Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN NEONATAL

“ASFIKSIA”
Dosen Pembimbing: Muzayyanatur Rakhmawati, SKM

Disusun Oleh :

Nismasari Ulfi Mulyanti

Annona

P1337424516015

POLITEKNIK KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN MAGELANG

2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam
menentukan derajat kesehatan anak dan setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru
lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi meninggal (WHO, 2002). Di Indonesia, dari seluruh
kematian bayi , sebanyak 57% meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi
berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan
kongenital (Wiknjosastro, 2002).

Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 angka kematian bayi sebesar
34 kematian/1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi ini sebanyak 47% meninggal pada masa
neonatal, setiap lima menit terdapat satu neonatus yang meninggal. Adapun penyebab kematian bayi
baru lahir di Indonesia, salah satunya asfiksia yaitu sebesar 27% yang merupakan penyebab ke-2
kematian bayi baru lahir setelah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Depkes RI, 2008).

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan teratur, sehingga
dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2010 ). Berbagai kemungkinan yang menyebabkan terjadinya
asfiksia neonatorum diantaranya persalinan preterm, persalinan postterm, lilitan tali pusat,
gangguan pusat pernapasan, faktor ibu dan banyak faktor lainnya. Namun faktor yang dominan
adalah persalinan preterm (JPKN-NR,2007).

Persalinan preterm merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan 37 minggu atau kurang
(Wiknjosastro, 2002), sedangkan persalinan postterm menurut WHO adalah keadaan yang
menunjukan bahwa kehamilan berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari
pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari. Definisi ini
didasarkan pada hasil observasi epidemiologi yang membuktikan bahwa persalinan postterm dengan
disertai gawat janin mempunyai kontribusi terhadap out come kesehatan yang buruk atau 10% dari
persalinan adalah persalinan postterm.

Pada kali ini, permasalahan yang diangkat adalah kasus yang terdapat di Rumah Sakit Umum Daerah
Muntilan karena kasus asfiksia yang terjadi di rumah sakit ini sering terjadi di RSUD Muntilan, untuk
itu praktikan akan membahas kasus asfiksia yang terjadi di RSUD Muntilan Kab. Magelang meliputi
penjelasan tentang asfiksia, penyebab terjadi asfiksia pada kasus itu sendiri, hingga tindakan yang harus
diberikan.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
a. Membantu petugas kesehatan khususnya bidan dalam memberikan asuhan kebidanan gawat
darurat bayi baru lahir sesuai kewenanganya
b. Memberikan dorongan kepada bidan agar lebih berfikir kritis, sistematis, dan analitik dalam
memberikan asuhan gadar pada bayi baru lahir sesuai kewenanganya
c. Meningkatkan kemampuan bidan dalam melakukan pelayanan khususnya dalam ranah
mengenai asuhan gadar pada bayi baru lahir sesuai kewenanganya
d. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan kebidanan gadar pada bayi baru lahir dengan
dokumentasi SOAP

2. Tujuan Khusus
Memenuhi tugas praktik semester V yaitu Praktik Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal
dan Praktik Kebidanan Pada Kasus Ginekologi Program Studi Diploma IV Kebidanan Magelang ,
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang.
C. Manfaat
Memberikan kesempatan bagi praktikan dalam hal ini mahasiswa untuk menerapkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh dari institusi yang berkaitan dengan manajemen kebidanan khususnya
dokumentasi dengan SOAP dalam kasus patologis yang terdapat di lahan praktik khususnya di
Rumah Sakit.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. TINJAUAN TEORI MEDIS


ASFIKSIA BAYI EKSTRAUTERIN

1. DEFINISI
Asfiksia neonatorum ialah kegagalan bernapas yang terjadi secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila
penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi
bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang
mungkin timbul. (Wiknjosastro, 2008)

2. ETIOLOGI
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan
melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran plasenta
untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah
umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia.
Gomella (2009) yang dikutip dari AHA dan American Academy Of Pediatric mengajukan
bahwa Penyebab asfiksi neonatorum yaitu :
1. Factor intra uteri
a. Keadaan ibu
a) hipotensi,
b) anemia,
c) amnionitis,
d) diabetes,
e) hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan, dan
f) infeksi.
b. Uterus
a) Kontraksi uterus yang berlebihan,
b) Gangguan system pembuluh darah uterus
c) Persalinan lama
d) Presentasi janin abnormal
c. Plasenta
a) plasenta previa,
b) solusia plasenta, dan
c) insufisiensi plasenta.
d. Tali pusat
a) prolaps tali pusat dan
b) lilitan tali pusat
e. Fetus
a) disproporsi sefalopelvik,
b) kelainan congenital, dan
c) kesulitan kelahiran.
2. Factor umur kehamilan
a. Persalinan premature
b. Persalinan presipitatus
c. Persalinan lewat waktu
3. Factor persalinan
a. Persalinan memanjang/terlantar,
b. Persalinan dengan tindakan operatif,dll
4. Factor buatan (iatrogenic)
a. Sindrom hipotensi-supine (posisi tidur)
b. Asfiksia intra uteri pada induksi persalinan.
3. PATOFISIOLOGI
Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa hamil dan
persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara.
Proses ini sangat perlu untuk merangsang hemoreseptor pusat pernapasan untuk terjadinya usaha
pernapasan yang pertama yang kemudian akan berlanjut menjadi pernapasan yang teratur. Pada
penderita asfiksia berat usaha napas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya dalam periode apneu.
Pada tingkat ini disamping penurunan frekuensi denyut jantung (bradikardi) ditemukan pula
penurunan tekanan darah dan bayi nampak lemas (flasid). Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak menunjukan upaya bernapas secara spontan. Pada tingkat pertama
gangguan pertukaran gas/transport O2 (menurunnya tekanan O2 darah) mungkin hanya
menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi bila gangguan berlanjut maka akan terjadi metabolisme
anaerob dalam tubuh bayi sehingga terjadi asidosis metabolik, selanjutnya akan terjadi perubahan
kardiovaskuler. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel-
sel otak, dimana kerusakan sel-sel otak ini dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa (squele).
(Rustam, 1998)

4. KLASIFIKASI KLINIS
Menurut Mochtar (1998: 428) Berdasarkan penilaian klinis asfiksia terbagi atas :
a. Asfiksia berat (nilai apgar 0 – 3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, pembarian O 2 terkendali. Karena selalu disertai asidosis,
maka perlu diberikan Natrikus Biokarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml/kg berat badan dan cairan
glukosa 40% 1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilikalis.
b. Asfiksia ringan sedang (nilai apgar 4 - 6)
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai dapat bernapas normal kembali.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai apgar 7 - 9).
d. Bayi normal dengan nilai apgar 10.

5. TANDA GEJALA

Tanda-tanda bayi mengalami asfiksia yaitu:


 Bayi tidak bernafas atau menangis.
 Denyut jantung kurang dari 100x/menit.
 Tonus otot menurun.
 Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa mekonium pada tubuh bayi.
 BBLR (berat badan lahir rendah) (Ghai, 2010).

6. DIAGNOSIS

a. Anamnesis : Gangguan/ kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas atau menangis.

b. Pemeriksaan fisik:
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin.
Diagnosis anoksia atau hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-
tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila
frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam
air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila
hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada
kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai
tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.

Table nilai APGAR


Klinis Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim
Warna kulit Seluruh badan Warna kulit Warna kulit Appeareance
biru atau pucat tubuh normal tubuh, tangan
merah muda, dan kaki normal
tetapi tangan dan merah muda,
kaki kebiruan. tidak ada
sianosis.
Denyut jamtung Tidak ada < 100 kali per > 100 kali per Pulse
menit menit
Respon reflek Tidak ada respon Menangis atau Menangis atau Grimace
terhadap menangis lemah bersin atau batuk
stimulasi. ketika ketika saat stimulasi
distimulasi saluran napas.
Tonus otot Lemah atau Sedikit gerakan Bergerak aktif Aktivity
tidak ada
Pernafasan Tidak ada Lemah atau tidak Merah seluruh Respiration
teratur tubuh. Menangis
kuat, pernafasan
baik dan teratur.
Sumber : Prawirohardjo : 2002

Table Interpretasi Skor


Jumlah Skor Interpretasi Catatan
7-10 Normal
4-6 Asfiksia Sedang Memerlukan tindakan medis
segera seperti penyedotan
lender yang menyumbat jalan
napas, atau pemberian oksigen
untuk membantu bernapas.
0-3 Asfiksia Berat Memerlukan tindakan medis
yang lebih intensif, resusitasi
segera.
Sumber : Prawirohardjo : 2002

Dilakukan pemantauan nilai APGAR pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai APGAR 5
menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai APGAR
berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk
memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1
menit seperti penilaian skor APGAR).

c. Pemeriksaan penunjang :

1. Foto polos dada


2. USG kepala
3. Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

d. Pemeriksaan diagnostik:
1. Analisa gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Baby gram (rontgen dada)
5. USG (kepala

7. PENATALAKSANAAN
Menurut Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal
penanganan segera pada bayi tidak bernafas atau megap-megap yaitu :
1) Penanganan umum
a. Keringkan bayi, ganti kain yang basah dan bungkus dengan pakaian hangat kering
b. Jika belum dilakukan, segera klem dan potong tali pusat
c. Letakkan bayi ditempat yang keras dan hangat (dibawah radiant heater) untuk resusitasi.
d. Kerjakan pedoman pencegahan infeksi dalam melakukan indakan perawatan dan resusitasi.
2) Resusitasi
Perlunya resusitasi harus ditentukan sebelum akhir menit pertama kehidupan. Indicator
terpenting bahwa diperlukan resusitasi ialah kegagalan napas setelah bayi lahir.
3) Membuka jalan napas
Posisi bayi :
a. Telentang
b. Kepala lurus dan sedikit tengadah / ekstensi (posisi mencium bau)
c. Bayi diselimutu. Kecuali muka dan dada
d. Bersihkan jalan napas dengan mengisap mulut lalu hidung. Jika terdapat darah atau mekonium
dimulut atau hidung, isap segera untuk menghindari aspirasi.
Catatan : jangan mengisap terlalu dalam di tenggorokan karena dapat mengakibatkan
turunnya frekuensi denyut jantung bayi atau bayi berhenti bernapas.
e. Tetap jaga kehangatan tubuh bayi
f. Nilai kembali keadaan bayi :
 Jika bayi mulai menangis atau bernapas lanjutkan dengan asuhan awal bayi baru lahir
 Jika bayi tetap tidak bernapas lanjutkan ventilasi.
4) Ventilasi bayi baru lahir
a. Cek kembali posisi bayi (kepala sedikit eksensi)
b. Posisi sungkup dan cek pelekatannya.
a) Pasang sungku diwajah, menutupi pipi,mulut, dan hidung.
b) Rapatkan pelekatan sungkup dengan wajah
c) Remas balon dengan dua jari atau seluruh tangan tergantung besarnya balon.
d) Cek pelekatan dengan dua kali ventilasi dan amati pengembangan dada.
e) Ventilasi bayi jika pelekatan baik dan terjadi pengembangan dada. Pertahankan frekuensi
(sekitar 40x/menit) dan tekanan (amati dada mudah naik dan turun).
1) Jika dada naik maka kemungkinan tekanan adekuat
2) Jika dada tidak naik :Cek kembali dan koreksi posisi bayi, Reposisi sungkup untuk
pelekatan lebih baik, Remas balon lebih kuat untueningkatkan tekanan, Isap ulang
mulut dan hidung untuk mucus, darah, atau mekonium.
f) Pertimbangkan pemberian nelakson (setelah tanda vital baik) jika ibu mendapat petidin atau
morfim sebelum melahirkan.
g) Lakukan ventilasi selama 1 menit, berhenti, dan nilai apakah terjadi napas spontan.
1) Jika pernafasan normal (frekuensi 30-60 x/menit), tidak ada tarikan dinding dada
dan suara merintih dalam 1 menit, resusitasi tidak diperlukan. Lanjutkan dengan
asuhan awal bayi baru lahir.
2) Jika bayi belum bernafas atau napas lemah, lanjutkan ventilasi sampai napas
spontan terjadi.
h) Jika bayi mulai menangis, hentikan ventilasi dan amati napas selama 5 menit setelah tangis
berhenti :
1) Jika pernapasan normal (frekuensi 30-60 x/menit), tidak ada tarikan dinding dada
dan suara merintih dalam 1 menit, resusitasi tidak diperlukan. Lanjutkan dengan
asuhan awal bayi baru lahir.
2) Jika frekuensi < 30 x/menit, lanjutkan ventilasi.
3) Jika terjadi tarikan dinding dada yang kuat, ventilasi dengan 0ksigen, jika tersedia.
Rujuk kekamar bayi atau tempat pelayanan yang dituju.
i) Jika napas belum teratur setelah 20 menit ventilasi
1) Rujuk ke kamar bayi atau ke tempat pelayanan yang dituju.
2) Selama di rujuk jaga bayi tetap hangat dan berikan ventilasi jika diperlukan.
j) Jika tidak ada usaha bernapas, megap-megap atau tidak ada napas selama 20 menit
ventilasi, hentikan ventilasi : bayi lahir mati. Berikan dukungan psikolois kepada keluarga.
Data mutakhir menunjukkan bahwa setelah henti jantung selama 10 menit, sangat tipis
kemungkinan selamat, dan yang selamat biasanya menderita cacat berat(Vain NE, 2004).

Sedangkan langkah awal dalam stabilisasi bayi asfiksi menurut Depkes RI (2008) yaitu :
1) Stabilisasi

a) Memberikan kehangatan
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan telanjang agar panas
dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh(Goodwin TM, 1992).
b) Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya
Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi defleksi agar posisi farings,
larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini
adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup dan/atau untuk
pemasangan pipa endotrakeal(Martin-Ancel A, 1995).
c) Membersihkan jalan napas sesuai keperluan
Aspirasi mekonium saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi. Salah satu
pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi adalah dengan melakukan
penghisapan mekonium sebelum lahirnya bahu (intrapartum suctioning) (Wiswell TE, 2000).

Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi
pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan
penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium.
Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke
dalam trakea, kemudian dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring dan
trakea sampai glottis. Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar,
pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekonium(Perinasia, 2006).
d) Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang benar.
Bila setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas adekuat,
maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki, atau
dengan menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas bayi(Perinasia, 2006).

2) Ventilasi tekanan positif (VTP) seperti ; sungkup dan balon pipa ET dan balon atau mulut ke mulut
(hindari paparan infeksi).
3) Kompresi dada, digunakan untuk mempertahankan sirkulasi darah.
4) Pemberian epinefrin dan atau pengembang volume (volume expander)
Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya ditentukan dengan penilaian
3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap langkah
adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya
(Perinasia, 2006).

8. EVALUASI
Evaluasi dilakukan setelah 30 detik untuk menentukan perlu tidaknya resusitasi lanjutan.
Tanda vital yang perlu dinilai adalah sebagai berikut:
1) Pernapasan
Resusitasi berhasil bila terlihat gerakan dada yang adekuat, frekuensi dan dalamnya
pernapasan bertambah setelah rangsang taktil. Pernapasan yang megap-megap adalah
pernapasan yang tidak efektif dan memerlukan intervensi lanjutan(Perinasia, 2006).
2) Frekuensi jantung
Frekuensi jantung harus diatas 100x/menit. Penghitungan bunyi jantung dilakukan dengan
stetoskop selama 6 detik kemudian dikalikan 10 sehingga akan dapat diketahui frekuensi
jantung permenit(Perinasia, 2006).
3) Warna kulit
Bayi seharusnya tampak kemerahan pada bibir dan seluruh tubuh. Setelah frekuensi jantung
normal dan ventilasi baik, tidak boleh ada sianosis sentral yang menandakan hipoksemia.
Warna kulit bayi yang berubah dari biru menjadi kemerahan adalah petanda yang paling cepat
akan adanya pernapasan dan sirkulasi yang adekuat. Sianosis akral tanpa sianosis sentral
belum tentu menandakan kadar oksigen rendah sehingga tidak perlu diberikan terapi oksigen.
Hanya sianosis sentral yang memerlukan intervensi (Perinasia, 2006).

B. TEORI MANAJEMEN KEBIDANAN


Dalam melaksanakan asuhan kebidanan dengan Bayi Baru Lahir Patologis, penulis menggunakan
nama management kebidanan SOAP. Dalam metode SOAP, S adalah data subjektif, O adalah data Objektif,
A adalah Analysis/Assesment dan P adalah Planning. Merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis
dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan proses pemikiran penatalaksanaan manajemen
kebidanan. (Muslihatun, 2009: 90)
I. PENGKAJIAN
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua
sumber berkaitan dengan kondisi klien. Pengkajian data wanita hamil terdiri atas anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. (Hani dkk, 2010:86)

II. IDENTITAS
1) Pengkajian biodata untuk mengetahui informasi tertentu dari klien seperti nama,alamat,
pekerjaan, riwayat kesehatan, dan kesehatan keluarga. (Varney, 2007 : 31-32)
a. Nama
Untuk menghindari kemungkinan kekeliruan dengan bayi lain.
b. Tgl. Lahir
Untuk mengetahui usia bayi\
c. Jam
Untuk mengetahui waktu bayi dilahirkan
d. Tempat Lahir
Untuk mengetahui dimana bayi dilahirkan
e. JenisPersalinan
Untuk mengetahui apakah bayi lahir normal atau tidak sehingga dapat diketahui tindakan yang
tepat terhadap bayi.
f. Jenis Kelamin
Untuk pemeriksaan klinis.
 Laki-laki : testis sudah turun ke skrotum/ belum
 Perempuan : labia mayora sudah menutup labia minora/ belum. (Helen Farrer, 2001 : 176)

2) Biodata Orang tua


Biodata orang tua disini bisa ayah/ibu atau kedua-duanya.
a. Nama
Nama ibu, termasuk nama panggilannya.
Dikaji untuk mengenal klien dan memanggil pasien agar tidak keliru dengan pasien lain dan untuk
membina hubungan antara bidan dan pasien agar lebih akrab (winkjosastro, 2002). Memanggil
ibu sesuai dengan namanya, menghargai dan menjaga martabatnya merupakan salah satu asuhan
sayang ibu dalam proses persalinan (Depkes RI, 2008 : 14).
b. Umur
Pertambahan usia dapat menyebabkan terjadinya kelainan terutama pada pembelahan kromosom.
Pembelahan kromosom abnormal menyebabkan adanya peristiwa gagal berpisah yang
menyebabkan kelainan pada individu yang dilahirkan, seperti sindroma down, kembar siam, dan
autisme. (American Society of Reproductive Medicine, 2012)
Menurut Winkjosastro (1997), umur ibu kurang dari 20 tahun lebih dari 35 tahun merupakan
factor predisposisi kelahiran premature. Selain itu mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi
yabg dilahirkan oleh ibu yang mendekati menopause.
c. Agama
Dikaji untuk mempermudah dalam melakukan pendekatan keagamaan dalam melakukan asuhan
kebidanan juga mengetahui pengaruhnya terhadap kebiasaan kesehatan lain. Agama ini berfungsi
untuk mengetahui praktek agama yang dilakukan oleh ibu yang berkaitan dengan persalinan.
Selain itu mengetahui agama akan memberikan pengetahuan bagi bidan tentang bagaimana
membimbing ibu saat bersalin mungkin dengan membimbing ibu berdoa dan sebagainya. Dalam
keadaan gawat ketika memberi pertolongan dan perawatan dapat diketahui dengan siapa harus
berhubungan misalnya pada agama islam memanggil ustad, pada agama khatolik memanggil
pastur atau pendeta. (Ibrahim.1996:82)
Agama dikaji untuk mengetahui agama yang dianut sehingga bergumna dalam pemberian support
mental, memudahkan bidan melakukan pendekatan dalam melakukan asuhan kebidanan dan
untuk mengetahui adanya pengaruh terhadap kebiasaan yang dijalankan yang berpengaruh
terhadap kesehatan ibu. (Manuba, 2001).
d. Suku/ Bangsa
Faktor herediter merupakan faktor pertumbuhan yang dapat diturunkan yaitu suku, ras, dan jenis
kelamin (Supartini dalam Marmi dan Kukuh. 2012: 111).
Jenis kelamin ditentukan sejak dalam kandungan. Anak laki-laki setelah lahir cenderung lebih
besar dan tinggi daripada anak perempuan,hal ini akan nampak saat anak sudah mengalami masa
prapubertas.
e. Pendidikan
Pendidikan berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya
(Ambarwati, 2009 : 130).
f. Pekerjaan
Pekerjaan ibu penting diketahui untuk mengidentifikasi resiko cidera yang berhubungan dengan
pekerjaan misalnya sindrom tunnel carpal dan bahaya dalam lingkungan. Hal ini penting untuk
memastikan batasan yang perlu diperhatikan dalam pekerjaannya dan untuk merencanakan masa
istirahat bagi ibu. (Varney, 2007 : 31).
Mengetahui pekerjaan ibu, gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya,
karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut (Ambarwati, 2009 : 130).
g. Alamat
Mengetahui ibu tinggal di mana, juga menjaga kemungkinan bila ada ibu yang namanya sama dan
memastikan ibu mana yang hendak ditolong, juga diperlukan bila mengadakan kunjungan kepada
penderita. (Ibrahim, 1996 : 81)

III. DATA SUBYEKTIF


1. Riwayat kehamilan
Untuk mengetahui keadaan bayi saat dalam kandungan yang meliputi hamil ke berapa,umur
kehamilan hari pertama haid terakhir (HPHT),hari perkiraan lahir (HPL), Frekuensi pemeriksaan
Ante Natal Care (ANC), yang memeriksa,keluhan,dan imunisasi (Prawihardjo, 2007).

Pada riwayat kehamilan ibu ini termasuk umur kehamilan ibu dan riwayat penyakit dalam hamil.
Selain itu, untuk mengetahui masalah obstetric, medis dan social:
1) Selama kehamilan (misalnya preeklamsia, ISK, KDRT)
2) Selama persalinan dan melahirkan (misalnya malpresentasi, malposisi, preeklamsia, eklamsia,
induksi pytocin, stimulasi pytocin, aserasi perineal utama, laserasi serviks)
3) Selama masa pasca perdarahan/nifas (misalnya ISK, perdarahan, infeksi uterin, KDRT)

 Untuk mengetahui lama persalinan dan penyulitnya


 Untuk mengetahui status bayi saat ini, hidup dengan sehat atau memiliki masalah dengan
kesehatannya.
 Untuk mengetahui berat lahir bayi, jenis kelamin bayi. (Varney, 2007)
 Riwayat perinatal untuk mengetahui APGAR score bayi

2. Pola kebiasaan sehari-hari


- Pola nutrisi
Pada hari-hari pertama kelahiran bayi, apabila pengisapan puting susu cukup adekuat maka akan
dihasilkan secara bertahap 10-100 ml ASI. Produksi ASI akan optimal setelah hari 10-14 usia bayi.
Bayi sehat akan mengkonsumsi 700-800ml ASI perhari (kisaran 600-1000 ml) untuk tumbuh
kembangnya. (Bobak,2005:481)
Bayi baru lahir akan menyusu setiap 1,5-3 jam pada siang hari dan biasanya setiap 3-5 jam pada
malam hari. Bayi yang disusui harus diberi susu sekurang-kurangnya setiap 3 jam setiap hari. Bayi
yang “baik”, yang jarang menangis, yang tidur, dan yang hanya terjaga 4-6 jam untuk makan
biasanya tidak akan memperoleh peningkatan berat bada yang adekuat dan mungkin Ibu tidak bisa
mempertahankan suplai susunya. Kebanyakan bayi makan rata-rata sepuluh kali dalam 24 jam.
(Bobak, 2005:482)
Pedoman diatas menggambarkan asupan rata-rata pada bayi yang diberi susu botol :
Usia Kuantitas/ pemberian Jumlah pemberian
makan makan selama 24 jam
Lahir sampai 3 minggu 2-3 ons (60-90ml) 6 sampai 10
3 minggu sampai 2 5 ons (150 ml) 5 sampai 8
bulan
2 bulan sampai 3 bulan 5-7 ons (150-210 ml) 5 sampai 6
(Bobak, 2005:482)

Tanda-tanda bayi menyusu dengan baik :

a) Dagu menyentuh payudara Ibu


b) Mulut terbuka lebar
c) Hidung bayi mendekati dan kadang-kadang menyentuh payudara ibu
d) Mulut bayi mencakup sebanyak mungkin areola (tidak hnya puting saja), lingkar areola atas
terlihat lebih banyak dibandingkan lingkar areola bawah.
e) Lidah bayi menopang puting dan areola bahgian bawah
f) Bibir bawah bayi melengkung keluar
g) Bayi mengisap kuat dan secara perlahan dan kadang-kadang disertai dengan berhenti sesaat.
(Depkes RI, 2008:132)

- Pola eliminasi
Untuk mengetahui fungsi sistem pencernaan dan metabolisme tubuh meliputi frekuensi BAB,
warna, konstipasi dan BAK warna dan frekuensi. (Surasmi, 2003). Feses atau tinja pertama yang
dikeluarkan oleh bayi terdiri atas mekonium, yaitu bahan seperti ter, berwarna hijau gelap yang
terbentuk dalam saluran usus selama kehidupan didalam rahim. Defekasi harus sudah terjadi dalam
24 jam pertama. Setelah usus kemasukan makanan (ASI), mekonium secara berangsur-
angsurberalih menjadi feses bayi baru lahir yang berwarna kuning yang normal. (Helen
Farrer.2001:186)
Feses transisi dikeluarkan sejak hari ketiga sampai keenam. Tinja dari bayi yang disusui ibunya
lebih lunak, berwarna kuning emas dan tidak mengiritasi kulit bayi. (Bobak.2004:368). Bayi
berkemih hanya sekali atau dua kali selama 24 jam pertama. Urine sering diekskresikan pada saat
lahir dan kejadian ini mungkin tidak diketahui. Sesudah hari pertama, ekskresi urine akan terjadi
dengan sering-yaitu ; sekitar 10-12 perhari. Jumlah dan konsentrasi urin harus diamati. Mungkin
urin berwarna agak kemerahan akibat kandungan urat didalamnya; setiap perubahan warna pada
urin harus dilaporkan.(Helen Faarrer.2001:186)

- Pola istirahat
Status sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama. Bayi tampak semi-koma saat tidur dalam;
meringis atau tersenyum adalah bukti tidur dengan gerkan mata cepat (REM);tidur sehari rata-rata
20 jam. (Doenges dan Moorhouse,2001:567)
Tidur nyenyak yang pertama memungkinkan bayi baru lahir pulih dari tuntutan kelahiran dan
transisi segera ke kehidupan ekstrauteri.(Helen Varney dkk.,2002.893)

- Personal hygiene
Untuk mengetahui kebersihan dari BBL agar menghindari terjadinya infeksi (ruam popok).
Memandikan BBL menunggu 2 jam setelah suhu tubuh dari BBL normal. Bayi tidak perlu mandi
lengkap setiap hari. (Helen Varney dkk.2002.893)
IV. DATA OBYEKTIF

a. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum

1. Suhu
Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan pada aksilla atau pada rectal. Hasil pengukuran pada axilla
biasanya lebih rendah daripada hasil pengukuran perrektal. Suhu tubuh yang normal menurut
PUSDIKNAKES-WHO-JHPIEGO ( 2003 ), yaitu 36,5-37,2 0C. Stabilisasi suhu mungkin tidak
terjadi sampai 8-12 jam setelah lahir.

2. Nadi
Menurut PUSDIKNAKES-WHO-JHPIEGO (2003), nadi normal pada BBL normal yaitu 120-160
kali/ menit.

Dikaji untuk mengetahui penilaian takhikardi sinus yang ditandai dengan adanya variasi 10-15
denyutan dari menit ke menit, juga untuk penilaian brakhikardi yaitu denyut jantung lambat. Juga
dilakukan untuk pemeriksaan irama denyutan nadi.(A.Azis Alimul.200.73)

3. Pernafasan

Pada bayi baru lahir respon pernapasan normalnya yaitu :

a) frekuensi rata-rata pernafasan adalah 40 kali/menit.


b) Rentang : 30-60 kali/menit.
c) Pernafasan diafragma dan abdomen.
d) Bernafas melalui hidung. (Jan M. Krieb dkk.2010 : 461)
Pemeriksaan frekuensi nafas dilakukan dengan menghitung rata-rata pernapasan dalam 1
menit yaitu antara 30-60 kali/menit. Tetapi pada bayi dalam keadaan lahir kurang dari 2.500
gram atau usia kehamilan kurang dari 37 minggu, kemungkinan terdapat retraksi dada ringan.
Jika pernapasan berhenti beberapa detik secara periodic, maka masih dikatakan dalam batas
normal. (A.Aziz Alimul. 2008 : 66)

b. Antopometri
Pada bayi baru lahir, perlu dilakukan pengukuran antropometri seperti pengukuran berat badan (BB),
Panjang Badan (PB), Lingkar Dada dan Lingkar Kepala, dan Lingkar Lengan Atas (LILA). (A. Aziz
Alimul. 2008 : 69). Pengukuran antopometrik bayi dilakukan dalam keadaan telanjangsebagai bagian
dari pemeriksaan lengkap. Hasil ukuran rata-rata
a) Dari puncak kepala hingga tumit (kedua tungkai diekstensikan) 50 cm
b) Lingkar kepala 35 cm
c) Lingkar dada 34 cm

1) Berat badan
Berat badan rata-rata 2500-4000 gram; kurang dari 2500 gram menunjukkan kecil untuk usia
gestasi atau (SGA) (misalnya prematur, syndrom rubella, atau gestasi multiple), lebih besar
dari 4000 gram menunjukkan besar untuk usia gestasi (LGA) (mis.,diabetes maternal; atau
dapat dihubungkan dengan herediter). (Doenges dan Moorhouse,2001;567)

Bayi dapat ditimbang dalam keadaan telanjang setiap dua hari sekali pada saat pakaiannya
ditinggalkan untuk mandi dan pengecekan. Penimbangan berat perlu dilakukan lebih sering
hanya kalau terdapat kekhawatiran akan penurunan berat yang berlebihan atau kalau berat
lahirnya dibawah batas-batas yang diperbolehkan bagi bayi yang mature yang normal.(Helen
Farrer.2001:185)

Prosedur penilaian berat badan :


a. Letakkan kain atau kertas pelindung dan atur skala timbangan ke titik nol.
b. Timbang pada waktu yang sama setiap hari
c. Lindungi bayi baru lahir supaya tidak kehilangan panas.
(Bobak,2005:387)

2) Panjang badan
Pengukuran panjang badan secara normal, panjang badan BBL adalah 45-50 cm yaitu
diukur dari puncak kepala sampai ke tumit.(A. Aziz Alimul. 2008 : 69). Prosedur
penilaian panjang badan : Ukur panjang badan dari ujung kepala sampai ke tunit. Sulit
diukur pada bayi cukup bulan karena adanya molase, ekstensi lutut tidak sempurna.
(Bobak,2005:387)

3) Lingkar dada dan Lingkar Kepala


a) Lingkar dada
Prosedur penilaian pada lingkar dada yaitu mengukur pada garis buah dada. urannya sekitar
30-33 cm. (Bobak,2005:387)

b) Lingkar kepala
Pengukuran lingkar kepala normalnya adalah 33-35 cm. (Bobak, 2005:387)
Letakkan meteran melingkar kepala tepat diatas alis dan pinna dan melingkari
oksipital yang menonjol. (Joyce Engel.1999:95)
Apabila ditemukan diameter kepala lebih besar 3 cm dari lingkar dada, maka bayi
mengalami hidrosefalus dan apabila diameter kepala lebih kecil 3 cm dari lingkar dada,
maka bayi tersebut mengalami mikrosefalus .(A. Aziz Alimul. 2008 : 69), sedangkan
menurut Joyce Engel(1999:95) lingkar kepala yang kecil mungkin juga menunjukkan
kraniostenosis.

Normalnya, lingkar kepala lebih besar daripada limgkar dada. Lingkar kepala bayi baru
lahir diukur dari oksiput dan mengelilingi kepala tepat di atas alis mata (Helen Varney
dkk.2002.893). Diukur menggunakan metlin. (Yanti, 2010 : 126)

c) Lingkar Lengan

Pengukuran lingkar lengan atas dilakukan pada daerah lengan atas, pada bayi baru lahir
normalnya sekitar 11 cm dan pada tahun pertama lingkar lengan atas menjadi 16 cm.
Ukuran lingkar lengan atas mencerminkan pertumbuhan jaringan lemak dan otot yang tidak
berpengaruh oleh keadaan cairan tubuh dan berguna untuk menilai keadaan gizi dan
pertumbuhan anak prasekolah. (A. Aziz Alimul. 2008 : 69)

Alat untuk mengukur lingkar lengan atas yaitu berupa pita yang dibuat dari bahan yang tidak
melar (meregang) dan diberi skala sentimeter atau milimeter. Pita ini di pasang di lengan kiri
diantara akromnion dan alekranon. Apabila pengukuran jatuh pada pita berwarna merah maka
berarti anak berada pada kondisi gizi buruk sedangkan bila pengukuran jatuh pad pita yang
berwarna kuning menandakan bahwa anak mengalami keadaan gizi kuranng. Pengukuran yang
jatuh pada warna hijau menunjukan bahwa anak yang bersangkutan keadaan gizinya baik.
(Suhardjo, 2010:55)

- Pemeriksaan Fisik Bayi


Tujuan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir yaitu untuk mendeteksi kelainan-kelainan. Pemeriksaan
awal pada bayi baru lahir harus dilakukan sesegera mungkin sesudah persalinan untuk mendeteksi
kelainan-kelainan dan menegakan untuk persalinan yang beresiko tinggi. (Marmi dan Kukuh, 2012:46)
a. Kepala
Inspeksi dan palpasi pada ubun-ubun besar, ubun-ubun kecil, sutura, moulase, caput
succedaneum, adanya cephal haematoma, adanya hidrosefalus (Wafi Nur Mulihatun, dkk, 2010 :
183). Sutura yang berjarak lebar mengindikasikan bayi preterm, moulding yang buruk, atau
hidrosefalus.(Marmi dan Kukuh, 2012: 56)

Fontanel anterior harus diraba, fontanel yang besar dapat terjadi akibat prematuritas atau
hidrosefalus, sedangkan yang terlalu kecil terjadi pada mikrosefali. Jika fontalnel menonjol, hal ini
diakibatkan peningkatan tekanan intrakranial sedangkan yang cekung terjadi akibat dehidrasi.
Terkadang teraba fintanel ketiga antara fontanel anterior dan posterior, hal ini terjadi karena adanya
trisomi 21. (Marmi dan Kukuh, 2012: 56)

b. Wajah
Wajah harus tampak simetris, terkadang wajah bayi tampak asimetris, hal ini dikarenakan
posisi bayi di intrauteri. Perhatikan kelainan wajah yang khas seperti sindrom down atau sindrom
piere robin. (Marmi dan Kukuh, 2012: 56)
c. Mata
Dikaji adanya tanda-tanda infeksi, contohnya pus. Observasi lebih ditekankan pada
konjunctiva, apakah pucat, kering atau tampak bitot. Keluar nanah, bengkak pada kelopak mata,
perdarahan, subkonjungtiva dan kesimetrisan (Wafi Nur Mulihatun, dkk, 2010 : 183).

Keadaan mata normal :

a) Tidak terdapat lipatan epikantus (lipatan kulit vertikal pada sisi nasal).Lipatan epikantus
menunjukkan sindrom down, agenesis ginjal, atau penyakit penyimpangan glikogen.
b) Jarak kantus dalam <2,5cm. Jika jarak kontus >2,5cm indikasi sindrom down.
c) Fisura palpebra terletak horizontal sepanjang garis khayal. Kemiringan mata ke rah atas,
dijumpai pada sindrom down.
d) Iris berbentuk bola dan bening. Jika terdapat bintik puth atau terang pada iris (Brushfield)
menunjukkan sindrom down. Iris yang tidak berwarna dan menunjukkan kemerah-merahan
menunjukkan albinisme.
e) Sklera berwarna putih dan bersih. Sklera yang berwarna kuning menunjukkan ikterus.
Perubahan warna yang kebiruan merupakan stadium lanjut dari bilirubin yang meningkat.
(Joyce Engel.1999;115)

d. Hidung
Dikaji adanya secret atau kotoran agar dapat mengidentifikasi adanya infeksi. Kebersihan
dan ada tidaknya palatoskisis (Wafi Nur Mulihatun, dkk, 2010 : 183).

Bayi mempunyai pangkal hidung yang sempit dan bayi bernafas hanya dari hidung yang
menyebabkan mereka cenderung mengalami gangguan jalan nafas atas. (joyce Engel.1999:126)

a) Hidung harus simetris pada pusat muka . Hidung yang rata menunjukkan adanya kelainan
kongenital.
b) Mukosa hidung harus kuat dan berwarna merah muda. Pertumbuhan mukosa yang berlebihan
yang lunak keabu-abuan adalah polp yang mungkin menyumbat nares sebagian. (Joyce
Engel.1999:130)
c) Kaji bentuk dan lebar hidung, pada bayi cukup bulan lebarnya harus >2,5 cm
d) Bayi harus bernafas dengan hidung, jika melalui mulut harus diperhatikan kemungkinan ada
obstruksi jalan nafas karena atresia koana bilateral, fraktur tulang hidung, atau ensefalokel yang
menonjol ke nasofaring.( Marmi dan Kukuh,2012: 57)

e. Mulut
Observasi bibir dan rongga mulut, apakah bibir kering atau pucat. Bibir dan langit-langit
periksa adanya sumbing, trush, sianosis (Wafi Nur Mulihatun, dkk, 2010 : 183). Reflek hisap
dinilai dengan mengamati bayi pada saat bayi menyusui.

Mulut bayi muda pendek, licin, dan mempunyai palatum molle yang relatif panjang. Lidah
tampak besardalam rongga mulut yang lebih pendek dan cenderung mendesak langit-langit mulut
yang memungkinkan susu mengalir ke faring.Sampai umur 4 bulan bayi memperlihatkan gerakan
lidah yang aktif atau extrusion reflex, dimana lidah ditekan dibawh puting susu. (Joyce
engel.1999:126)

Pada bayi baru lahir gusi licin, dengan tepi jaringan yang menonjol sepanjang garis gusi.
Area seperti mutiara mungkin terlihat sepnjang gusi.(Joyce Engel.1999:126)

f. Telinga
Periksa dalam hubungan letak dengan mata dan kepala. Menurut Doenges (2001), telinga
yang normal bagian atas telinga harus sejajar dengan bagian dalam dan luar kantung mata (telinga
yang tersusun rendah menunjukkan abnormalitas genetic). Mengukur kesimetrisan telinga, letaknya
dihubungkan dengan mata dan kepala (Wafi Nur Mulihatun, dkk, 2010 : 183).

Bayi yang lebih muda berespons terhadap kebisingan yang keras dengan refleks terkejut,
berkedip, atau menghentikan gerakan. Bayi yang berumur 6 bulan atau lebih, mencari sumber
suara. (Joyce Engel.1999:101)

Telinga neonatusrata terhadap kepala.Telinga yang menonjol menunjukkan pembengkakan


yang berhubungan dengan gigitan serangga atau keadaan seperti mastoiditis. (Joyce
Engel.1999:103)

g. Leher
Leher bayi biasanya pendek dan harus diperiksa kesimetrisannya. Pergerakannya harus baik.
Jika terdapat keterbatasan pergerakan kemungkinan ada kelainan tulang leher. Periksa adanya
trauma leher yang dapat menyebabkan kerusakan pada pleksus brachialis.

Adanya lipatan kulit yang berlebihan dibagian belakang leher menunjukan adanya
kemungkinan trisomi 21. (Marmi dan Kukuh, 2012: 57)

h. Dada
Bentuk, putting, bunyi nafas, dan bunyi jantung harus dikaji dalam pemeriksaan ini.
Pernafasan BBL biasanya diafragmatik, suara pernafasan broncovesikuler. Kadang-kadang dapat
didengar ronkhi pada akhir inspirasi yang panjang (misalnya pada waktu menangis). Batas jantung
agak sukar ditentukan secara perkusi karena variasi bentuk dada. Seringkali terdengar murmur,
tetapi ini bukan berarti adanya kelainan jantung congenital (Wafi Nur Mulihatun, dkk, 2010 : 183).
Lingkar dada diukur di bawah ketiak dan melewati garis puting (Helen Varney dkk.2002.893).

i. Perut
Bentuk, penonjolan sekitar tali pusat saat menangis, perdarahan tali pusat, lembek, jumlah
perdarahan tali pusat, jumlah pembuluh darah pada tali pusat, dinding perut dan adanya benjolan
distensi, gastroskisis, omfalokel, bentuk. Hepar biasanya teraba, kadang-kadang Lien dan ginjal
juga dapat teraba. Bila teraba tumor lain, perlu dilakukan pemeriksaan radiologis (Wafi Nur
Mulihatun, dkk, 2010 : 183).

a) Abdomen yang menonjol atau “perut buncit” adalah normal sampai pubertas,yang berhubungan
dengan lordosis. Dalam keadaan tertentu abdomen yang menonjol menunjukkan retensi cairan,
tumor, organomegali (pembesaran organ), atau asites.
b) Abdomen yang cekung menunjukkan dehidrasi atau obstruksi abdomen bagian atas. Penonjolan
garis tengah dari prosesus xifoideus sampai umbilikus atau simfisis pubis menunjukkan
diastasis rekti abdominis.
c) Kulit abdomen berwarna kekuningan menunjukkan ikterus.
d) Gelombang bperistaltik yang hampir dapat terlihat selalu menunjukkan obstruksi intestinal dan
pada bayi yang lebih muda dari 2 bulan menunjukkan stenosis pilorus.
e) Umbilikus yang berwarna kebiru-biruan menunjukkan perdarahan intraabdomen.Bising usus
yang normal terjadi setiap 10 sampai 30 detik dan dapat terdengan bunyi berdeguk, bunyi
ceklekan, dan bunyi keroncongan. Bising usus dengan nada yang tinggi menunjukkan diare,
gastroenteritis, atau obstruksi. Bising usus yang tidak terdengan menunjukkan peritonitis atau
ileus paralitik. (Joyce Engel.1999:165)

j. Genetalia
- Pada bayi laki-laki

Dilakukan inspeksi dan palpasi. Skrotum berisi dua buah testis yang sudah turun(testis dapat
ditarik turun dengan mudah), prepusium melekat pada glands penis, meatus uretra terletak di
bagian tengah ujung penis.(Helen Farrer, 2001:176)
- Pada bayi perempuan
Dilakuka inspeksi dan palpasi denga membuka labia secara perlahan. Labia dan klitoris sering
terlihat menonjol, verniks tampak pada lipatan labia, introitus vagina terlihat, kadang-kadang
ditemukan lendir (mucoid show). Dapat terlihat sedikit perdarahan dari vagina (spotting) selama
beberapa hari pertama akibat penghentian produksi hormon-hormon plasenta. (Helen Farrer,
2001:176)

k. Punggung
Dilakukan inspeksi dan palpasi sementarab ayi disangga dalam posisi pronasio, pemeriksa
menelusiri tuang belakang dari pangkal leher hingga anus dengan jari tangannya.Tulang belakang
utuh, tidak ada cekungan atau pertumbuhan rambut, tulang belakang tampak lurus dan mudah
difleksikan, kadang-kadang terlihat lekukan kecil pada dasar tulang belakang, bulu-bulu halus apat
terlihat menutupi derah bahu serta punggung bagian atas. (Helen Farrer, 2001:177)

l. Kulit
Warna kulit bayi sangat bervariasi tergantung ras,usia,suhu dan keadaan bayi. Saat  bayi
lahir, warna kulit mungkin berwarna keunguan,lalu berubah menjadi kemerahan setelah bayi
menangis keras dan dapat bernafas. Beberapa kulit bayi berwarna kekuningan. Hal ini dapat
merupakan respons normal tubuh terhadap jumlah sel darah merah yang banyak tapi dapat pula
pertanda serius, terutama bila warna kekuningan bertambah dan menetap selama beberapa hari.

Warna kulit kuning mungkin menunjukkan ikterus (yang menyertai penyakit hati, hemolisis
sel darah merah, obstruksi saluran empedu, atau infeksi berat pada bayi), dan paling baik diamati
pada sklera, membran mukosa dan abdomen. Kekurangan warna secara umum yang meliputi kulit,
rambut dan mata menunjukkan albinisme. Bercak bercak hipopigmentasi dan bersisik pada muka
dan tubuh bagian atas atau papula yang tersebar di seluruh lengan, paha, dan bokong dan sisik
halus superfisial mungkin menunjukkan ekzema.(Joyce Engel.1999:80)

m. Sistem syaraf
1) Refleks rooting : Rooting reflex terjadi ketika pipi bayi diusap (dibelai) atau di sentuh bagian
pinggir mulutnya. Sebagai respons, bayi itu memalingkan kepalanya ke arah benda yang
menyentuhnya, dalam upaya menemukan sesuatu yang dapat dihisap. Refleks menghisap dan
mencari menghilang setelah bayi berusia sekitar 3 hingga 4 bulan.
2) Refleks menelan : refleks gerakan menelan benda-benda yang didekatkan ke mulut,
memungkinkan bayi memasukkan makanan kemulutnya.
3) Refleks moro/Refleks terkejut: bila bayi diangkat dalam posisi teerkentang,kemudian kepala
dijatuhkan tiba-tiba, ia akan mengembangkan lengan dan tungkai, kemudian terjadi gerakan
seperti memeluk. Menetap sampai 4-6 minggu dan harus menghilang sebelum akhir bulan ke 6.

n. Ekstremitas
Dilakukan inspeksi dan palpasi, kedua belah tangan disatukan pada umbilikus. Anggota
gerak harus tampak simetris, bundar dan teraba hangat. Kedua lengan harus cukup panjang
sehingga kedua tangan dapat bertemu di daerah umbilikus; kedua tungkai mempunyai panjang
yang proporsional; ekstremitas biasanya berda dalam keadaan fleksi ketika bayi tidur. Ekstremitas
mungkin tampak sianosis ; memiliki 10 jari tangan dan 10 jari kaki (tidak ada jari tambahan). Kuku
jari acapkali panjang;tidak terdapat webbing; reflek menggenggam terlihat pada jari-jari tangan dan
kaki; kaki dapat berputar ke dalam, tetapi posisi ini dapat dikoreksi secara pasif. (Hellen
Farrer.2001:176)
Yang perlu diketahui pada daerah ekstremitas yaitu apakah dapat bergerak dengan normal,
tidak ada paralisis, dipegang tidak sakit karena fraktur dan tidak ada cacat bawaan misalnya
syndactily atau polidactili Ibrahim (1993).

V. ASSESMENT
Merupakan pendokumentasian hasil analisis dan intrepretasi (kesimpulan) dari data subyektif dan
objektif. Karena keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan ditemukan informasi
baru dalam data subjektif maupun data objektif, maka proses pengkajian data akan menjadi sangat dinamis.
Hal ini juga menuntut bidan untuk sering melakukan analisis data yang dinamis tersebut dalam rangka
mengikuti perkembangan pasien dan analisis yang tepat dan akurat mengikuti perkembangan data pasien
akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pada pasien, dapat terus diikuti dan diambil
keputusan/tindakan yang tepat. Analisis data adalah melakukan interpretasi data yang telah dikumpulkan,
mencakup diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial dan tindakan segera.
(Muslihatun,Wafi Nur,dkk, 2009:91)

VI. PELAKSANAAN
Planning/perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana
asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan intrepretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk
mengusahakan tercapainya kondisi BBL seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya.
Rencana asuhan ini harus bisa mencapai kriteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas waktu
tertentu.Tindakan yang akan dilaksanakan harus mampu membantu BBL mencapai kemajuan dan harus
sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain antara lain dokter.
P di SOAP juga mengandung Implementasi dan Evaluasi. Pelaksanaan asuhan sesuai rencana yang
telah disusun sesuai dengan keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah BBL asfiksia.
Dalam Planning ini juga harus mencantumkan Evaluation/evaluasi, yaitu tafsiran dari efek tindakan
yang telah diambil untuk menilai efektivitas asuhan/hasil pelaksanaan tindakan. Evaluasi berisi analisis hasil
yang telah dicapai dan merupakan fokus ketepatan nilai tindakan/asuhan. Jika kriteria tujuan tidak tercapai,
proses evaluasi ini dapat menjadi dasar untuk mngembangkan tindakan alternatif sehingga tercapai tujuan
yang diharapkan. (Muslihatun,Wafi Nur,dkk, 2009:91)

Mengetahui
Pembimbing Institusi Praktikan

Muzayyanatur Rakhmawati, SKM Nismasari Ulfi Mulyanti

BAB V
PENUTUP

A. SIMPULAN
Pada kasus bayi Ny S usia nol jam dengan asfiksia, setelah dilakukan pengkajian dan
pemeriksaan diketahui penyebab utama terjadinya asfiksia adalah kondisi preeclampsia berat yang
dialami ibu saat kehamilan . Pada intervensi dan implementasi dilakukan resusitasi dengan segera untuk
mencegah terjadinya komplikasi. Selanjutnya bayi dipindahkan ke ruang perinatal untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut dan intensif.

B. SARAN
1. Petugas
Diharapkan selalu siap melakukan resusitusi bayi pada setiap pertolongan persalinan
2. Orang Tua
a) Mampu menjaga kehangatan tubuh bayi dengan dekapan
b) Segera memberikan ASI kepada bayinya
3. Institusi
Mampu memberikan ketrampilan penatalaksanaan BBL dengan asfiksia sesuai dengan mutu standar
pelayanan kesehatan
4. Mahasiswa
Diharapkan mampu menerapkan ilmu dan ketrampilan penanganan bayi dengan asfiksia.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba.

Depkes RI. 2008. Pencegahan dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum. Diunduh pada 28 Maret 2014.

Faarrer,Helen. 2001. Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.


Gomella. 2009. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta : EEG

Heller, Luz.1997. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakarta : EGC.

Hoft, Irene.2001. Anda Merasa Di Tolak. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia.

Kriebs, Jan M. Asuhandkk. 2009. Kebidanan Varney Edisi 2. Jakarta : EGC.

Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita dkk.2008.Buku Ajar Patologi Obsetri untuk Mahasiswa Kebidanan.Jakata; EGC
Marmi dan Kukuh Raharjo.2012.Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.Yogyakarta:Pustaka
Pelajar.
Muslihatun, Wafinur dkk.2009.Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Oeswari. 2004. Perawatan Ibu Hamil Dan Bayi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Saifuddin, Bari Abdul. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT
Bina Putaka Sarwono Prawirohardjo.
Straight, Barbara R. 2005. Keperawaan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta : EGC.
Surasmi A, dkk. 2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC.

Varney,Helen dkk.2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan.Jakarta:EGC.

Varney,Helen dkk.2008.Buku AjarAsuhan Kebidanan.Jakarta:EGC.

Winkjosastro, H. 2006.Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai