Anda di halaman 1dari 6

NAUFAL ARTYANSYAH

PULUNGAN

042054204

UPBJJ UT BOGOR

PENGANTAR SOSIOLOGI
Sosialisasi Pendidikan Sadar Gender Pada Perempuan di Desa Pakisjajar
15 Juli 2019  
Gender diartikan sebagai karakteristik dan peran yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan
yang terbentuk dari konstruksi sosial dan budaya dalam masyarakat, sehingga peranan gender di
tiap daerah berbeda. Perbedaan ini mengakibatkan terjadinya perbedaan perspektif terhadap
gender yang menimbulkan adanya ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender.
Pada masyarakat umumnya laki-laki bergerak di ruang publik sedangkan perempuan di ruang
domestic (Abidini, Zainal. 2017). Perempuan dikonstruksi untuk mengurus keperluan rumah
tangga, suami, dan anak, sedangkan laki-laki bertugas sebagai pencari nafkah (Rahmawati, A.
2015). Hal tersebut dipandang sebagai sesuatu yang wajar karena sudah merupakan kodrat bagi
kaum laki-laki dan perempuan.
Kesetaraan gender yang didengung-dengungkan pada zaman kartini pun mulai pudar, karena
laki-laki dianggap memiliki peran utama dalam masyarakat maupun keluarga. Laki-laki
digambarkan sebagai seorang yang kuat dan penopang dalam kehidupan. Sedangkan perempuan
digambarkan sebagai seorang yang lemah lembut. Pemahaman gender yang menyimpang ini
berpengaruh pada pola pengasuhan anak, orang tua akan membedakan cara memperlakukan anak
mereka (Fadilah, 2018). Dalam masyarakat perdesaan, perbedaan perlakuan orang tua terhadap
anak dilihat dari perbedaan fasilitas yang diberikan, anak laki-laki akan diberikan akses dalam
memperoleh pendidikan yang lebih tinggi karena dianggap memiliki tanggung jawab lebih besar
dalam menafkahi keluarga. Sedangkan perempuan hanya diberikan fasilitas secukupnya.
Pola asuh yang berbeda ini akan menghambat terciptanya kehidupan yang demokratis, dimana
setiap individu memperoleh keadilan dan perlakuan yang sama tanpa memandang gender dalam
mendidik anak.
Setiap manusia memang memiliki kebebasan dan berhak menggunakan kebebasannya tersebut.
Akan tetapi, kebebasan ini tidak seharusnya digunakan untuk melakukan penindasan kepada
orang lain, karena pihak lain pun memiliki kebebasan yang sama dan harus dihormati.
Oleh sebab itu, agar tercipta kehidupan yang demokratis, kita harus mengakui kesetaraan
terhadap segala perbedaan yang ada, seperti perbedaan antara laki-laki dan perempuan agar tidak
terjadi kesenjangan (Musdalifah, T. 2017).
Pada tahun 2011 Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia berada pada posisi 87 dari 154
negara (Rahayu. E & Jatiningsih. O, 2018). Rendahnya IPG Indonesia disebabkan oleh
tertinggalnya kaum perempuan baik di lingkup pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan
politik.
Begitu pula di lokasi tempat penelitian ini dilakukan yaitu di Desa Pakisjajar, Kecamatan Pakis,
Kabupaten Malang, sebagian besar perempuan di desa ini hanya bekerja di sektor domestik,
seperti menjadi buruh pabrik, petani, berjualan di toko dan pasar, serta menjadi ibu rumah
tangga. Sementara laki-laki sebagian besar bekerja di sektor publik seperti menjadi perangkat
desa dan pegawai negeri sipil.
Ketimpangan ini dianggap sebagai hal yang wajar oleh perempuan di Desa Pakisjajar karena
bagi mereka sudah menjadi kewajiban laki-laki untuk mencari nafkah, sehingga pekerjaan-
pekerjaan di sektor publik lebih identik dilakukan oleh laki-laki.
Permasalahan lain terkait isu gender yang ditemukan di Desa Pakisjajar yaitu perempuan
menganggap bahwa pekerjaan-pekerjaan dalam rumah tangga seperti mengurus anak, masak,
mencuci pakaian, dan membersihkan rumah adalah tugas utama mereka sebagai istri, sedangkan
laki-laki hanya bertugas sebagai pencari nafkah.
Jika laki-laki melakukan pekerjaan rumah, itu hanya sekedar mengisi waktu luang saja.
Perspektif demikian merupakan salah satu sumber ketidaksetaraan gender.
Perempuan dan masyarakat khususnya di daerah perdesaan dikonstruksi melalui budaya bahwa
posisi perempuan selalu berada di bawah laki-laki. Padahal dalam keluarga seharusnya ada
pembagian peran yang seimbang antara laki-laki dan perempuan baik dalam hal mengurus rumah
tangga maupun pekerjaan.
Untuk mengatasi permasalahan diatas, salah satu pihak yang menjadi sasaran ketidaksetaraan
gender yaitu perempuan harus diberdayakan. Pemahaman konsep gender serta pentingnya
pembagian peran dalam keluarga harus ditanamkan, agar mereka terbangun dari kesadaran palsu
yang selama ini membelenggu yaitu kesadaran bahwa posisi mereka berada dibawah laki-laki.
Selama ini belum ada upaya yang dilakukan di Desa Pakisjajar untuk membangun kesadaran
tersebut. Oleh sebab itu, dalam rangka pengabdian kepada masyarakat, mahasiswa Kuliah Kerja
Nyata (KKN) Universitas Negeri Malang mengadakan program sosialisasi dengan tema
"Pendidikan Sadar Gender di Desa Pakisjajar".
Bentuk program ini adalah penyampaian materi oleh Maryam Jameelah yang merupakan salah
satu konselor dan pemateri dari Komunitas Resister Indonesia dan Woman Crisis Centre (WCC)
Dian Mutiara.
Selain itu, terdapat juga sesi diskusi, dimana peserta yang berasal dari ibu-ibu PKK dan pengurus
posyandu diberikan kesempatan untuk bertanya dan menyampaikan permasalahannya yang
dialami terkait isu gender.
Terdapat tiga topik utama dalam sosialisasi ini, antara lain pentingnya pemahaman perempuan
terhadap pendidikan berprespektif gender, pembagian peran antara laki-laki dan perempuan, dan
cara memperlakukan anak laki-laki dan perempuan sesuai dengan perspektif gender.
Perempuan dan masyarakat khususnya di daerah perdesaan dikonstruksi melalui budaya bahwa
posisi perempuan selalu berada di bawah laki-laki. Padahal dalam keluarga seharusnya ada
pembagian peran yang seimbang antara laki-laki dan perempuan baik dalam hal mengurus rumah
tangga maupun pekerjaan.
Untuk mengatasi permasalahan diatas, salah satu pihak yang menjadi sasaran ketidaksetaraan
gender yaitu perempuan harus diberdayakan. Pemahaman konsep gender serta pentingnya
pembagian peran dalam keluarga harus ditanamkan, agar mereka terbangun dari kesadaran palsu
yang selama ini membelenggu yaitu kesadaran bahwa posisi mereka berada dibawah laki-laki.
Selama ini belum ada upaya yang dilakukan di Desa Pakisjajar untuk membangun kesadaran
tersebut. Oleh sebab itu, dalam rangka pengabdian kepada masyarakat, mahasiswa Kuliah Kerja
Nyata (KKN) Universitas Negeri Malang mengadakan program sosialisasi dengan tema
"Pendidikan Sadar Gender di Desa Pakisjajar".
Bentuk program ini adalah penyampaian materi oleh Maryam Jameelah yang merupakan salah
satu konselor dan pemateri dari Komunitas Resister Indonesia dan Woman Crisis Centre (WCC)
Dian Mutiara.
Selain itu, terdapat juga sesi diskusi, dimana peserta yang berasal dari ibu-ibu PKK dan pengurus
posyandu diberikan kesempatan untuk bertanya dan menyampaikan permasalahannya yang
dialami terkait isu gender.
Terdapat tiga topik utama dalam sosialisasi ini, antara lain pentingnya pemahaman perempuan
terhadap pendidikan berprespektif gender, pembagian peran antara laki-laki dan perempuan, dan
cara memperlakukan anak laki-laki dan perempuan sesuai dengan perspektif gender.
 
https://www.kompasiana.com/mfztt/5d2c8085097f367d5b73f702/sosialisasi-pendidikan-sadar-
gender-pada-perempuan-di-desa-pakisjajar?page=1

JAWABAN:

Gender menurut Women’s Studies Encyclopedia yaitu suatu konsep kultural yang berupaya
membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan emosional antara laki-laki dan
perempuan yang berkembang dimasyarakat. Studi tentang gender lebih menekankan pada aspek
maskulinitas dan feminitas dari seseorang. Dan sosialisasi gender mengacu pada cara yang
dipakai
oleh masyarakat dalam mempelajari identitas gender dan perkembangan menurut norma budaya
tantang laki-laki dan perempuan.
(Weinreich, 2003) menjelaskan bahwa identitas gender seseorang merupakan hasil bentukan dari
pengalaman-pengalaman di masa lalu dan secara berkesinambungan dengan harapan seseorang
sesuai dengan identitas gendernya.
Menurut saya, pembagian peran perempuan dan peran laki-laki di desa Pakisjajar tidak adil dan
menyengsarakan perempuan. Tenaga yang dikeluarkan oleh perempuan lebih banyak ketimbang
laki-laki. Pekerjaan kasar yang diberikan kepada kaum perempuan dinilai merendahkan
perempuan. Kaum perempuan terkesan tidak memiliki kedudukan karena diberikan posisi
sebagai
pekerja dan bukan sebagai pemimpin.
Dan kenyataannya ketidakadilan itu terjadi karena memang peran perempuan dalam masyarakat
khususnya di desa Pakisjajar itu mengacu pada budaya lama yang diberikan secara turun
temurun
oleh orangtua dan budaya di masyarakat yang masih mengacu pada nilai budaya yang sudah
berlangsung pada umumnya, bahwa posisi perempuan selalu berada di bawah laki-laki. Padahal
dalam keluarga seharusnya ada pembagian peran yang seimbang antara laki-laki dan perempuan
baik dalam hal mengurus rumah tangga maupun pekerjaan. Dengan berkembangnya jaman,
bukan hanya laki-laki, tapi perempuan juga dituntut untuk lebih mandiri dan bisa mengerjakan
semuanya.
Pentingnya pemahaman perempuan terhadap pendidikan berprespektif gender, pembagian peran
antara laki-laki dan perempuan, penerimanaan hak dan pemberian kewajiban, serta cara
memperlakukan anak laki-laki dan perempuan sesuai dengan perspektif gender juga belum
banyak yang disosialisasikan ke desa-desa. Sehingga, para perempuan masih memasrahkan pada
kodratnya yang terbatas oleh budaya umum yang sudah berlangsung lama.
Kembali kepada masyarakat Indonesia yang secara umum sudah merekontruksikan bahwa peran
gender pada individu yaitu laki-laki maskulin dan perempuan feminine menjadi dasar penilaian
bahwa hal diluar itu dianggap tidak ‘ideal’ dengan harapan masyarakat. Begitupun terjadi pada
masyarakat desa Pakisjajar itu sendiri. Pada akhirnya disadari atau tidak, bahwa budaya
memainkan peran penting dalam kontruksi gender seseorang.

Sumber Refereansi :
BMP ISIP4110 – Pengantar Sosiologi
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/6925/4/BAB%20I.pdf

Anda mungkin juga menyukai