Anda di halaman 1dari 10

BAB 7.

OBAT MALARIA

BAB
7 OBAT MALARIA
Ziet ge mugen, lang van poot, aarjel niet maar sla ze dood
Klein is de mug, doch groot het leed veroorzaakt door een munggenbeet.
Beter dan kinine slikken is’t die munggen dood te tikken

(Bila melihat nyamuk dengan kakinya yang panjang, janganlah ragu-ragu untuk menepuknya.
Kecil nyamuknya, tetapi besar penderitaan akibat sengatannya.
Lebih baik membunuhnya dari pada harus menelan kina).

PROTOZOA
Protozoa (tunggal: protozoon) adalah jasad renik bersel tunggal, yang merupakan organisme hidup terendah dalam
dunia hewan. Organisme ini hidup sebagai parasit pada hewan/serangga sebagai tuan rumah dan dapat mengakibatkan infeksi
pada manusia. Protozoa yang sering kali menyebabkan infeksi adalah:
 Plasmodium : malaria (tuan rumah: nyamuk)
 Entamoeba histolytica : ambesiasis (disentri)
 Trichomonas vaginalis : trichomoniasis (vaginitis, keputihan)
 Giardia lamblia : giardiasis/lambliasis (diare kronis)
 Toxoplasma gondii : toxoplasmose (tuan rumah: antara lain kucing, babi, dan domba)
 Pneumocystis carinii : pneumokystose (radang paru)
 Trypanosoma gambiense : tripanosomiasis (penyakit tidur, tuan rumah:lalat tsetse)
Penyakit yang paling sering timbul adalah malaria, tetapi juga amubiasis, trichomoniasis, dan giardiasis yang
tersebar di seluruh dunia. Sejumlah infeksi meluas insidensinya pada pasien AIDS, misalnya toksoplasmose dan
pneumokistose.
Malaria
Malaria (berasal dari bahasa Italia: mala = buruk, aria = udara)
adalah penyakit infeksi dengan demam berkala yang
disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan oleh
sejenis nyamuk tertentu (Anopheles). Berbeda dengan nyamuk
biasa (Culex), nyamuk ini khususnya menyengat pada malam
hari dengan posisi yang khas, yakni bagian belakangnya
mengarah ke atas dengan sudut 48°. Setiap tahun, 70 juta orang
dihinggapi penyakit malaria dengan mortalitas 1%. Penyakit ini
terutama terdapat di negara-negara yang beriklim panas dan
lembab, yang letaknya lebih rendah dari 2.200 m di atas
permukaan laut; tempat ini merupakan tempat ideal untuk
berkembangbiaknya nyamuk Anopheles. Di Indonesia
(terutama Papua, Flores), malaria merupakan salah satu
penyakit endemis penting. Berkat program pemberantasan
terus-menerus terhadap nyamuk dan tempat perbenihannya,
kini kasusnya sudah banyak berkurang. Dengan meningkatnya
hubungan transportasi melalui udara, benih penyakit malaria
dapat juga diimpor melalui nyamuk-nyamuk yang terinfeksi,
sehingga disebut “malaria bandar udara” (airport malaria)

MG – Farmakologi Dasar Prodi D-3 Farmasi STIKes Medan - 2021 71


BAB 7. OBAT MALARIA

Gambar 7.1. Nyamuk Anopheles, Aedes, dan Culex


Jenis Malaria dan Gejalanya
Bagi manusia, malaria disebabkan oleh empat spesies protozoa keturunan Plasmodium, yang menimbulkan tiga jenis
penyakit malaria, yaitu malaria tropika, tersiana, dan kwartana.
a. Malaria tropika. Plasmodium falciparum adalah penyebab jenis malaria yang paling ganas dan berbahaya ini. Bila tidak
diobati, penyakit ini dapat menyebabkan kematian hanya dalam beberapa hari akibat adanya relatif banayak eritrosit
(sampai 50%) rusak yang menyumbat kapiler otak. Gejalanya adalah berkurangnya kesadaran dan serangan demam yang
tidak menentu, adakalanya terus-menerus (suhu rektal di atas 48 0C), dapat pula berkala tiga hari sekali. Tidak
menimbulkan residif (kambuh) seperti jenis malaria lainnya. Sering kali bercirikan pembesaran hati dengan adanya
penyakit kuning (icterus) dan urin yang berwarna coklat tua/hitam akibat hemolisa (‘blackwater fever’). Gejala lainnya
adalah demam tinggi yang timbul mendadak, hemoglobinuria, hiperbilirubinaemia, muntah, dan gagal ginjal akut.
Malaria otak meruapakan komplikasi malaria tropika yang gawat sekali dengan ciri cepatnya hilang kesadaran,
timbulnya kejang-kejang, koma, dan kematian.
b. Malaria tersiana. Disebabkan oleh Plasmodium vivax atau ovale. Ciri-cirinya demam berkala tiga hari sekali dengan
puncak setelah setiap 48 jam. Gejala lainnya berupa nyeri kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise
umum. Tidak bersifat mematikan, meskipun tanpa pengobatan. Sering kali kambuh kembali berhubung adanya bentuk-
EE sekunder.
c. Malaria kwartana. Di sini Plasmodium malariae mengakibatkan demam berkala empat hari sekali, dengan puncak
demam setiap 72 jam. Gejalanya sama dengan tertiana. Residif juga sering terjadi karena bentuk-EE sekunder.

Gambar 7.2. Kurva suhu malaria, jenis-jenis dan siklus hidup Plasmodium

Masa Inkubasi
Masa inkubasi untuk P. falciparum adalah 7-12 hari, untuk P. ovale/vivax 10-14 hari, dan untuk P. malariae 4-6
minggu. Lama periode prodromal 3-5 hari dengan tanda-tanda penyakit atipis, seperti nyeri kepala dan otot, mual, anoreksia,
rasa letih, dan sakit. Kemudian timbul serangan malari a primer yang khas seperti menggigil dan merasa sangat dingin,
disusul oleh perasaan sangat panas dengan demam tinggi, yang disertai dengan keringat berlimpah. Gejala penting lainnya
adalah anemia akibat hemolisa dan membesarnya limpa.

Serangan panas-dingin terdiri dari tiga fase:

MG – Farmakologi Dasar Prodi D-3 Farmasi STIKes Medan - 2021 72


BAB 7. OBAT MALARIA

1. fase dingin berlangsung dari 30 menit sampai 1 jam karena timbulnya penyempitan pembuluh darah (vasokontriksi).
Penderita menggigil karena merasa sangat dingin dan suhu badan meningkat cepat sampai 41℃
2. fase panas segera menyusul fase dingin pada saat mana tubuh terasa sangat panas selama kira-kira 2-6 jam pada fase ini
penderita kadang-kadang mengigau (delirium). Kemudian fase ini disusul oleh fase berkeringat.
3. fase berkeringat: penderita merasa sangat letih dan ingin tidur.

Siklus Hidup Parasit


Pada garis besarnya, semua jenis plasmodium memiliki siklus hidup yang sama, yaitu sebagian di dalam tubuh
manusia (siklus aseksual) dan sebagian di tubuh Anopheles (siklus seksual).
1. Siklus aseksual dapat dipecah dalam dua bagian, yaitu:
a. Siklus hati. Penularan terjadi bila nyamuk betina, yang terinfeksi parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya
menyuntikkan ‘sporozoit’ ke dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym dari hati
(bentuk preeritrositer). Nyamuk jantan tidak menyengat kareana hanya hidup dari tumbuh-tumbuhan. Parasit tumbuh
dan mengalami pembelahan kuat (proses schizogoni, dengan menghasilkan schizont). 6-9 hari kemudian, schizont
menjadi masak dan melepaskan diri berupa beribu-ribu merozoit. Fase pertama ini (di dalam hati) disebut bentuk-EE
primer (ekso-eritrositer = di luar eritrosit).
b. Siklus darah (siklus eritrosit). Dari hati sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang di sini
menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau berdiam di hati dan disebut
bentuk-EE sekunder. Di dalam eritrosit terjadi pembelahan aseksual pula (schizogoni). Dalam waktu 48-72 jam,
sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang dilepaskan dapat memasuki eritrosit lain dan kemudian siklus dimulai
kembali. Setiap saat sel-sel darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam; hal ini disebabkan oleh
morozoit dan protein asing yang dipisahkannya. Kejadian ini terjadi setiap 48 jam pada infeksi P. Falciparum, 48-72
jam pada infeksi P. vivax/ovale, dan kira-kira 72 jam pada P. malariae. Kemampuan P. falciparum untuk menembus
semua eritrosit sekaligus membuatnya begitu ganas dan berbahaya.
2. Siklus seksual. Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk-bentuk
seksual betina dan jantan. Gametosit ini tidak berkembang lagi dan mati bila tidak dihisap oleh Anopheles betina. Di
dalam lambung nyamuk, terjadi penggabungan (pembuahan) dari gametosit jantan dan betina menjadi zygote, yang
kemudian mempernetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi ookista. Dalam waktu tiga minggu, terjelmalah
banyak sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk. Akhirnya, bila nyamuk (betina) ini menyengat manusia,
lengkaplah siklus-hidup parasit. Dengan ini jelaslah bahwa gametosit merupakan sumber penularan baru!

Diagnosa
Plasmodium dapat dideteksi dan diidentifikasi secara mikroskopis dalam preparat darah yang diwarnai menurut
Giemsa atau Wright. Ciri lainnya adalah adanya monosit yang berisi pigmen. Petunjuk penting, terutama untuk malaria
kronis, berupa timbulnya antibodi spesifik. Kini sedang dikembangkan tes ELISA untuk mendeteksi antigen dan metode
untuk menemukan DNA parasit. Pasien baru dapat dinyatakan bebas malaria bila 2-3 preparat darah yang diambil tiap hari
selama 3-4 hari memberikan hasil negatif pada tes pewarnaan.

Residivitas
Seorang penderita yang telah diobati dan tampaknya sembuh total bisa kambuh kembali penyakitnya beberapa bulan
sampai beberapa tahun kemudian. Penyebabnya ialah bentuk-EE sekunder yang masih berada di hati, limpa atau organ lain
tanpa menimbulkan gejala nyata, juga bentuk EE sudah dimusnahkan. Hipnozoit ini (parasit ‘tidur’) pada keadaan tertentu
setelah beberapa bulan atau tahun, misalnya bila daya-tangkis tubuh menurun atau keletihan fisik, menjadi aktif lagi. Mereka
memperbanyak diri, membelah, kemudian memasuki eritrosit dan demikian menimbulkan kambuhnya penyakit.
Bentuk-EE sekunder hanya terdapat pada malaria tertiana dan kwartana, tidak pada malaria tropika, sehingga
pembasmian bentuk EE-nya berarti penyembuhan tuntas. Sebaliknya, semua sporozoit P. falciparum dalam sel-sel hati
berkembang sekaligus menjadi merozoit, sedangkan pada plasmodia lainnya sebagian dari sporozoit tertinggal dalam sel-sel
parenchym hati. Kebanyakan obat malaria tidak dapat mencapai sporozoit tersebut yang menjadi sebab timbulnya residif.

Imunitas
Di negara-negara tropis, di mana malaria adalah endemis, seperti di Indonesia, rakyat sejak lahir sudah mengalami
infeksi dengan parasit malaria dan karena ini memperoleh derajat imunitas yang agak tinggi. Setelah terjadi infeksi yang
berulang, maka antara tubuh dan parasit terjadilah suatu keseimbangan, sehingga seranagan panas dingin menjadi lebih
ringan dan kurang nyata.

MG – Farmakologi Dasar Prodi D-3 Farmasi STIKes Medan - 2021 73


BAB 7. OBAT MALARIA

Tindakan Pencegahan Umum


Tindakan pencegahan umum perlu diusahakan utuk menghindari kontak antara manusia dan vektor (nyamuk
Anopheles) dengan cara membasmi nyamuk dan larvanya. Begitu pula menghilangkan penyebaran infeksi oleh manusia
dengan pengobatan semua jenis demam di daerah malaria dengan obat antimalaria. Yang juga sangat efektif adalah
penggunaan obat-obat penangkal serangga (mosquito repellent), seperti minyak sereh, DEET (diethyltoluamide), dan
dibutilftalat pada malam hari, baju lengan panjang, dan kelambu tempat tidur yang sebaiknya diimpregnir dengan insektisida
permetrin (anjuran WHO).

Obat-obat Malaria
Sejarah. Obat tertua untuk mengobati demam malaria adalah kulit pohon kina, dan alkaloid yang dikandungnya
(kinin, 1820). Baru pada tahun 1932 ditemukan obat yang sama khasiatnya, yaitu mepakrin, yang terutama banyak
digunakan selama perang dunia ke-II sewaktu tentara sekutu tidak menerima kinin lagi dari Indonesia.
Pada tahun 1944, kloroquin yang lebih ringan efek sampingnya, menggantikan mepakrin yang agak toksis, juga
lebih cepat efek kuratifnya. Pada tahun 1946 diintroduksi proguanil sebagai obat yang tidak hanya aktif terhadap bentuk
darah (trofozoit) sebagaimana ketiga obat terdahulu, melainkan juga terhadap bentuk hati, khususnya bentuk EE primer dari
P. falciparum. Primaquin (1948) terutama berkhasiat kuat terhadap bentuk EE dari P. vivax/ovale.
Dengan demikian, proguanil dan primaquin sangat ampuh sebagai obat pencegah malaria. Kemudian, dipasarkan
pula derivat kloroquin amodiaquin (1950), pirimetamin (1952), mefloquin (1981), dan halofantrin (1985). Pada tahun
1990, WHO telah mengeluarkan amodiaquin dari program terapi malaria, karena dilaporkan timbulnya efek samping serius
pada penggunaan profilaktis.
Artemeter (1991) adalah suatu derivat semisintetis dari artesiminin, yang terdapat dalam tumbuhan cina qinghaosu
(pelafalan: cinghausu, nama lat. Artemisia annua). Obat tradisional ini sudah sejak tahun 1970-an banyak digunakan dengan
sukses di Cina selatan (Hainan) dan Thailand terhadap P. falciparum (malaria otak) yang multiresisten. Efeknya lebih cepat
dari pada kinin dan obat-obat lain dengan efek samping ringan.
Pyronaridin adalah obat eksperimentil terbaru yang sangat efektif terhadap P. falciparun multiresisten. Derivat-
akridin ini berasal dari Cina, dan telah dibuktikan efektifitasnya pada malaria, begitu pula di Kamerun. Harganya juga lebih
murah daripada halofantrin, hingga layak digunakan di negara-negara miskin, walaupun menimbulkan lebih sering
gangguan lambung.

Mekanisme Kerja
Kloroquin mencegah ‘dimakannya’ hemoglobin (zat warna darah merah) oleh parasit, sehingga timbul kekurangan
asam amino esensiil untuk sintesis DNA-nya. Mefloquin diperkirakan sama mekanisme kerjanya dengan kloroquin. Kinin
dan artemeter menghambat sintesis protein dengan jalan membentuk komplek dengan DNA parasit, di samping merintangi
banyak sistem enzimnya.
Proguanil dan pirimethamin adalah antagonis folat yang merintangi enzim yang mengubah asam folat menjadi
asam folinat, sehingga sintesis DNA/RNA terganggu. [Trimetoprim adalah derivat pirimethamin yang berkhasiat lebih kuat
terhadap enzim bakteri dari pada terhadap plasmodium. Maka, senyawa ini tidak digunakan pada malaria, tetapi sebagai obat
antibakteri, yakni kotrimoksazol = trimetoprim + sulfisoksazol].
Primaquin juga dapat mengikat DNA dan diperkirakan dalam tubuh nyamuk dirombak menjadi metabolit yang
bersifat oksidans dan lebih aktif terhadap parasit.

Penggolongan
Berdasarkan titik kerjanya dalam tubuh (eritrosit atau hati), obat malaria dapat dikelompokkan sebagai berikut,
a. Obat schizontisid darah: kinin, kloroquin, halofantrin, mefloquin, pirimetamin + sulfadoxin, dan artemeter. Berkhasiat
mematikan bentuk darah (schizont) dan digunakan pada serangan demam, juga untuk pencegahan (kecuali halofantrin).
Senyawa ini tidak menghalangi infeksi eritrosit, namun menekan timbulnya gejala klinis (profilaksis supresif).
b. Obat schizontisid hati: proguanil, primaquin, dan doksisiklin. Khusus digunakan sebagai profilaksis kausal, karena
memusnahkan bentuk EE (merozoit dan hipnozoit) dalam sel-sel parenchym hati. Obat ini menghindarkan penetrasi ke
dalam eritrosit dan demikian menghalangi serangan.
Penggolongan lain bertolak dari titik-kerja obat pada siklus hidup parasit dan tujuan terapi yang dikehendaki, dan
terdiri dari 4 kelompok berikut:

MG – Farmakologi Dasar Prodi D-3 Farmasi STIKes Medan - 2021 74


BAB 7. OBAT MALARIA

a. Obat pencegah = profilaktika kausal: proguanil dan pirimethamin. Berkhasiat terhadap bentuk-EE primer dalam hati
dari P. falciparum, P. vivax, dan P. malariae hanya peka untuk sebagian. Primaquin juga aktif terhadap bentuk ini tetapi
terlalu toksis untuk digunakan dalam jangka waktu lama sebagai obat pencegah.

b. Obat penyembuh/pencegah demam = kurativa/supressiva


Berkhasiat terhadap siklus darah, mematikan trofozoit serta schizont (schizonticid), dan dengan demikian menghentikan
atau mencegah gejala klinis. Artemeter dan kloroquin bekerja kuat dan cepat, sedangkan kinin lebih lambat. Proguanil
dan pirimetamin juga sangat aktif, tetapi jauh lebih lambat kerjanya dan lebih sering menimbulkan resistensi. Obat-obat
ini tidak menyembuhkan secara radikal berhubung masih ada bentuk-EE sekunder (hipnozoit) yang tidak peka untuknya.
Pada malaria tropika tidak terdapat bentuk ini, maka penyembuhan radikal dapat dicapai dengan obat tersebut jika obat
digunakan terus-menerus selama 4-6 minggu setelah meninggalkan daerah malaria. Dengan demikian, bentuk hati yang
masa hidupnya singkat tidak dapat berkembang lagi dan akan mati dengan sendirinya.
c. Obat pencegah kambuh = penyembuh radikal: primaquin. Obat ini mematikan bentuk-EE sekunder dari malaria
tertiana dan kwartana. Primaquin adalah satu-satunya obat yang sangat efektif untuk terapi jangka singkat. Tetapi, untuk
rakyat setempat tidak cocok karena kemungkinan besar akan reinfeksi.
d. Obat gematosid = pencegah tersebarnya penyakit: mematikan gametosit dalam darah pasien, yang mengakibatkan
penularan dari manusia ke nyamuk. Maka, obat-obat ini menghindarkan disebarkan parasit setelah bentuk lainnya
dimusnahkan.
Primaquin dalam dosis kecil efektif dalam 3 hari, proguanil dan pirimethamin tidak mematikan gametosit, tetapi
merintangi perkembangannya di tubuh nyamuk. Kloroquin bekerja gametosid terhadap P. vivax, P. ovale, dan P. malariae,
tetapi tidak terhadap P. falciparum. Kinin aktif terhadap gametosit P. vivax dan P. malariae.

Kemoprofilaksis
Dengan meningkatnya kepariwisataan internasional dan perjalanan ke luar negeri, semakin bertambah pula
pentingnya profilaksis malaria, terutama bagi mereka yang belum pernah mengalami infeksi plasmodium. Untuk menentukan
pilihan obat mana yang harus digunakan, masalah resistensi merupakan faktor penting. Juga perlu diketahui bahwa pola
resistensi dari suatu daerah dapat berubah.
Profilaksis dapat dilakukan dengan empat jenis obat, tergantung dari tujuan perjalanan, yakni:
a. Proguanil (2 dd 100 mg p.c.) untuk daerah dengan hanya P.vivax dan atau tanpa resistensi terhadap P. falciparum,
berhubung terdapatnya lebih sedikit laporan mengenai resistensi dibandingkan dengan pirimetamin.
b. Kloroquin (1 kali seminggu 300 mg basa p.c.) untuk daerah dengan terutama resistensi terhadap proguanil. Kloroquin
dimulai dengan loading dose 300 mg/hari pada 2 hari pertama. Atau, juga kombinasi kloroquin dan proguanil.
c. Mefloquin (1 kali seminggu 250 mg p.c.) untuk daerah dengan terutama resistensi P. falciparum terhadap proguanil dan
kloroquin (misalnya Papua, Afrika di Selatan Sahara, dan daerah Amazon). Mefloquin sebagai obat pencegah sebaiknya
sudah harus mulai diminum 3 minggu sebelum tiba di daerah yang sangat rawan malaria.
d. Pirimetamin juga efektif sebagai obat pencegah, tetapi karena meluasnya resistensi dan kurang aktif terhadap P. vivax,
maka sekarang tidak dianjurkan lagi sebagai obat pecegah. Begitu pula kombinasinya dengan sulfadoksin (Fansidar),
yang digunakan sebagai obat penyembuh. Di Australia masih dianjurkan sediaan kombinasi *Maloprin (= pirimetamin
12,5 + dapson 100 mg) 1x seminggu dan dimulai sebelum keberangkatan ke pulau-pulau Pasifik Barat dan Papua N-
Guinea.
Minum obat pencegah harus dimulai sehari sebelum atau selambat-lambatnya pada hari keberangkatan ke daerah
rawan malaria dan dilanjutkan selama minimal 4 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut. Malaria tropika dapat timbul
sampai beberapa bulan setelah kembali, malaria tersiana bahkan sampai beberapa tahun kemudian.
Vaksinasi. Sejak beberapa dasawarsa telah diupayakan membuat vaksinasi terhadap khusus P. falcaparum. Vaksin
itu dapat diarahkan terhadap berbagai stadia dari siklus hidup parasit. Sayang sekali usaha penelitian untuk menghasilkan
vaksin yang efektif hingga kini belum terwujud.
Suatu vaksin experimentil berdasarkan antigen-sporozoit menghasilkan imunitas selama 3 minggu dan akan
diselidiki lebih lanjut. Awal tahun 1997 dilaporkan bahwa WHO akan mensponsori pembuatan vaksin dr. Patorroyo
(Colombia). Vaksin ini hanya memberikan perlindungan terhadap malaria tropika hanya ca 30% dari orang yang disuntik,
tetapi mengingat adanya lebih dari 1 juta pengidap malaria yang meninggal setiap tahun di Afrika, maka kampanye
vaksinasi akan terus dilangsungkan.

Pengobatan
Pada umumnya, penderita diberi analgetika dan antipiretika, seperti asetosal dan parasetamol. Untuk
menanggulangi dehidrasi dan shock dapat diberikan cairan dalam bentuk infus atau per oral (ORS). Sesuai dengan tujuan

MG – Farmakologi Dasar Prodi D-3 Farmasi STIKes Medan - 2021 75


BAB 7. OBAT MALARIA

terapi yang ingin dicapai, maka dapat dipilih obat dari empat kelompok di atas (a,b,c atau d). Harus diperhatikan juga bahwa
orang asing, yang belum pernah mengalami infeksi parasit malaria, membutuhkan jenis atau lama terapi yang berlainan
daripada rakyat setempat, yang umumnya sudah memiliki sekedar imunitas (sudah menjadi semi-imun).

Terapi tergantung pada keadaan, yakni pada serangan akut dari berbagai bentuk malaria, sebagai berikut:
 Malaria tersiana/kwartana biasanya ditanggulangi dengan kloroquin yang kerjanya cepat selama 2-4 hari. P. vivax
yang resisten terhadap kloqoruin perlu ditangani dengan mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin maksimum 3 dd
600 mg selama 4-7 hari). Terapi harus selalu disusul oleh primaquin (15 mg/hari selama 14 hari) untuk mematikan
bentuk EE. Bila terdapat mual dan muntah perlu diberikan kinin secara intervena.
 Malaria tropika tak-parah ditangani dengan kloroquin, bila infeksi terjadi di Amerika Tengah, Afrika Utara, dan Asia
Kecil (Asia Minor). Di negara-negara lain di mana terdapat multiresistensi, antara lain untuk kloroquin, perlu diberikan
obat lain, yakni kinin + doksisiklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari) atau mefloquin (2 dosis dari
masing-masing 15 dan 10 mg/kg dengan interval 4-6 jam). Kemungkinan lain adalah halofantrin (hanya bila ECG
normal), 1 hari: 3 dd 500 mg a.c., diulang setelah 1 minggu. Begitu pula pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari
3 tablet), yang biasanya dikombinasi dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari, tidak untuk Asia Tenggara dan daerah
Amazone).
 Malaria tropika parah (atau berkomplikasi) harus dimulai dengan kinin secara parenteral, kemudian disusul dengan
pemberian oral seperti diatas. Pada malaria tropika, terapi menghasilkan penyembuhan tuntas karena tidak terdapat
stadium EE (eksoeritrositer), maka terapi tidak perlu disusul oleh primaquin.

Kehamilan dan Laktasi


Kloroquin dan proguanil boleh digunakan; kloroquin merupakan pilihan pertama terhadap serangan dan profilakse,
juga selama laktasi. Pada malaria tropika yang resisten terhadap kloroquin dapat digunakan kinin. [Hanya pada dosis tinggi
sekali kinin berkerja teratogen dan abortif]. Mefloquin dan preparat-kombinasi pirimethamin + sulfadoksin tidak dapat
diberikan selama triwulan pertama, pada triwulan kedua dan ketiga (sampai minggu ke-34) umumnya dianggap aman.
Halofantrin, primaquin dan doksisiklin tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan selama laktasi. Mengenai artemeter belum
terdapat cukup data, tetapi pada kasus darurat (multiresistensi) mungkin aman pada triwulan ke-2 dan ke-3. Untuk triwulan
pertama lebih disukai kinin.

Resistensi
Resistensi untuk obat malaria merupakan masalah penting sekali bagi terutama P. falciparum. Malaria tersiana dan
kwartana tidak sering terjadi resistensi, baru pada tahun-tahun terakhir dilaporkan resistensi untuk kloroquin di Papua, Papua
New Guinea, dan kepulauan Solomon.

Resistensi untuk P. falciparum


Kinin tidak atau jarang sekali menimbulkan resistensi. Pada permulaan pada tahun 1960-an, di Kolombia dan
Thailand terjadi resistensi dari suku falciparum untuk (hidroksi) kloroquin, sehingga bisa menjalar dengan pesat ke daerah
Amazone dan Asia Tenggara. Sejak tahun 1979 juga mulai ditemukan di Afrika Timur (Kenya, Tanzania) dan menyebar ke
seluruh benua Afrika. Pada tahun 1983 dilaporkan resistensi untuk mefloquin hanya di Thailand dan belum di tempat lain.
Halofantrin jarang sekali menimbulkan resistensi, dengan mefloquin terdapat resistensi silang. Suku-suku resisten
tersebut ternyata resistensi pula untuk primaquin dan proguanil (multiresistensi). Pirimethamin tunggal dengan pesat
dapat menimbulkan resistensi, sehingga untuk menghindarkan atau memperlambatnya digunakan sebagai kombinasi dengan
sulfadoksin (*Fansidar – 25 + 500 mg). Resistensi P. falciparum untuk *Fansidar terdapat sejak 1982 di Kampuchea dan
Afrika Timur, tetapi tidak begitu sering.
Multiresistensi. Dalam kasus multiresistensi demikian biasanya diberikan kinin, sebaiknya dikombinasi dengan
tetrasiklin/doksisiklin yang bekerja sinergistis.
Peristiwa resistensi tak jarang timbul setelah dilangsungkan program pemberantasan malaria besar-besaran,
mungkin sekali disebabkan oleh pentakaran yang kurang tepat atau adanya kekurangan kesetiaan minum obat.

ZAT-ZAT TERSENDIRI
1. Kinin (F.I)
Kinin adalah alkaloida untuk dari kulit pohon kina (Cinchona rubra) yang berasal dari
Amerika Selatan dan dimasukkan ke Indonesia di zaman kolonial. Dari lebih kurang 20
alkaloida lainnya hanya isomer optisnya, yaitu kinidin, digunakan dalam terapi sebagai

MG – Farmakologi Dasar Prodi D-3 Farmasi STIKes Medan - 2021 76


BAB 7. OBAT MALARIA

obat pereda jantung. Tetapi, efeknya tidak menentu dan hanya pada dosis amat tinggi,
yang bisa bersifat letal.
Kinin memiliki banyak kegiatan, yakni:
a. Anti-Plasmodium. Kini bekerja sebagai schizonticid darah kuat dan mematikan trofozoit dalam eritosit. Zat ini juga
aktif terhadap gametosit vivax dan malariae, tidak terhadap bentuk EE sekunder. Oleh karena itu, kinin digunakan
sebagai kurativum dan supresivum, terutama pada malaria tropika yang resisten untuk kloroquin (dan mefloquin).
Kombinasinya dengan primaquin efektif untuk menyembuhkan secara malaria radikal tersiana dan kwartana yang
sering kali kali kambuh. Pada serangan malaria tropika yang mengancam jiwa diberikan injeksi i.v.
b. Kerja antipiretis dan analgetis lemah, khususnya pada nyeri otot dan persendian. Karena itu, dahulu kinin
merupakan komponen dari banyak otot paten influenza. Kini sudah dianggap obsolet karena toksisitasnya.
c. Kerja oksitosis, yakni kerja kontraksi atas rahim yang mengandung, terkenal sebagai obat pengguguran (abortivum).
Tetapi efeknya sangat tidak dapat dipercaya, bahkan pada dosis tinggi bersifat letal.
d. Spasmolitis, yakni efeknya untuk meredakan kejang-kejang malam di betis kaki (restless legs)
Resorpsi garam-garam kinin di usus (sebagai basa) baik dan cepat, PP-nya tinggi 70-90%, plasma-t ½ nya 8-21 jam. Di
dalam hati, sebagian besar zat dirombak menjadi metabolit hidroksinya yang dikeluarkan melalui ginjal.
Efek sampingnya pada dosis biasa disebut cinchonisme, dan berupa nyeri kepala, pusing, gangguan pendengaran, seperti
berdengung (tinnitus), tremor, mual, dan menggigil. Pada dosis tinggi atau penggunaan lama dapat terjadi ketulian dan
gangguan penglihatan, bahkan kebutaan. Jarang terjadi anemia hemolitis dan hepatitis.
Dosis: sebagai kurativum terhadap malaria yang resisten untuk kloroquin oral 3 dd 650 mg selama 7 hari, (orang “luar”
selama 7 hari). Disusul oleh primaquin 1 x seminggu 45 mg selama 6-8 minggu. Pada malaria tropika akut oral 3 dd 650
mg selama 7 hari bila terdapat resistensi bersama doksisiklin. Pada malaria tropikal parah dimulai dengan injeksi i.v dari
20 mg/kg berat badan garam kinin klorida. Pada restless legs 100-200 mg sebelum tidur.
Kadar kinin basa dalam garam-garamnya adalah sebagai berikut:
K. bisulfat: 59% (daya larut 1:11), K. sulfat: 83% (daya larut 1:600) dan K. klorida: 81% (daya larut 1:25).
2. Kloroquin (F.I): Nivaquine, Rosechin, Avloclar
Senyawa 4-aminokinolin ini bekerja kuat dan cepat, khasiat schizontosidnya terhadap
bentuk darah (trofozoit) dari semua jenis malaria. Zat ini juga berdaya gametosid terhadap
P. vivax dan P. malariae. Tidak aktif terhadap bentuk EE sekunder. Kloroquin merupakan
obat pilihan pertama sebagai kurativum, karena dibandingkan dengan kinin lebih cepat
kerjanya dengan jangka terapi lebih singkat.
Sedangkan efek sampingnya lebih ringan. Zat ini juga digunakan sebagai profilaktikum, seringkali bersama proguanil.
Selain itu, kloroquin juga berkhasiat antiameba (amebasid) dan antiradang (antiflogistis).Karena ini juga, obat ini
digunakan pada infeksi ameba (amebiasis hati) dan dahulu sebagai obat rematik. Resorpsinya di usus cepat dan lengkap,
distribusinya baik dengan afinitas kuat untuk jaringan, misalnya hati, limpa, paru-paru, ginjal dan lekosit, di mana
kadarnya bisa tinggi sekali sampai ratusan kali lebih tinggi dari pada di dalam plasma. PP-nya lebih kurang 55%,
biotransformasi berlangsung lambat. Ekskresinya melalui ginjal juga lambat sekali dan untuk sebagian dalam bentuk
utuh. Ekskresi dapat dipercepat dengan mengasamkan kemih dengan ammonium klorida atau vitamin C. plasma-t ½ nya
sangat panjang, dari 3 sampai 6 hari, sehingga kerjanya long-acting.
Efek sampingnya pada dosis biasa bersifat agak serius, tetapi tak sering terjadi dan revesibel, yakni gangguan saluran
cerna, kejang-kejang, sakit kepala, gatal-gatal, gangguan visus, perubahan mental, dan kelainan darah (agranulositosis,
anemia aplastis, dan lain-lain). Pada dosis tinggi (lebih dari 250 mg sehari) atau penggunaan lama (di atas 1 tahun), efek
sampingnya lebih hebat, yakni rambut rontok, tuli dan kerusakan mata (retinopathie irreversible). Anak-anak sangat peka
terhadap kloroquin dosis tunggal yang melebihi 30 mg/kg berat badan dapat mengakibatkan intoksikasi fatal.
Dosis biasa: pada serangan akut (kurativum) oral permulaan 600 mg d.c.basa 6 jam kemudian 300 mg, kemudian 1 dd
300 mg selama 2 hari. Orang ‘luar’ yang tidak semi imun harus meneruskan kur 2 hari lagi. Bagianak-anak, permulaan
10-5 mg/kg berat badan sehari. Penggunaan intravena hanya dilakukan pada keadaan parah, misalnya malaria otak,
karena adanya bahaya hipotensi mendadak dengan kematian, terutama pada anak-anak. Sebagai profilaktikum (di atas 15
tahun): pada 2 hari pertama 1 dd 300 mg (loading dose).
Sediaan. Resochin dan Avloclor: 250 mg klor. fosfat (=150 mg basa), Nivaquin: 100 mg basa.
 Hidroksikloroquin (Plaqueni) adalah derivat hidroksi yang dikatakan sama kuatnya, tetapi dengan efek samping lebih
ringan. Dahulu lebih banyak digunakan sebagai obat rematik.
3. Mefloquin: Lariam
Senyawa 4-kinolon sintesis ini (1981) berkhasiat schizontisida darah dari semua Plasmodia.
Kadarnya dalam eritrosit 2-4 x lebih tinggi dari pada dalam plasma.Tidak berdaya terhadap semua
bentuk hati.Senyawa ini digunakan terhadap malaria yang resisten terhadap kloroquin dan kinin,

MG – Farmakologi Dasar Prodi D-3 Farmasi STIKes Medan - 2021 77


BAB 7. OBAT MALARIA

juga sebagai obat profilaksis. Karena efek preventifnya baru efektif setelah tercapai steady state
dalam darah, rata-rata setelah menelan 4 tablet, maka perlu dimulai 3 minggu sebelum
keberangkatan. Resorpsinya lambat dan tidak menentu, rata-rata 87%, PP-nya 98%, plama-t ½ nya
rata-rata 21 jam. Ekskresinya terutama melalui empedu dan tinja.
Efek samping pada dosis tinggi berupa gejala neuropsikis, seperti rasa takut, gelisah, agitasi, depresi, nightmare, sukar
tidur dan sukar konsentrasi. Gejala ini bersifat hebat pada 1:10.000 pemakai.Gejala disertai pula pusing-pusing gangguan
lambung usus dan anoreksia.
Dosis: pada serangan akut (di atas 15 kg b.b), single dosedari 15 mg/kg, maksimal 1 g, bila perlu diulang setelah 1
minggu (usulan WHO). Profilaksis: 3 minggu sebelum berangkat 1 x seminggu 250 mg basa a.c., kemudian 250 mg
seminggu. Alternatifnya adalah 250 mg pada hari ke 1, 2, 3, dan 8, lalu 1 tablet seminggu. Pada penakaran ini resiko akan
efek samping psikis menjadi lebih tinggi.
4. Primaquin (F.I)
Senyawa 8-aminokinolin ini (dengan NH2 pada posisi-8, 1948) merupakan obat satu-satunya
yang berkhasiat mematikan bentuk EE sekunder dari P. vivax/ovale dan dengan demikian
dapat menghasilkan penyembuhan radikal. Zat ini juga aktif terhadap bentuk EE primer
dari terutama P. falciparum, tetapi kerjanya terlalu lambat sehingga tidak layak untuk terapi.
Selain itu, bekerja gametosid pada semua jenis Plasmodium, sehingga dapat mencegah
penyebaran infeksi dari manusia ke nyamuk.
Primaquin kurang efektif terhadap bentuk darah.
Penggunaannya hanya terbatas pada follow-up penanganan serangan akut dengan suatu schizontisida (kinin atau
kloroquin), karena aktivitasnya terhadap siklus darah lemah sekali. Untuk penggunaan lama sebagai pencegahan kausal
terlalu toksis.
Resorpsinya di usus baik dan cepat, begitu pula metabolismenya dalam hati. Ekskresinya melalui ginjal dan sebagian
besar berupa metabolit. Plasma-t ½ nya 3-6 jam. Resistensi dari P. vivax sudah terdapat di Asia Tenggara dan Afrika.
Efek samping pada dosis biasa agak ringan, sedangkan pada dosis lebih besar dapat menyebabkan gangguan saluran
cerna, nyeri kepala, gangguan penglihatan dan gatal-gatal. Jarang sekali terjadi kerusakan sel-sel darah (hemolisis,
leukemia, anemia).
Dosis: sebagai penyembuh redikal 1 dd 15 mg basa (= 27 mg difosfat) selama 14 hari atau 1 x seminggu 45 mg selama 6-
8 minggu. Sebagai pencegah penularannya ke nyamuk: 3 dd 7,5 mg basa selama 3 hari.
5. Proguanil: kloroguanida HCl, Paludrine
Derivat biguanida ini (1946) adalah antagonis-folat, yang terutama berkhasiat
mematikan bentuk EE primer P. falciparum, tetapi terhadap P. vivax tidak begitu aktif.
Juga tidak efektif terhadap bentuk EE sekunder, sehingga tidak dapat menghindarkan
serangan “delayed” dari P. vivax/ovale.
Sebagai schizontisida darah, efeknya jauh lebih lemah daripada kloroquin dan kinin, sehingga kurang efektif terhadap
serangan akut malaria. Di samping ini, bekerja sebagai gametosid akibat merusak gametosit, sehingga dalam tubuh
nyamuk tidak berkembang sporozoit. Berdasarkan sifat-sifat ini, proguanil khusus digunakan sebagai profilaktikum
kausal, terutama untuk daerah di mana tidak terdapat resistensi seperti Indonesia. Kadangkala proguanil juga digunakan
sebagai supresivum.
Mekanisme kerjanya menghambat aktivitas enzim dihidrofolat-reduktase, sehingga parasit tidak dapat mensintesa asam
folat yang merupakan unsur mutlak bagi asam nukleinat (RNA/DNA), sehingga pembelahan intinya berhenti.
Resorpsinya di usus agak lambat tetapi baik, PP nya ca 75%, plasma-t ½ nya panjang, ca 20 jam. Di dalam hati, zat ini
dirombak menjadi sikloguinal aktif, yang diekskresikan bersama zat utuh lewat kemih.
Efek sampingnya jarang dan ringan, berupa muntah, nyeri lambung, stomatitis dan anoreksia. Dari semua obat malaria,
proguanil adalah yang paling tidak toksis. Resistensi dapat terjadi untuk semua jenis Plasmodium dan juga terdapat
resistensi silang dengan pirimetamin, yang juga bersifat antagonis asam folat. Kombinasi kedua obat ini tidak
diperbolehkan, karena meningkatkan masing-masing toksisitasnya.
Dosis: sebagai pencegah kausal bagi orang yang tidak semi-imun, 2 dd 100 mg p.c. pada jam yang sama, dimulai 1
minggu sebelum tiba di daerah malaria, sampai 4 minggu setelah meninggalkannya.
6. Pirimethamin: Daraprim, *Fansidar
Devirat pirimidin ini memiliki rumus yang berkaitan dengan gugusan biguanida yang
proguinal. Sebagai antigonis-folat, kegiatannya lebih kurang sama, tetapi jauh lebih
kuat. Berkat daya gametosidanya (secara tidak langsung), pirimetamin digunakan juga
pada pemberantasan malaria tersiana dan kwartana di daerah edemis untuk
menghentikan penularan nyamuk.

MG – Farmakologi Dasar Prodi D-3 Farmasi STIKes Medan - 2021 78


BAB 7. OBAT MALARIA

Obat ini tidak aktif terhadap gamaetosit falciparum, maka harus digunakan primaquin.
Penggunaanya terutama sebagai pencegah kausal malaria tropika untuk jangka waktu singkat. Sebagai supresivum pada
semua jenis malaria juga efektif. Tetapi sebagai kurativum pada serangan akut tidak cocok karena kerjanya terlalu lambat.
Kombinasinya dengan suatu schizontisida darah sering digunakan, misalnya dengan kloroquin. Kombinasinya dengan
proguanil meningkatkan toksisitas, maka harus dihindari.
Resorpsinya dari usus lengkap tetapi lambat, begitu pula ekskresinya melalui ginjal dan tinja sebagai metabolit. Zat ini
ditimbun dalam berbagai organ, antara lain hati. Plasma-t ½ nya panjang sekali, lebih kurang 4 hari, PP-nya 87%.
Efek sampingnya pada pengguna satu kali seminggu hanya ringan. Pada dosis yang lebih besar dapat terjadi gangguan
saluran cerna, sedangkan pada penggunaan lama terjadi depresi sumsum tulang dan anemi tertentu akibat defisiensi asam
folat. Zat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal untuk pengobatan maupun profilaksis, karena banyaknya resistensi
untuk P. falciparum. Karena bersifat teratogen, obat ini tidak boleh diminum wanita hamil.
Dosis: sebagai pencegah kausal terutama pada malaria tropika dan sebagai supresivum (untuk orang tidak semi-imun)
oral 1 kali seminggu 25 mg, atau 1 tablet *Fasindar terhadap P. falciparum yang resisten terhadap kloroquin, sebaiknya
maksimal 4 minggu. Penduduk setempat yang sudah semi-imun lebih baik jangan diberikan obat ini mengingat bahaya
resistensi.
*Fansidar = pirimetamin 25 mg + sulfadoksin 500 mg
Sulfadoksin adalah suatu sulfonamida kerja panjang yang berdaya schizonticid darah, seperti kloroquin. Efek
pirimetamin diperkuat oleh sulfadoksin yang juga merintangi sintesa asam folat dari PABA, tetapi dengan titik kerja
berlainan, atas dasar prinsip “blokade” berturut”.
Penggunaanya terutama untuk mengobati (dan mencegah) infeksi karena P. falciparum. Obat ini kurang efektif terhadap
P. vivax dan P. malariae, juga terhadap toxoplasmose, yaitu suatu infeksi dengan protozoon Toxoplasma gondii.
Kinetik. Sifat farmakokinetik sulfadoksin mirip dengan pirimetamin, yakni resorpsinya dari usus baik, plasma-t ½ nya
lama (4-8 hari), dan ekskresinya melalui kemih berupa metabolit.
Efek sampingnya tidak sering terjadi, tetapi sebagian orang sangat peka untuk sulfonamida, yang dapat menimbulkan
reaksi kulit. Misalnya, sindrom Stevens-Johnson yang ditandai semacam erythema bernanah ganas dengan demam dan
mortalitas tinggi, fotosensibilisasi, demam, penyakit kuning, dan agranulocytosis. Mengingat efek ini, maka tidak
dianjurkan digunakan sebagai obat pencegah.
Dosis: sebagai kurativum pada serangan akut malaria di atas 13 tahun: oral single dose 3 tablet p.c, anak-anak 9-13 tahun:
2 tablet, 5-8 tahun: 1 tablet dan 1-4 tahun: ½ tablet. Sebagai pencegah kausal orang “luar” (di atas 15 tahun) 1 x seminggu
1 tablet; orang semi imun 2-3 tablet setiap 4 minggu. Pada toxoplasmose: 1 x 2 tablet seminggu sampai 4-6 minggu
setelah sembuh.
*Trimetoprin (kotrimoksazol, *Bactrim) adalah derivat (1961) berkhasiat sama dengan pirimetamin, tetapi lebih aktif
terhadap bakteri daripada plasmodium. Oleh karena itu, obat ini banyak digunakan dalam kombinasi dengan
sulfametoksazol (= kotrimoksazol) sebagai kemoterapetikum bakterisid kuat pada bermacam-macam infeksi bakteri.
7. Halofantrin: Halfan
Senyawa fenantrenaminoalkohol ini (1985) berkhasiat schizontisid darah kuat
terhadap semua plasmodia, termasuk P. falciparum multiresisten. Tidak memiliki daya
kerja gametosid atau schizontisid hati, sehingga tidak efektif terhadap bentuk EE.
Halofantrin terutama digunakan untuk pengobatan malaria yang digunakan untuk
pengobatan malaria yang diakibatkan oleh P. falciparum yang resisten terhadap obat
malaria lainnya.
Kerjanya agak cepat dan efektif: semua parasit dikeluarkan dalam waktu 50-60 jam. Tidak cocok untuk profilaksis.
Resorpsinya sangat bervariasi dengan BA ca 10% yang sangat meningkat bila diminum dengan makanan berlemak.
Plasma-t ½ nya panjang sekali, sampai 100 jam. Ekskresinya terutama lewat tinja.
Efek sampingnya terdiri dari nyeri perut, mual, diare, dan gatal-gatal. Jarang-jarang terjadi aritmi ventrikuler berbahaya
yang fatal, maka pasien jantung sebelumnya perlu membuat elektrokardiogram.
Resistensinya semakin meluas; dengan kini dan mefloquin mngkin terdapat resistensi-silang.
Dosis: serangan akut P. falciparum di atas 40 kg 3 dd 500 mg a.c. dengan selingan 6 jam. Orang yang belum pernah
mendapatkan serangan malaria dianjurkan mengulang kur setelah tujuh hari. Anak-anak di bawah 40 kg 3 dd 8 mg/kg a.c.
8. Artemeter
Senyawa-benzodioxepin ini (1995) adalah derivat semintetis dari artermisinin yang
terkandung dalam tumbuhan cina qinghaosu (sweet wormwood, Artemisia annua) [pelafalan:
cinghousu, yang berarti dalam bah. Cina; tumbuhan hijau]. Tumbuhan ini banyak terdapat di
Cina dan Vietnam, juga di Eropa dan AS. Godokan tumbuhan ini sudah sejak abad keempat

MG – Farmakologi Dasar Prodi D-3 Farmasi STIKes Medan - 2021 79


BAB 7. OBAT MALARIA

digunakan di Cina untuk mengobati wasir dan penyakit demam, termasuk malaria. Tetapi,
baru pada tahun 1972, zat aktif artemisin diisolasi dan ditentukan struktur kimianya.
Kimia. Artemisinin adalah senyawa sesqiterpenlacton dengan suatu jembatan peroksida di dalam cincin-7, yang diperoleh
dari ekstrak eter daun dan kembang A. annua. Setelah reduksi sampai derivate-dihidro dan lalu dimetilasi terbentuk
artemeter (hasilnya 60%), sedangkan etilasi menghasilkan arteeter. Artesunat adalah hemisuksinat dari dihidro-
artemisinin dengan aktifitas sama.
Khasiatnya, berkhasiat schizontisid kuat dan amat cepat terhadap schizont darah dari P. falciparum dan vivax, juga
multi resisten. Semua parasit sudah dimatikan dalam waktu 24 jam! Khasiat artemisinin ini berdasarkan 2 langkah;
pertama, jembatan endoperoksida di dalam molekulnya dibuka, sehingga terbentuk redikal bebas (RB), pada fase ke- 2
parasit dimusnahkan oleh RB ini dengan jalan mengalkilasi proteinnya, ”penangkap” RB (anti oksidansia) vitamin C, E
dan asetilsistein mengurangi khasiat anti malarianya. Begitu pula zat-zat yang mengikat besi, karena artemisnin bekerja
selektif terhadap plasmodium dengan jalan aktivasi oleh besi dari hemoglobim darah.
Penggunaan, sudah lebih dari 20 tahun senyawa ini digunakan secara experimentil dengan efektif di Cina Selatan
(Hainan), Vietnam, Thailand dan Birma terhadap malaria P. falciparum resisten. Pada malaria otak ternyata sama
efektifnya dengan kinin (Vietnam, Gambia). Di Cina dan Thailand sudah diregistrasi. Guna mengurangi resiko residif
yang tinggi WHO menganjurkan kombinasi dari obat short-acting yang unggul dan agak murah ini bersama mefloquin
dengan kerja lebih panjang. Terhadap infeksi P. vivax, senyawa ini perlu dikombinasi dengan primaquin, karena tidak
aktif terhadap hypnozoit. Di samping itu, diperkirakan berkhasiat gametosid sehingga berguna untuk mengurangi
transmisi penyakit.
Selain kerja antimalarianya, qinghousu juga berdaya antitumor dan memperkuat sistem–imun, mungkin berkat
kandungan lain daripada artermisinin.
Kinetik. Dalam hati, hampir lengkap diubah menjadi zat aktif dihidro-antermisinin. PP-nya ca 77%, plasma-t1/2-nya 1-2
jam, dari metabolitnya ca 4 jam.
Efek samping pada pemakaian oral berupa mual, muntah, dan sakit perut, intra muskuler: nyeri di tempat injeksi, pada
dosis tinggi sekali bekerja neurotoksis pada binatang percobaan.
Dosis: hari pertama oral 1 dd 6 tabl dari 50 mg, hari ke 2-5 1 dd 100 mg, i.m. hari pertama 300 mg (= 3 ml), hari 2-5 i.m.
100 mg.
Artermisinin: oral hari pertama 25 mg/kg, hari 2-7 12,5 mg/kg.
Artesunat:oral hari pertama 4 mg/kg, hari 2-3 2 mg/kg, hari 4-7 1 mg/kg.

MG – Farmakologi Dasar Prodi D-3 Farmasi STIKes Medan - 2021 80

Anda mungkin juga menyukai