Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Tafsir Ayat Tarbawi

(Kepemimpinan Perempuan/Gender)

Dosen Pengampu : Drs. H.M. Ramli, M.Ag

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Ayu Widya Wati (207190085)

Iisma Pazela (207190092)

Mentari (207190095)

Sella Sarmila (207190110)

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia Nya kami masih diberi kesempatan bekerja bersama untuk menyelesaikan makalah
ini, dimana makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah TAFSIR AYAT
TARBAWI, yaitu tentang Kepemimpinan Perempuan/Gender.
Tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada bapak Drs. H.M. Ramli S.Ag
selaku dosen pengampu dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak kesalahan dana kekurangan yang harus diperbaiki, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dana saranyang membangun dari saudara/i untuk dapat menjadi motivasi
bagi kami dalam membuat makalah selanjutnya. Dan semoga dengan selesainya makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan rekan-rekan semua. Aamiin.

Terimakasih.

Jambi, 19 Mei 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................ i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN................................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang............................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................ 4
C. Tujuan.......................................................................................................................................... 4
BAB II................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN................................................................................................................................... 6
A. Pengertian kepemimpinan ……………......................................................................................6
B. Pengertian kepemimpinan perempuan.........................................................................................7
BAB III.................................................................................................................................................. 11
PENUTUP............................................................................................................................................. 11
A. Kesimpulan................................................................................................................................ 11
B. Saran.......................................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................ 12

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada era globalisasi seperti saat ini kita semua tahu bahwa wanita
Indonesia merupakan mitra yang sejajar dengan kaum pria dan juga telah
mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional dan peningkatan
kesejahteraan keluarga khususnya. Berkat adanya emansipasi dan
perjuangan kaum wanita yang telah dirintis oleh beberapa tokoh wanita
seperti R.A Kartini, Dewi Sartika, Cut Nyak Dien dan sebagainya,
membuat wanita tidak dipandang hanya mempunyai tugas dan kewajiban
mengurus kepentingan di dalam lingkungan rumah tangga, yang tidak
perlu bekerja secara profesional di luar tugas tersebut. Namun, mempunyai
kewajiban serta kesempatan yang sama dengan kaum pria dalam
pembangunan di segala bidang.
Pemimpin dan kepemimpinan adalah suatu hal yang berbeda.
Namun, keberadaannya tidak dapat dipisahkan. Pemimpin pada dasarnya
adalah menggambarkan sosok orang atau figure yang dengan berbagai
prasyarat (requeirmen) tentang pemahaman konsep, keahlian dan
keterampilan serta pengalaman untuk menjalankan peran sebagai
pemimpin. Pemimpin dalam menjalankan perannya secara pribadi dituntut
untuk memiliki mentalitas dan kematangan emosi yang bagus. Hal tersebut
diperlukan karena dalam menjalankan peran sebagai pemimpin akan
berhadapan dengan masyarakat banyak (publik)  dengan berbagai macam
latar belakang, baik tingkat pendidikan atau ilmu pengetahuan,
kepribadian, tingkat emosi yang berbeda-beda.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kepemimpinan?
2. Apa itu kepemimpinan perempuan?
3.

4
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu kepemimpinan.
2. Untuk mengetahui tentang kepemimpinan perempuan.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepemimpinan
Pemimpin dan kepemimpinan adalah suatu hal yang berbeda.
Namun, keberadaannya tidak dapat dipisahkan. Pemimpin pada
dasarnya adalah menggambarkan sosok orang atau figure yang dengan
berbagai prasyarat (requeirmen) tentang pemahaman konsep, keahlian
dan keterampilan serta pengalaman untuk menjalankan peran sebagai
pemimpin. Pemimpin dalam menjalankan perannya secara pribadi
dituntut untuk memiliki mentalitas dan kematangan emosi yang bagus.
Hal tersebut diperlukan karena dalam menjalankan peran sebagai
pemimpin akan berhadapan dengan masyarakat banyak (publik)
dengan berbagai macam latar belakang, baik tingkat pendidikan atau
ilmu pengetahuan, kepribadian, tingkat emosi yang berbeda-beda.
Kepemimpinan memainkan peranan yang penting dalam
organisasi. Berhasil tidaknya suatu organisasi salah satuya ditentukan
oleh sumber daya yang ada di dalam organisasi tersebut. Pada
dasarnya kepemimpinan adalah suatu sikap mempengaruhi orang lain
untuk mencapai suatu tujuan dengan visi dan misi yang kuat.
Efektivitas seorang pemimpin ditentukan oleh kepiawaiannya
mempengaruhi dan mengarahkan para anggotanya. Tentunya pihak
pemimpin harus mempunyai kemampuan dalam mengelola,
mengarahkan, mempengaruhi, memrintah dan memotivasi
bawahannya untuk memperoleh tujuan yang diinginkan.
Dalam pandangan Islam, kepemimpinan merupakan amanah dan
tanggung jawab yang tidak hanya dipertanggung jawabkan kepada anggota-
anggota yang dipimpinnya, tetapi juga akan dipertanggung jawabkan
dihadapan Allah SWT (Zainuddin, 2005: 17). Berkaitan dengan
kepemimpinan, tidak ada batasan antara laki-laki dan perempuan,
keduanya sama-sama memiliki hak untuk menjadi pemimpin. Seorang
pemimpin ideal harus memiliki kriteria kemampuan memimpin, dapat

6
dipercaya dan mempercayai orang lain, mencintai kebenaran dan mampu
menegakkan hukum.
Semua orang berhak dan dapat menjadi pemimpin (leadership),
Pada hakikatnya tiap-tiap wanita adalah seorang pemimpin dan
melakukan kepemimpinannya dalam lingkungan masing-masing, baik
dalam lingkungan keluarga, lingkungan kerja, dan dalam masyarakat.
Wanita tidak semuanya lemah ia ibarat sebuah bangunan yang kokoh
dan merupakan fondasi yang berstruktur kuat. Sosok perempuan yang
sensitif, intuitif, empati, suka merawat, mampu bekerjasama, dan
mengakomodasi dapat menjadikan proses-proses organisasi menjadi efektif
(Growe, 1999)".
Gaya kepemimpinan perempuan yang cenderung partisipatif
memberi prioritas tinggi pada pengembangan sumber daya insani, juga
kepedulian pada detail membuat gaya kepemimpinan mereka sangat
cocok di era inovasi saat ini. Dan sekaligus menunjukan kepada kita
bahwa perempuan dalam kepemimpinanya mampu mencapai prestasi
yang lebih berhasil ataupun gemilang dalam melaksanakan pekerjaan
mereka. Ini dapat dilihat dari perannya pada kehidupan bermasyarakat,
misalnya disebabkan adanya dukungan kemampuan dalam hal
pendidikan, pengalaman berorganisasi dan motivasi dari kaum
perempuan itu sendiri maka mereka bisa membuktikan ke dunia bahwa
mereka bisa menjadi pemimpin.

B. Kepemimpinan perempuan
Berkaitan dengan kepemimpinan, tidak ada batasan antara laki-
laki dan perempuan, keduanya sama-sama memiliki hak untuk
menjadi pemimpin. Perempuan dituntut untuk terus belajar dan
meningkatkan kualitas diri sehingga dapat mempengaruhi orang lain
dengan argumentasi-argumentasi ilmiah dan logis. Kalau hal
tersebut dapat diraih perempuan, maka perempuan memiliki dua
“senjata” yang sangat ampuh, yakni pertama perasaan halus yang

7
dapat menyentuh kalbu, dan kedua argument kuat yang menyentuh
nalar. Kemampuan menyentuh rasa tanpa sentuhan nalar tidak
cukup untuk mewujudkan kepemimpinan yang sehat (Quraish
Shihab, 2005 : 337). Ada dua pendapat mengenai kepemimpinan
wanita dalam Islam yaitu Pendapat pertama mangatakan bahwa
wanita dalam Islam tidak bisa menjadi pemimpin dalam kehidupan
publik, Sementara pendapat kedua menyatakan sebaliknya bahwa
sejalan dengan konsep kemitrasejajaran yang diajarkan Islam
maka wanita boleh menjadi pemimpin dalam masyarakat atau
dalam kehidupan publik (Nursyahbani, 2001: 21).
Alasan lain yang sering dijadikan sandaran bagi
inferioritas perempuan adalah Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 34
yang artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-
laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-
laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka
wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri
ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka,
dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Ayat ini dianggap paling eksplisit berbicara mengenai supremasi
laki-laki dan bahwa hal itu adalah sebagai suatu yang given, sesuatu
yang ascribed, sudah diberikan sejak lahir. Al-Hibri mengatakan
bahwa kalau kita cermati lebih lanjut dari segi bahasa Arab maka
akan tampak bahwa pertama, kata “qawwamun” tidak harus berarti
“pemimpin” tetapi arti-arti lain seperti “pelindung” atau
“penanggung jawab”; dan kedua, bahwa “qiwam” atau
“qawwamun” itu sebagian memang ascribed (menganggap

8
berasal) tetapi sebagian lainnya adalah acquired (yang diperoleh).
Kenapa demikian? Karena kepemimpinan atau tanggung jawab itu
juga lahir sebagai akibat pria membelanjakan harta bendanya untuk
perempuan.
Hal yang harus diingat adalah peranan menafkahkan harta itu
sesuatu yang acquired, bukan ascribed. Biarpun laki-laki, kalau tidak
memiliki harta, tentu tidak dapat berperan sebagai pemimpin.
Sebaliknya, biarpun wanita, kalau ia memiliki harta untuk
dibelanjakan bagi keluarganya, maka ia bisa juga menjadi pemimpin
(Nursyahbani, 2005: 26). Ini berarti bahwa kepemimpinan adalah
sesuatu yang harus dilatih dan diupayakan, bukan sesuatu yang telah
melekat sejak lahir. Ini juga berarti bahwa baik laki-laki
maupun perempuan sama-sama mempunyai hak kepemimpinan
dalam kehidupan, tergantung siapa yang berhasil memperoleh
kualitas itu (Nursyahbani, 2005: 27).
Sejak abad 15 silam, Al-Qur’an telah menghapuskan berbagai
macam diskriminasi antara laki-laki dan perempuan, Al-Qur’an
memberikan hak-hak kepada kaum perempuan sebagaimana hak-hak
yang diberikan kepada kaum laki-laki. Diantaranya dalam masalah
kepemimpinan, Al-Qur’an memberikan hak kepada kaum perempuan
untuk menjadi pemimpin, sebagaimana hak-hak yang diberikan
kepada laki-laki. Faktor yang dijadikan pertimbangan dalam hal ini
hanyalah kemampuannya dan terpenuhinya kriteria untuk menjadi
pemimpin. Jadi, kepemimpinan itu bukan monopoli kaum laki-laki,
tetapi bisa diduduki dan dijabat oleh kaum perempuan, bahkan bila
perempuan itu mampu dan memenuhi kriteria yang ditentukan,
maka ia boleh menjadi hakim dan top leader (perdana menteri atau
kepala negara). Masalah ini disebutkan dalam surat At-Taubah ayat
71: :“ dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan,
sebagian mereka (adalah) menjadi penolong (pemimpin) bagi sebagian
yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, menecegah dari

9
yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Berdasarkan penjelasan tersebut Al-Qur’an tidak melarang
perempuan untuk memasuki berbagai profesi sesuai dengan keahliannya,
seperti menjadi guru, dosen, dokter, pengusaha, hakim, dan menteri,
bahkan kepala negara sekalipun. Namun dengan syarat, dalam
tugasnya tetap memperhatikan hukum dan aturan yang telah ditetapkan
Al-Qur’an dan sunnah. Misalnya, harus ada izin dan persetujuan dari
suaminya apabila perempuan tersebut telah bersuami supaya tidak
mendatangkan sesuatu yang negatif terhadap diri dan agamanya,
disamping tidak terbengkalai urusan dan tugasnya dalam rumah
tangga (Huzaemah Tahido Yanggo, 2010: 50).
Kaum perempuan berhak untuk memimpin suatu Negara
(presiden atau perdana menteri), sesuai firman Allah swt. Dalam surat
An-Naml ayat 44. sebagaimana halnya kaum laki-laki, bila mereka
memiliki kriteria persyaratan sebagai pemimpin. Jadi, kalau hadis Abi
Barkah mengatakan bahwa tidak bahagia suatu kaum yang mengangkat
pemimpin mereka seorang perempuan, Al-Qur’an justru menyebutkan
sebaliknya, Al-Qur’an telah menceritakan bagaimana kepemimpinan
Ratu Bilqis yang dapat memimpin negerinya dengn baik dan sangat
memperhatikan kemaslahatan umatnya. Di Indonesia gerakan feminism
untuk mewujudkan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan
telah diperjuangkan sejak lama. Akan tetapi hingga kini cita cita untuk
menciptakan dunia yang egaliter bagi sesame manusia, yaitu laki-laki.dan
perempuan belumlah terealisasi sepenuhnya. Hal ini dikarenakan
sosialisasi gender yang bias atau timpang masih terjadi di masyarakat
kita. Sosialisasi gender yang bias ini tidak hanya dilakukanole adat atau
budaya, melainkan juga diperkuat dengan agama.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pemimpin dan kepemimpinan adalah suatu hal yang berbeda.
Namun, keberadaannya tidak dapat dipisahkan. Pemimpin pada
dasarnya adalah menggambarkan sosok orang atau figure yang
dengan berbagai prasyarat (requeirmen) tentang pemahaman
konsep, keahlian dan keterampilan serta pengalaman untuk
menjalankan peran sebagai pemimpin.
2. Tidak ada batasan antara laki-laki dan perempuan, keduanya
sama-sama memiliki hak untuk menjadi pemimpin. Perempuan
dituntut untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas diri
sehingga dapat mempengaruhi orang lain dengan argumentasi-
argumentasi ilmiah dan logis. Kalau hal tersebut dapat diraih
perempuan, maka perempuan memiliki dua “senjata” yang
sangat ampuh, yakni pertama perasaan halus yang dapat
menyentuh kalbu, dan kedua argument kuat yang menyentuh
nalar. Kemampuan menyentuh rasa tanpa sentuhan nalar tidak
cukup untuk mewujudkan kepemimpinan yang sehat
B. Saran
Pada saat pembuatan makalah, penyusun menyadari bahwa banyak sekali
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang
bisa dipertanggungjawabkan dari banyaknya sumber. Penyusun akan
memperbaiki makalah tersebut. Oleh sebab itu penyusun harapkan kritik
dan sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/ratnaadiningtyas/kepemimpi
nan-wanita-dalam-islam_552c6a206ea834d2158b457a
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/Sosioreligius/article/view/4527
https://www.kompasiana.com/deviirmayani/5dcd452bd541df57922e95c2/perempuan-
dan-kepemimpinan

12

Anda mungkin juga menyukai