meniup udara keluar sewaktu terasa kontraksi
C. Penolong tetap menjaga hak privasi dalam persalinan
D. Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang terjadi
serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil
pemeriksaan
6) Melakukan skrining untuk mengatisipasi komplikasi pada ibu dan
janin
7) Menentukan apakah ibu memerlukan 13 manajemen dasar yaitu:
a. Apakah ibu perlu diklisma
b. Apakah ibu perlu dicukur, kalau iya variasi cukurnya
bagaimana
c. Apakah ibu perlu dipasang jalur intravena
d. Apakah ibuperlu diberi posisi tertentu atau pembatasan gerak
apabila ya sampai dimana batasannya
e. Apakah ibu perlu diberi makan, atau minum melalui oral,
apabila iya, makanan atau minuman apa saja yang
diperbolehkan
58

f. Apakah ibu perlu diberi obat, apabila ya obat apa, berapa


banyak, dan kapan pemberiannya
g. Frekuensi dari pemeriksaan DJJ dan dengan alat apa
pemeriksaan dilakukan
h. Frekuensi dari pemeriksaan dalam
i. Identifikasi siapa yang akan mendmpingi ibu dan perannya
apa bagi ibu
j. Apakah ketuban perlu dipecahan, kapan?
k. Menentukan kapan perlu untuk konsultasi pada dokter
spesialis
l. Kapan persalinan perlu disiapkan.
b. Rencana Asuhan Pada Persalinan Kala II
Manajemen pada perslainan kala II termasuk bertanggung jawab
terhadap:
1) Persiapan untuk persalinan
2) Menejmen persalainan
3) Membuat manajemen keputusan untuk persalinan kala II termasuk
hal-hal berikut:
a) Frekuensi untuk memeriksa tanda-tanda vital
b) Frekuensi dari memeriksa denyut jantung janin
c) Kapan ibu dipimpin meneran
d) Kapan melakukan persiapan persalinan
e) Posisi ibu bersalin
f) Kapan ibu perlu kateter
g) Kapan menyokong perenium
h) Kapan perlu dilakukan episiotomi, tipe dari episiotomi
i) Kapan melahirkan kepala bayi, saat kontraksi atau diantara
kontraksi
j) Kapan mengeklem dan memotong tali pusat
k) Apakah perlu dikonsultasikan atau kolaborasi dengan dokter ahli
c. Rencana Asuhan Persalinan Kala III
1) Melanjutkan evaluasi setiap tanda-tanda yang ditemukan
2) Melanjutkan evaluasi kemajuan dari persalinan
3) Melanjutkan evaluasi ibu termasuk mengukur tekanan darah,
nadi, suhu, pernafasan, dan aktivitas gastrointestinal
59

4) Memperhatikan tanda dan gejala perdarahan


d. Rencana Asuhan Pada Persalinan Kala IV
1) Melakukan evaluasi terhadap uterus
2) Inseksi dan evaluasi serviks, vagina, dan perineum
3) Inspeksi dan evaluasi terhadap plasenta, selaput plasenta dan tali
pusat
4) Menjahit luka jalan lahir akibat episiotomi atau laserasi
6. Langkah 6. Melaksanakan Perencanaan
Melaksanakan asuhan menyeluruh yang telah direncanakan secara efektif
dan aman. Bila perlu berkolaborasi dengan dokter misalnya karena adanya
komplikasi.
7. Langkah 7. Evaluasi
Pada langkah ini dievaluasi keefektifan asuhan yang telah diberikan.
Apakah telah memenuhi kebutuhan asuhan yang telah teridentifikasi dalam
diagnosis maupun masalah. Manajemen kebidanan yang terdiri dari tujuh
langkah ini merupakan proses berfikir dalam pengambilan keputusan klinis
dalam memberikan asuhan kebidanan yang dapat diaplikasikan atau
diterapkan dalam setiap situasi (Marmi, 2016).
1. Asuhan Kebidanan Kala I Persalinan
a. Pengkajian
1) Nama
Menurut Marmi (2016:120) nama pasien dan suaminya
ditanyakan untuk memanggil, untuk mencegah kekeliruan dengan
pasien lain. Nama yang jelas dan lengkap, bila perlu ditanyakan
nama panggilan sehari-hari.
2) Umur
Umur dalam kategori reproduksi sehat yaitu antara 20 hingga
35 tahun. Kehamilan usia muda berkaitan dengan risiko
preeklamsia. Pada umur di atas 35 tahun fungsi system reproduksi
umumnya sudah tidak optimal untuk pertumbuhan janin, jalan
lahir juga tidak lentur lagi sehingga berisiko mengalami persalinan
lama pada nullipara, seksio sesaria, perlahiran preterm, IUGR.
Semakin tua juga semakin sering terpapar penyakit dan
meningkatkan insiden DM tipe II dan hipertensi kronis yang
mungkin dapat membahayakan kehamilan. Selain itu juga
60

meningkatkan risiko anomaly kromosom dan kematian janin


(Widatiningsih & Dewi, 2017:162).
3) Agama
Dikaji untuk mengetahui dengan perawatan pasien yang
berhubungan dengan keagamaan. Agama juga ditanyakan untuk
mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap kebiasaan pasien
atau klien. (Marmi, 2016:120-121).
4) Pendidikan
Dikaji untuk mengetahui tingkat intelektualnya. Tingkat
pendidikan mempengaruhi sikap perilaku seseorang. Dan untuk
mengetahui tingkat pengetahuan ibu atau taraf kemampuan
berfikir ibu, sehingga bidan bisa menyampaikan atau memberikan
penyuluhan atau KIE pada pasien dengan lebih mudah. (Marmi,
2016:121).
5) Pekerjaan
Dikaji pekerjaan ibu dan suami untuk mengetahui taraf hidup
dan sosial ekonomi pasien agar nasehat yang diberikan sesuai.
Serta mengetahui apakah pekerjaan ibu akan meng anggu
kehamilan atau tidak (Marmi, 2016:121).
Wanita karier yang hamil mendapat hak cuti hamil selama tida
bulan yang dapat diambil sebelum menjelang kelahiran dan dua
bulan setelah persalinan, jika ada keluhan dengan kehamilannya
sebaiknya segera memeriksakan diri ke tenaga kesehatan
(Manuaba, 1998 dalam Marmi, 2016:121).
6) Suku Bangsa
Dengan mengetahui suku atau bangsa, petugas dapat
mendukung dan memelihara keyakinan yang meningkatkan
adaptasi fisik dan emosinya terhadap kehamilan atau persalinan
(Marmi, 2016:122).
7) Alamat
Alamat ditanyakan untuk: a) mengetahui dimana ibu menetap,
b) mencegah kekeliruan, bila ada nama yang sama, c)
memudahkan menghubungi keluarga, dan d) dijadikan petunjuk
pada waktu kunjungan rumah (Marmi, 2016:120).
61

b. Data Subyektif
1) Keluhan utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien
dating ke fasilitas kesehatan. Pada kasus persalinan, informasi
yang harus didapat dari pasien adalah kapan mulai terasa ada
kenceng-kenceng di perut, bagaimana intensitas dan frekuensinya.
Apakah ada pengeluaran cariran dari vagina yang berbeda dari air
kemih, apakah sudah ada pengeluaran lender yang disertai darah,
serta pergerakan janin untuk memastikan kesejahteraannya
(Sulistyawati & Negraheny, 2010:221). Keluhan utama dapat
berupa ketuban pecah dengan atau tanpa kontraksi
(Marmi,2016:122).
Ibu diminta menjelaskan hal-hal berikut:
a) Frekuensi dan lama kontraksi
b) Lokasi dan karakteristik rasa tidak nyaman akibat kontraksi
c) Menetapkan kontraksi meskipun perubahan posisi saat ibu
berjalan atau berkurang
d) Keberadaan dan karakter rabas atau show dari vagina
e) Status membrane amnion, misalnya semburan atau rembesan
cairan apabila diduga cairan amnion telah keluar, tanyakan
juga warna cairan.
Pada umumnya pasien mengeluh nyeri pada daerah pinggang
menjalar ke perut, adanya his yang makin sering, teratur,
keluarnya lender dan darah, perasaan selalu ingin buan air kemih,
bila buang air kemih hanya sedikit-sedikit (Christina’a Ibrahim,
1993 dalam Marmi, 2016: 122-123)
2) Tanda-tanda persalinan
a) Kontraksi
His dikatakan efektif apabila adanya koordinasi dan
gelombang kontraksi, kontraksi simetris dengan dominasi di
fundus uteri, dan amplitude sekitar 40-60 mmHg selama 60-
90 detik. (Marmi, 2016:55) Kenceng-kenceng teratur
disebabkan oleh perubahan hormonal progresif yang
menyebabkan peningkatan ekstabilitas otot-otot uterus.
Penurunan hormon progesterone sebagai tanda awal
62

dimulainya persalinan dimana progesterone ini berfungsi


untuk penenang otot polos, relaksasi otot-otot uterus, jika
kadarnya menurun maka akan terjadi kontraksi yang teratur,
kontraksi uterus yang sangat nyeri, yang memberi pengaruh
signifikan terhadap serviks (Marmi, 2016:52).
b) Frekuensi
Informasi ini sangat penting untuk menetapkan awal
persalinan, biasanya dimulai sejak kontraksi menjadi
teratur, dan untuk membedakan antar kontraksi persalinan
palsu dan sejati. Pada persalinan palsu, frekuensi, durasi dan
intensitas kontraksi tidak meningkat, tidak teratur dan
durasinya singkat, tetapi kemudian menjadi teratur disertai
peningkatan frekuensi, durasi, dan intensitas kontraksi.
Frekuensi his permulaan kala pertama makin sering sekitar
3x/10 menit (Sulistyawati, 2010:115).
c) Lokasi Ketidaknyamanan
Kontraksi persalinan palsu biasanya dirasakan pada
abdomen bagian bawah dan lipat paha. Kontraksi persalinan
sejati biasanya di rasa sebagai nyeri yang menyebar dari
fundus ke punggung (Varney, 2007 : 692).
d) Perdarahan pervaginam
Bloddy show merupakan tanda persalinan biasanya
dalam 24 hingga 48 jam, apabila bloody show meningkat
berarti wanita akan segera memasuki kala II persalinan
Bloody show paling sering terlihat sebagai rabas lendir
bercampur darah dan lengket. Pengeluaran darah
disebabkan robeknya pembuluh darah waktu serviks
membuka (Marmi, 2016)
3) Riwayat Kesehatan
Data dari riwayat kesehatan ini dapat digunakan sebagai
“penanda” (warning) akan adanya penyulit masa hamil. Adanya
perubahan fisik dan fisiologis pada masa hamil yang melibatkan
seluruh sistem dalam tubuh akan mempengaruhi organ yang
mengalami gangguan (Sulistyawati, 2014; 183). Riwayat kesehatan
yang lalu dan sekarang membantu bidan mengindentifikasi kondisi
63

kesehatan yang dapat mempengaruhi kehamilan dan bayi baru lahir


(Rukiyah, et al, 2009; 146).
Informasi tentang keluarga pasien penting untuk
mengidentifikasikan wanita yang beresiko menderita penyakit
genetik yang mempengaruhi hasil akhir kehamilan atau memiliki
bayi yang menderita penyakit genetik. Informasi ini juga
mengidentifikasi ras atau etnik untuk melakukan pendekatan
berdasarkan pertimbangan budaya untuk mengetahui penyakit yang
memiliki komplement herrediter. (Romauli, 2011; 167).

4) Riwayat Obstetri
a. Riwayat Kehamilan Sekarang
Riwayat kehamilan sekarang meliputi: riwayat ANC, gerakan
janin, tanda-tanda bahaya atau penyulit, keluhan utama, obat yang
dikonsumsi, termasuk jamu, kekhawatiran ibu. (Rukiyah, et al,
2009; 144-145)
(1) Status Gravida, Para dan Abortus (GPA)
(a) Gravida menunjukkan berapa kali seorang wanita pernah
hamil. Bila saat ini wanita itu hamil maka kehamilannya
masuk hitungan
(b) Paritas adalah riwayat reproduksi seorang wanita yang
berkaitan dengan kehamilannya (jumlah kehamilan).
Dibedakan dengan primigravida (hamil yang pertama
kali) dan multigravida (hamil yang kedua atau lebih)
(Sulistyawati, 2011; 191)
(c) Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan biasanya terjadi pada usia
kehamilan <20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram (Maryunani, 2013; 119)
(2) Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)
HPHT dapat dijabarkan untuk memperhitungkan tanggal
tafsiran persalinan. Bila siklus haid + 28 hari, rumus yang
dipakai adalah rumus Neagel yaitu hari +7, bulan -3, tahun +1
(Prawirohardjo, 1999 dalam Marmi, 2012; 123). Perkiraan
64

partus pada siklus haid 35 hari adalah hari +14, bulan -3,
tahun +1 (Sastrawinata, 1998 dalam Marmi, 2016:123)
(3) Gerakan Janin.
Perlu dikaji untuk mengetahui keadaan janin, apakah normal,
ada-tidaknya hipoksia, gerakan aktif atau tidak. Jika janin
tidak bergerak, ajukan diagnosa banding bayi tidur atau
hipoksia. Biasanya gerakan janin dalam rahim dapat
dirasakanpada usia kehamila 18-20 minggu (walaupun tiap
individu berbeda-beda. Wanita yang sudah memiliki
pengalaman hamil sebelumnya bisa merasa gerakan janin
sedini usia kehamilan 15 minggu. (Marmi, 2014:186-187).
Gerakan janin minimal 10 kali selama 12 jam.
(Widatiningsih, dkk. 2017:166).
(4) Riwayat imunisasi Tetanus Toxoid
Pemberian imunisasi tetanus toxoid pada kehamilan
umumnya diberikan 2 kali saja, imunisasi pertama diberikan
pada usia kehamilan 16 minggu untuk yang kedua diberikan
4 minggu kemudian. Akan tetapi untuk memaksimalkan
perlindungan maka dibentuk program jadwal pemberian
imunisasi pada ibu hamil. (Rukiyah, et al, 2009; 7)
(5) Riwayat Antenatal Care (ANC)
Sesuai dengan kebijakan Departemen Kesehatan,
Kunjungan minimal selama hamil adalah 4 kali, yaitu 1 kali
pada trimester I, 1 kali pada trimester II, dan 2 kali pada
trimester III. (Sulistyawati, 2011; 4)
Idealnya penjadwalan ulang bagi wanita yang
mengalami perkembangan normal selama hamil adalah:
a) Hingga usia 28 minggu, kunjungan dilakukan setiap 4
minggu.
b) Antara minggu ke-28 hingga 36, setiap 2 minggu.
c) Setiap minggu ke-36 hingga persalinan, dilakukan setiap
minggu.
d) Bila ibu mengalami masalah, tanda bahaya, atau jika merasa
khawatir, dapat sewaktu-waktu melakukan kunjungan.
(Romauli, 2011; 195)
65

5) Riwayat Pernikahan
Riwayat pernikahan perlu untuk dikaji Karena dari data ini
kita akan mendapatkan gambaran mengenai suasana rumah
tangga pasangan. Beberapa pertanyaan yang diajukan adalah:
usia ibu saat pertama menikah, status pernikahan (sah/tidak sah),
lama pernikahan, dan pernikahan ke berapa. (Sulistyawati, 2011;
169)
a) Menikah
Menurut Astuti (2012; h.216) data tentang
pernikahan klien perlu ditanyakan apakah klien sekarang
sudah menikah atau belum. Untuk mengetahui apakah
status kehamilan tersebut dari hasil pernikahan yang resmi
atau yang tidak diinginkan
b) Usia saat menikah
Menurut Astuti (2012; 216-217) usia pernikahan
klien perlu dikaji karena apabila klien mengatakan bahwa
ia menikah di usia muda sedangkan klien pada saat
kunjungan awal ke tempat bidan tersebut sudah tak lagi
muda dan kehamilannya adalah yang pertama, ada
kemungkinan kehamilannya saat ini adalah kehamilan
yang sangat diharapkan. Hal ini akan sangat berpengaruh
bagaimana asuhan kehamilannya.
c) Lama pernikahan
Menurut Astuti (2012; 217) saat memberikan
asuhan kehamilan lama pernikahan klien dengan suami
perlu dikaji, sebab apabila mereka tergolong pasangan
muda, maka dapat dipastikan dukungan suami akan sangat
besar terhadap kehamilannya.
6) Riwayat Keluarga Berencana
Riwayat kontrasepsi diperlukan karena kontrasepsi
hormonal dapat mempengaruhi EDD, dan karena penggunaan
metode lain dapat membantu “menanggali” kehamilan.
(Romauli, 2011; 164)
7) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
66

a) Pola Nutrisi
Data ini penting untuk diketahui agar bias mendapatkan
gambaran bagaimana pasien mencukupi asupan gizinya selama
hamil sampai dengan masa awal persalinan. Selain makanan,
data mengenai intake cairan sangat penting karena akan
menentukan kecenderungan terjadinya dehidrasi. (Sulistyawati
& Nugraheny, 2010; 223). Aspek ini komponen penting dalam
riwayat prenatal. Status nutrisi seorang wanita memiliki efek
samping langsung pada pertumbuhan dan perkembangan janin
dan wanita memiliki motivasi tinggi untuk mempelajari gizi
yang baik. Pengkajian diet dapat mengungkapkan data praktik
khusus, alergi makanan dan perilaku makan, serta factor-faktor
lain yang terkait dengan status nutrisi. Jumlah tambahan kalori
ibu hamil adalah 300 kalori perhari dengan komposisi menu
seimbang (cukup, mengandung karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, mineral, dan air) adanya his berpengaruh pada
keinginan atau selera makan yang menurun (Sharon J. Reeder
et all, a1987 dalam Marmi, 2012; 126) Asupan nutrisi penting
sebagai gambaran bagaimana pasien mencukupi gizinya
sampai awal persalinan. Makanan ringan dan asupan cairan
yang cukup selama persalinan akan memberi banyak energi
dan mencegah dehidrasi (Sulistyawati dan Nugraheny, 2011;
223). Dehidrasi dapat memperlambat kontraksi atau membuat
kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang efektif. (JNPK-KR,
2014; 50).
b) Pola istirahat
Menurut Sulistyawati & Nugraheny (2010; 224)
menyatakan istirahat sangat penting untuk mempersiapkan
energi menghadapi proses persalinan yang panjang. Perlu
ditanyakan kapan terakhir tidur dan berapa lama.
c) Pola aktivitas dan olahraga (terakhir)
Menurut Sulistyawati & Nugraheny (2010; 224)
pengkajian dilakukan untuk memberikan gambaran kita
tentang seberapa berat aktivitas yang biasa dilakukan pasien di
rumah. Jika di akhir kehamilannya pasien melakukan aktivitas
67

yang terlalu berat dikhawatirkan pasien akan merasa kelelahan


sampai akhirnya dapat menimbulkan penyulit pada masa
bersalin.
d) Pola eliminasi
Menganjurkan ibu untuk mengosongkan kandung
kemihnya secara rutin karena kalau tidak akan menghambat
penurunan kepala janin. Memberikan respon positif pada ibu
untuk BAB, karena apabila tidak ibu akan merasa rendah diri
dan tidak percaya kepada orang lain serta akan memengaruhi
semangatnya untuk menyelesaikan proses persalinannya.
(Sulistyawati dan Nugraheny, 2010; 46) Kandung kemih yang
penuh dapat memperlambat turunnya janin, mengganggu
kemajuan persalinan, menyebabkan ibu tidak nyaman,
meningkatkan risiko perdarahan pasca persalinan dan
meningkatkan risiko infeksi saluran kemih pasca persalinan
(JNPK-KR, 2014; 50-51).
e) Personal hygiene
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga
kebersihan tubuh ibu selama persalinan:
(1) Saat tidak ada his, bidan atau perawat dapat membantu
mengganti baju terutama jika sudah basah dengan
keringat. Sarankan pasien untuk menggunakan baju
dengan bahan tipis dan menyerap keringat dan berkancing
depan.
(2) Seka keringat yang membasahi dahi dan wajah pasien
menggunakan handuk kecil
(3) Ganti kain pengalas bokong jika sudah basah oleh darah
atau air ketuban (Sulistyawati dan Nugrahaeny, 2010;
224).
f) Aktivitas Seksual
Menurut Sulistyawati & Nugraheny (2010; 224), Data
yang diperlukan berkaitan dengan aktivitas seksual adalah
keluhan, frekuensi,dan kapan terakhir melakukan hubungan
seksual.
g) Tingkat Pengetahuan
68

Data ini diperoleh dari beberapa pertanyaan yang kita


ajukan kepada pasien mengenai apa yang ia ketahui tentang
proses persalinan. Pengalaman atau riwayat persalinannya
yang lalu dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
menyimpulkan sejauh mana pasien mengetahui tentang
persalinan. (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010; 225)
h) Data Psikososial, Spiritual
Adanya respon positif dari keluarga terhadap persalinan
akan mempercepat proses adaptasi pasien menerima peran dan
kondisinya, selanjutnya menanyakan mengenai bagaimana
perasaan pasien terhadap kehamilan dan kelahirannya, data
mengenai respon suami pasien juga sangat penting karena
dapat kita jadikan salah satu acuan mengenai pola kita dalam
memberikan asuhan kepada pasien, dan pada adat istiadat
dikaji adakah beberapa kebiasaan yang pasien lakukan dan
selama tidak membahayakan pasien, sebaiknya tetap
difasilitasi karena ada efek psikologis yang positif untuk pasien
dan keluarganya (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010; 225-
226).
a. Data Obyektif
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Menurut Sulistyawati (2011; 175) keadaan pasien dikatakan
baik apabila memperlihatkan respon yang baik terhadap
lingkungan dan orang lain, serta secara fisik pasien tidak
mengalami ketergantungan dalam berjalan.
b) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita
dapat melakukan pengkajian derajat kesadaran pasien dari
keadaan komposmentis (Kesadaran maksimal) sampai
dengan koma (pasien tidak dalam keadaan sadar).
(Sulistyawati, 2011; 175)
c) Tanda vital
(1) Tekanan darah
69

Tekanan darah dapat meningkat lagi 15-25 mmHg


selama kala II persalinan. Upaya meneran juga akan
memengaruhi tekanan darah, dapat meningkat dan
kemudian menurun dan akhirnya kembali lagi sedikit
diatas normal. Rata-rata normal peningkatan tekanan
darah selama kala II adalah 10 mmHg. (Sulistyawati &
Nugraheny, 2010; 102)
(2) Denyut Nadi
Frekuensi denyut nadi bervariasi tiap kali pasien
meneran. Secara keseluruhan frekuensi nadi meningkat
selama kala II disertai takikardi yang nyata ketika
mencapai puncak menjelang kelahiran bayi.
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010; 102)
(3) Suhu
Peningkatan suhu tertinggi terjadi pada saat proses
persalinan dan segera setelahnya, peningkatan suhu
normal adalah 0,5-1 °C. (Sulistyawati & Nugraheny,
2010; 102)
(4) Pernafasan
Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan masih normal
selama persalinan, hal tersebut mencerminkan
peningkatan metabolisme. (Sulistyawati & Nugraheny,
2010; 102).

2) Status Present
Kepala : Mesocephal, rambut warna hitam, bersih, tidk mudah
rontok
Muka : simetris tidak pucat, tidak oedema
Mata : konjungtiva merah muda, sklera putih, bersih, tidak
ditemukan kelainan, tidak ada gangguan penglihatan
Hidung : bersih, tidak ditemukan polip, tidak ditemukan alergi debu.
Mulut : bibir merah muda, bibir lembab, warna lidah kemerahan,
lidah bersih, tidak sariawan, tidak ditemukan caries, tidak
bau mulut
Telinga : bersih, tidak ditemukan secret, tidak ada gangguan
pendengaran
Leher : tidak ditemukan pembesaran kelenjar limfe maupun limfe
Dada : simetris, tidak ditemukan retraksi dinding dada
70

Perut : bentuk simetris, tidak ditemukan luka bekas operasi.

Genetalia : bersih, tidak ditemukan tanda-tanda infeksi


Ekstremitas : atas (tidak ditemukan kelainan, bentuk simetris)
Bawah (bentuk simetris, tidak ditemukan odema dan
varises)
Anus : tidak ditemukan hemoroid, bersih
(Sulistyawati dan Nugraheny, 2010; 226-228)
3) Status Obstetri
a) Inspeksi/Periksa Pandang
Muka : Tidak ada oedema, tidak cyanosis
Mammae : Bentuk simetris, konsistensi tegang,
putting susu menonjol, hiperpigmentasi
pada areola mamae, kolostrum sudah
keluar
Abdome : Ada striae gravidarum dan tidak ada linea
n nigra
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010; 217)
Vulva : Pada pemeriksaan genetalia perlu
diperhatikan apakah ada luka atau massa
termasuk kondilomata, varises vulva atau
rektum, atau luka parut di perineum
(JNPK-KR, 2014; 43). Terdapat bloody
show, apabila bloody show meningkat
berarti wanita akan segera memasuki kala
dua persalinan. Pemeriksaan vulva dan
vagina untuk mengetahui bersih atau
tidak, oedema atau tidak, ada flour albus
atau tidak, ada pembesaran kelenjar
skene dan kelenjar bartholini atau tidak,
ada condilomatalata atau tidak, ada
condiloma acuminata atau tidak,
kemerahan atau tidak (Marmi, 2012:131).
Selain itu dapat ditemukan keluarnya
lendir darah pervaginam. Lendir berasal
dari pembukaan yang menyebabkan
lepasnya lendir berasal dari kanalis
71

servikalis. Sedangkan pengeluaran darah


disebabkan robeknya pembuluh darah
sewaktu serviks membuka (Marmi,
2016:10).
b) Palpasi
Bertujuan untuk menentukkan besarnya rahim dan dengan
ini menentukan tuanya kehamilan, menentukkan letaknya
anak dalam rahim, selain daripada itu selalu juga harus
diraba apakah ada tumor-tumor lain dalam rongga perut,
kista, myoma, limpa yang membesar (Marmi, 2014:167).
Palpasi leopold menjadi lebih jelas setelah minggu ke-22
(Kusmiyati, 2011:93)
1) Leopold I:
Untuk menentukkan TFU dengan jari dimana tingginya
sesuai dengan usia kehamilan. Deskripsikan bagian yang
ada di fundus bila usia gestasi >28 minggu. Kepala
dideskripsikan sebagai teraba 1 bagian besar, bulat,
keras, melenting. Bokong dideskripsikan sebagai teraba
1 bagian besar, lunak, kurang bulat (Widatiningsih, dkk.,
2017:183).
Tinggi fundus uteri berdasar usia kehamilan:

Kehamilan 16 : TFU pertengahan simfisis


minggu dengan pusat.
Kehamilan 20 TFU 3 jari dibawah pusat.
minggu
Kehamilan 24 TFU setinggi pusat
minggu
Kehamilan 28 TFU 3 jari diatas pusat.
minggu
Kehamilan 32 TFU pertengahan pusat
minggu dengan prosess
xyfoideus(PX)
Kehamilan 36 TFU 1 jari dibawah PX
minggu
Kehamilan 40 TFU 3 jari dibawah PX
72

minggu
(Kusmiyati, 2011:93-94)
a. Leopold II:
Untuk menentukkan bagian apa yang ada di sisi kanan dan
sisi kiri ibu. Punggung dideskripsikan sebagai teraba bagian
besar yang rata, memanjang dan terasa ada tahanan.
Sedangkan ekstremitas dideskripsikan sebagai teraba bagian
kecil-kecil yang menonjol (Widatiningsih&Dewi, 2017:183).
b. Leopold III
Untuk menentukkan apakah bagian terbawah janin dan
apakah bagian tersebut sudah masuk panggul ibu atau belum.
Jika teraba 1 bagian besar yang lunak, kurang melenting,
maka itu adalah kepala. Mulai 36 minggu tentukan apakah
sudah masuk PAP yaitu jika teraba kepala maka goyangkan,
bila masih mudah digoyangkan berarti belum masuk panggul
namun jika tidak dapat digoyangkan berarti kepala sudah
masuk panggul. (Widatiningsih&Dewi, 2017:183).
c. Leopold IV
Dilakukan bila leopold III ditemukan bagian terbawah sudah
masuk PAP dan usia gestasi >36 minggu. Tentukan tingkat
penurunan kepala apakah konvergen atau sejajar atau
divergenn. Pada primigravida usia 37 minggu kepala
harusnya sudah masuk panggul, pada multigravida mungkin
kepala baru masuk panggul saat inpartu dikarenakan tonus
otot abdomen yang sudah mengendur tidak cukup bisa
menekan kepala janin untuk memasuki panggul.
(Widatiningsih&Dewi, 2017:183).
d. TFU dalam cm (jika usia gestasi >22 minggu).
Pemeriksaan abdomen meliputi pengkajian subjektif ukuran
uterus pada trimester pertama kehamilan. Pemeriksaan TFU
ini untuk mengkaji kesesuaian tinggi fundus dengan usia
kehamilan sebagai deteksi dini penyulit kehamilan (Marmi,
2014:169).
73

TFU akan sesuai dengan usia kehamilannya dalam minggu


dengan rentang selisih ±2cm (Widatiningsih&Dewi,
2017:183).
Pertumbuhan uterus akan terus terjadi dan dapat
diperkirakan sehingga TFU merupakan pedoman yang baik
untuk menentukkan usia kehamilan. (Farrer, 2001 dalam
Rukiah, 2013:32)
e. Taksiran Berat Janin
Menaksir berat janin diperlukan untuk melihat kesejahteraan
janin di dalam uterus serta bisa menjadi salah satu deteksi
dini bila bayi mengalami makrosomi untuk dilakukan
rencana tindakan yang sesuai. Rumus yang digunakan adalah
(TFU dalam cm-N)155=..
N=13 jika kepala belum masuk PAP sama sekali.
N=12 jika kepala sudah masuk PAP namun masih di atas
spina ischiadika (ditunjukkan dengan penurunan kepala 4/5-
3/5) diatas simfisis.
Taksiran berat janin hanya berlaku untuk janin presentasi
kepala. (Kusmiyati, 2011:27)
Taksiran Berat Janin mulai bisa dihitung sejak usia kehamilan
24 minggu. (Widatiningsih&Dewi, 2017:190)
Menurut JNPK-KR (2014; 40-42) Pada persalinan,
palpasi abdomen dilakukan dengan Leopold I-IV seperti
saat periksa hamil dan ditambah dengan:
4) Memantau kontraksi uterus.
Frekuensi his, jumlah his dalam waktu tertentu biasanya
permenit atau persepuluh menit. Durasi atau lama his, lamanya
setiap his berlangsung diukur dengan detik. (Marmi, 2016; 57).
His timbul disebabkan penurunan kadar hormon estrogen
dan progesteron yang terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum
partus dimulai. Progesterone bekerja sebagai penenang bagi
otot-otot uterus dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh
darah sehingga timbul his bila kadar progesterone turun
(Sofian, 2011; 70). Pace maker merupakan pusat koordinasi his
yang berada pada uterus di sudut tuba dimana gelombang his
74

berasal. Dari sini gelombang his bergerak ke dalam dan ke


bawah dengan kecepatan 2 cm tiap detik mencakup seluruh
otot-otot uterus. His dominan, oleh Karena serviks tidak
mempunyai otot-otot yang banyak, maka pada setiap his terjadi
perubahan serviks: tertarik dan mendatar (effacement) dan
membuka (dilatasi) (Marmi, 2016; 57)
5) Memantau denyut jantung janin.
Untuk memantau denyut jantung janin, digunakan sebuah
fetoskop Pinnards atau doppler guna memantau denyut jantung
janin dalam Rahim ibu, untuk menghitung DJJ permenit
gunakan jarum detik jam dinding/ jam tangan. Tentukan titik
tertentu dinding abdomen dimana DJJ terdengar paling kuat.
Nilai DJJ selama dini segera setelah kontraksi uterus. Mulailah
penilaian selama atau sebelum puncak kontraksi. Dengarkan
selama minimal 60 detik. (Asrinah, et al, 2010; 43-44).
6) Menentukan penurunan bagian terbawah janin.
Nilai penurunan kepala janin dengan hitungan perlima bagian
kepala janin yang bisa dipalpasi di atas simfisis pubis
(dutentukan oleh jumlah jari yang bisa ditempatkan di bagian
kepala di atas simfisis pubis).
Tabel 2.8 Penurunan Kepala Janin Menurut Sistem Perlimaan
Pemeriksaan
Pemeriksaan Luar Keterangan
Dalam
Keseluruhan kepala janin dapat diraba
Teraba 5/5 bagian -
di atas simfisis pubis
1/5 Bagian terbawah janin sudah
Teraba 4/5 bagian Hodge I-II
masuk PAP
2/5 Bagian terbawah janin sudah
Teraba 3/5 bagian Hodge II-III
masuk rongga panggul
3/5 bagian telah turun melewati
bidang tengah
Teraba 2/5 bagian Hodge III (+)
rongga panggul (tidak dapat
digerakkan)
4/5 bagian telah masuk ke dalam
Teraba 1/5 bagian Hodge III-IV
rongga panggul
Teraba 0/5 bagian Hodge IV Kepala janin tidak teraba dari luar
atau
75

Sumber : (Asrinah, et al, 2010; 44)


c) Auskultasi
Sulistyawati & Nugraheny (2013; 74) menyatakan bahwa
auskultasi denyut jantung janin pada persalinan normal dilakukan
setiap 1 jam pada fase laten dan setiap 30 menit pada fase aktif,
pemeriksaan DJJ harus dilakukan dalam 1 menit penuh saat
uterus tidak berkontraksi.
2) Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam selama persalinan sangat bermanfaat untuk
mengonfirmasi temuan di abdomen sekaligus menegakkan diagnosis
yang pasti mencakup presentasi, posisi, dan variasi janin.
Yang dipantau saat pemeriksaan dalam yaitu :
1) Vulva/vagina
Pemeriksaan vagina (terutama dindingnya), apakah
ada bagian yang menyempit (Sulistyawati & Nugraheny,
2010; 73). Selain itu dikaji luka atau massa, kondilomata,
varises vulva, atau luka parut di perineum (JNPK-KR,
2014; 43).
2) Serviks
Menurut Sulistyawati & Nugraheny (2013; 64-66) yang
perlu dikaji:
a) Keadaan
Sebelum onset persalinan, serviks
mempersiapkan kelahiran dengan berubah menjadi
lembut kemudian menipis dan membuka saat
mendekati persalinan.
b) Penipisan/effacement
Kontraksi uterus yang bersifat fundal dominan
sehingga seolah-olah serviks tertarik ke atas dan lama
kelamaan menjadi tipis. Batas antara segmen atas dan
segmen bawah rahim (retraction ring) mengikuti arah
tarikan ke atas, sehingga seolah-olah batas ini
letaknya bergeser ke atas. Panjang serviks berkurang
secara teratur sampai menjadi sangat pendek “menipis
penuh”.
76

c) Pembukaan/ dilatasi
Proses dilatasi dibagi menjadi 2 yaitu fase laten
(berlangsung selama kurang lebih 8 jam, pembukaan
terjadi sangat lambat sampai diameter 3 cm) dan fase
aktif (berlangsung selama 7 jam pembukaan dari 3 cm
sampai pembukaan 10 cm). Untuk serviks primipara
mendatar dan menipis dahulu kemudian membuka,
sedangkan pada multipara penipisan dan pembukaan
terjadi dalam waktu yang bersamaan.

3) Kulit Ketuban
Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika
pembukaan hampir atau sudah lengkap. Tidak jarang
ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan sudah
lengkap (Sulistyawati & Nugraheny, 2010; 66).
Menurut Marmi (2012; 144) kondisi ketuban dinilai :
U (selaput ketuban Utuh), J (selaput ketuban pecah, air
ketuban Jernih), M (air ketuban bercampur Mekonium), D
(Air Ketuban bercampur Darah), K (Tidak ada air ketuban
“Kering”)
4) Presentasi dan Point of Direction (POD)
Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2013; 32-33)
presentasi digunakan untuk menunjukan bagian janin yang
terdapat di bagian terbawah jalan lahir sedangkan posisi
menunjukan hubungan bagian janin tertentu dengan bagian
kiri, kanan, depan lintang (lateral) dan belakang dari jalan
lahir.
5) Moulage
Menurut Marmi (2012; 145) menyatakan bahwa cara
menulisnya menggunakan lambang:

0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura


dengan mudah dapat dipalpasi
1 : tulang- tulang kepala janin hanya saling
bersentuhan
2 : tulang- tulang kepala janin saling tumpang
tindih tetapi masih dapat dipisahkan
77

3 : tulang- tulang kepala janin saling tumpang


tindih dan tidak dapat dipisahkan
6) Penurunan bagian terendah
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2010; 195) bidang-
bidang hodge ini dipelajari untuk menentukan sampai
dimanakah bagian terendah janin turun dalam panggul
dalam persalinan.

(s) Hodge I : bidang datar yang melewati bagian


atas simfisis dan promotorium
(t) Hodge II : bidang sejajar dengan bidang
hodge I terletak setinggi bagian
simfisis
(u) Hodge III : bidang sejajar dengan bidang hodge
I dan II terletak setinggi spina
iskiadika kanan dan kiri
(v) Hodge IV : bidang yang sejajar dengan bidang
hodge I, II, dan III terletak setinggi
os cocsigys.
7) Bagian Lain
Menurut JNPK- KR (2014; 44) pastikan tali pusat
dan atau bagian kecil (tangan atau kaki) tidak teraba pada
saat pemeriksaan.

8) STLD (Sarung Tangan Lendir Darah)


Sulistyawati dan Nugraheny (2013; 66) menyatakan
bahwa pengeluaran lendir dan darah mengindikasikan
telah dimulainya proses persalinan.
c.Analisa
a) Diagnosa Kebidanan
Dalam bagian ini yang disimpulkan oleh bidan adalah : Paritas
dibedakan menjadi primigravida (hamil pertama kali) dan
multigravida (hamil kedua atau lebih), usia kehamilan (dalam
minggu), kala dan fase persalinan, keadaan janin normal atau tidak
normal (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013; 228-229)
78

Ny.X umur 20-35 tahun, G≤4P≤3A0 Umur kehamilan 36-42


minggu, janin tunggal, hidup, intrauterin, puka/puki, presentasi
kepala, inpartu kala I fisiologis.
b) Masalah
Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2013; 229) masalah
pada ibu bersalin kala 1 yaitu takut dengan gambaran rasa sakit
selama proses persalinan, bingung dengan apa yang harus
dilakukan selama proses persalinan.

b. Penatalaksanaan
Menurut Retno Heru Setyorini (2013; 37-46), pemberian asuhan
kala I terdiri dari:
a) Penggunaan partograph
Partograph merupakan alat untuk mencatat informasi berdasrakan
observasi dan pemeriksaan fisik pada ibu dalam persalinan dan alat
penting khusus untuk membuat keputusan klinis selama kala I.
Partograpd digunakan dalam mengamati dan mencatat kemajuan
persalinan melalui peemriksaan dalam, menentukan persalinan
berjalan normal atau tidak, pemantauan kemajuan persalinan,
kesejahteraanibu dan janin, mencatta asuhan yang diberikan serta
mengidentifikasi secara dini penyulit.
b) Memberikan dukungan persalinan
Ada lima kebutuhan seorang wanita dalam persalinan, yaitu:
- Asuhan tubuh/fisik
- Kehadiran seorang pendamping secara terus-menerus. Menurut
penelitian yang dilaukan Puspitasari (2020) semakin tinggi
dukungan suami dan keluarga maka semakin rendah intensitas
nyeri yang dirasakan ibu bersalin.
- Keringanan dari rasa sakit
- Penerimaan sikap dan perilakunya
- Informasi dan kepastian tentang hasil yang aman
c) Mengurangi rasa sakit
Nyeri persalinan disebabkan kontraksi Rahim, dilatasi servik dan
distensi perineum. Rasa nyeri yang terjadi saat persalinan dapat
terjadi pada daerah-daerah tertentu saja terutama disekitar perut
79

Menurut Varneys midwifery, pendekatan-pendekatan untuk


mengurangi rasa sakit persalinan ialah:
- Seseorang yang dapat mendukung persalinan
- Pengaturan posisi
- Relaksasi dan latihan nafas
- Istirahat dan privasi
- Penjelasan mengenai kemajuan
- Asuhan tubuh
- sentuhan
Cara mengurangi rasa sakit:
- mengurangi sakit di sumbernya
- memberi rangsangan alternative yang kuat
- mengurangi reaksi mental, emosional, dan fisik ibu terhadap
rasa sakit
Teknik mengurangi rasa sakit:
- kehadiran yang terus-menerus, sentuhan penghiburan dan
dorongan dari orang yang mendukung.
- Perubahan posisi dan pergerakan
- Agar ibu tetap tenang dan rileks sedapat mungkin bidan tidak
mengarahkan atau mengendalikan pemilihan posisi yang
diinginkan ibu dalam persalinan. Bidan harus mendukung ibu
dalam pemilihan posisi apapun yang dipilih ibu sambal
menyarankan alternative hanya bila tindakan ibu tidak efektif
atau merugikan dirinya maupun bayinya.
Penelitian yang dilakukan Anisa (2019) menyatakan bahwa
relaksasi pernapasan efektif secara signifikan terhadap
pengurangan intensitas nyeri yang dialami ibu bersalin.
- Posisi persalinan terlentang atau litotomi tidak dianjurkan.
Posisi-posisi untuk persalinan, yang dianjurkan yaitu:
(1) Duduk atau setengah duduk: lebih mudah bagi bidan untuk
membimbing kelahiran kepala bayi dan mengamati/
mendukung persalinan
(2) Merangkak: baik untuk persalinan yang menyebabkan
punggung sakit, membantu bayi melakukan rotasi,
peregangan minimal pada perineum
80

(3) Berjongkok atau berdiri: membantu penurunan kepala


bayi, memperbesar diameter panggul dalam hal ruang
outlet, memperbesar dorongan meneran.
(4) Berbaring miring ke kiri: memberi rasa santai bagi ibu
yang letih, oksigenasi yang baik bagi bayi, membantu
pencegahan laserasi.

- Sentuhan dan massase


(1) Tekanan kontra untuk mengurangi tegangan pada ligament
sacroiliaca
(2) Pijatan ganda pada pinggul
(3) Penekanan pada dengkul
(4) Panas buatan dan dingin buatan (superfisial)
(5) Pencelupan di dalam air
(6) Pengeluaran suara
(7) Visualisasi dan pemusatan perhatian
(8) Music
d) Persiapan Persalinan
(1) Menyiapkan ruangan untuk persalinan dan kelahiran bayi.
Dimanapun tempat ibu akan melahirkan pastikan upaya
pencegahan infeksi dilaksanakan sesuai dengan standard yang
ditetapkan dan ketersediaan bahan-bahan dan sarana yang
memadai. Mempersiapkan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-
obatan yang digunakan, partus set (di dalam wadah stenlis yang
berpenutup), terdiri dari 2 klem kocher, gunting tali pusat, benang
tali pusat/ klem plastic, kateter nelaton, gunting episiotomy, ½
kocher, 2 pasang sarung tangan DTT, kasa/ kain kecil, kapan DTT
yang sudah dikasih air DTT, spuit 2 ½ atau 3 cc dengan jarum IM
sekali pakai, penghisap de lee, 4 kain pembersih dan 3 handuk/ kain
untuk mengeringkan bayi. Bahan-bahan, antara lain: partograph,
KMS ibu hamil, formulir rujukan, pena, thermometer, pita
pengukur, fetoskop/dopler/pinard, jam yang mempunyai jarum
detik, stetoskop, tensimeter, 5 pasang sarung tangan bersih, 5
pasang sarung tangan DTT, 1 pasang sarung tangan rumah tangga,
klorin, perlengkapan perlindungan diri, sabun cuci tangan,
81

detergen, sikat kuku dan gunting kuku, lembar plastic untuk alas
tempat tidur ibu saat persalinan, kantong plastic, sumber air bersih
yang mengalir, wadah untuk larutan klorin, wadah untuk air DTT.
Persiapan resusitasi: balon resusitasi dan sungkup no 0 dan 1,
lampu sorot 60 watt.
Obat-obatan dan perlengkapan untuk asuhan rutin dan
penatalaksanaan penyulit: 8 ampul oksitosin 1 ml 10 unit (atau 4
ampul oksitosin 2 ml 10 u/ml), 20 ml lidokain 1% tanpa epinefrin
atau 10 ml lidokain 2% tanpa epinefrin dan air steril atau cairan
garam fisiologik (NS) untuk pengenceran, 3 botol RL 500 ml,
selang infus, 2 kanul IV no 16-18 G, 2 ampul metal ergometrin
maleat, 2 vial larutan magnesium sulfat 40% (25 gr), 6 spuit 2 1/1-3
cc steril sekali pakai dengan jarum IM, 2 spuit 5 cc steril sekali
pakai dengan jarum IM, 1 spuit 10 cc steril sekali pakai dengan
jarum IM ukuran 22 panjang 4 cm atau lebih, 10 kaplet
amoksilin/ampisilin 500 mg atau amoksilin/ampisilin IV 2 gr.
Set jahit: 1 spuit 10 ml steril sekali pakai dengan jarum Im ukuran
22 panjang 4 cm atau lebih, pinset, pegangan jarum, 2-3 jarum jahit
ukuran 9-11, benang kromik 1x pemakaian ukuran 2.0 dan/3.0 1
dan 1 pasang sarung tangan DTT steril, 1 kain bersih.
(2) menyiapkan rujukan
(3) memberikan asuhan saying ibu
e) Pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis ibu
- Membatu ibu dalam persalinan jika tampak gelisah, ketakutan
dan kesakitan
- Jika ibu tamak kesakitan dapat memberikan dukungan
dengan membantu perubahan posisi, tidur miring ke kiri,
memijat punggung atau membasuh muka diantara kontraksi,
mengajari Teknik relaksasi dengan menarik nafas Panjang,
menahan nafasnya sebentar kemudian dilepaskan dengan cara
meniup udara ke luar sewaktu terasa kontraksi.
- Mejaga privasi ibu dalam persalinan
- Menjelaskan mengenai kemajuan persalinan dan perubahan
yang terjadi serta prosedur tindakan dan hasil pemeriksaan
82

- Memperbolehkan ibu untuk mandi dan membasuh kemaulan


steelah BAB/BAK
- Jika ibu merasa kepansan bias diatasi dengan AC jika ada,
kipas angina tau menganjurkan ibu mandi
- Memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidrasi
- Menyarankan untuk berkemih sesering mungkin.
f) Pemantauan tanda bahaya kala I
Parameter yang diukur adalah: tekanan darah, suhu, nadi, DJJ,
kontraksi, serviks, cairan amnion, dan urine.
g) Melakukan pendokumetasian kala I
Mencatat semua asuhan, hasil pengamatan dan keputusan klinik
yang diisi di luar kolom partograph atau buat catatan terpisah
tentang kemjuan persalinan. Mencantumkan tanggal dan wantu
saat membuat catatan persalinan.

Catatan Perkembangan
1. Asuhan Kebidanan Persalinan Kala II
Tanggal ............. jam................
Tabel 2.9 Teori Kala II.
Subyektif Menurut Setyorini (2013; 48), gejala dan tanda kala II
persalinan adalah :
1. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi
2. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum
dan/atau vaginanya.
3. Pada kala II ibu mengatakan merasa mules, kenceng
semakin kuat dan teratur serta merasa telah mengeluarkan
cairan dari jalan lahirnya. Hal ini dapat terjadi karena
dibelakang serviks terletak ganglion sevicalis (fleksus
frankenhauser), bila ganglion ini digeser dan ditekan (oleh
kepala janin), maka akan timbul kontrasi uterus dan rasa
ingin meneran. (Sulistyawati, 2013; 234 dan 5)
Obyektif Menurut Setyorini (2013; 48) data objektif kala II yaitu :
1. Ekspresi wajah pasien serta bahasa tubuh (body language)
yang menggambarkan suasana fisik dan psikologis paisen
menghadapi kala II.
83

2. Vulva dan anus membuka, perineum menonjol.


3. Terlihat kepala bayi melalui introitus vagina
4. Hasil pemantauan kontraksi
(1)Sangat kuat dengan durasi 60-70 detik, 2-3 menit sekali
(2)Sangat sakit dan akan berkurang bila meneran
(3)Kontraksi mendorong kepala ke ruang panggul yang
menimbulkan tekanan pada otot dasar panggul sehingga
timbul reflek dorongan meneran
5. Hasil pemeriksaan dalam menunjukan bahwa pembukaan
serviks sudah lengkap.

Analisa N,y.X umur 20-35 tahun G≤ 4, P≤ 3, A0 UK 36-40


minggu, janin tunggal, hidup, intrauteri, puka/puki,
presentasi belakang kepala, persalinan kala II fisiologis.
Pelaksanaan 1. Mengenali gejala dan tanda kala dua, seperti: ibu
merasakan dorongan kuat dan meneran, ibu merasakan
regangan yang semakin meningkat pada rectum dan
vagina, perineum tampak menonjol, dan vulva dan
sfinghter ani membuka.
2. Menyiapkan pertolongan persalinan:
Memastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-
obatan esensial untuk menolong persalinan dan
menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk
persiapan asfiksia: tempat tidur datar dan keras, 2 kain dan
1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan
jarak 60 cm dari tubuh bayi.
3. Mengenakan celemek plastic
4. Melepaskan dan menyimpan perhiasan yang dipakai,
mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
kemudian mengeringkan tangan dengan tissue atau handuk
bersih dan kering.
5. Memakai sarung tangan DTT untuk melakukan
pemeriksaan dalam
6. Memasukkan oksitosin ke dalam tabung suntik
(menggunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT
dans teril). Memastikan tidak terkontaminasi pada alat
84

suntik
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyeka dengan hati-
hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas
atau kasa yang dibasahi air DTT.
8. Melakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan
lengkap.
9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan mencelupkan
tangan yang masih memakai sarung tangan pada larutan
klorin 0,5% kemudian melepaskan dan merendam dalam
keadaan terbalik selama 10 menit. Mencuci kedua tangan
setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi atau
saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam
batas normal (120-160 x/menit).
11. Memberitahukan ibu bahwa pembukaan sudah lengkap
dan keadaan janin baik dan membantu ibu menemukan
posisi yang nymana dan sesuai keinginan.
12. Meminta keluarga membantu menyiapkan posisi
meneran (bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi
kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain
yang diinginkan dan memastikan ibu nyaman).
13. Melaksanakan bimbingan meneran pada saat ibu
merasakan ada dorongan kuat untuk meneran.
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau
mengambil posiis yang nyaman, jika belum ada dorongan
meneran dalam 60 menit.
15. Meletakkan handuk bersih untuk mengeringkan bayi di
perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan
diameter 5-6 cm.
16. Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah
bokong ibu.
17. Membuka tutup set dan memperhatikan kembali
kelengkapan alat dan bahan.
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
Lahirnya kepala:
85

19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm


membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu
tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering.
Tangan lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi
defleksi dan membantu lahirnya kepala. Menganjurkan ibu
untuk meneran perlahan sambal bernapas cepat dan
dangkal.
20. Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan
mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan
segera melanjutkan proses kelahiran bayi.
21. Menunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar
secara spontan.
Lahirnya bahu:
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang
secara biparietal. Meganjurkan ibu untuk meneran saat ada
kontraksi. Dengan lembur gerakan kepala kea rah bawah
dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis
dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk
melahirkan bahu belakang.
23. Setelah kedua bahu lahir, menggeser tangan bawah ke
atas perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan
siku sebelah bawah. Menggunakan tangan atas untuk
menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusuri tangan atas
lalu dilanjutkan ke punggung, bokong dan kaki.
Memegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara
kaki dan memegang masing-masing mata kaki dengan ibu
jari dan jari-jari lainnya.
25. Melalukan penilaian selintas: bayi menangis kuat
dan/atau bernapas tanpa kesulitan, bayi bergerak dengan
aktif. Jika bayi kesulitan bernafas segera melakukan
tindakan resusitasi.
26. Mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian
tubuh lainnya kecualai telapak tangan.
27. Memakaikan bayi topi.
86

(Setyorini, 2013; 71-77)


Evaluasi 1. Keadaan umum bayi: menangis kuat, gerak aktif, kulit
kemerahan.
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010; 237)

2. Asuhan Kebidanan Persalinan Kala III


Tanggal ............. Jam...............
Tabel 2.10 Teori Kala III

Subjektif Wanita merasa gembira, bangga pada dirinya, lega, dan sangat lelah
(Varney, 2008; 826). Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2013; 237)
data subjektif pada persalina kala III meliputi:
1. Pasien mengatakan bahwa bayinya telah lahir melalui vagina.
2. Pasien mengatakan bahwa ari-arinya belum lahir.
3. Pasien mengatakan bahwa perut bagian bawahnya terasa mulas.
Objektif Menurut Varney (2008; 826) tanda lepasnya plasenta :
1. Tetesan atau pancaran darah yang mendadak.
2. Pemanjangan tali pusat yang terlihat pada introitus vagina
3. Perubahan bentuk uterus dari diskoid ke bentuk globular sewaktu
uterus sekarang berkontraksi dengan sendirinya.
4. Perubahan posisi uterus : uterus meninggi di dalam abdomen
karena bagian terbesar plasenta dalam segmen bawah uterus atau
ruang vagina atas mendesak uterus ke atas.
Sulistyawati dan Nugraheny (2013; 237) mengatakan bahwa data
objektif pada kala III persalinan yaitu :
1. Bayi lahir secara spontan pervaginam pada tanggal …, jam …,
jenis kelamin laki – laki/perempuan, normal/ada kelainan,
menangis spontan kuat, kulit warna kemerahan.
2. Plasenta belum lahir.
3. Tidak teraba janin kedua.
4. Teraba kontraksi uterus.
Assesment Ny.X umur 20-35 tahun G≤4P≤3A0 dalam persalinan kala III
fisiologis.
Pelaksanaan 1. Memeriksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain
di uterus (hamil tunggal).
2. Memberitahu ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin
(agar uterus berkontraksi dengan baik).
3. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit
87

(IM di 1/3 paha atas distal lateral) dengan melakukan aspirasi


sebelum menyuntikkan oksitosin.
4. Dengan menggunakan klem, menjepit tali pusat (dua menit setelah
bayi lahir pada sekitar 3 cm dari pusar (umbilicus) bayi. Dari sisi
luar klem penjepit, dorong isi tali pusat kea rah distal (ibu) dan
melakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.
5. Memotong dan mengikat tali pusat. Lalu dengan satu tangan,
mengangkat tali pusat yang telah dijepit kemudian melakukan
pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi) antara 2 klem
tersebut. Mengikat tali pusat dengn benang DTT/ steril pada satu
sisi kemudian melingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan
melakukan ikatan kedua menggunakan benang dengan simpul
kunci.
6. Menempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi.
Meletakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Meluruskan
bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada-
perut ibu. Mengusahakan kepala bayi berada di antara oayudara ibu
dengan posisi lebih rendah dari putting payudara ibu.
7. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi
di kepal bayi.
8. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari
vulva.
9. Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas
simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
10. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat kea rah bawah
sambal tangan yang lain mendorong uterus kea rah belakang-atas
(dorso kranial) secara hati-hati untuk mencegah inversion uteri. Jika
plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, menghentikan penegangan
tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan
ulangi prosedur di atas. Jika uterus tidak berkontraksi, minta ibu
atau keluarga untuk melakukan stimulasi putting susu.
Mengeluarkan plasenta
11. Melakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga
plasenta terlepas, minta ibu meneran sambal penolong menarik tali
pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas,
88

mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).


Jika tali pusat bertambah panjang, memindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan melahirkan plasenta.
Jika plasenta tidak bertambha panjang setelah 15 menit
menengangkan tali pusat: memberikan dosis ulang oksitosin 10 unit
IM, melakukan kateterisasi (aseptic) jika kandung kemih penuh,
minta keluarga untuk menyiapkan rujukan, mengulangi penegangan
tali pusat 15 menit berikutnya, segera merujuk jika plasenta tidak
lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir, dan bila terjadi perdarahan
maka melakukan plasenta manual.
12. Saat plasenta muncul di introitus vagina, melahirkan plasenta
dengan kedua tangan. Memegang dan memutar plasenta hingga
selaput ketuban terpilin kemudian melahirkan dan menempatkan
plasenta pada wadah yang telah disediakan.
Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan DTT atau steril
untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian menggunakan
jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan
bagian selaput yang tertinggal
Rangsangan taktil
13. Segera setalah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan
masase uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan
masase dengan gerakan melingkar secara lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus teraba keras)
Melakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi
setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil/masase.
Menilai perdarahan
14. Memeriksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bagian janin
dan memastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Memasukkan
plasenta ke dalam kantung plastic atau tempat khusus.
15. Melakukan evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan
perineum.
Evaluasi Hasil Asuhan Persalinan Kala III :
Plasenta lahir spontan lengkap pada tanggal ..., jam ....
Kontraksi uterus : baik/tidak. TFU berapa jari di bawah pusat.
Perdarahan : sedikit/sedang/banyak. Laserasi jalan lahir : ada/tidak.
Kondisi umum pasien. Tanda vital pasien (Sulistyawati & Nugraheny,
89

2010; 239).

3. Asuhan Kebidanan Persalinan Kala IV


Tanggal : ............. Jam : ...............
Tabel 2.11 Teori Kala IV

Subyektif Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2013; 239) data


subjektif persalinan kala IV meliputi :
1. Pasien mengatakan bahwa ari-arinya telah lahir.
2. Pasien mengatakan perutnya mulas.
3. Pasien mengatakan merasa lelah tapi bahagia.
Obyektif Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2013; 239) data
objektif persalinan kala IV yaitu :
1. Plasenta telah lahir spontan lengkap pada tanggal …, jam

2. TFU berapa jari diatas pusat.
3. Kontraksi uterus :baik/tidak.
Assesment Ny.X umur 20-35 tahun P≤4A0 dalam persalinan kala IV
fisiologis.
Pelaksanaan 1. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak
terjadi perdarahan pervaginam.
2. Membersihkan perineum dengan kassa sebelum
dilakukan hecting.
3. Menyuntikkan lidokain pada laserasi.
4. Melakukan penjahitan perineum.
5. Membersihkan baadan ibu menggunkaan air DTT.
Membersihkan sisa cairan ketuban, lender dan darah.
Membantu memakai pakaian yang bersih dan kering.
6. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan
klorin 0,5 % untuk dekontaminasi selama 10 menit.
Mencucui dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
7. Membantu ibu dengan memakaikan pakaian bersih dan
kering serta pembalut maternity, mengatur ibu ke posisi
nyaman.
8. Melakukan penimbangan atau pengukuran bayi, memberi
tetes mata antibiotic profilaksis, dan vitamin K1 1 mg IM
di paha kiri anterolateral setelah 1 jam kontak kulit ibu-
90

bayi.
9. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah
perdarahan per vaginam:
2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
Setiap 20-30 menit pada 1 jam kedua pasca persalinan
Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan
asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri
10. Mengajarkan ibu atau keluarga cara melakukan masase
uterus dan menilai kontraksi
11. Mencuci alat dan membuang bahan-bahan yang
terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai. Melakukan
sterilisasi alat.
12. Memastikan ibu merasa nyaman, membantu ibu
memberikan ASI dan menganjurkan ibu tidak memiliki
pantangan terhadap makanan.
13. Mengevaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
KALA I :....................cc
KALA II :....................cc
KALA III :....................cc
KALA IV :....................cc

Jumlah.................................cc
14. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
kemudian mengeringkan dengan tissue atau handuk yang
kering dan bersih.
15. Melengkapi partograph depan belakang, memeriksa tanda
vital dan asuhan akla IV.
(Setyorini, 2013; 79-81)
Evaluasi Hasil akhir dari asuhan persalinan kala IV normal adalah
pasien dan bayi dalam keadaan baik, yang ditunjukan dengan
stabilitas fisik dan psikologis pasien. Kriteria dari
keberhasilan ini adalah sebagai berikut:
1. Tanda vital pasien normal
2. Perkiraan jumlah perdarahan total selama persalinan tidak
lebih dari 500 cc
91

3. Kontraksi uterus baik


4. IMD berhasil
5. Pasien dapat beradaptasi dengan peran barunya.
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010; 241)
92

DAFTAR PUSTAKA

Aprillia, Yessi. 2011. Siapa Bilang Melahirkan Itu Sakit. Yogyakarta:ANDI

Astuti, Puji. (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu I (Kehamilan). Yogyakarta;
Rohima press

Bandung: PT. Refika Aditama


Bingan, Erline Charla Sabatina. 2020. Pengaruh Teknik Massase Effleurage
Terhadap Tingkat Nyeri Pada Ibu Bersalin Kala I Fase Aktif. Midwifery Care
Journal.1(5):115-121

Eniyati & Melisa. (2012). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar
Ginting, Desideria Yosepha. 2020. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Terhadap
Involusi Uterus Pada Ibu Postpartum. Jurnal Kebidanan Kestra. 2(2):194-198

Info Media
JNPK-KR. (2014). Asuhan Persalinan Normal. Asosiasi Unit Pelatihan Klinik
Organisasi Profesi. JNPKR. (2014). Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan
Normal
Kristianingrum, Dita Yuniar. 2020. Pengaruh Rangsangan Puting Susu Dengan
Pembukaan Serviks Pada Persalinan Kala 1 Fase Aktif (Studi Di Kamar
Bersalin RSUD Jombang). Jurnal Kebidanan. 10(1):51-55

Kusmiyati, et al. (2011). Perawatan Ibu Hamil (Asuhan Ibu Hamil). Yogyakarta:
Fitramaya
Manalu, Andayani Boang, dkk. 2019. Pengaruh Rangsangan Puting Susu Terhadap
Waktu Kelahiran Plasenta Pada Ibu Bersalin Kala Iii Di Klinik Menta
Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2019. Jurnal Penelitian
Kesmas. 2(1):100-104

Manuaba, IAC., I Bagus, dan IB Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan
dan KB untuk Pendidikan Bidan. Edisi kedua. Jakarta: EGC

Marmi. (2016). Intranatal Care Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar
Marmi.2014.Kebidanan Pada Masa Antenatal.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
93

Maryunani, Anik. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.


Jakarta: Trans Info Medika

Nurasiah, A & Rukmawati, A. 2012. Asuhan Persalinan Normal Bagi Bidan.


Prawirohardjo, S. 2016. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Rahmadhayanti, Eka& Desi Iin Kamtini. 2018. Pengaruh Pemberian Rangsangan
Puting Susu Terhadap Lama Kala III Pada Ibu Bersalin. Jurnal Ilmiah
Multiscience Kesehatan. 9(2):188-197.

Romauli S. (2011). Buku Ajar Asuhan Kebidanan I Konsep Dasar Asuhan


Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika

Rukiyah AY, dkk. 2012. Asuhan Kebidanan II Persalinan. Jakarta: CV. Trans

Rukiyah, et al. (2009). Asuhan Kebidanan II Persalinan. Edisi Revisi. Jakarta: TIM

Safitri, Juistira, dkk. 2020. Terapi Relaksasi (Napas Dalam) dalam Mengurangi Nyeri
Persalinan. Jurnal Dunia Kesmas. 9(3):365-370.

Sari, Dewi Erlina Asrita, dkk. 2020. Hubungan Pendampingan Suami Dalam
Persalinan Dengan Kemajuan Persalinan Kala I Fase Aktif Di Rb. Bunda Puja
Tembilahan. Jurnal Selodang Mayang. 6(1): 31-38

Setyorini, Retno Heru. (2013). Belajar Tentang Persalinan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sulistyawati A, Nugraheny E. (2014). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Masa Kehamilan


cetakan ke-6. Jakarta: Salemba Medika.

Sulistyawati, A & Esti Nugraheny. (2010). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Jakarta: Salemba Medika.

Sumarah. 2009. Perawatan Ibu Bersalin : Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Yogyakarta : Fitramaya.

Varney, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. 4. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Walyani ES, Purwoastuti TE. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan dan BBL.

Widatiningsih, S., & Dewi, C.H.T. (2017). Praktik Terbaik Asuhan Kehamilan.
Yogyakarta: Trans Medika
94

Widiastutik, Sulenti. 2020. Hubungan Manajemen Aktif Kala III Dengan Kejadian
Perdarahan Post Partum Primer Di PBM Umi Surabaya. Jurnal Ilmiah J-
HESTECH. 3(1):35-42.

Wulan, Sri, dkk. 2020. Hubungan Pendamping Persalinan Dengan Kecemasan Ibu
Bersalin Di Klinik Kasih Ibu Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang.
Jurnal Ilmiah Kebidanan&Kespro. 2(2):11-17.

Yogyakarta: Pustaka Baru Press


Yuliana, Meda&Yuliana. 2020. Hubungan Dukungan Suami Pada Saat Persalinan
Dengan Lamanya Persalinan Kala II Di BPM E. Pengalengan Kabupaten
Bandung. Jurnal Kesehatan Cehadum. 2(2):1-7.

Anda mungkin juga menyukai

  • Jurnal Antikonvulsi
    Jurnal Antikonvulsi
    Dokumen6 halaman
    Jurnal Antikonvulsi
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    Belum ada peringkat
  • LP Hamil TM 3
    LP Hamil TM 3
    Dokumen99 halaman
    LP Hamil TM 3
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Teori Nifas
    Tinjauan Teori Nifas
    Dokumen21 halaman
    Tinjauan Teori Nifas
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    Belum ada peringkat
  • Makalah Polimenorhea
    Makalah Polimenorhea
    Dokumen17 halaman
    Makalah Polimenorhea
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    Belum ada peringkat
  • Kasus Dan Pembahasan Hamil TM 2
    Kasus Dan Pembahasan Hamil TM 2
    Dokumen24 halaman
    Kasus Dan Pembahasan Hamil TM 2
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    Belum ada peringkat
  • LP Hamil TM 1
    LP Hamil TM 1
    Dokumen107 halaman
    LP Hamil TM 1
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    Belum ada peringkat
  • LP Abortus Inkomplitus
    LP Abortus Inkomplitus
    Dokumen52 halaman
    LP Abortus Inkomplitus
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    Belum ada peringkat
  • LP Asfiksia
    LP Asfiksia
    Dokumen48 halaman
    LP Asfiksia
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    Belum ada peringkat
  • Askeb Prakonsepsi
    Askeb Prakonsepsi
    Dokumen11 halaman
    Askeb Prakonsepsi
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    Belum ada peringkat
  • Askeb Prakonsepsi 2
    Askeb Prakonsepsi 2
    Dokumen14 halaman
    Askeb Prakonsepsi 2
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    100% (2)
  • Askeb NN.K Pra Nikah
    Askeb NN.K Pra Nikah
    Dokumen11 halaman
    Askeb NN.K Pra Nikah
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    Belum ada peringkat
  • Balita MR Booster 1
    Balita MR Booster 1
    Dokumen13 halaman
    Balita MR Booster 1
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    Belum ada peringkat
  • LP Pra Konsepsi
    LP Pra Konsepsi
    Dokumen50 halaman
    LP Pra Konsepsi
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    Belum ada peringkat
  • TT Febris Fix
    TT Febris Fix
    Dokumen13 halaman
    TT Febris Fix
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    Belum ada peringkat
  • Menopause
    Menopause
    Dokumen12 halaman
    Menopause
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    Belum ada peringkat
  • LP Pra Nikah
    LP Pra Nikah
    Dokumen47 halaman
    LP Pra Nikah
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    Belum ada peringkat
  • TT KB Iud
    TT KB Iud
    Dokumen17 halaman
    TT KB Iud
    Nismasari Ulfi Mulyanti
    Belum ada peringkat