Anda di halaman 1dari 13

Terapi Alternatif Bermain bagi anak trauma korban bencana alam

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Intervensi Psikologi Klinis
Dosen Pengampu : Rr. Dwi Astuti, S.Psi, M.Psi., Psikolog

Disusun Oleh :
Kelompok 3

1. Anis Fitria (201960156)


2. Dinda Laila A (201960008)
3. Charina Devitria Kusumawati (201960077)
4. Desitya Nugrahaningtyas (201960090)
5. Fadhea Alifia Nur Syifa (201960159)
Kelas :VP

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MURIA KUDUS


2021
LANDASAN TEORI

1. Trauma
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang, menunjukan respon terhadap suatu hal dengan rasa
takut yang sangat berlebihan atau horor akibat pengalaman traumatis yang melibatkan suatu kematian,
perasaan terancam, cedera serius, atau ancaman terhadap kesehatan diri atau yang lain (APA, 2000).
Trauma merupakan suatu kata serapan yang berasal dari bahasa Yunani yang memiliki makna luka
(Weaver et al., 2004). Trauma merupakan keadaan ketika seseorang baik mengalami peristiwa secara
langsung ataupun tidak yang menjadikan dirinya terguncang atau mengalami kecemasan atau gangguan
psikologis yang berkelanjutan (Handoyo, 2019).
Rasa trauma pada umumnya akan selalu berhuungan dengan peristiwa adanya suatu situasi luar biasa
yang dialami seseorang baik langsung maupun tidak sehingga menimbulkan rasa cemas yang
berkelanjutan (Rusmana, 2009).
Trauma akan muncul beberapa bulan bahkan beberapa tahun pasca kejadian traumatik. Banyak kasus
menunjukkan bahwa meskipun diawal korban bencana terlihat baik baik saja, namun justru setelahnya,
apabila mendapatkan pemicu yang tepat, maka trauma tersebut akan muncul. Kejadian serupa juga bisa
terjadi bagi seseorang yang sempat dinyatakan terbebas dari trauma. Pemicu yang tepat bisa menjadikan
orang yang pernah sembuh dari trauma, muncul traumanya kembali (APA, 2000). Peristiwa tersebut
sering digolongkan sebagai Post Traumatic Stress Dissorder (PTSD). PTSD akan terjadi saat seorang
individu mengalami atau mengetahui suatu peristiwa yang dianggap tidak wajar secara ekstrim (Kaap-
Deeder, 2015; Kinchin, 2007). PTSD merupakan dampak dari pengalaman akan kejadian atau
serangkaian kejadian yang menjadikan seseorang merasa sangat tertekan (Schiraldi,
2011). Beberapa contoh penyebab PTSD antara lain perang, pemerkosaan, bencana alam, atau
kekerasan.
Terdapat lima macam bentuk gangguan pada aspek kehidupan (Rusmana, 2009). Kelima aspek tersebut
adalah
a. Aspek fisik (gejala 1)
b. Aspek Emosi (gejala 2)
c. Aspek Mental (gejala 3)
d. Aspek perilaku (gejala 4)
e. Aspek spiritual (gejala 5)
Upaya yang bisa dilakukan untuk menyembuhkan trauma pada dasarnya adalah kegiatan mengajak
korban untuk dapat merasa lebih tenang dan damai sehingga dapat memiliki pandangan baru (Malone,
2016).
Kesalahan yang terjadi adalah menyamakan aktivitas penyembuha trauma sebagai suatu pengobatan.
Penyembuhan trauma bukan merujuk pada aktivitas pengobatan. Penyembuhan trauma merupakan suatu
proses yang membutuhkan usaha oleh semua pihak yang terlibat baik terapis/konselor dan korban
Leveton, 2010). Trauma merupakan permasalahan yang sangat berat dan jika tidak
segera ditangani maka bisa “menular” dari satu individu ke individu lain bahkan lintas
generasi (Goodman, 2013). Salah satu bentuk terapi yang bisa diberikan kepada korban trauma bencana
alam adalah kegiatan terapi bermain (Handoyo, 2015)
2. Terapi Bermain
Sejarah terapi bermain
Penggunaan bermain dalam terapi anak dapat diadaptasi menurut orientasi teori yang dianut konselor
atau terapis. Dua pendekatan utama terapi bermain adalah psikodinamika dan client
centered (Dwijandono, 2005:297). Bentuk terapi bermain dikembangkan melalui pekerjaan Anna Freud
dan Melanie Klein. Ada perbedaan dan persamaan antara dua pendekatan ini. Anna Freud (dalam
Dwijandono, 2005:298) “menekankan beberapa perbedaan penting yang ada dalam terapi anak
dibandingkan dengan orang dewasa, dan ini akan dipegang kebenarannya tanpa memandang pendekatan
konseling yang digunakan”. Supaya konseling dengan anak dapat sukses, konselor harus dapat
menerapkan minat anak dan memotivasinya. Meskipun demikian, tanpa kerjasama dengan orang tua
barangkali kurang sukses. Terapi bermain berkembang secara perlahan dari usaha awal mengadaptasi
psikoanalisis untuk menyembuhkan anak. Sesudah ditemukan bahwa anak-anak tidak dapat
menggunakan asosiasi bebas untuk menjelaskan kecemasan mereka, Anna Freud, 926-1964 dan Melani
Klein, 1932 (dalam Dwijandono, 2005:298-299) menggabungkan kegiatan bermain ke dalam proses
terapeutik.
Dalam akhir tahun 1930an terdapat dua pendekatan yang berbeda dalam terpi bermain muncul yaitu:
terapi bermain aktif di mana anak-anak diberikan kebebasan dalam menyusun sesuatu dengan ketentuan
tertentu, terapis menggunakan permainan secara berlebih langsung sesuai dengan pendekatan yang
berorientasi pada model psikoanalisis tradisional dan terapi pasif di mana terapis membiarkan anak
terlibat tanpa batas dalam permainan (Dwijandono, 2005:300). Dasar aslinya terapi hubungan datang
dari hasil karya Otto Rank, yang menekankan pentingnya ketidaksadaran dan sejarah masa lalu dan
menekankan hubungan terapis klien sebagai sesuatu yang penting dan konsisten dan memfokuskan pada
ada, di sini dan sekarang. (Landreth, dalam Dwijandono, 2005:301).

Dalam tahun 1940an Carl Rogers (Dwijandono, 2005:301) mengembangkan terapi Client Centered Non
Directive (terapi yang berpusat pada anak secara tidak langsung) dengan orang dewasa yang
dimodifikasikan oleh Virginia Axline (1947) untuk digunakan dalam terapi bermain dengan anak-anak.
Konselor atau terapis dalam pendekatan Client Centered memusatkan pada hubungan fenomenologi
antara klien dan konselor. Konselor harus memberikan lingkungan permisif di mana anak di bebaskan
untuk menggambarkan konflik dan kesulitan-kesulitannya. Anak tidak pernah diberitahu bahwa dia
sedang dalam proses penyembuhan dalam suatu masalah dan tidak dikontrol atau diberikan struktur
dalam kegiatan bermainnya. Konselor yang berpusat pada klien percaya bahwa bermain adalah suatu
yang paling wajar dalam mengekspresikan diri. Axline (Dwijandono, 2005:302-303) mengungkapkan
delapan prinsip dasar dari pendekatan terapi bermain dari client centered non-directive adalah sebagai
berikut:
1.      Terapis harus menciptakan suasana yang hangat, hubungan yang bersahabat pada anak, di mana
rapport yang baik berkembang sesegera mungkin.

2.      Terapis menerima anak sebagai mana adanya.

3.      Terapis harus mengembangkan perasaan permisif dalam hubungan dengan anak sehingga anak
merasa bebas mengekspresikannya secara terbuka.

4.      Terapis harus waspada terhadap perasaan anak yang diekspresikan dan direfleksikan kembali
dalam bentuk tingkah laku.

5.      Terapis diharapkan menghargai kemampuan anak dalam memecahkan masalahnya sendiri jika
diberikan kesempatan untuk melakukannya. Terapis bertanggung jawab dalam membuat pilihan dan
memulai mengubah anak.
6.      Terapis tidak diperkenankan langsung menegur perbuatan anak atau bercakap-cakap dengan cara
apapun. Anaklah yang mengarahkan dan terapis mengikuti.

7.      Terapis jangan cepat-cepat melakukan terapi. Ini merupakan proses yang perlahan-lahan dan
terapis harus mengenal anak dan orang tua terlebih dulu.

8.      Terapis hanya mengembangkan keterbatasan-keterbatasan yang diperlukan dalam menarik anak


untuk terapi, dan pada kenyataannya akan membuat anak sadar akan tanggung awabnya dalam
berhubungan dengan terapis.
Terapi-terapi tingkah laku berdasarkan pada prinsip kondisioning dan teori belajar sosial, muncul selama
akhir tahun 1950an. Tujuan dari terapi tingkah laku adalah untuk mengubah tingkah laku adalah untuk
mengubah atau menghilangkan tingkah laku yang menyimpang dan menetapkan kembali tingkah laku
yang dapat menyesuaikan diri dan lebih konstruktif. Untuk mencapai tujuan ini terapis menggunakan
konsep penguatan (reinforcement) dan modeling.

Pengertian terapi bermain


Terapi bermain merupakan suatu pendekatan untuk memberikan bantuan untuk mengatasi
permasalahnnya dengan menggunakan media seperti mainan, media seni, permainan, dan komunikasi
(Kottman, 2011). Terapi bermain juga meruapakan suatu cara sistematis sesuai dengan teori, yang
digunakan untuk memandirikan bagi seorang terapis terlatih, dengan meggunakan berbagai macam
permainan, yang memiliki tujuan akhir untuk membantu klien untuk mencegah atau bahkan mengatasi
permasalahannya dan bisa berkembang secara optimal (Association for Play Therapy, 1997).
Dalam menerapkan terapi bermain ada beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh
koselor (Kottman, 2011) antara lain:
a. Pemilihan instrumen
Pada kebanyakan penerapan terapi bermain umumnya menggunakan mainan. Pemilihan mainan ₩ yang
akan digunakan dalam proses terapi juga harus mempertimbangkan
karakteristik klien yang akan menerima terapi serta tujuan terapi itu sendiri. Penggunaan media
penunjang juga perlu dipertimbangkan dalam proses terapi
b. Menjelaskan proses terapi
Sebelumnya, proses terapi juga perlu diinfokan kepada pihak terkait seperti orangtua dan guru. Hal ini
akan memberikan suatu pemahaman tersendiri dan bahkan bisa memunculkan situasi yang mendukung
keberhasilan proses terapi itu sendiri. Adakalanya juga rencana
tindakan perlu juga diberitahukan kepada anak sebagai klien.
c. Tahap inisiasi
Tahap inisiasi biasanya terjadi pada sesi-sesi awal pertemuan. Terapis perlu meyakinkan kliennya bahwa
proses yang berjalan akan sangat menyenangkan dan bisa membantu mengatasi yang sedang dia rasakan
dan menciptakan suatu “frekuensi” yang sama dengan anak tersebut.
d. Mengakhiri sesi
Ada beberapa pandangan tentang mengakhiri tiap sesi pertemuan. Terapis bisa membereskan semua sisa
sisa aktivitas yang telah dilakukan, terutama jika klien masih sangat dalam usia dini. Namun ada
pendapat yang menyatakan bahwa membersihkan sisa aktivitas juga harus terapis lakukan bersama klien
karena akan memunculkan dan menguatkan hubungan antara terapis dan kliennya.
e. Melihat perkembangan klien
Setelah sesi berakhir, bukan berarti pekerjaan terapis selesai. Adakalanya dalam beberapa kasus anak
akan menunjukan sifat yang berbeda antara sikapnya dengan orangtua dan lingkungan aslinya, dengan
sikap saat bersama dengan terapis. Tujuan dari terapi adalah mengubah perilaku, pemikiran, sifat, serta
sikap klien baik saat sesi terapi, maupun dalam kehidupan sehari-hari.
f. Pelaporan sesi
Pada setiap selesai sesi, terapis harus membuat catatan-catatan segala hal yang terjadi selama sesi
intervensi yang diberikan. Hal ini bisa digunakan sebagai catatan baik untuk terapis, maupun klien itu
sendiri. Terkadang pada sesi selanjutnya perubahan yang terjadi pada pertemuan yang sudah berlalu
akan tidak muncul lagi, sehingga klien perlu diingatkan kembali segala hal yang pernah terjadi pada
dirinya.
g. Menyelesaikan sesi
Antara terapis dan klien harus memiliki kesepakatan terlebih dahulu tentang proses terapi. Waktu sesi
intervensi akan diakhiri, harus ada pertimbangan dari keduabelah pihak. Seandainya klien masih
dianggap belum bisa membuat keputusan untuk menyatakan mengakhiri terapi, maka pertimbangan bisa
dilakukan oleh terapis sendiri, atau dengan meminta masukan dari pihak terkait, seperti orangtua.

Macam-macam Pendekatan Terapi Bermain


LaBauve, dkk (2001) macam-macam model dalam terapi bermain adalah :
1. Model Adlerian, Model ini menggunakan dasar teori Psikologi Individual Adler, dengan dasar
filosofi yaitu kehidupan sosial perlu untuk dimiliki, perilaku adalah tujuannya, melihat hidup secara
subyektif dan hidup adalah sesuatu yang khusus dan kreatif. Model ini digunakan untuk anak dengan
kegagalan dalam berinteraksi sosial dan salah dalam mempercayai gaya hidupnya.

2. Model Terapi Client-Centered, Teori yang mendasari adalah teori Rogers, yang
berpandangan bahwa motivasi internal yang dimiliki anak-anak mendorong pertumbuhan dan aktualisasi
diri. Terapi bermain dengan pendekatan Client Centered Non Directive (terapi yang berpusat pada anak
secara tidak langsung), ini sesuai untuk anak-anak yang mengalami ketidaksesuaian antara kejadian
hidup dengan dirinya
3. Model Kognitif-Behavioral, Model ini berpandangan bahwa anak memiliki pikiran dan perasaan
yang sama seperti orang dewasa yaitu ditentukan melalui bagaimana anak berfikir tentang diri dan
dunianya. Model ini digunakan untuk menangani anak dengan kepercayaan irrasional yang
membawanya keluar dari perilaku maladaptif.
4. Model Ekosistemik, Dasar yang digunakan adalah teori dari terapi realitas, yang
mempunyai pandangan bahwa berada dalam interaksi terhadap lingkungan dapat mempengaruhi
perkembangan.
5. Model Eksistensialisme, Memiliki
pandangan bahwa anak-anak adalah manusia berguna, unik, ekspresi diri dan pertolongan terhadap diri
sendiri mendorong aktualisasi diri. Pendekatan ini menangani anak-anak yang mengalami kesulitan
untuk berkembang sesuai dengan keunikannya yang melemahkan pertumbuhandirinya sehingga
mengalami penolakan dalam menjalin hubungan dengan teman-temannya.
6. Model Gestalt, Model Gestalt melihat manusia secara total, dilahirkan dengan fungsi utuh.
Pendekatan ini untuk terapi anak yang mengalami kesulitan bertumbuh secara alami, anak yang
mencoba untuk memenuhi kebutuhan dengan cara yang tidak biasa, dan memiliki pengalaman luka baik
secara fisik maupun psikologis.
7. Model Jungian, Didasarkan pada teori analitik Jung, yang melihat bahwa psikis terdiri dari ego,
ketidaksadaran diri, dan ketidaksadaran kolektif, kekuatan menyembuhkan adalah bawaan. Pendekatan
ini biasanya digunakan untuk membantu anak yang mengalami ketidakseimbangan psikis, ego tidak
dapat menjebatani antara dunia luar dan dalam dirinya.
8. Model Psikoanalitik, Pendekatan ini menggunakan teori psikoanalisa tradisional, yang memiliki
dasar filosofi tentang anak yaitu anak memiliki rasa takut, memerlukan rasa aman, berusaha
berhubungan dengan tuntutan lingkungan. Pendekatan ini sesuai untuk anak yang mengalami konflik
internal, kekawatiran, represi, hambatan perkembangan, dan agresivitas.Terap bermain mempunyai akar
dalam model psikoanalisis tradisional. Pioner-pioner awal seperti Melanie Klein dan Anna Freud
menginterpretasikan bermain sebagai simbol dari konflik anak

Manfaat Bermain
Bermain merupakan aktivitas penting pada masa anak-anak. Berikut ini adalah bererapa manfaat
bermain pada anak-anak :
1. Perkembangan aspek fisik. Anggota tubuh mendapat kesempatan untuk digerakkan, anak dapat
menyalurkan tenaga (energi) yang berlebihan, sehingga ia tidak merasa gelisah. Dengan demikian otot-
otot tubuh akan tumbuh menjadi kuat.
2. Perkembangan aspek motorik kasar dan halus.
3. Perkembangan aspek sosial. Ia akan belajar tentang sistem nilai, kebiasaan-kebiasaan dan standar
moral yang dianut oleh masyarakat.
4. Perkembangan aspek emosi atau kepribadian. Anak mendapat kesempatan untuk melepaskan
ketegangan yang dialami, perasaan tertekan dan menyalurkan dorongan-dorongan yang muncul dalam
Materi Bermain
Materi bermain dalam terapi bermaian dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
1. Mainan untuk memudahkan ekspresi,
Mainan adalah kata-kata anak-anak dan bermain adalah bahasa mereka. Oleh karena itu dalam terapi
bermain harus tersedia mainan yang memudahkan anak untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaannya. Misalnya keluarga boneka manusia, keluarga boneka binatang, mobil, truk, bis
dll
2. Mainan yang mendorong kreativitas,
Beberapa mainan, sudah menjadi sifat dasarnya mendorong kreativitas. Sebuah kotak di pojok bisa
menjadi rumah. Contoh lain seperti krayon, malam, kertas lipat, balok kayu dll.
3. Mainan untuk menyalurkan emosi, Anak dapat menggunakan cat, pasir, tanah liat untuk
menyalurkan perasaannya yang kuat dimana dia tidak berani mengkomunikasikan dengan lebih terbuka
4. Mainan yang dapat mengekspresikan sifat agresi, Mainan senjata, pisau karet, pedang plastik,
perisai dari kayu, palu, catut menggambarkan kepada anak suatu arti yang mengekspresikan permusuhan
dan agresif. Menembak, menusuk, memukul, dan meninju dengan keras adalah ekspresi simbolik dari
kemarahan, dan jika diberi kebebasan bermain akan memberikan terapeutik katarsis, konsentrasi dan
koordinasi.

Teknik Terapi Bermain


1. Permainan boneka
Boneka memberikan suatu cara yang tidak mengancam untuk anak-anak bermain di luar pikiran dan
perasaan mereka. Selama bermain dengan boneka anak-anak melakukan beberapa hal seperti berikut
ini :
a. Mengidentifikasikan diri dengan boneka
b. Memproyeksikan perasaan sendiri dalam figur permainan
c. Memindahkan konfliknya dalam figur permainan
Dalam permainan boneka, terapis mendapatkan informasi tentang :
a. Pandangan pikiran anak
b. Perasaan anak
c. Tingkah laku anak
Boneka dalam terapi bermain meliputi ;
a. Boneka bayi yang berukuran seperti bayi
b Boneka yang secara anatomi benar, baik laki-laki maupun perempuan
c. Keluarga boneka
d. Binatang dari kain
e. Boneka manusia dari berbagai ras dan sukubangsa (Jawa, Batak,Papua, America, africa dll)
f. Perlengkapan boneka seperti rumah, baju, tempat tidur dll
2. Permainan boneka wayang
Gerakan wayang atau boneka memungkinkan anak menceritakan ceriteraceritera yang kaya dalam
bentuk simbol dan untuk menciptakan fantasi-fantasi mereka. Manfaat permainan boneka wayang :
a. Melalu gerakan boneka, anak dapat menghadapi pikiran dan perasaan yang sulit untuk mereka akui
sebagai diri sendiri.
b. Dengan menggunakan boneka, anak dapat menciptakan orang lain dan berinteraksi serta
mengungkapkan pikiran dan perasaannya sekaligus kemarahannya yang dalam kehidupan nyata tidak
bisa dilakukannya.
c. Anak-anak juga dapat menciptakan tokoh yang tidak bisa diungkapkannya sendiri Permainan dengan
boneka dapat merupakan kegiatan kelompok yang menarik dan dapat digunakan dengan kelompok anak-
anak yang kebih besar atau kecil, terutama dalam lingkungan sekolah. Dengan bermain boneka dalam
kelompok, membuat anak saling menghargai sudut pandang orang lain, dapat memecahkan masalah dan
keterampilan sosial
5. SOP

  TERAPI BERMAIN
     
STANDAR    
OPERASIONAL
PROSEDUR
1. Cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik
dirinya yang tidak disadari (Wong: 1991)
2. Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
kesenangan yang ditimbulkannya tanpa mempertimbangkan
hasil akhirnya (Hurlock: 1978)
PENGERTIAN
3. Kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan dalam
mengatasi konflik dari dalam dirinya yang tidak disadari
serta dengan keinginan sendiri ubtuk memperoleh
kesenangan (Roster: 1987)

1. Meminimalisir tindakan perawatan yang traumatis


2. Mengurangi kecemasan
3. Membantu mempercepat penyembuhan
TUJUAN 4. Sebagai fasilitas komunikasi
5. Persiapan untuk hospitalisasi atau surgery
6. Sarana untuk mengekspresikan perasaan

Dilakukan di Ruang rawat inap, Poli tumbuh kembang, Poli rawat


KEBIJAKAN
jalan dan Tempat penitipan anak
PETUGAS Perawat
PERSIAPAN 1. Pasien dan keluarga diberitahu tujuan bermain
PASIEN 2. Melakukan kontrak waktu
3. Tidak ngantuk
4. Tidak rewel
5. Keadaan umum mulai membaik
6. Pasien bias dengan tiduran atau duduk, sesuai kondisi klien

1. Rancangan program bermain yang lengkap dan sistematis


PERALATAN 2. Alat bermain sesuai dengan umur/jenis kelamin dan tujuan

A. Tahap Pra Interaksi


1. Melakukan kontrak waktu
2. Mengecek kesiapan anak (tidak ngantuk, tidak
rewel, keadaan umum membaik/kondisi yang
memungkinkan)
3. Menyaiapkan alat
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam kepada pasien dan menyapa
nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien sebelum
kegiatan dilakukan
C. Tahap Kerja
1. Memberi petunjuk pada anak cara bermain
2. Mempersilahkan anak untuk melakukan permainan
sendiri atau dibantu
3. Memotivasi keterlibatan klien dan keluarga
4. Memberi pujian pada anak bila dapat melakukan
PROSEDUR
5. Mengobservasi emosi, hubungan inter-personal,
PELAKSANAA psikomotor anak saat bermain
N 6. Meminta anak menceritakan apa yang
dilakukan/dibuatnya
7. Menanyakan perasaan anak setelah bermain
8. Menanyakan perasaan dan pendapat keluarga
tentang permainan
D. Tahap Terminasi

li>Melakukan evaluasi sesuai dengan tujuan

1. Berpamitan dengan pasien


2. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
3. Mencuci tangan
4. Mencatat jenis permainan dan respon pasien serta
keluarga kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
dan kesimpulan hasil bermain meliputi emosional,
hubungan inter-personal, psikomotor dan anjuran
untuk anak dan keluarga
Review Video Treatment

Topik: Terapi bermain


Sub Topik: Permainan boneka & Permainan memasang lingkaran
Sasaran: Anak pra sekolah
Tempat: Ruang perawatan anak
Waktu : 20 menit

A. TUJUAN

1. TIU (Tujuan Instruksional Umum)


Setelah diajak bermain, diharapkan anak dapat melanjutkan tumbuh kembangnya,
mengembangkan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif
terhadap kecemasan.

2. TIK (Tujuan Instruksional Khusus)


Setelah diajak bermain selama 5 menit, anak diharapkan:
1. Meminimalisir tindakan perawatan yang traumatis
2. Mengurangi kecemasan
3. Membantu mempercepat penyembuhan
4. Sebagai fasilitas komunikasi
5. Persiapan untuk hospitalisasi atau surgery
6. Sarana untuk mengekspresikan perasaan

B. PERENCANAAN

1. Jenis Program Bermain


Duduk tenang tanpa meja serta kontak mata menggunakan media bermain boneka & permainan
lingkaran yang sudah disediakan

2. Karakteristik Bermain
a. Melatih ketenangan
b. Melatih kontak mata

3. Karakteristik Peserta
a. Usia 3 – 6 tahun
b. Pasien dan keluarga diberitahu tujuan bermain
c. Melakukan kontrak waktu
d. Tidak ngantuk dan tidak rewel
e. Keadaan umum mulai membaik
f. Klien bisa dengan tiduran atau duduk, sesuai kondisi klien

4. Metode: Kontak Mata

5. Alat-alat yang digunakan (Media): Boneka & Permainan memasang lingkaran

C. STRATEGI PELAKSANAAN

DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, Elizabeth B. 1995. Perkembangan Anak Jilid 1. Alih bahasa : Med.
Meitasari T. dan Muslichah Zarkasih. Jakarta : Erlangga.
Landreth, Garry L. 2001. Innovations In Play Therapy. Taylor & Francis Group.
Mc.Mahon, Linnet. The Handbook of Play Therapy. London and New York.

Anda mungkin juga menyukai