Anda di halaman 1dari 5

BAB 8.

OBAT-OBAT AMEBIASIS DAN TRICHOMONIASIS

BAB
8 OBAT-OBAT AMEBIASIS
DAN TRICHOMONIASIS

AMEBIASIS INTESTINALIS
Disentri ameba adalah penyakit infeksi usus yang ditimbulkan oleh Entamoeba histolytica, suatu mikroorganisme
anaerob bersel tunggal (protozoon). Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan yang banyak terjangkit adalah negara (sub)
tropis dengan tingkat sosio ekonomi yang rendah dan kondisi hygiene yang belum memadai. Penyebarannya melalui
makanan yang terinfeksi dan juga dapat berlangsung melalui kontak seksual. Bila tidak diobati (dengan tepat), penyakit dapat
menjadi sistemis dan menjalar ke organ- organ lain, khususnya hati. Bentuk serius ini disebut amebiasis hati dan bercirikan
abses dan/atau radang hati.

Jenis- Jenis Entamoeba


Entamoeba histolytica mempunyai beberapa bentuk, yaitu bentuk minuta dan bentuk histolitika:
a. Bentuk minuta (= bentuk-usus) : amebiasis intestinalis
menularkan penyakit langsung dari orang ke orang atau melalui
makanan dan air minum yang telah terinfeksi kista, yaitu bentuk
inaktif ameba. Kista diliputi oleh suatu membran pelindung yang
ulet, tahan getah lambung, dan dapat hidup di luar tubuh. Di dalam
usus halus, kista berkembang menjadi bentuk aktif, yakni trofozoit
yang terutama hidup dari kuman-kuman usus besar dan di situ
memperbanyak diri dengan pembelahan. Tropozoit biasanya hidup
di colon sebagai komensal non pathogen, yakni membentuk kista
tanpa merugikan tuan rumah. Kemudian kista-kista ini
meninggalkan tubuh lewat tinja bersama tropozoit yang tak
berubah.
Kista inilah yang memegang peranan dalam penularan penyakit
lebih lanjut bila terbawa ke bahan makanan atau air minum oleh
lalat atau tangan manusia yang tidak bersih. Dengan demikian,
lengkaplah siklus penyebarannya. Banyak orang, yang disebut
pembawa kista asimtomatis, dapat membawa penyakit ini tanpa
gejala dan kemudian menyebarluaskannya. Trofozoit juga dapat
berubah menjadi bentuk patogen dan dengan bantuan toksinnya
Gambar 8.1. Siklus hidup Entamoeba histolytica sendiri serta enzim proteolitis, dapat menyerang mukosa usus.
Terjadilah luka-luka kecil dan diare. Luka-luka ini sering kali menimbulkan infeksi sekunder dengan bakteri dan
timbullah pemborokan (ulcerative colitis). Seringkali amebiasis usus juga berlangsung tanpa diare, atau gejala lainnya
yang nyata.
b. Bentuk–histolitika (= bentuk jaringan): amebiasis hati. Dalam keadaan tertentu, trofozoit dapat memasuki dinding
usus dan mengalami perubahan, yakni tumbuh menjadi lebih kurang dua kali lebih besar. Trofozoit besar ini dapat
menembus dinding usus dan melalui vena porta menjalar ke organ-organ lain, antara lain jantung, paru-paru, dan otak,
khususnya hati. Di sini trofozoit hidup dari eritrosit dan sel-sel jaringan yang dilarutkan olehnya melalui fagositosis.
Karena ini disebut juga bentuk-jaringan (Yun: histos = jaringan, lysis = melarutkan). Akibatnya ialah necrosis (jaringan
mati), abses, dan reaksi radang yang dapat merusak hati (antara lain hepatitis). Penyakit ini sangat serius dan dapat
menjalar ke paru-paru dan bila tidak segera diobati seringkali berakibat fatal. Bentuk-jaringan tidak dapat membentuk
kista.

MG – Farmakologi Dasar D-3 Farmasi STIKes Indah Medan - 2021 81


BAB 8. OBAT-OBAT AMEBIASIS DAN TRICHOMONIASIS

Gejala-gejala
Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara beberapa hari dan beberapa bulan sampai satu tahun.
 Amebiasis usus (disentri ameba) yang akut memperlihatkan gejalanya yang menyerupai disentri basiler (Shigellosis).
Awal infeksi ditandai oleh diare akut yang ringan dan intermittent, biasanya berlanjut dengan diare yang mengandung
lendir dan darah, kejang-kejang, nyeri perut, serta mulas hajat (tenesmus). Gejala lainnya sakit kepala, mual, dan
anoreksia.
 Amebiasis hati bergejala demam tinggi, mual, muntah-muntah, dan nyeri di daerah hati yang memancar ke punggung
atau bahu, juga pembesaran hati tetapi dalam kebanyakan hal tidak terjadi diare.
 Komplikasi jarang terjadi, tetapi dapat menimbulkan antara lain perforasi dinding colon, peritonitis, dan pendarahan.
Komplikasi juga dapat menimbulkan jaringan granulasi fibrosis, biasanya di coecum dan bagian rectosigmoid, yang
disebut amoeboma. Kasus ini terjadi pada kira-kira 10% penderita yang dapat menimbulkan perdarahan, obstruksi, dan
kadang-kadang terjadi diagnosa keliru sebagai karsinoma (kanker).

Diagnosa
Diagnosa amebiasis dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopis dari kerokan (scrapings) rectal atau feces terhadap
trofozoit atau kista. Tetapi perlu berhati-hati untuk membedakannya dari ameba non patogen maupun sel darah putih. Karena
gejala tersebut di atas tidak selalu tampak dengan jelas, maka penyakit agak sukar dikenali. Sering kali dapat dikelirukan
dengan tukak usus atau radang kantong empedu. Pada amebiasis paru, parasit dapat dideteksi dalam sputum.

Pencegahan
Penyakit ini sukar dibasmi karena banyaknya pembawa kista tanpa gejala. Yang terpenting adalah peningkatan
hygiene perorangan dan pengadaan air bersih. Kista dapat dimusnahkan dengan memasak air sekurang kurangnya 10 menit,
sedangkan pemurnian air melalui klorinasi diragukan efektitivitasnya.

Penggolongan obat
Obat antiprotozoa pada umumnya digunakan untuk infeksi oleh Entamoeba histolitika, Trichomonas vaginalis,
Giardia Lamblia, dan Pneumocystis carinii, walaupun batasan spesifitasnya tidak tajam. Beberapa dari obat-obat ini dapat
digunakan sekaligus terhadap protozoa tersebut di atas.
Obat amebiasis dapat dibagi - berdasarkan efektivitasnya terhadap bentuk Entamoeba - dalam dua kelompok besar,
yaitu zat amebisida-kontak dan zat amebisida-jaringan.
1. Obat amebisida-kontak berdaya mematikan dengan jalan kontak langsung bentuk-minuta dalam rongga usus tetapi
tidak dalam hati. Obat-obat ini terdiri dari beberapa senyawa kimia, yakni:
a. Senyawa nitro-imidazol: metronidazol, tinidazol dan lain-lain. Obat ini juga aktif terhadap bentuk-jaringan dan dapat
dianggap obat amebisida umum. Di samping itu, senyawa ini juga berkhasiat terhadap protozoa lain, misalnya
Trichomonas vaginalis dan Giardia lamblia.
b. Diloksanida: khusus digunakan untuk mematikan kista pada pembawa-ameba, tidak untuk disentri ameba
c. Kliokinol: karena efek samping terhadap mata, maka obat ini tidak dianjurkan lagi oleh WHO.
d. Antibiotika: tetrasiklin, eritromisin/azitromisin, dan paromomisin. Kerjanya tidak langsung, tetapi melalui
pemusnahan bakteri usus sehingga ameba tidak dapat hidup. Paromomisin berkhasiat langsung amebisid.
2. Obat amebisid-jaringan berkhasiat terhadap bentuk-histolitika di dinding usus dan jaringan lain yaitu zat nitroimidazol,
(dihidro)emetin, dan kloroquin. Pilihan pertama adalah nitro-imidazol, karena juga aktif terhadap ameba bentuk-usus.
Emetin mematikan parasit di semua jaringan tubuh, tetapi jarang digunakan lagi karena kardiotoksisitasnya. Derivatnya
yang kurang toksis masih digunakan parenteral.

Pengobatan
1. Disentri amuba akut atau kronis pertama-tama diobati dengan metronidazol (derivatnya), yang aktif terhadap semua
bentuk Entamoeba. Guna menghindarkan kambuhnya penyakit maka terapi perlu dilanjutkan dengan suatu amebisid-
kontak khas untuk membasmi seluruh kista dalam rongga usus. Untuk tujuan ini digunakan diloksanida (atau kliokinol)
Hilangnya gejala tidak berarti bahwa penyakit sudah sembuh dengan tuntas. Penyakit dinyatakan sembuh total bila tinja
tidak mengandung ameba lagi selama 6 bulan.
Dalam keadaan parah yang biasanya disertai infeksi sekunder oleh bakteri akibat pengobatan terlantar atau kondisi tubuh
buruk, dianjurkan pemberian serentak tetrasiklin atau antibiotikum lain.
2. Amebeasis-hati dan abses hati. Pengobatan juga dimulai dengan kur metronidazol, bila perlu bersama kloroquin.
Akhirnya perlu juga diberikan kur dengan suatu amebisid-kontak untuk menghindari residif (diloksanida).

MG – Farmakologi Dasar D-3 Farmasi STIKes Indah Medan - 2021 82


BAB 8. OBAT-OBAT AMEBIASIS DAN TRICHOMONIASIS

3. Pembawa kista tanpa gejala juga mutlak harus diobati, karena merupakan sumber infeksi potensial bagi orang lain
maupun bagi dirinya sendiri, karena setiap waktu penyakit dapat menjadi akut lagi. Hal ini terutama penting sekali bila
pembawa kista tersebut bekerja dengan bahan-bahan makanan dan kurang memperhatikan azas hygiene.
Pengobatan yang efektif dapat dilakukan dengan diloksanida (atau kliokinol), hingga tinja bebas seluruhnya dari
kista.

Tabel 8.1. Khasiat beberapa obat amebiasis terhadap bentuk Entamoeba histolytica
Bentuk-minuta (disentri usus) Bentuk-holistika
Trofozoit Kista (amebiasis hati)
Emetin ++ - +++
Kloroquin - - +++
Metronidazol & deriv. +++ ++ +++
Kliokinol & deriv. +++ +++ -
Diloksanida & deriv. +++ +++ -
Fanquinon +++ ++ ++
Karbarson +++ +++ ++
Paramomisin +++ + -

Trichomoniasis
Trichomonas vaginalis adalah protozoon yang bermukim di saluran genital manusia yang
terinfeksi. Infeksi terjadi akibat kontak seksual dan pada pria umumnya berlangsung tanpa
gejala, hanya kadang kala terjadi radang saluran kemih (urethritis). Pada wanita, gangguan
ini menyebabkan radang vagina (vaginitis), dengan keputihan kuning-hijau yang berbusa
dan berbau busuk, gatal-gatal, dan sukar berkemih. Penyebab lain vaginitis adalah ragi
Candida ablicans. Pengobatan vaginitis dapat dilakukan dengan 2 g metronidazol atau
tinidazol selama 6 hari.

Giardiasis
Giardia lamblia adalah protozoon dengan benang-cambuk dan, seperti Entamoeba, dapat
menimbulkan infeksi via air atau makanan yang mengandung kista. Kista ini dalam usus halus
segera memperbanyak diri dan hidup di mukosa, hanya jarang menembusnya. Infeksi
kebanyakan tidak menimbulkan gejala, tetapi mual, diare, sakit perut, kembung dan banyak
angin dapat terjadi. Giardiasis banyak ditemukan di daerah tropis dan pada wisatawan yang
merupakan salah satu penyebab travellers diarrhoe. Untuk mengobati giardiasis dapat digunakan
2 g metronidazol atau tinidazol selama 3 hari.

ZAT-ZAT TERSENDIRI
1. Emetin (F.I)
Alkaloid ini terdapat dalam akar tumbuhan Psychotria ipecacuanha (“Brazil root”) dan
berkhasiat sebagai amebisida sistemis, terutama terhadap bentuk-histolitika dalam
jaringan. Emetin kurang aktif terhadap bentuk-minuta di dalam usus, walaupun sangat
efektif untuk meredakan gejala parah akut dari amebiasis-usus maupun amebiasis-hati.
Setelah introduksi metronidazol sekitar tahun 1960 yang memiliki khasiat lebih luas dan
toksisitas lebih ringan, penggunaannya sebagai obat amebiasis-hati sudah sangat
berkurang. Kini emetin praktis tidak digunakan lagi.

2. Kloroquin (F.I) : Nivaquine, Resochin, Avloclor


Senyawa 4-aminokinolin ini selain berkhasiat antimalaria dan antiradang juga berkhasiat
amebisid terhadap bentuk-jaringan (amoebiasis hati). Kerjanya kurang kuat, maka
biasanya hanya digunakan dalam kombinasi dengan metronidazol. Atau, bila pengobatan
dengan metronidazol tidak efektif atau ada kontra-indikasi terhadap penggunaannya.
Tidak efektif terhadap bentuk-minuta dalam colon, karena kadar pada dinding usus jauh
lebih rendah daripada hati, juga karena resorpsinya di usus cepat dan praktis lengkap.

MG – Farmakologi Dasar D-3 Farmasi STIKes Indah Medan - 2021 83


BAB 8. OBAT-OBAT AMEBIASIS DAN TRICHOMONIASIS

Kloroquin berkumulasi di dalam hati sampai konsentrasi yang sangat tinggi (beberapa ratus kali lebih tinggi dari pada
kadar plasma), sehingga sangat efektif terhadap abses hati dan amebiasis hati. Lewat pengobatan beberapa hari saja,
gejala amebiasis hati sudah hilang. Pengobatan dengan kloroquin perlu disusul dengan diloksanida atau kliokinol.
Efek sampingnya jarang terjadi dan biasanya berupa sakit kepala, gatal-gatal, gangguan saluran cerna ringan (diare), dan
gangguan akomodasi. Selain di dalam hati, kloroquin juga ditimbun di ginjal dan mata, sehingga pada terapi jangka
panjang perlu diadakan pemeriksaan mata setiap 3 sampai 6 bulan.
Anak-anak sangat peka terhadap senyawa 4-amino-kinolin, sehingga pemakaiannya pada anak-anak berusia 1-3 tahun
perlu sangat hati-hati.
Dosis: pada amebiasis hati 2 dd 300 mg basa untuk 2 hari, kemudian 1 dd 300 mg selama 2-3 minggu. Anak-anak: 10
mg/kg sehari selama 2-3 hari, maksimum 300 mg/hari..
- Resochin, Avoclor: Kl. difosfat 250 mg = 150 mg basa.
- Nivaquin: Kl. sulfat 135 mg = 100 mg basa.
3. Metronidazol: Flagyl, *Flagistatin, *Rodogyl.
Senyawa nitro-imidazol ini (1960) memiliki spektrum anti-protozoa dan antibakterial yang lebar.
Berkhasiat kuat terhadap semua bentuk Entamoeba, juga terhadap protozoa patogen anaerob
lainnya, seperti Trichomonas dan Giardia. Obat ini juga aktif terhadap semua cocci dan basil
anaerob Gram-positif dan -negatif, tetapi tidak aktif terhadap kuman aerob.
Metronidazol berkhasiat amebisid jaringan kuat dan amebisid kontak lemah, karena resorpsinya di usus yang cepat,
sehingga kadar dalam rongga usus tidak sempat mencapai kadar terapeutis tinggi.
Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan sintesis asam nukleinat setelah direduksi oleh enzim yang terdapat pada
bakteri anaerob. Efek mutagennya diperkirakan juga berdasarkan mekanisme ini. Toksisitasnya juga lebih ringan
dibandingkan emetin.
Penggunaan. Obat ini merupakan pilihan pertama untuk amebiasis hati. Pada infeksi Helicobacter pylori (tukak usus
duabelas jari) digunakan pada triple/quadruple therapy, bersamaan dengan 2 atau 3 obat lain (bismutoksida, omeprazol,
amoksisilin). Resorpsinya di usus baik sekali dengan BA 80 %. PP-nya hanya ca 11 % dan plasma-t½ nya 8 jam. Daya
penetrasinya ke jaringan dan cairan tubuh baik, termasuk ludah, air susu ibu, sperma, sekret vegina, dan juga ke CCS.
Ekskresinya cepat melalui empedu (siklus enterohepatis).
Efek sampingnya ringan dan berupa gangguan saluran cerna, mulut kering dan rasa logam, pusing atau sakit kepala, rash
kulit, dan sewaktu-waktu leukopenia. Air kemih dapat menjadi coklat kemerah-merahan disebabkan oleh zat warna yang
terbentuk. Selama terapi tidak boleh minum alkohol berhubung dapat timbul efek-disulfiram, yakni intoksikasi
asetaldehida dengan vasodilatasi perifer, muka merah, jantung berdebar-debar, dan nyeri kepala. Pada tikus dan dalam
dosis tinggi, obat ini bersifat mutagen dan karsinogen, yakni menimbulkan kanker pada paru-paru dan buah dada. Oleh
karena ini, metronidazol tidak dianjurkan kegunaannya untuk gangguan ringan seperti vaginitis, karena tersedianya obat-
obat lain yang juga efektif. Tidak pula selama kehamilan dan laktasi.
Dosis: pada amebiasis 3 dd 750 mg (= 3 tablet -benzoat) selama 5-10 hari, atau 1 dd 2,5 g selama 2-5 hari; anak-anak 30-
50 mg/kg/hari dalam 3 dosis selama 5-10 hari. Dalam keadaan parah, lazimnya dikombinasi dengan kloroquin atau
tetrasiklin 4 dd 250-500 mg.
Pada trichomoniasis oral sekaligus 2 g sebagai single-dose, bila tidak efektif atau ada residif: 2 dd 500 mg selama 7 hari.
Tablet vaginal dari 500 mg malam hari selama 10 hari. Bila perlu dapat diulang setelah 4-6 minggu. Guna mencegah
reinfeksi partner prianya juga harus diobati.
Pada giardiasis (lambliasis): 1 dd 2 g untuk 3 hari atau 3 dd 250 mg selama5-7 hari; anak-anak sampai 10 tahun: sehari
20 mg/kg berat badan dibagi dalam 2-3 dosis selama 7 hari.
*Tinidazol : Fasigyn, Flatin.
Derivat ini juga memiliki khasiat antiprotozoa yang luas dengan sifat lipofil yang lebih
besar dibandingkan derivat-derivat nitro-imidazol lainnya. Berkhasiat lebih kuat
daripada metronidazol dengan efek samping sangat ringan.
Dosisnya pada amebiasis: sekaligus 4 tablet dari 500 mg selama 3 hari, pada
trichomaniasis dan giardiasis: dosis tunggal dari 4 tablet sudah mencukupi.
* Secnidazol (Flagentyl) adalah derivat dengan khasiat sama seperti metronidazol, tetapi kerjanya lebih panjang (palsma-
t½-nya 14 jam). Efek sampingnya lebih kuat dan sering terjadi. Dosis : 1 dd 4 tablet dari 0,5 g
p.c. selama 3-5 hari.

MG – Farmakologi Dasar D-3 Farmasi STIKes Indah Medan - 2021 84


BAB 8. OBAT-OBAT AMEBIASIS DAN TRICHOMONIASIS

* Nimorazol (nitrimidazin, Naxogin)


adalah derivat denga khasiat dan penggunaan yang sama. Dosisnya pada amebiasis: sekaligus
8 tablet dari 250 mg p.c selama 7 hari; pada trichomaniasis: 3 dd 4 tablet dengan interval 12
jam; dan pada giardiasis: sekaligus 4 tablet selama 5 hari.

4. Kliokinol: vioform, iodoklorooksikinolin.


Senyawa 8-hidroksikinolin ini (1933) selain berkhasiat antibakteria dan fungisid, juga berdaya
amebisid, khususnya terhadap Entamoeba bentuk-minuta, tetapi tidak efektif terhadap bentuk-hati
(histolitika). Mekanisme kerjanya mungkin berdasarkan pelepasan unsur iod dalam usus (kadar iodnya
lebih kurang 40%). Digunakan sebagai amebisid-kontak pada amebiasis-usus dan pengobatan bagi
pembawa kista.
Resorpsinya di usus buruk dan bervariasi, rata-rata hanya 10%, yang diekskresikan cepat lewat kemih sebagai konyugat.
Sisanya yang tak diserap perlahan-lahan dikeluarkan melalui tinja.
Efek sampingnya adalah gangguan saluran cerna, sedangkan penggunaan yang lama dalam dosis tinggi (lebih dari 2 g
sehari) dapat mengakibatkan neuropati toksik, yakni dikenal dengan sebutan SMON (subacute myelooptic neuropathy).
Keracunan ini pertama kali dilaporkan sebagai wabah di Jepang dengan korban ribuan orang (dilarang penggunaan sejak
tahun 1970). Efek toksik yang sama dengan akibat atrofi optis dan kebutaan, kemudian dilaporkan di negara-negara lain.
Oleh karena itu, sejak tahun 1991, kliokinol dan semua sediaan oralnya, yang dulu dapat dibeli bebas dan banyak
digunakan terhadap segala jenis diare, telah ditarik dari peredaran di Indonesia.
Dosis: 3 dd 250-500 mg selama 7-10 hari. Bila setelah itu ternyata tinja belum seluruhnya bebeas dari kista, maka setelah
istirahat 8 hari kur perlu diulang bahkan sampai 3 kali.
5. Diloksanida: Furamide
Ester-furoat dari derivat diklorasetamida ini (1957) sangat efektif terhadap bentuk-
minuta dalam usus. Diperkirakan furamida lebih efektif dari pada kliokinol, tetapi
terhadap bentuk- jaringan tidak berkhasiat. Digunakan pula dalam bentuk ester-furoat
dengan resorpsi lebih ringan dan lambat dari pada senyawa induknya diloksanida, hingga
dapat melakukan aktivitasnya dalam rongga usus secara lebih intensif.
Diloksanidafuroat merupakan obat pilihan pertama untuk pengobatan pembawa kista asimtomatis. Efek sampingnya
ringan, antara lain gangguan saluran cerna, terutama flatulensi, yakni banyak gas tertimbun dalam usus.
Dosis: sebagai amebisida-kontak untuk anak-anak di atas 12 tahun: 3 dd 1 tablet dari 500 mg a.c. selama 10 hari. Anak-
anak di bawah 12 tahun: 20 mg/kg/berat badan sehari dalam 3 dosis.
6. Antibiotika amebisid. Beberapa antibiotika berkhasiat anti-amebiasis intestinal, terutama paromomisin, beberapa
senyawa tetrasiklin, dan eritromisin. Dari ketiga antibiotika ini paromomisinlah yang berkhasiat amebisid langsung,
sedangkan yang lainnya mengganggu flora usus yang dibutuhkan untuk perkembangan ameba patogen.
* Paromomisin (Gabbroral) adalah antibiotikum aminoglikosid yang diperoleh dari
Streptomyces rimosus dan bekerja langsung terhadap ameba bentuk-usus. Di
samping itu, senyawa ini juga memiliki kegiatan antibakterial terhadap
mikroorganisme normal maupun patogen di saluran cerna. Paromomisin juga efektif
terhadap infeksi oleh beberapa jenis cacing pita. Pada penggunaan oral, zat ini
praktis tidak diabsorpsi. Sangat toksik untuk telinga. Dosis: oral 25-35 mg/kg/hari
dalam 3 dosis selama 5-10 hari.

MG – Farmakologi Dasar D-3 Farmasi STIKes Indah Medan - 2021 85

Anda mungkin juga menyukai