Disusun Oleh :
1
2
LEMBAR PENGESAHAN
BAB I
3
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan yang menunjukkan kondisi
kesehatan fisik, mental, dan sosial seseorang dihubungkan dengan fungsi dan
proses reproduksinya termasuk di dalamnya tidak memiliki penyakit atau
kelainan yang mempengaruhi kegiatan reproduksi tersebut. Masalah kesehatan
reproduksi dapat terjadi sepanjang siklus hidup manusia. Status perempuan di
masyarakat merupakan penyebab utama masalah kesehatan reproduksi yang
dihadapi perempuan, karena menyebabkan peremuan kehilangan kendali
terhadap kesehatan, tubuh, dan fertilitasnya. Perempuan lebih rentan dalam
menghadapi resiko kesehatan reproduksi seperti kehamilan, melahirkan, aborsi
yang tidak aman, dan pemakaian alat kontrasepsi. Berdasar struktur alat
reproduksinya, perempuan lebih rentan secara sosial maupun fisik terhadap
penularan IMS (Kemenkes RI, 2018).
Masalah kesehatan reproduksi, diantaranya penyakit yang berkaitan
dengan sistem reproduksi. Kista ovarium adalah suatu penyakit ganguan organ
reproduksi wanita. Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi
yang paling sering dijumpai pada wanita dimasa reproduksinya. Kista banyak
terjadi pada wanita usia subur atau usia reproduksi (Nurmayanti, 2011).
Angka kejadian kista ovarium di Indonesia mencapai 37,2%, sebanyak
23.400 orang dan meninggal sebanyak 13.900 orang. Angka kematian yang
tinggi ini disebabkan karena penyakit ini pada awalnya bersifat asimptomatik dan
baru menimbulkan keluhan apabila sudah terjadi metastatis sehingga 60- 70 %
pasien datang pada stadium lanjut. Beberapa faktor resikonya seperti nullipara,
melahirkan pertama kali pada usia di atas 35 tahun, wanita yang mempunyai
keluarga dengan riwayat kehamilan pertama terjadi pada usia di bawah 25 tahun
paling sering terdapat pada wanita berusia antara 20-50 tahun (Kemenkes, 2015).
Angka kejadian kista ovarium di provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015
berdasarkan laporan dinas kesehatan kabupaten/kota yang berasal dai RS dan
Puskesmas. Kasus kista ovarium terdapat banyak 2.299 kasus. Dari data tersebut
maka didapatkan jumlah penderita kista ovarium terbanyak pada usia 25-44
tahun. (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2015).
B. TUJUAN
4
1. Tujuan umum
Diperolehnya pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan
dengan menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan 7 langkah
Varney.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian data subyektif terhadap pasien
dengan kista ovarium.
b. Mampu menggambarkan dan melakukan pengkajian berupa data
obyektif terhadap pasien dengan kista ovarium.
c. Mampu menegakkan diagnosis berdasarkan data subjektif dan data
objektif dalam assesment terhadap pasien dengan kista ovarium.
d. Menyusun perencanaan, implementasi, dan mengevaluasi respon ibu
terhadap tindakan dan asuhan yang telah diberikan terhadap pasien
dengan kista ovarium.
C. MANFAAT
1. Bagi penulis
Penulis dapat memahami tentang pengertian dan permasalahan yang muncul
pada pasien dengan kista ovarium dan sebagai bekal bagi penulis untuk
terjun ke lapangan kerja.
2. Bagi profesi
Memberi motivasi kepada bidan untuk dapat meningkatkan kualitas bidan
dalam memberikan Asuhan Kebidanan pada pasien dengan kista ovarium.
3. Bagi institusi.
Dapat menambah literature tentang Asuhan Kebidanan pada pasien dengan
kista ovarium.
BAB II
5
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Tinjauan Teori Medis.
1. Kista Sistem Reproduksi.
a. Pengertian.
Kista termasuk tumor jinak yang terbungkus oleh selaput semacam
jaringan di organ reproduksi wanita. Bentuknya kistik, berisi cairan
kental, dan ada pula yang berbentuk anggur. Kista juga ada yang berisi
udara, cairan, nanah, ataupun bahan-bahan lainnya. Kista adalah
penyakit penyakit tumor jinak yang terbungkus selaput semacam
jaringan. Kumpulan sel-sel ini terpisah dengan jaringan normal yang
ada di sekitarnya sehingga tidak akan mengganggu sel-sel lainnya apa
bila dilakukan pembedahan. Makanya penderita kista apabila sudah
melakukan pembedahan pengangkatan kista masih bisa kemungkinan
punya keturunan asalkan sel telurnya tidak ikut diangkat.
b. Sifat Kista.
Sari, Indrawati dan Harjanto (2012) mengatakan bahwa, kista bersifat
jinak tetapi bisa juga berubah menjadi ganas. Beberapa kista bisa
mengecil dan ada juga yang menghilang dengan sendirinya. Kista
memiliki berbagai macam sifat, ada beberapa kista yang memiliki
sifat bisa mengecil dan ada juga yang dapat menghilang dengan
sendirinya. Kista tidak memiliki gejala namun ketika kista sudah
membesar, kista dapat membuat gangguan pada bagian bawah
perut.
2. Kista Ovarium
a. Pengertian
Kista ovarium adalah tumor kistik pada ovarium (asal dan jenis
bermacam-macam). Dapat menyebabkan nyeri perut akut karena terpuntir
atau ruptur (Kemenkes RI, 2013)
Kista ovarium adalah tumor ovarium yang bersifat neoplastik dan
non neoplastik. Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil
maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas yang berada
di ovarium. Dalam kehamilan tumor ovarium yang paling sering dijumpai
ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein. Tumor ovarium yang
cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau
6
juga ada partikel lain seperti rambut, gigi, tulang atau sisa-sisa kulit.
Konsistensi sebagian kristik kenyal dan sebagian lagi padat. Dapat
menjadi ganas. Gambaran klinis adalah nyeri mendadak di perut
bagian bawah karena torsi tangkai kista dermoid. Dinding kista dapat
rupture sehingga isi kista keluar di rongga peritoneum.
Penatalaksanaan dengan pengangkatan kista dermoid bersama seluruh
ovarium.
Menurut Wiknjosastro (2014), kista nonneoplastik terdiri dari:
1) Kista folikel.
Kista ini berasal dari folikel de graff yang tidak sampai berovulasi,
namun tumbuh terus menjadi kista folikel, atau beberapa folikel primer
yang setelah tumbuh di bawah pengaruh estrogen tidak mengalami
proses atresia yang lazim, melainkan membesar menjadi kista. Bisa
didapat satu kista atau lebih, dan besarnya biasanya dengan diameter
1-15 cm. Kista folikel ini bias menjadi sebesar jeruk nipis. Cairan
dalam kista berwarna jernih dan sering kali mengandung estrogen.
Oleh sebab itu, kista kadang-kadang dapat menyebabkan gangguan
haid. Kista folikel lambat laun dapat mengecil dan menghilang
spontan, atau bisa terjadi rupture dan kistapun menghilang.
2) Kista korpus luteum.
Kista ini berisi cairan yang berwarna merah coklat karena darah tua.
Kista korpus luteum dapat menimbulkan gangguan haid, berupa
amenorea diikuti oleh pendarahan tidak teratur. Adanya kista dapat
pula menyebabkan rasa berat di perut bagian bawah dan pendarahan
yang berulang dalam kista data menyebabkan rupture. Rasa nyeri
didalam perut yang mendadak dengan adanya amenorea sering
menimbulkan kesulitan dalam diagnosis diferensial dengan kehamilan
ektopik yang terganggu.
3) Kista lutein.
Pada mola hidatidosa, koriokarsinoma dan kadang-kadang tanpa
adanya kelainan tersebut, ovarium dapat membesar dan menjadi kistik.
Kista biasanya bilateral dan bisa sebesar ukuran tinju. Tumbuhnya
kista ini ialah akibat pengaruh hormone koriogonadotropin yang
berlebihan, dan dengan hilangnya mola atau koriokarsinoma, ovarium
mengecil spontan.
8
Kista jenis ini tidak pernah mencapai ukuran yang besar. Umumnya
bilateral dan berisi cairan jernih kekuningan titik kista teka
seringkali dijumpai bersamaan dengan ovarium polikistik,
molahidatidosa, koriokarsinoma, terapi HCG dan klomifen sitrat.
Tidak banyak keluhan yang ditimbulkan oleh kista ini titik pada
umumnya tidak diperlukan tindakan bedah untuk menangani kista
ini karena kista dapat menghilang secara spontan setelah evakuasi
mola, terapi kursi koriokarsinoma, dan penghentian stimulasi
ovulasi dengan klomifen. Walaupun demikian, apabila terjadi
ruptur kista dan terjadi perdarahan ke dalam rongga peritoneum
maka diperlukan tindakan laparatomi segera untuk menyelamatkan
penderita.
5) Ovarium Polikistik (Stein-leventhal syndrome).
a) Gambaran Umum.
b) Gambaran Klinik.
Walaupun terdapat beberapa jaringan penyusun tumor, tetapi
ektodermal merupakan komponen utama, yang kemudian diikuti
dengan mesodermal dan endodermal. Semakin lengkap unsur
penyusun, akan semakin sulit konsistensi tumor ini kista dermoid
jarang mencapai ukuran yang besar, tetapi kadang-kadang
bercampur dengan kistadenoma ovarii musinosum sehingga
diameternya akan semakin besar titik unsur sebagai
teratoma matur. Kista dermoid mempunyai dinding berwarna
putih dan relatif tebal, berisi cairan kental dan berminyak karena
dinding tumor mengandung banyak kelenjar sebasea dan derivat
ektodermal (sebagai besar adalah rambut). Dalam ukuran kecil,
kista dermoid tidak menimbulkan keluhan apapun dan penemuan
tumor pada umumnya hanya melakukan pemeriksaan ginekologi
rutin. Rasa penuh dan berat di dalam perut hanya dirasakan
apabila ukuran tumor cukup besar. Komplikasi kista dermoid
dapat berupa torsi, perdarahan, dan transformasi ganas.
c) Terapi.
Laparatomi dan kistektomi.
c. Etiologi.
Kista ovarium menurut Nugroho (2014) disebabkan oleh gangguan
(pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium.
Beberapa teori menyebutkan bahwa penyebab tumor adalah bahan
karsinogen seperti rokok, bahan kimia, sisa-sisa pembakaran zat arang,
bahan-bahan tambang.
Beberapa faktor risiko pembentukan kista ovarium menurut
Shannong (2017) ialah sebagai berikut:
1) Perawatan Infertilitas.
Pasien yang dirawat karena infertilitas dengan induksi ovulasi dengan
gonadotropin atau agen lain seperti clomiphene citrate atau letrozole
dapat berkembang menjadi kista sebagai bagian dari sindrom
hiperstimulasi ovarium.
2) Tamoxifen.
Tamoxifen dapat menyebabkan kista ovarium fungsional jinak yang
biasanya hilang setelah pengobatan dihentikan.
15
3) Kehamilan.
Pada wanita hamil, kista ovarium dapat terbentuk di trimester kedua,
ketika kadar hCG mencapai puncak.
4) Hypothyroidism.
Karena kesamaan antara subunit alpha thyroid-stimulating hormone
(TSH) dan hCG, hypothyroidism dapat menstimulasi ovarium dan
pertumbuhan kista.
5) Gonadotropin ibu.
Efek transplasental dari ibu gonadotropin dapat menyebabkan
perkembangan kista ovarium neonatal dan janin.
6) Merokok.
Risiko kista ovarium fungsional meningkat dengan merokok, risiko
dari merokok mungkin meningkat lebih lanjut dengan indeks massa
tubuh yang menurun.
7) Tubal ligation.
Fungsional kista telah dikaitkan dengan sterilisasi tuba ligase.
d. Patofisiologi
Dalam endokrinologi reproduksi wanita, ovarium memiliki dua
fungsi utama, yaitu fungsi proliferative (generatif), yaitu sebagai sumber
ovum selama masa reproduksi. Di ovarium terjadi pertumbuhan folikel
primer, folikel de graf, peristiwa ovulasi, dan pembentukan korpus
luteum. Fungsi sekretonik (vegetatif), yaitu tempat pembentukan dan
pengeluaran hormone steroid (esterogen, progesteron, dan androgen).
Ovarium membentuk hormon steroid estrogen, progesteron, dan sedikit
androgen. Pembentukan hormon steroid ovarium terjadi melalui beberapa
tahap, secara enzimatik sebenarnya tidak ada perbedaan antara ovarium
dan organ lain dalam pembentukan hormon steroid. Perbedaannya
hanyalah bahwa ovarium berbeda dibawah kendali sistem hipotalamus-
hipofisis. Pembentukan androgen baru dianggap penting, bilamana sel-sel
penghasil androgen menjadi patologis atau terjadinya gangguan enzimatik
pada sistem androgen seperti penyakit ovarium polikistik (Wiknjosastro,
2009; h.74-75).
16
6) Ketidakteraturan menstruasi.
7) Pubertas sebelum waktunya dan menarche dini pada anak-anak
muda.
8) Rasa sebah di perut dan kembung.
9) Gangguan pencernaan, mulas, atau cepat kenyang.
10) Endometrioma.
11) Takikardia dan hipotensi. Perdarahan yang disebabkan oleh ruptur
kista menyebabkan hemodinamik tidak stabil.
12) Hiperpireksia. Torsio kista menyebabkan inflamasi dan peningkatan
suhu tubuh.
13) Nyeri gerak adneksa atau serviks.
14) Curiga keganasan apabila terdapat beberapa gejala yang mendasari
seperti kenyang lebih awal, penurunan berat badan/cachexia,
limfadenopati, atau sesak napas terkait dengan asites atau efusi
pleura.
f. Diagnosis.
Menurut Kemenkes RI (2013) terdapat beberapa cara untuk
menegakkan diagnosa kista ovarium, yaitu:
1) Nyeri perut.
2) Teraba massa pada pemeriksaan dalam.
3) Diagnosis ditegakkan dengan USG.
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperoleh
kepastian sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat
dan analisis yang tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat membantu
dalam pembuatan differensial diagnosis. Beberapa cara yang dapat
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis menurut Bilotta (2012)
adalah:
1) Laparaskopi.
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor
berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor
itu.
2) Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor, apakah
tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor
18
kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairan dalam rongga
perut yang bebas dan yang tidak.
3) Foto Rontgen.
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya
gigi dalam tumor.
4) Parasintesis.
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Tindakan
tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista bila
dinding kista tertusuk
g. Komplikasi
Menurut Wiknjosastro (2014), komplikasi yang dapat terjadi pada
kista ovarium diantaranya:
1) Akibat pertumbuhan kista ovarium.
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
pembesaran perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan
oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor
mendesak kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi,
sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut
kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat
juga mengakibatkan edema pada tungkai.
2) Akibat aktivitas hormonal kista ovarium.
Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu
sendiri mengeluarkan hormon.
3) Akibat komplikasi kista ovarium
a) Perdarahan ke dalam kista.
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur
menyebabkan kista membesar, pembesaran luka dan menimbulkan
gejala-gejala klinik. Jika perdarahan dalam jumah banyak akan
terjadi distensi yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di
perut.
b) Torsio atau putaran tangkai.
19
h. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan wanita dengan kista ovarium didasarkan pada
adanya gejala, hasil pencitraan, usia wanita, riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan darah. Kista pertama kali
diklasifikasikan sebagai sederhana atau ganas berdasarkan ciri-ciri yang
diidentifikasi pada ultrasound. Kista yang memiliki ciri jinak dan ganas
memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan risiko keganasan.
20
e. Pekerjaan
Tanyakan pekerjaan suami dan ibu, untuk mengetahui taraf hidup dan
social ekonomi pasien agar nasihat yang diberikan sesuai. Serta untuk
mengetahui apakah pekerjaan ibu akan mengganggu kehamilan atau tidak
(Christina, 1993 dalam Marmi, 2014).
Mengetahui pekerjaaan klien adalah penting untuk mengetahui apakah
klien berada dalam keadaan utuh dan untuk mengkaji potensi pajanan
terhadap bahaya lingkungan kerja (Marmi, 2014).
f. Suku Bangsa
Untuk mengetahui faktor bawaan atau ras (Widatiningsih&Dewi,
2017).
g. Alamat
Alamat dikaji untuk mendapatkan informasi tentang tempat tinggal
klien, seberapa kali ia pindah, seperti apa rumahnya, jumlah individu,
keamanan lingkungan, dan jika diindikasikan apakah tersedia cukup
makanan di dalam rumah, dan keadaan lingkungan sekitar, diharapkan
tetap bersih dan terhindar dari berbagai sumber penyakit (Marmi, 2014)
2. Data Subjektif
a. Alasan Datang
Hal-hal yang mendasari kedatangan ibu sesuai dengan ungkapan
ibu. Jika alasannya jelas maka asuhan yang diberikan dapat disesuaikan
dengan kebutuhan klien (Widatiningsih & Dewi, 2017).
27
b. Keluhan Utama
Menurut Walyani (2015) keluhan utama klien dituliskan sesuai
dengan yang diungkapkan oleh klien dan tanyakan juga sejak kapan
keluhan tersebut dirasakan.
c. Riwayat Kesehatan
Data dari riwayat kesehatan ini dapat digunakan sebagai “penanda”
(warning). Riwayat kesehatan merupakan identifikasi keluhan sekarang,
penyakit umum yang pernah diderita, serta penyakit yang dialami saat ini
maupun sebelumnya (Marmi, 2014).
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Informasi tentang keluarga pasien penting untuk
mengidentifikasikan wanita yang beresiko menderita penyakit genetik.
Informasi ini juga mengidentifikasi ras atau etnik untuk melakukan
pendekatan berdasarkan pertimbangan budaya untuk mengetahui penyakit
yang memiliki komplement herrediter (Romauli, 2011).
e. Riwayat Haid
28
1) Menarche
Dikaji untuk mengetahui sejak kapan alat kandungan mulai berfungsi
dan merupakan ciri khas seorang wanita dimana terjadi perubahan-
perubahan siklik dari alat kandungannya sebagai persiapan kehamilan
(Widatiningsih&Dewi, 2017:170).
Wanita Indonesia umumnya mengalami menarche sekitar usia 12
tahun sampai 16 tahun (Sulistyawati, 2009 : 167). Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Zalni, dkk (2017) menyatakan bahwa rata-rata
usia menarche anak adalah 11,9±0,8 tahun. Variabel yang
berhubungan terhadap usia menarche adalah status gizi, asupan
lemak, konsumsi junk food, dan aktivitas fisik.
Maulidya (2018) dalam penelitiannya dengan judul Faktor-Faktor
yang Berhubungan Dengan Kista Ovarium Pada Wanita Usia Subur
Di RSUD dr. Chasbullah Abdulmagjid Kota Bekasi Tahun 2018
mendapatkan hasil bahwa ada hubungan menarche dini dengan
kejadian kista ovarium. Wanita dengan menarche beresiko (< 12
tahun) memiliki peluang mengalami kista ovarium 2,441 kali lebih
besar dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki menache
beresiko (≥12 tahun). Kista ovarium sering terjadi pada wanita
dimasa reproduksi, menstruasi di usia dini (menarche dini) yaitu usia
11 tahun atau lebih muda (<12 tahun) merupakan faktor resiko
berkembangnya kista ovarium, karena faktor asupan gizi jauh lebih
baik, rata-rata anak perempuan mulai memperoleh haid pada usia 10-
11 tahun. Seorang wanita yang mengalami menarche dini akan
meningkatkan resiko terjadinya kista ovarium. Hal ini dikarenakan
merupakan faktor resiko berkembangnya kista ovarium, karena faktor
asupan gizi jauh lebih baik, rata-rata anak perempuan mulai
memperoleh haid pada usia 10-11 tahun.
Memperkuat penelitian sebelumnya, Suprapto (2019) dalam
penelitiannya mendapatkan hasil bahwa pasien kista endometriosis
dengan usia menarche <11 tahun berjumlah 1 (2%) dan ≥ 11
tahun berjumlah 49 (98%).
2) Siklus Haid
29
2) Pola Eliminasi
Pola eliminasi perlu dikaji untuk mengetahui perubahan yang terjadi
pada klien, baik BAK maupun BAB. Frekuensi buang air kecil
perhari pada kondisi normal dengan intake minum 2 liter yaitu 4-7
kali perhari, warna urine yang baik yaitu jernih yang menandakan
kecukupan cairan dan tidak ada keluhan yang dirasakan. Jika urine
berwarna kuning dan pekat menunjukkan kekurangan intake cairan.
Frekuensi buang air besar perhari dikatakan lancar apabila teratur,
misalnya sehari 1-2 kali, sehari 1 kali, atau 2 hari sekali hingga 3 hari
sekali. Jika lebih dari 3 hari perlu diwaspadai. Selain itu juga tidak
ada keluhan/masalah seperti diare atau feses keras, disertai darah,
nyeri anus, dan sebagainya (Widatiningsih&Dewi, 2017).
3) Pola Aktivitas.
Perlu dikaji untuk mengetahui apakah aktivitas ibu berisiko atau
tidak (Widatiningsih&Dewi, 2017).
4) Pola Istirahat.
32
Pola istirahat dan tidur perlu dikaji untuk mengetahui tentang pola,
lama, dan gangguan tidur, baik waktu siang maupun malam hari
(Marmi, 2014).
5) Pola Seksual.
Koitus tidak dibenarkan apabila terdapat perdarahan pervaginam,
riwayat abortus berulang (Romauli, 2011).
6) Pola Hygiene.
Dikaji untuk mengetahui apabila pasien mempunyai kebiasaan yang
kurang baik dalam perawatan kebersihan dirinya, maka bidan harus
dapat memberikan bimbingan mengenai cara perawatan kebersihan
diri dan bayinya sedini mungkin (Sulistyawati, 2009).
7) Pola Hidup Sehat.
Gaya hidup seperti perokok, mengonsumsi obat-obatan, alkohol
adalah hal yang sangat berbahaya (Rukiyah, 2013: 92).
Maulidya (2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada
hubungan antara merokok dengan kejadian kista ovarium. Perubahan
gaya hidup juga mempengaruhi pola makan yaitu konsumsi tinggi
lemak dan rendah serat, merokok, konsusmsi alkohol, zat tambahan
pada makan, terpapar polusi asap rokok atau zat berbahaya lainya,
stress dan kurang aktifitas atau olahraga bisa memicu terjadinya suatu
penyakit. Kebiasaan merokok juga merupakan faktor resiko untuk
pertumbuhan kista ovaraium. Semakin meningkat resiko kista
ovarium dan semakin menurun indeks masa tubuh jika seorang
merokok. Responden yang merokok mempunyai peluang 3,43 kali
lebih besar untuk mengalami kista ovarium. Karena merokok dapat
meningkatkan resiko kista ovarium dan harus waspada serta harus
tidak lagi merokok dan memilih makanan yang sehat dan olahraga.
Wanita yang memiliki kebiasaan merokok atau terpapar asap rokok
(perokok pasif) memiliki peluang lebih beras mengalami kista
ovarium. Ini disebabkan karena dalam rokok terdapat zat
karsinogenik dan zat nikotin yang dapat menyerang ovarium bahkan
memicu kanker dan akan memudahkan terjadi kista ovarium
j. Data Psikososial dan Spiritual
Untuk mengetahui bagaimana keadaan mental dan kepercayaan yang
digunakan ibu, dan respon keluarga (Rukiah, 2013:147).
33
c) Berat Badan.
Berat badan ditimbang pada setiap kunjungan untuk
mengetahui berat badan ibu (Marmi, 2014).
d) Tinggi Badan.
Perlu dikaji untuk mengetahui apakah tinggi badan ibu masuk
standar normal atau tidak. Tubuh yang pendek menjadi indikator
gangguan genetik. Karena tinggi yang pasti tidak diketahui dan
tinggi badan berubah seiring peningkatan usia wanita (Marmi,
2014).
e) LILA
Perlu dikaji untuk mengetahui kondisi kecukupan energi ibu.
Standar minimal untuk ukuran lingkar lengan atas pada wanita
dewasa atau usia reproduksi adalah 23,5 cm. Jika ukuran lingkar
lengan atas kurang dari 23,5 cm maka interprestasinya adalah
kurang energi kronis (KEK) (Widatiningsih&Dewi, 2017).
f) IMT
Kenaikan berat badan dapat diketahui dari Indeks Massa Tubuh
(IMT) yaitu kesesuaian berat badan terhadap tinggi badan (Rukiyah,
2013).
Rumus perhitungan indeks massa tubuh sebagai berikut:
BB
IMT =
TB 2
Gambar 2.1 Rumus IMT
35
Keterangan:
BB=Berat badan.
TB=Tinggi badan (dalam meter).
IMT Klasifikasi dalam 4 kategori menurut WHO:
- IMT rendah (kurang dari 18,50)
- IMT normal (antara 18,50-25,99)
- IMT tinggi (antara 25,00-29,99)
- IMT obese (lebih dari 30)
(Widatiningsih & Dewi, 2017).
Anggraini, dkk (2015) dalam penelitiannya mengenai Pengaruh
Obesitas Terhadap Infertilitas Pada Wanita Pasangan Usia Subur
Di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru didapatkan hasil bahwa ada
hubungan antara obesitas dengan infertilitas. Penelitian
menunjukkan bahwa wanita dengan berat badan lebih mungkin
akan sulit hamil. Semua risiko kesehatan yang dihubungkan dengan
kelebihan berat badan bisa mengganggu proses pembuahan,
kehamilan, dan kelahiran. Seorang istri yang mengalami obesitas
sangat mungkin mendapatkan problem gangguan ovulasi dan
gangguan implantasi embrio. Kelebihan berat badan dapat
mengganggu proses pembuahan dan akan terjadi gangguan pada
ovulasi.
g) Tekanan Darah
Tekanan darah perlu diukur untuk mengetahui tekanan darah ibu,
tetapi tekanan darah sistolik 140 mmHg atau diastolik 90 mmHg
pada saat awal pemeriksaan dapat mengindikasi potensi hipertensi
(Rukiyah, et al, 2013).
h) Nadi
Dalam keadaan santai denyut nadi ibu sekitar 60-80 x/menit. Jika
denyut nadi ibu 100x/menit atau lebih dalam keadaan santai,
mungkin ibu mengalami salah satu keluhan seperti tegang,
ketakutan atau cemas akibat masalah tertentu, perdarahan hebat,
anemia, demam, gangguan tiroid, serta gangguan jantung (Romauli,
2011).
i) Pernafasan
36
Mulut :
Mulut dikaji :
a) Bibir (simetris atau tidak)
b) Lidah dan mukosa mulut ( sianosis atau tidak,
warna)
37
Dada :
Dadi dikaji simetris atau tidak, retraksi otot
interkostal atau tidak, suara nafas vesikuler atau
tidak, ada wheezing atau tidak, ada tidaknya
ronchi, ada tidaknya stridor, irama jantung teratur
atau tidak, ada tidaknya bising/murmur jantung,
ada tidaknya gallop (Widatiningsih&Dewi,2017).
(Widatiningsih&Dewi, 2017).
b. Status Obstetrik
Pemeriksaan obstetrik digunakan untuk mengetahui kondisi pasien
berkaitan dengan kehamilan/persalinan. Pemeriksaan meliputi :
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Bilotta (2012) ada beberapa pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosa kista ovarium, yaitu:
a. Laparaskopi.
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah
sebuahtumor berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan
sifat-sifat tumor itu.
b. Ultrasonografi (USG).
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,apakah
tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,apakah
tumor kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairan dalam
rongga perut yang bebas dan yang tidak.
c. Foto Rontgen.
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya
hidrotoraks.Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat
dilihat adanya gigi dalam tumor.
d. Parasintesis.
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perlu
diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan
kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk.
39
4. Analisa.
Data yang telah dkumpulkan pada tahap pengkajian kemudian
dianalisa dan diinterpretasikan untuk dapat menentukan diagnosa dan
masalah ibu (Widatiningsih&Dewi, 2017).
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam
lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa
kebidanan (Essawibawa, 2011). Diagnosa kebidanan sendiri didapat dari
data dasar yang terdiri atas data subyektif dan data obyektif. Diagnosa
yang dapat ditegakkan adalah ”Ny ... P ... A… umur... tahun dengan
gangguan sistem reproduksi kista ovarium”.
Masalah yang diidentifikasi dilakukan pencegahan, bidan diharapkan
waspada dan siap dalam menangani masalah atau kemungkinan masalah,
sesuai kebutuhan klien (Kemenkes RI, 2018).
5. Penatalaksanaan.
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh berdasarkan
langkah sebelumnya. Semua perencanaan yang dibuat harus berdasarkan
pertimbangan yang tepat, mmeliputi pengetahuan, teori yang up to date,
serta divalidasikan dengan asumsi mengenai apa yang diinginkan dan tidak
diinginkan oleh pasien. Dalam menyusun perencanaan, sebaiknya pasien
dilibatkan karena pada akhirnya pengembalian keputusan dilaksanakannya
suatu rencana asuhan ditentukan oleh pasien sendiri (Sulistyawati, 2009).
Bidan mengembangkan rencana asuhan/tindakan yang komprehensif
berdasar langkah yang telah dilakukan sebelumnya. Rencana asuhan harus
disetujui bersama dengan klien agar pelaksanaannya efektif.
(Widatiningsih, dkk., 2017:186-189).
40
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, Prasanti. 2018. Hubungan Paritas Dan Usia Ibu Dengan Kista Ovarium Di
RSUD dr. R. Goeteng Tarunadibrata Purbalingga. Jurnal Publikasi
Kebidanan: Bidan Prada. 9(1):57-66.
Anggraini, Sri, dkk. 2015. Pengaruh Obesitas Terhadap Infertilitas Pada Wanita
Pasangan Usia Subur Di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru. Jurnal
Proteksi Kesehatan. 4(1):49-58.
Astuti. 2012. Buku Ajaran Asuhan Kebidanan Ibu 1 (Kehamilan). Yogyakarta :
Rahima Press.
Dinas Kesehatan Provinsi Jateng, 2015. Kista Ovarium artikel perbandingan didunia
kesehatan
41
Fathkiyah, Natiqotul. 2019. Faktor Risiko Kejadian Kista Ovarium Pada Wanita Usia
Reproduksi Di RSKIA Kasih Ibu Kota Tegal. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kesehatan Bhamada. 10(1):79-84
Kemenkes RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta:Kemenkes RI.
Kemenkes. 2015. Profil Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Kemenkes. 2018. Kesehatan Reproduksi dan Seksual Bagi Calon Pengantin. Jakarta:
Kemenkes RI.
King, dkk. 2019. Varney’s Midwifery. 6. Burlington: Jones&Bartlett Learning.
Kurniawaty. 2019. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Dengan
Pencegahan Kista Ovarium. Jurnal ‘Aisyiyah Medika. 3(1):103-109.
Kusmiyati, Yuni. 2011. Penuntun Praktikum Asuhan Kehamilan.
Yogyakarta:Fitramaya.
Maulidya, Yulia. 2018. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kista
Ovarium Di RSUD Kota Bekasi Tahun 2018. Stikes Medika Cikarang
Bekasi. Skripsi.
Nugroho, Taufan. 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2014.Ilmu Kebidanan.Jakarta : PT Bina Pustaka.