Di Susun Oleh
Kelompok 12:
Munir 203090024
Moh fikri 203090033
Mutmainnah 203090034
Segala Paji Dan Syukur Penulis Sampaikan Kehadirat Allah SWT. Shalawat Dan Salam
Juga Disampaikan Kepada Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta Sahabat Dan
Keluarganya, Seayun Langkah Dan Seiring Bahu Dalam Menegakkan Agama Allah Dengan
Kebaikan Beliau Telah Membawa Kita Dari Alam Kebodohun Ke Alam Yang Berilmu
Pengetahuan.
Makalah Ini Menjelaskan Tentang Sumber Hukum Islam Yang Di Perselisihkan Ulama
Makalah Ini Dibuat Untuk Melengkapi Tugas Dan Memberi Pemahaman Tentang Materi
Tersebut Kepada Para Pembaca.
Dalam Penulisan Makalah Ini, Penulis Menyadari Bahwa Makalah Ini Masih Jauh Dari
Kesempurnaan, Baik Dari Cara Penulisan, Maupun Isinya. Oleh Karena Itu Penulis Sangat
Mengharapkan Kritikan Dan Saran-Saran Yang Dapat Membangun Demi Kesempumaan
Makalah Ini.
penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Kesipulan ………….…………………………………………………………………………………...…. 7
B. Saran ……………………….………………………………………………………………...…………….. 7
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ushul Fiqih adalah ilmu pengetahuan dari hal kaidah-kaidah dan
pembahasan-pembahasan yang dapat membawa kepada pengambilan hukum-
hukum tentang amal perbuatan manusia dari dalil-dalil yang terperinci. Objek
pembahasan dari ushul fiqh itu sendiri adalah dalil-dalil syara’. Hukum syar’i ialah
khithab pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan orang
mukallaf. Yang mengandung suatu tuntutan atau pilihan yang menjadikan sesuatu
sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain. Hukum syar’i
di bagi menjadi dua macam, yaitu Hukum Taklifi dan Hukum Wadh’i.
Pembahasan Ushul fiqih adalah seputar hukum, dalil-dalil dan
pembagiannya, teori pengambilan hukum dari dalil dan kode etik seorang
pengambil hukum. Rukun hukum ada empat yaitu : hakim, mahkum alaih, mahkum
fiih dan hukum itu sendiri. Dari sini hakim adalah salah satu rukun hukum dari
rangkaian rukun-rukun hukum. Persoalan tentng hakim adalah penting
Dalam makalah ini. Kami akan membahas tentang hukum wadh’i berikut
pembagiannya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1
PEMBAHASAN
A. Hukum Taklifi
a. Pengertian
Hukum taklifi ialah firman(titah) Allah yang berbentuk Tholab(tuntutan) dan
takhyir (pilihan) atas perbuatan. Pada umumnya ulama’ ushul fiqih mendefinisikan
hokum taklifi dengan “sesuatu yang mengandung perintah untuk berbuat atau tidak
berbuat ataupun untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat suatu
perbuatan”.
Hokum taklifi dinamai demikian karena hokum-hukumnya baik perintah, larangan
atau pilihan berkaitan secara langsung dengan perbuatan mukallaf.
b. Pembagian Hukum Taklifi
Secara terperinci, hokum taklifi dibagi lima sebagai berikut:
1. Wajib
Pada umumnya ulama’ushul fiqih menjelaskan, kata wajib secara etimologi
berarti tetap. Sedangkan secara terminology ialah perbuatan yang dituntut Allah
untuk dilaksanakan oleh mukallaf dengan sifat mesti ( tidak boleh tidak)
dilakukan, yang jika perbuatan itu dilaksanakan, maka pelakunya diberi pahala
dan jika ditinggalkan, maka ia dikenakan dosa.
2. Mandub
Secara etimologi mandub berarti sesuatu yang dianjurkan karena ia bersifat
penting. Sedangkan dari segi terminology, para ahli ushul fiqih
mendefinisikannya dengan berbagai ungkapan, antara lain :
a. Suatu perbuatan yang Asy-Syari’ menyerukan untuk melakukannya, tetapi
tidak memestikan untuk melaksanakannya.
b. Suatu perbuatan yang Asy-Syari’ memberi pahala kepada pelakunya tetapi
tidak menimpakan dosa kepada orang yang tidak melakukannya.
c. Suatu perbuatan yang Asy-Syari’ memerintahkan untuk mengerjakannya,
tetapi secara umum tidak mencela orang yang meninggalkan perintah itu.
3. Haram 2
Yang diamksud dengan haram ialah Suatu perbuatan yang Asy-Syari’ menurut
mukallaf harus meninggalkannya ( melarang melakukannya) yang jika mukallaf
menjauhi larangan itu karena patut kepada Allah, maka ia akan diberi pahala
sedangkan jika melanggar larangan itu maka ia dinilai melakukan
pendurhakaan kepada Allah sehingga akan dikenai dosa dan ancaman siksa.
4. Makruh
Dari segi etimologi makruh berarti yang dibenci sedangkan dari segi
terminology ialah Suatu perbuatan yang Asy-Syari’ menurut mukallaf untuk
meninggalkan perbuatan tersebut secara tidak mesti ( menganjurkan untuk
meninggalkannya) yang jika mukallaf menjauhi larangan itu karena patuh
kepada Allah maka ia akan di beri pahala tetapi jika ia melanggar larangan itu
maka ia tidak dikenai dosa dan ancaman siksa.
5. Mubah
Dari segi etimologi mubah berarti melepaskan atau mengizinkan sedang dari
segi terminology yang dimaksud dengan mubah ialah Suatu perbuatan yang
Asy-Syari’ memberikan pilihan kepada mukallaf untuk melakukannya atau
meninggalkannya, yang jika melakukan salah satunya tidak diberi pahala dan
tidak pula diancam dengan dosa dan siksa. Sebagian ulama’ lain mendefinisikan
mubah dengan : suatu perbuatan yang tidak diberi ujian atau celaan jika
mukallaf mengerjakan atau meninggalkannya. Menurut sebagian ulama’ hokum
mubah itu sendiri identic dengan halal dan jaiz (boleh).
B. Hukum Wadh’i
a. Pengertian
Hukum Wadh’i ialah firman (titah) Allah yang berbentuk ketentuan yang
menjadikan sesuatu sebagai sebab atau syarat atau halangan dari suatu ketetapan
hokum taklifi. Oleh karena itu, pada hakikatnya, hokum Wadh’I sangat erat
kaitannya dengan hokum taklilfi, baik dalam bentuk sebab sehingga melahirkan
suatu musabbab suatu hokum taklifi atau dalam bentuk hokum syarat sehingga
dimungkinkan berlakunya masyruth suatu hokum taklifi ataupun dalam bentuk
halangan (mani’).
4
Adapun yang dimaksud dengan Ar-rukhsoh menurut sebagian ulama’ ushul fiqih
ialah hokum-hukum yang disyariatkan untuk keringanan bagi mukallaf dalam
keadaan tertentu. Sebagian ulama’ ushul fiqih lainnya mendefinisikan ar-
rukhsoh dengan ketetapan hokum yang berlaku yang berbeda dengan dalil yang
umum karena adanya kesulitan/keberatan.
Contohnya : orang kota berjual beli dengan orang dusun yang tidak mengetahui
harga kota.
Jual belinya secara asal adalah sah, tapi ada sifat dalam jual beli itu, di luar rukun
dan akad jual beli, yaitu pengetahuan ttg harga yang hanya diketahui salah satu
pihak, yang menyimpang dari syara’.
Akad yg fasad tidak wajib diulang, tapi cukup menyempurnakan apa yang
dianggap cacat.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum taklifi ialah firman(titah) Allah yang berbentuk Tholab(tuntutan) dan takhyir
(pilihan) atas perbuatan. Pada umumnya ulama’ ushul fiqih mendefinisikan hokum taklifi
dengan “sesuatu yang mengandung perintah untuk berbuat atau tidak berbuat ataupun
untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat suatu perbuatan”.
Sedangkan hokum Wadh’I pada hakikatnya sangat erat kaitannya dengan hokum
taklilfi, baik dalam bentuk sebab sehingga melahirkan suatu musabbab suatu hokum taklifi
atau dalam bentuk hokum syarat sehingga dimungkinkan berlakunya masyruth suatu
hokum taklifi ataupun dalam bentuk halangan (mani’).
B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak memiliki
kekurangan baik dari segi isi maupun penulisannya. Maka dari itu kami menerima semua
saran dan tanggapan yang teman-teman semua berikan.
Atas saran dan tanggapannya kami sebagai penyaji makalah mengucapkan terima
kasih, semoga apa yang ada didalam makalah ini dapat kita ambil manfaatnya dan dapat
kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari selama itu tidak bertentangan dengan agama
kita yakni Islam.
7
DAFTAR PUSTAKA
http://asyrofi19tuban.blogspot.com/2017/02/makalah-ushul-fiqih-hukum-wadhi-
dan.html
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-fasad-didalam-islam/119137
Dahlan, Abdur Rohman, Ushul Fiqh, Jakarta : Hamzah, 2014.