Anda di halaman 1dari 19

Tugas Biomedik

Divisi Tumbuh Kembang

FAILURE TO THRIVE

OLEH :
Gabriela Angel Mustakim

PEMBIMBING :
Dr. dr. Martira Maddeppungeng, Sp.A (K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
FAILURE TO THRIVE

I. Pendahuluan

Failure to thrive atau growth faltering telah menjadi salah satu masalah yang

menjadi fokus perhatian para dokter spesialis anak. Dalam beberapa dekade

terakhir telah banyak konsesus yang membahas mengenai penyebab, keluaran,

diagnosis, maupun tatalaksana dari failure to thrive.1

Failure to thrive atau growth faltering atau gagal tumbuh adalah suatu keadaan

terjadinya keterlambatan pertumbuhan fisik pada bayi dan anak, dimana terjadi

kegagalan penambahan berat badan yang sesuai dengan grafik pertumbuhan

normal, dibandingkan dengan tinggi badan. Failure to thrive bukanlah suatu

diagnosis melainkan gejala dari pelbagai penyakit yang dikelompokkan sebagai

gangguan asupan makanan, gangguan absorbsi makanan, serta penggunaan energi

yang berlebihan.2,3

Gagal tumbuh awalnya ditandai dengan adanya penurunan berat badan yang

tidak diketahui dengan jelas penyebabnya atau kurangnya penambahan berat badan

pada bayi dan anak yang akan diikuti dengan penambahan tinggi badan yang tidak

sesuai dengan umur. Salah satu cara mengidentifikasi adanya failure to thrive yaitu

membandingkan kurva pertumbuhan berat badan (kurva weight for age). Gagal

tumbuh dapat menjadi indikasi adanya malnutrisi berat yang sedang berlangsung

yang awalnya hanya mempegaruhi berat badan, kemudian tinggi/panjang badan dan

lingkar kepala. Gagal tumbuh paling sering didiagnosis pada usia 1-2 tahun dimana

tidak ada peningkatan berat badan maupun panjang badan, yang bila kita masukkan

di dalam kurva pertumbuhan berada di bawah persentil 3 sehingga akhirnya dapat

didagnosis dengan perawakan pendek.2,3

1
Gagal tumbuh disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan energi

dengan kebutuhan biologis untuk pertumbuhan. Gagal tumbuh dibagi berdasarkan

penyebab organik dan non organik. Penyebab organik mewakili 30% dari semua

gagal tumbuh, yang disebabkan proses penyakit mayor atau disfungsi organ.

Sedangkan gagal tumbuh yang non organik disebabkan oleh pengaruh lingkungan,

kurangnya asuhan fisik dan emosional sebesar 70%. 2,3

Gagal tumbuh menyebabkan efek jangka pendek yaitu terganggunya respon

imun; terhambatnya pertumbuhan kognitif, fisik dan psikomotor; masalah perilaku,

kesulitan belajar, meningkatnya risiko infeksi; dan kematian bayi. Sedangkan efek

jangka panjang adalah gangguan emosional dan intelektual, risiko penyakit kronis,

sindrom metabolik dan penyakit makrovaskular pada usia paruh baya. 4,5

II. Definisi dan Kriteria Diagnosis

Istilah failure to thrive digunakan sebagai istilah penemuan klinis dan bukan

suatu diagnosis. Penentuan failure to thrive bergantung pada pengukuran yang valid

pada waktu pasien datang; dengan demikian pengukuran berat badan dan tinggi

badan secara serial harus dilakukan secara akurat dan di plot pada kurva yang tepat

sesuai referensi. Hingga saat ini masih digunakan kesepakatan kurva pertumbuhan

World Health Organization (WHO) direkomendasikan pada pasien hingga berusia 2

tahun dan kurva pertumbuhan Center For Disease Control And Prevention (CDC)
1,3
digunakan untuk pasien yang berusia 2 tahun hingga 20 tahun.

Belum ada konsensus yang secara spesifik memberikan kriteria antropometri

untuk digunakan dalam mendefinisikan failure to thrive. Pada praktek klinis sehari-

hari, failure to thrive secara umum didefinisikan sebagai berat badan berdasarkan

usia dan jenis kelamin berada dibawah persentil 5 pada beberapa kali pengukuran di

2
waktu yang berbeda atau penurunan berat badan yang memotong dua garis

persentil mayor pada kurva pertumbuhan. 2,3

Walaupun kriteria diagnosis nampak sederhana, namun beberapa penelitian

menunjukkan penggunan indikator tunggal dalam penentuan failure to thrive memiliki

nilai prediksi positif yang rendah. Kombinasi dari beberapa kriteria diagnosis (tabel

1) lebih baik dari pada penggunaan indikator tunggal dalam mengidentifikasi secara

akurat anak-anak yang berisiko mengalami failure to thrive.2,3

Tabel 1. Kriteria antoprometri yang umum digunakan untuk menunjukkan kondisi

failure to thrive atau gagal tumbuh.3,6

Kriteria Nilai
Indeks massa tubuh (IMT) berdasarkan usia Di bawah persentil 5
Panjang badan berdasarkan usia Di bawah persentil 5
Penurunan berat badan Menyebrang 2 garis persentil mayor
Berat badan berdasarkan usia Di bawah persentil 5
Berat badan berdasarkan usia Di bawah 75% median berat badan
berdasarkan usia
Berat badan berdasarkan panjang badan Di bawah 75% median berat badan
berdasarkan panjang badan
Kecepatan peningkatan berat badan Di bawah persentil 5

III. Epidemiologi

Prevalensi Failure to thrive bergantung pada definisi atau kriteria diagnosis

yang digunakan atau keadaan demografik pada populasi yang diteliti. Jumlah kasus

yang tinggi ditemukan pada negara-negara dengan kondisi sosioekonomi menengah

ke bawah. Sekitar 80% kasus failure to thrive ditemukan pada usia di bawah 18

tahun. Di Amerika Serikat failure to thrive ditemukan pada 5-10% kasus anak pada

pusat pelayanan kesehatan primer dan sekitar 3-5% kasus pada anak yang dirawat

di rumah sakit.3,6

3
Menurut Smith dalam Clinical Pediatric Dietetics, 5-10% anak kurang dari 5

tahun di Amerika mengalami growth faltering. Berdasarkan hasil Riskesdas 2018,

status gizi balita menurut BB/U 10.2% balita di Indonesia kurus dan sangat kurus

dan menurut TB/U 19.3% balita berstatus pendek dan 11.5% berstatus sangat

pendek. Walaupun angka-angka tersebut menunjukkan adanya penurunan yang

signifikan dibandingkan data pada tahun 2013, namun gagal tumbuh masih

merupakan salah satu fokus masalah bagi para dokter terutama dokter spesialis
7,8
anak sebagai indikator kesehatan anak Indonesia

Gambar 1. Data riskesdas tahun 2018 status gizi balita kurus dan sangat kurus di

Indonesia8

4
Gambar 2. Data Riskesdas 2018 mengenai status balita pendek dan sangat pendek

di Indonesia8

IV. Etiologi

Secara umum, penyebab failure to thrive dibagi menjadi penyebab organik

(medikal) dan non organik (sosial atau lingkungan). Penyebab pada sebagian besar

anak-anak seringkali multifaktorial yang melibatkan proses biologis, psikososial, dan

lingkungan. Pada lebih dari 80% kasus, tidak ditemukan penyebab organik (kondisi

medis) yang jelas.1,3

Secara praktis, penyebab failure to thrive dibagi menjadi asupan kalori yang

tidak adekuat, absopsi kalori yang tidak adekuat, atau penggunaan kalori yang

berlebihan. Asupan kalori yang tidak adekuat merupakan penyebab paling banyak

yang ditemukan pada pelayanan kesehatan primer. Pada anak berusia di bawah

delapan minggu, masalah pada pemberian ASI (refleks isap dan telan yang buruk)

dan kesulitan atau masalah dalam menyusui merupakan penyebab utama. Pada

5
anak yang lebih tua, kesulitan dalam peralihan ke makanan padat, konsumsi ASI

atau susu formula yang tidak cukup, konsumsi jus yang berlebihan, dan ketakutan

orang tua dalam pemberian makanan berkalori tinggi merupakan penyebab utama

terjadinya failure to thrive.2,3

Faktor keluarga memberikan kontribusi terbanyak terhadap asupan kalori yang

tidak adekuat yang ditemukan pada anak berusia berapa pun. Faktor keluarga yang

dimaksud adalah gangguan kesehatan mental, pengetahuan mengenai gizi yang

tidak adekuat, dan masalah keuangan keluarga. Kemisikinan merupakan faktor

risiko terbanyak dari failure to thrive di negara berkembang.2,3

Tabel 2. Penyebab potensial terjadinya failure to thrive2,3

Asupan kalori tidak Absorpsi nutrisi tidak Metabolisme yang


adekuat adekuat meningkat
 Refluks gastroesofageal  Anemia defisiensi besi  Infeksi kronik
 ASI yang tidak adekuat  Atresia bilier  Penyakit paru kronik
atau cara menyusu  Penyakit celiac pada prematuritas
yang tidak benar  Kondisi gastorintestinal  Penyakit jantung bawaan
 Penyajian susu formula yang kronis (irritable  Kondisi inflamasi (asma,
yang tidak benar bowel syndrome), infeksi inflammatory bowel
 Kesulitan makan yang  Cystic fibrosis disease)
bersifat mekanis  Inborn errors of metabolism  Keganasan
(pada bibir sumbing)  Alergi protein susu sapi  Gagal ginjal
 Penelantaran atau  Pancreatic cholestatic
kekerasan pada anak conditions
 Kebiasaan makan yang
buruk
 Koordinasi neuromotor
oral yang buruk

V. Penegakkan diagnosis

Anamnesis

Elemen kunci dalam anamnesis pada failure to thrive antara lain evaluasi

nutrisi dan riwayat medis, anamnesis mengenai keluarga dan lingkungan sosial.

6
Evaluasi nutrisi antara lain informasi mengenai asupan kalori dan kualitas nutrisi

yang diberikan kepada pasien. Catatan harian mengenai makanan dapat membantu

dalam mengidentifikasi kuantitas asupan dan waktu makan yang tidak sesuai, waktu

makan yang tidak terjadwal atau rutin, distraksi selama pemberian makanan dan

respon pengasuh anak yang tidak tepat terhadap perilaku makan anak. Masalah

paling umum pada anak yang sering dijumpai adalah pemberian jus buah yang

terlalu berlebihan yang didominasi oleh gula sehingga menyebabkan rasa kenyang

sebelum makanan utama yang bergizi diberikan. 2,9

Evaluasi singkat terhadap perkembangan anak menggunakan kuesioner

standar yang tervalidasi juga diperlukan untuk mengidentifikasi masalah potensial

yang berkontribusi terhadap terjadinya failure to thrive. Anak dengan failure to thrive

mempunyai insidensi yang lebih tinggi mengalami keterlambatan perkembangan.

Perkembangan anak yang abnormal dapat menjadi indikator awal adanya kondisi

medis yang mendasari misanya gangguan neuromuskular atau masalah psikososial

misalnya penelantaran anak yang seringkali menjadi penyebab terbanyak failure to

thrive.2,9

Riwayat psikososial penting untuk mendeteksi adanya tanda-tanda depresi

pada pasien atau mengidentifikasi kemampuan intelektual pengasuh atau

lingkungan sosial. Pada anak yang tidak memiliki gejala-gejala organik yang jelas
2,3
pada anamnesis, 92% kemungkinan penyebab adalah non organik.

Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan fisis utama adalah pengukuran berat badan, panjang badan,

lingkar kepala secara akurat yang kemudian dinilai pada kurva pertumbuhan. Anak

sebaiknya dalam kondisi tidak berpakaian ketika dilakukan pemeriksaan

7
menyeluruh. Pemeriksa harus secara akurat menilai adanya tanda dari kekerasan

fisik atau penelantaran.2,3

Selain penilaian antropometri anak, tujuan utama pemeriksaan fisis adalah

mengidentifikasi adanya penyakit akut atau kronik, sehingga pemeriksaan fisis

menyeluruh diperlukan untuk mengidentifikasi adanya dismorfik yang mengarah ke

suatu kondisi genetik, penilaian terhadap tumbuh kembang anak, dan klasifikasi

status gizi pasien.2,9

Pada tanggal 2 januari 2020, kementerian kesehatan mengeluarkan

permenkes nomor 2 tahun 2020 mengenai standar antropometri anak. Standar

antropometri anak adalah kumpulan data tentang ukuran, proporsi, komposisi tubuh

sebagai rujukan untuk menilai status gizi dan tren pertumbuhan anak. Standar

antropometri anak ini memiliki banyak manfaat, diantaranya: 10

1. Sebagai rujukan bagi petugas kesehatan untuk mengidentifikasi anak-anak

yang berisiko gagal tumbuh tanpa menunggu sampai anak menderita

masalah gizi

2. Sebagai dasar untuk mendukung kebijakan kesehatan dan dukungan publik

terkait dengan pencegahan gangguan pertumbuhan melalui program air

susu ibu, makanan pendamping air susu ibu, dan penerapan perilaku hidup

sehat.

Penilaian pertumbuhan merupakan suatu proses berkelanjutan yang dinamis

dan bukan hanya potret satu titik. Artinya pertambahan berat badan harus selalu

dinilai dari waktu ke waktu. Gagal tumbuh atau failure to thrive atau weight faltering

adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan yang tidak

adekuat atau ketidakmampuan untuk mempertahankan pertumbuhan, biasanya

pada masa kanak-kanak awal gagal tumbuh merupakan tanda kekurangan gizi,

8
harus dicari penyebabnya dan ditatalaksana segera dan bukan suatu diagnosis.

Risiko gagal tumbuh dapat dideteksi melalui penilaian tren pertumbuhan

menggunakan garis pertumbuhan serta pertambahan berat badan dari waktu ke

waktu (weight velocity) dan tabel kenaikan berat badan (weight incerement).10

Tabel 3. Penambahan berat badan anak laki-laki dan perempuan usia 0-24 bulan,

interval 3 bulan.10

Anak laki-laki Anak perempuan


Interval
(g) (g)
2083 0-3 bulan 1784
1733 1-4 bulan 1542
1284 2-5 bulan 1197
940 3-6 bulan 913
707 4-7 bulan 694
550 5-8 bulan 528
436 6-9 bulan 400
346 7-10 bulan 301
271 8-11 bulan 230
210 9-12 bulan 181
159 10-13 bulan 147
119 11-14 bulan 122
88 12-15 bulan 102
65 13-16 bulan 88
49 14-17 bulan 78
38 15-18 bulan 70
32 16-19 bulan 62
28 17-20 bulan 53
26 18-21 bulan 43
24 19-22 bulan 32
19 20-23 bulan 20
10 21-24 bulan 8

Tabel 4. Penambahan berat badan anak laki-laki dan perempuan usia 0-24 bulan,

interval 4 bulan.10

Anak laki-laki Anak perempuan


Interval
(g) (g)
2603 0-4 bulan 2291
2138 1-5 bulan 1924
1554 2-6 bulan 1484
1181 3-7 bulan 1152
933 4-8 bulan 890

9
744 5-9 bulan 689
486 7-11 bulan 435
401 8-12 bulan 360
334 9-13 bulan 303
280 10-14 bulan 264
602 6-10 bulan 541
231 11-15 bulan 235
199 12-16 bulan 216
183 13-17 bulan 206
175 14-18 bulan 199
171 15-19 bulan 194
167 16-20 bulan 188
163 17-21 bulan 180
159 18-22 bulan 171
157 19-23 bulan 162
157 20-24 bulan 152
231 11-15 bulan 235

Tabel 3. Penambahan berat badan anak laki-laki dan perempuan usia 0-24 bulan,

interval 6 bulan.10

Anak laki-laki Anak perempuan


Interval
(g) (g)
3387 0-6 bulan 3049
2759 1-7 bulan 2498
2096 2-8 bulan 1985
1636 3-9 bulan 1563
1321 4-10 bulan 1240
1080 5-11 bulan 999
909 6-12 bulan 824
778 7-13 bulan 702
676 8-14 bulan 619
599 9-15 bulan 565
547 10-16 bulan 532
515 11-17 bulan 513
493 12-18 bulan 501
479 13-19 bulan 492
470 14-20 bulan 484
465 15-21 bulan 474
460 16-22 bulan 461
455 17-23 bulan 444
451 18-24 bulan 425

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang tidak dapat digunakan sebagai modalitas utama untuk

mengidentifikasi kausa dari failure to thrive. Pemeriksaan penunjang dilakukan

10
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang dilakukan. Pemeriksaan
2,3
laboratorium dan penunjang lain yang diperlukan antara lain:

1. Darah perifer lengkap serta laju endap darah

2. Urin

3. Feses

4. Serum elektrolit

5. Tiroid stimulating hormon (TSH), tiroksin (T4) untuk menyingkirkan

hipotiroidisme dan untuk menyaring adanya suatu panhipopituitarisme

sebagai penyebab dari perawakan pendek dan gagal tumbuh

6. Hormon gonadotropin (FSH, LH, sex steroid)

7. IGF-1 dan IGFBP-3, GH untuk menilai adanya defisiensi dari growth hormon.

8. Pemeriksaan kariotip untuk menyingkirkan suatu sindrom Turner

9. Magnetic Resonance Imaging (MRI) kepala

10. Bone age

Tabel 3. Alur penegakan diagnosis kausa dari failure to thrive 9

Kausa Anamnesis Pemeriksaan Fisis Evaluasi lanjut


Kausa antenatal/perinatal
 Infeksi intrauterin Riwayat antenatal Pemeriksaan fisis Rujuk ke spesialis
 Pajanan teratogenik lengkap untuk anak
 Sindrom kongenital menilai gambaran
klinis yang berkaitan
Asupan kalori/nutrisi tidak adekuat
a. Masalah pada  Durasi  Excessive drooling  Observasi
refleks isap-telan, pemberian  Cleft lip/palate pemerian makan
gangguan anatomis, susu/makan  Pemeriksaan  Rujuk untuk
gangguan  Kesulitan makan neurologis assessment awal
neuromuskular (mengunyah,
menelan, adanya
regurgitasi atau
muntah)
b. Pemberian nutrisi  Masalah dalam Interaksi orang tua-  Rujuk ke konsultan
tidak adekuat, menyusui anak laktasi
produksi ASI tidak

11
adekuat, kurangnya  Pola pemberian  Catatan harian
pengetahuan makan (makan makanan selama 3
pengasuh anak, sendiri, rutinitas hari yang diberikan
ketakutan orangtua jadwal makan, ke pengasuh anak
memberikan anak duduk di  Kunjungan rumah
makanan tinggi meja makan)  Rujuk ke pusat
kalori, pemberian  Persepsi orang rehabilitasi anak
jus atau snack yang tua (mengenai jika lingkungan
berlebihan, perilaku makan sosial buruk
lingkungan dan
pemberian makanan pertumbuhan
yang tidak sesuai, anak)
kesulitan finansial,  Riwayat sosial
dukungan sosial (status finansial,
yang jelek konflik dalam
rumah tangga,
kemungkinan
kekerasan atau
penelantaran
terhadap anak)

Malabsorpsi
 Refluks  Diare atau  Diaper rash Rujuk ke spesialis
gastroesofagus muntah berulang  Tanda malnutrisi anak
 Alergi protein susu  Tinja abnormal
sapi  Faktor
 Insufisiensi predisposisi
pankreas  Gejala yang
 Short gut syndrome berkaitan
 Inflammatory bowel
disease
Kondisi medis kronik
 Gangguan genetik  Riwayat Gambaran  Rujuk ke spesialis
atau kromosom antenatal dismorfik anak
 Penyakit jantung  Riwayat keluarga Pemeriksaan  Pemeriksaan
bawaan  Adanya infeksi sistematik penunjang dasar:
 Penyakit saluran saluran napas, (jantung, paru, darah rutin,
napas kronik kulit atau saluran abdomen, susunan elektorlit darah,
 Keganasan kemih berulang saraf pusat) fungsi ginjal, urin
 Gangguan endokrin atau berat Organomegali rutin, dan feses
 Gangguan ginjal Limfadenopati rutin
 Infeksi kronik
 Anemia kronik
Lain-lain
 Pengobatan  Riwayat  Interaksi orang Rujuk ke spesialis
(misalnya obat pengobatan tua-anak anak atau lembaga
antiepileptik  Riwayat  Adanya tanda- sosial

12
tertentu) psikososial tanda kekerasan
 Kekerasan anak pada anak (luka
pada tubuh)
 Kesehatan kulit
(higienitas)
 Higienitas mulut

VI. Tatalaksana

Tujuan terapi adalah untuk mencapai kecepatan pertumbuhan optimal sambil

memberi dukungan kepada keluarga. Prinsip utama tatalaksana failure to thrive

adalah menangani penyebab dasar dari gagal tumbuh. Pada failure to thrive yang

tidak disebabkan oleh kausa organik, dapat dilakukan segera tatalaksana

berdasarkan panduan yang tepat untuk kejar tumbuh. Konseling pemberian nutrisi

sesuai usia perlu dilakukan pada orang tua atau pengasuh. Untuk orang tua dengan

bayi yang masih menyusu, frekuensi pemberian ASI ditingkatkan, dukungan laktasi

diberikan, atau dilakukan diskusi mengenai perlunya pemberian susu formula hingga

kejar tumbuh tercapai. Anak yang sudah mulai diberikan makanan pendamping ASI

(MP-ASI) sebaiknya menghindari konsumsi jus atau susu yang berlebihan karena
2,3
akan menginterfensi pemberian nutrisi yang tepat.

Pemantauan yang ketat dilakukan ketika pasien datang ke praktik meliputi

evaluasi tinggi atau panjang badan dan berat badan. Jika perlu dilakukan intervensi

multidisiplin misalnya kunjungan ke rumah, pemantauan hubungan orang tua-anak

dan pemantauan terhadap perkembangan kognitif. Jika penyebab berasal dari

masalah psikososial maka perlu konseling atau rujukan ke lembaga sosial. 3,9

Jika didapatkan kondisi medis yang mendasari pada anamnesis, pemeriksaan

fisis atau pemeriksaan penunjang, pendekatan yang tepat dilakukan berdasarkan

kondisi atau penyakit yang mendasari. Jika perlu, pasien dirujuk ke subspesialis

anak yang secara spesifik menangani kondisi medis anak. 9

13
Pada beberapa kasus, anak mungkin perlu dirawat inap untuk mengobservasi

kondisi medis, cara pemberian makanan atau untuk kepentingan pemeriksaan

lanjutan. Rawat inap dipertimbangkan jika anak tidak menunjukkan perbaikan

setelah ditatalaksana pada rawat jalan, adanya kecurigaan kekerasan atau

penelantaran anak, tanda dari luka-luka traumatik, gangguan psikososial yang berat

atau jika anak mengalami malnutrisi. 2,3

Gagal tumbuh paling sering terjadi pada usia 1 – 2 tahun. Dengan demikian,

penting untuk memberikan edukasi kepada orang tua terutama di pusat pelayanan

kesehatan tingkat pertama mengenai pemberian nutrisi pada anak sejak lahir.

Kebutuhan energi dan nutrisi anak hingga usia 6 bulan dapat tercukupi oleh air susu

ibu (ASI) saja. MPASI mulai diberikan ketika ASI saja tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan bayi. Terdapat empat strategi pemberian MPASI: 11

a. Tepat waktu: MPASI diberikan ketika ASI saja tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan bayi (usia bayi sekitar 6 bulan)

b. Adekuat: MPASI yang diberikan memenuhi kebutuhan energi, protein, dan

mikronutrien anak.

c. Aman dan higienis. Proses persiapan MPASI menggunakan cara, bahan, dan

alat yang aman serta higienis

d. Diberikan secara responsif. MPASI diberikan secara konsisten sesuai dengan

sinyal lapar atau kenyang dari anak.

14
Gambar 3. Usia, perkembangan anak, dan tahapan MPASI 11

15
VII. Prognosis

Malnutrisi berat dan berkepanjangan, yang terutama ditemui pada negara-

negara berkembang, dapat memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan dan

perkembangan kognitif. Pada beberapa penelitian, bayi prematur dengan berat

badan lahir rendah yang mengalami failure to thrive menunjukkan gangguan

perkembangan jangka panjang. Pada penelitian tersebut didapatkan ketika pasien

berusia delapan tahun, pasien-pasien terrsebut tampak lebih pendek, mempunyai

nilai kognitif rendah, dan performa akademik yang jelek dibandingkan dengan bayi

prematur dengan berat badan lahir rendah yang tidak mengalami failure to thrive.2.3

Gagal tumbuh menyebabkan efek jangka pendek yaitu terganggunya respon

imun; terhambatnya pertumbuhan kognitif, fisik dan psikomotor; masalah perilaku,

kesulitan belajar, meningkatnya risiko infeksi; dan kematian bayi. Sedangkan efek

jangka panjang adalah gangguan emosional dan intelektual, risiko penyakit kronis,

sindrom metabolik dan penyakit makrovaskular pada usia paruh baya. 4,5

VIII. Kesimpulan

Penilaian pertumbuhan merupakan suatu proses berkelanjutan yang dinamis

dan bukan hanya potret satu titik. Artinya pertambahan berat badan harus selalu

dinilai dari waktu ke waktu. Gagal tumbuh atau failure to thrive atau weight faltering

adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan yang tidak

adekuat atau ketidakmampuan untuk mempertahankan pertumbuhan, biasanya

pada masa kanak-kanak awal gagal tumbuh merupakan tanda kekurangan gizi,

harus dicari penyebabnya dan ditatalaksana segera dan bukan suatu diagnosis.

Gagal tumbuh awalnya ditandai dengan adanya penurunan berat badan yang

tidak diketahui dengan jelas penyebabnya atau kurangnya penambahan berat badan

16
pada bayi dan anak yang akan diikuti dengan penambahan tinggi badan yang tidak

sesuai dengan umur. Gagal tumbuh ditegakkan dengan menggunakan lebih dari

satu indikator antropometri sebagaimana disebutkan pada tabel dibawah ini:

Kriteria Nilai
Indeks massa tubuh (IMT) berdasarkan usia Di bawah persentil 5
Panjang badan berdasarkan usia Di bawah persentil 5
Penurunan berat badan Menyebrang 2 garis persentil mayor
Berat badan berdasarkan usia Di bawah persentil 5
Berat badan berdasarkan usia Di bawah 75% median berat badan
berdasarkan usia
Berat badan berdasarkan panjang badan Di bawah 75% median berat badan
berdasarkan panjang badan
Kecepatan peningkatan berat badan Di bawah persentil 5
Tujuan terapi adalah untuk mencapai kecepatan pertumbuhan optimal sambil

memberi dukungan kepada keluarga. Prinsip utama tatalaksana failure to thrive

adalah menangani penyebab dasar dari gagal tumbuh. Gagal tumbuh menyebabkan

efek jangka pendek yaitu terganggunya respon imun; terhambatnya pertumbuhan

kognitif, fisik dan psikomotor; masalah perilaku, kesulitan belajar, meningkatnya

risiko infeksi; dan kematian bayi. Sedangkan efek jangka panjang adalah gangguan

emosional dan intelektual, risiko penyakit kronis, sindrom metabolik dan penyakit

makrovaskular pada usia paruh baya.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Jaffe AC. 2011. Failure to Thrive: Current Clinical Concepts. Pediatric in


Review Vol.32 No.3 March 2011.
2. Homan GJ. 2016. Failure to Thrive: A Practical Guide. Am Fam Physician.
2016; 94(4):295-299.
3. Cole SZ. Lanham JS. 2011. Failure to Thrive: An Update. Am Fam Physician.
2011;83(7):829-834.
4. Kimani-Murage EW, Kahn K, Pettifor JM, dkk. 2010. The Prevalence of
Stunting, Overweight and Obesity, and Metabolic Disease Risk in Rural South
African Children. BMC Public Health 2010, 10:158
5. Croockston BT, Penny ME, Alder SC, Dickerson TT, dkk. 2010. Children Who
Recover from Early Stunting and Children Who Are Not Stunted Demosntrate
Similiar Levels of Cognition. J. Nutr. 140: 1996–2001, 2010.
6. Olsen EM, Petersen J, Skovgaard AM, dkk. 2006. Failure to Thrive: The
Prevalence and Concurrence of Anthropometric Criteria in A general Infant
Population. Arch Dis Child 2007;92:109–114
7. Smith C, McCabe H, Macdonald S, dkk. 2018. Improved Growth, Tolerance
and Intake With An Extensively Hydrolysed Peptide Feed in Infants With
Complex Disease. Clinical Nutrition 37 (2018) 1005e1012
8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Hasil Utama Riskesdas
2018. Diakses dari
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Hasil-
riskesdas-2018_1274.pdf
9. Goh LH, How CH, Ng KH. 2016. Failure to Thrive in Babies and Toddlers.
Singapore Med J 2016; 57(6): 287-291
10. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2020 tentang Standar
Antropometri Anak.
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No__2_Th_2020_ttg_
Standar_Antropometri_Anak.pdf
11. UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2018.
Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI)

18

Anda mungkin juga menyukai