Anda di halaman 1dari 13

PAMULANG

Volume 1 Issue 1, August 2018, Page. 31-42 P A L R E V | J O U R N A L O F L A W ISSN : 2622-8408 – E-ISSN


Rizky2622-8616
Dwi Pradana
L A WR E V I E W

KRITIK TERHADAP KOMPILASI HUKUM ISLAM MENGENAI STATUS


AHLI WARIS KHUNTSA

Rizky Dwi Pradana


Fakultas Hukum, Universitas
Pamulang dosen01378@unpam.ac.id

Abstract

The study in this scientific work is actually aimed at the existence of a 26-year-old
Compilation of Islamic Law (KHI) against the inheritance of khuntsa where there are no
clear rules regarding the inheritance of khuntsa. Even though we can find the inheritance
discussion in classical fiqh books, there are various opinions to the differences of opinion of
the jurists or priests regarding the sex status of khuntsa to the acquisition of inheritance
that should have been received by the khuntsa. The question is isn't the classical fiqh books
used as a reference in the KHI compilation process? This research shows that there is no
rule in KHI regarding inheritance of khuntsa, this makes it possible for later the birth of
legal certainty because of the various decisions in the Religious Court on the same case but
not in classical fiqh books discussing khuntsa based on the hadith of the Prophet
Muhammad.

Keywords: Critics, Compilation of Islamic Law (KHI), khuntsa

Abstrak

Telaah dalam karya ilmiah ini sebenarnya ditujukan pada eksistensi keberadaan Kompilasi
Hukum Islam (KHI) yang kini berusia 26 tahun terhadap kewarisan khuntsa di mana tidak
adanya aturan yang jelas berkenaan dengan kewarisan khuntsa. Padahal pembahasan
kewarisan dalam kitab-kitab fikih klasik dapat kita temukan beragam pendapat hingga
perbedaan pendapat dari para fuqoha atau imam mazhab mengenai status kelamin khuntsa
sampai dengan perolehan harta waris yang seharusnya diterima oleh khuntsa.
Pertanyaannya adalah bukankah kitab-kitab fikih klasik ini dijadikan rujukan dalam proses
penyusunan KHI ? Penelitian ini menunjukkan tidak adanya aturan dalam KHI berkenaan
kewarisan khuntsa, hal demikian memungkinkan di kemudian hari lahirnya tidak adanya
kepastian hukum karna keputusan yang beragam di Pengadilan Agama terhadap perkara
yang sama namun tidak pada kitab-kitab fikih klasik membahas khuntsa berdasarkan hadits
Nabi Muhammad SAW.

Kata kunci: Kritik, Kompilasi Hukum Islam (KHI), Khuntsa

31
Rizky Dwi Pradana

PENDAHULUAN apa cara perpindahan atau menyelesaikan


Secara naluriah kehidupan manusia harta yang ditinggalkan untuk keluarga
ialah lahir, hidup dan mati. Semuanya (ahli waris)-nya, hal ini sering diketahui
membawa pengaruh serta akibat hukum dengan nama: Hukum Warisan. Di dalam
pada lingkungannya. Paling utama orang syari’at Islam ilmu tersebut diketahui
yang dekat dengannya, kerabat dalam arti dengan nama: Ilmu Mawaris, Fiqh
nasab maupun lingkungan. Lahirnya Mawaris atau ilmu Faraidh. (Suparman
seseorang berakibat adanya hak dan Usman dan Yusuf Somawinata, 2002: 1)
kewajiban untuk diri sendiri dan orang lain Lebih lanjut, terdapat perbedaan di antara
serta adanya lahirnya ikatan hukum antara para ahli hukum Indonesia tentang istilah
seseorang dengan orang tua, keluarga dekat, penamaan yang tepat dan sesuai berkenaan
dan masyarakat sekitar. (Suparman Usman hukum kewarisan itu sendiri masih
dan Yusuf Somawinata, 2002: 1) beraneka ragam. Sebagai contoh, Prof.
Semasa hidup, mulai balita, anak- Wirjono Prodjodokoro memakai kata
anak, tamyiz, baligh dan usia selanjutnya, “hukum warisan”. Hazairin, memakai kata
seseorang berbuat selaku penanggung hak “hukum kewarisan”. dan Soepomo (1996)
dan kewajiban, untuk diri sendiri, saudara, memakai kata “hukum waris”. (Eman
masyarakat, dan umat Islam harus tunduk, Suparman, 2015: 1)
taat dan patuh sesuai ketentuan syari’at Menurut Muhammad Ali as-Shabuni
dalam seluruh aspek kehidupannya. Begitu (1988), sebagaimana dikutip Mohammed
juga adanya kematian seseorang Majmuri (2008). Ilmu waris syariah,
menjadikan pengaruh dan akibat hukum berkenaan tirkah orang yang meninggal
untuk diri sendiri, kerabat, warga dunia ada kaitan erat dengan orang-orang
masyarakat dan lingkungan sekitarnya. yang menjadi ahli waris. Kaitan erat ini
Begitu pun, kematian tersebut menjadikan berbentuk dengan wujud ketetapan
kewajiban orang lain bagi dirinya (si mayit) penerima tirkah dan pengoperan harta
yang berhubungan dengan mengurus warisan. Pendistribusian tirkah untuk
jenazah (fardu kifayah). Dengan terjadinya penerima tirkah bertujuan untuk saling
kematian otomatis melahirkan akibat perwujudan tanggung jawab bagi kehidupan
hukum, berupa adanya ikatan ilmu hukum generasi. penerima tirkah. Meninggal
berkenaan dengan hak para keluarganya dunianya pemilik harta jangan menjadikan
(ahli waris) mengenai seluruh harta hilangnya jaminan dan keselamatan hidup
warisan. Bahkan khalayak dan negara penerima tirkah. (Sri Hidayati, 2012: 235).
(Baitul Mal) pun dalam keadaan tertentu, Perkara warisan yang berlaku di
memiliki hak atas harta yang ditinggalkan Indonesia sampai hari ini masih bukan
tersebut. (Suparman Usman dan Yusuf merupakan keseragaman hukum. Dengan
Somawinata, 2002: 1) Akibat hukum yang demikian perkara hukum waris yang masih
selanjutnya lahir dengan terjadinya majemuk, beragam, akibatnya sampai hari
peristiwa hukum meninggalnya seseorang ini aturan berkenaan perkara warisan di
salah satunya masalah seperti apa proses Indonesia masih belum terdapat kesamaan.
mengurus dan kelanjutan hak-hak dan (Eman Suparman, 2015: 5)
kewajiban-kewajiban orang yang telah Di dalam hukum yang berlaku di Indonesia
meninggal dunia. (M. Idris Ramulyo, 2005: selain diketahui hukum warisan yang
1) berasal dari Hukum Agama (Islam),
Demikianlah, meninggal dunianya diketahui juga hukum warisan lain, ialah
seseorang mengakibatkan lahirnya cabang hukum warisan yang berasal dari hukum
ilmu hukum yang berkenaan dengan seperti adat nusantara (bangsa Indonesia) dan
32
Rizky Dwi Pradana

hukum kewarisan dari KUHPer (BW) yang Terbentuknya hukum Syariah (hukum
terdapat dalam buku II (Erfrecht). keluarga Syariah/hukum perkawinan
(Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Syariah dan hukum kewarisan Syariah)
2002: 2) yang tertulis sesungguhnya telah lampau
Menurut penulis dalam penerapan menjadi kebutuhan dan harapan penduduk
kehidupan sehari-hari pembagian waris beragama Islam. Sejak terciptanya
sesuai Syari’at Islam ini dilakukan oleh Pengadilan Islam yang memiliki
orang-orang yang beragama Islam, kewenangan menyelesaikan urusan-urusan
sedangkan pembagian waris sesuai dengan hukum keluarga, rasanya sangat
KUHPerdata (BW) dilakukan oleh orang- dibutuhkan hukum kekeluargaan Syariah
orang Indonesia yang bukan beragama tertulis, karena ternyata buku-buku hukum
Islam, sementara pembagian waris sesuai yang digunakan acuan oleh hakim dalam
hukum adat dilakukan oleh orang-orang memutus terlalu banyak dan beragam.
yang biasanya bermukim di suatu daerah Akibatnya, untuk perkara yang sama
tertentu (pedalaman) yang mana kental putusannya menjadi beragam sehingga
nilai-nilai atau tradisi masyarakat adat, tidak tercapai suatu kepastian hukum.
dipegang teguh oleh masyarakat dalam Keadaan seperti itu berlangsung cukup
menjalani kehidupan sehari-hari. lama. (Mardani, 2015: 150-151)
Sampai hari ini ketiga aturan Keadaan normal, alamiah dalam
tersebut masih dipertahankan, berlaku. kehidupan manusia sebagaimana yang
Sementara itu, majemuknya sistem hukum penulis utarakan di atas merupakan
warisan di negara ini bukan hanya karna peristiwa yang kebanyakan dirasakan oleh
sistem kekeluargaan masyarakat yang manusia tetapi ada keadaan-keadaan
berbeda-beda melainkan juga disebabkan tertentu (jarang/langka) yang tidak
tradisi adat di negeri ini yang juga dikenal menutup kemungkinan hadir dihadapan
sangat bervariasi. Oleh karna itu, tidak kita. Masalah tersebut misalnya saja
mengherankan jika sistem hukum mengenai kewarisan khuntsa (kelamin
kewarisan adat yang ada juga beraneka ganda atau tanpa kelamin) dalam literatur
ragam serta memiliki corak dan sifat-sifat kewarisan Islam merupakan salah satu
tersendiri sesuai dengan sistem hukum masalah yang masuk dalam pembahasan
keluarga dan masyarakat tradisional kewarisan tertentu disamping kewarisan
tersebut. (Suparman Usman dan Yusuf janin dalam kandungan, kewarisan orang
Somawinata, 2002: 7) hilang (Mafqud) dan kewarisan mati
Menurut Sri Hidayati, Di negeri ini, bersama (mati beruntun). Menariknya
aturan Tuhan Yang Maha Esa mengenai adalah khuntsa menurut Mardani, telah
waris telah menjadi hukum yang berlaku banyak dibicarakan dalam kitab-kitab fikih
serta dipergunakan di Pengadilan Islam karena kenyataannya sering terjadi disisi
dalam memutus perkara cara membagi lain hukum dalam keadaan tertentu
serta perkara mengenai dengan tirkah membedakan antar lelaki dan prempuan,
tersebut yang diatur di dalam Buku ke-II seperti menjadikan imam untuk jamaah
KHI. Hanya saja materi hukum warisan laki-laki, urusan menjadi saksi, kewarisan,
yang terdapat dalam KHI tersebut masih dan lain-lain yang dibedakan padanya laki-
butuh dilengkapi, diperbaiki, dan laki dan prempuan. (Mardani, 2015: 85)
dikembangkan sesuai dengan temuan dan Kewarisan khuntsa merupakan masalah
perkembangan baru dalam implementasi di yang belum di atur pada Kompilasi Hukum
persidangan pada khususnya dan di publik Islam sebagai hukum yang berlaku bagi
pada umumnya. (Sri Hidayati, 2012: 373). umat muslim di negeri ini. Untuk itu
33
Rizky Dwi Pradana

penulis memiliki ketertarikan untuk hendak membahas Pertama, Bagaimana


membahas, menganalisis dan mengkaji status ahli waris Khuntsa dalam fiqh
lebih jauh dan dalam karya ilmiah ini dari mawaris ? Kedua, Mengapa Kompilasi
pespektif fiqh, praktik di pengadilan dan Hukum Islam (KHI) tidak mengatur
yang terjadi di masyarakat. kewarisan Khuntsa ?

METODE PENELITIAN PEMBAHASAN


Pada prinsipnya penulisan ini dibuat Status Ahli Waris Khuntsa dalam Figh
dengan metode “deskriptif kualitatif”, Mawaris
dalam wujud desain deskriptif dan metode Istilah khuntsa bersumber dari
pengumpulan datanya melalui cara studi bahasa Arab khanatsa yang memiliki arti
pustaka. Deskriptif yang pengertiannya lunak atau arti lainnya melunak. (Ahmad
ialah pencarian fakta melalui interpretasi Warson Munawwir dan Sri Hidayati, 374:
yang tepat. (Moh Nazir, 2012: 54) Kualitatif 2012) Dalam bahasa Indonesia diketahui
ialah penelitian yang berupa kata-kata atau dengan istilah “banci”, “wadam” (wanita-
gambar bukan angka-angka, kalaupun ada adam) atau “waria” (wanita-pria). Lebih
angka-angka sifatnya hanya sebagai lanjut, Ensiklopedi Hukum Syariah,
pendukung. khuntsa adalah orang yang diragukan jenis
Penelitian deskriptif kualitatif kelaminnya apakah pria atau wanita karena
merupakan suatu penelitian yang sandarkan mempunyai alat kelamin sekaligus ataupun
pada fakta-fakta atau peristiwa yang tidak mempunyai alat kelamin apapun, baik
sebenarnya dan penelitian menggunakan alat kelamin pria atau wanita. (Sri Hidayati,
kata-kata atau tulisan-tulisan maupun 373: 2012)
gambar-gambar yang sama dengan fakta Lebih lanjut, definisi lainnya yang
dan bukan penelitian yang memakai angka dimaksud dengan khuntsa yaitu seseorang
sebagai penjelasnya. (Sudarman Danim, yang mempunyai lebih dari satu alat
2002: 51) kelamin pria atau wanita atau tidak
Dalam penulisan karya ilmiah ini, memiliki kedua-duannya sama sekali. (Sri
peneliti memakai dua jenis sampel data, Hidayati, 85: 2012) Istilah lainnya, khuntsa
yaitu data Primer data yang didapatkan adalah manusia yang diragukan, apakah ia
berasal dari studi dokumentasi dengan lelaki atau wanita, karena ia memiliki lebih
library research, yakni penelitian terhadap dari satu jenis kelamin (qubul dan zakar),
dokumen-dokumen atau referensi dari atau ia tidak memiliki sama sekali lebih dari
berbagai literature yang dipandang satu jenis kelamin. (Sri Hidayati, 373: 2012)
representatif dan relevant dengan objek Khuntsa sering katakan dalam kitab-kitab
yang diteliti sedangkan data Sekunder fikh karna kenyataannya sering terjadi
Ialah sumber data yang tak langsung padahal hukum dalam kondisi tertentu
memberikan data pada penampung data. membedakan antara pria dan wanita,
Data yang didapat berasal dari literatur- seperti menjadikan imam bagi jamaah laki-
literatur kepustakaan, misalnya buku-buku, laki, urusan menjadi saksi, kewarisan, dan
majalah, internet, serta sumber-sumber lain-lain yang dibedakan padanya laki-laki
data lain yang mempunyai keterkaitan dan perempuan. (Mardani, 2005: 85)
dengan penelitian karya ilmiah ini. Lebih lanjut, menurut Amir
Syarifuddin (2005) dalam Mardani (2015),
PERMASALAHAN dalam hal-hal yang berbeda padanya hukum
Berdasarkan beberapa hal tersebut untuk laki-laki dan perempuan, munculnya
di atas, makalah ini tulisan karya ilmiah ini masalah khuntsa menjadi pembicaraan.

34
Rizky Dwi Pradana

Ahli Fikih menentukan kejelasan dari Muhammad SAW sedang menimang anak
kelamin orang yang menjadi objek suatu khuntsa suku Anshar. Sabdanya :
hukum. Meskipun khuntsa mempunyai “Berikanlah warisan anak khuntsa
lebih dari satu alat kelamin, namun hukum ini (seperti bagian anak laki-laki atau
yang diberlakukan padanya hanya satu perempuan) berdasarkan awal pertama
sebagai lelaki atau wanita. Lebih lanjut dan keluar kencingnya.”
bagi maksud itu harus dipastikan Alasan penentuan cara buang air
kedudukan jenis kelamin orang yang kecil ini sebagaimana tanda yang ditetapkan
khuntsa. kepastian tersebut diketahui oleh Rasulullah SAW untuk mengetahui
melalui petunjuk. (Mardani, 20015: 85) jenis kelamin karna hal demikian adalah
Masalah khuntsa ini sering dibahas tanda umum yang dapat dijumpai pada
dalam kitab-kitab hukum Islam, karena seorang anak dan orang yang sudah tua.
walaupun khuntsa memiliki lebih dari satu Sementara tanda lainnya seperti tumbuh
alat kelamin, namun hukum (Syariah) yang kumis dan janggut pada pria dan tumbuh
diberlakukan padanya hanya satu, yaitu payudara pada wanita baru akan diketahui
laki-laki atau perempuan. Untuk itu, harus ketika telah baligh.
dipastikan kedudukan jenis kelamin Lebih lanjut, bila khuntsa buang air
seorang khuntsa. kecil lewat kedua alat kelaminnya, maka
Menurut Fatchur Rahman untuk harus diteliti dari alat kelamin yang mana
menentukan orang khuntsa itu sebagai pria lebih dulu keluar air kencingnya. Pendapat
atau wanita, ahli hukum Islam klasik ini diriwayatkan oleh Said bin Musayyab
menempuh dengan dua cara. (Sri Hidayati, dan diikuti oleh Ahmad dan jumhur ulama.
Muchit A. Karim, 2012: 375) Apabila keluar air seninya secara
Yaitu : berbarengan maka tanda berikutnya melalui
Satu, yaitu dengan cara diteliti dari alat kelamin mana air kencing tersebut
tempat keluarnya air seni; cara ini sebagai keluar lebih banyak. Pendapat ini
tanda untuk mengetahui jenis kelamin diriwayatkan oleh al-Awzai, dua sahabat
khuntsa tersebut. (Sri Hidayati, Muchir A. Imam Abu Hanifah. (Amir Syarifudin, Sri
Karim, 2012: 375) Bila khuntsa buang air Hidayati, 2012: 376)
melalui zakar maka ia dianggap sebagai Mengenai ini Imam Abu Hanifah tak
pria dan karenanya dapat mewarisi sepaham karna banyaknya air kencing yang
sebagaimana orang Pria. Dan bila khuntsa keluar dari salah satu kelamin bisa
buang air melalui farj maka ia dianggap dikarnakan luasnya jalan keluar dan hal itu
sebagai wanita dan karenanya ia dapat tak menerangkan keasliannya. (Sri
mewarisi seperti seorang wanita. Riwayat Hidayati, 2012: 376) di sisi lain, Imam
seperti ini juga diperoleh dari Ali, Syafi’i tak ditemukan adanya pendapat
Muawiyyah, Sa’id bin al-Musayyab, Jabir mengenai ini.
bin Zaid ahli Kufah dan lainnya. (Sri Dua, dengan cara melihat tanda-
Hidayati, Muchit A. Karim, 2012: 375) tanda kedewasaannya. (Amir Syarifudin, Sri
Dalil yang dipakai untuk Hidayati, 2012: 377) Bila dengan melihat
menentukan pria atau wanita manusia alat kelamin yang dipergunakan dalam
khuntsa melalui cara satu ialah sabda membuang air seni belum berhasil, maka
Rasulullah SAW yang diriwayatkan sahabat cara lainnya dengan melihat ciri-ciri atau
Ibnu Abbas kala Rasulullah pernah ditanya tanda-tanda dewasa si khuntsa. Ciri-ciri
mengenai waris seorang anak yang detail bagi pria setidaknya: tumbuh kumis
mempunyai penis dan vagina. Kala itu Nabi dan janggut, bicaranya berubah menjadi
keras, keluarnya sperma lewat penis, timbul
35
Rizky Dwi Pradana

jakun di lehernya, dan ada ketertarikan Sementara itu, kedudukan hukum


pada wanita. Sementara itu, ciri-ciri detail kewarisan khuntsa menurut fuqaha,
untuk wanita setidaknya: besarnya sebagai berikut : (Wahidah, 2014, 101-103)
payudara, keluar darah dari farj-nya, dan a. Sependapat ahli hukum Islam
ada ketertarikan pada pria. menerangkan bila khuntsa itu telah
Seorang Khuntsa yang dapat memakai salah satu alat (kelamin)
ditetapkan statusnya melalui tanda-tanda itu, atau dia memiliki ketertarikan
atau cara-cara tersebut diatas diistilah dan mencintai (seorang pria atau
dengan khuntsa ghair musykil. Sedang wanita) .maka dapat dihukumkan
khuntsa yang sulit ditetapkan jenisnya baik dia pria atau wanita, dia dinamakan
dengan cara meneliti alat kelamin yang sebagai khuntsa wadhih. Ketentuan
dipergunakan saat buang air kecil, ciri-ciri bagian tirkah-nya yang akan didapat
khusus, keterangan ahli medis, maupun ialah berlaku menurut ketentuan
pengakuan dirinya, diistilahkan khuntsa sebagai seorang pria atau seorang
musykil. Kesulitan dalam menetapkan wanita, dengan mempertimbangkan
jenisnya berakibat pada kesulitan dalam tanda-tanda itu.
menentukan pengoperan tirkah-nya. (Sri b. Ketika tidak dapat ditetapkan status
Hidayati, Muchit A. Karim, 2012: 377) hukum seorang pria atau
Menurut Amir Syarifuddin dalam perempuan, karna pertunjuknya
Mardani (2015), ada beberapa tanda untuk tidak gamblang, maka diistilahkan
membedakan jenis kelamin khuntsa, yaitu : khuntsa musykil. Ahli Hukum Islam
a. Cara dan bentuk kencing dari berbeda paham dalam hal ini :
khuntsa itu. bila ia kencing dari (1) Mazhab Imam Maliki, ia
penis artinya dia seorang pria dan (khuntsa musykil) memperoleh
bila dia kencing lewat vaginanya setengah daripada jatah yang
artinya ia seorang wanita. Hal ini didapatkan bagi seorang anak
didasarkan hadits Nabi SAW : “Dari lelaki dan gadis. Artinya ialah,
Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW banci. Dikasih jatah pertengahan
pernah ditanya tentang anak yang antara dua jatah tersebut. maka
mempunyai penis dan zakar, dari perselisihan ini dipecah jadi dua,
segi mana ia menerima waris. Nabi lalu jatah disatukan kedalam dua
Menjawab.” “Dari segi cara ia jatah dan dibagi rata. Maka
kencing.” Tanda ini dapat diketahui hasilnya itulah jatah bagi
sejak bayi tersebut sampai anak khuntsa musykil itu.
kecil. (2) Mazhab Imam Ahmad bin
b. Tanda fisik, berupa munculnya Hanbal, persis dengan pendapat
jenggot pada pria dan munculnya Imam Syafi’i, yaitu
payudara pada seorang prempuan. ditangguhkan/ditunggu sampai
Tanda ini mulai ketahuan kala jelas, dan sama dengan pendapat
seseorang sudah baligh. Imam Abu Hanifah, yaitu
Bila tanda-tanda fisik tidak ada, memberikan pada khuntsa
maka khuntsa tersebut termasuk khuntsa musykil lalu, jatah yang
musykil. Tetapi pada era sekarang ini terendah di antara dua jatah.
dengan kecanggihan ilmu kedokteran, (3) Dalam mazhab Hanafiah, dikasih
masalah ini dapat dipecahkan dengan pada khuntsa musykil yang
mudah, yaitu melalui tes kromosom. (Amir paling rendah diantara dua jatah
Syarifudin, Sri Hidayati, 2012: 377) tersebut, tak butuh
36
Rizky Dwi Pradana

menunggu/menagguhkan disimpan/didiamkan dulu


sampai ada kejelasan (pria atau sampai ada kejelasan yang dapat
wanita). “menghukumkan” bahwa
(4) Mazhab Imam Syafi’i: sama- khuntsa musykil itu sebagai
sama dari penerima tirkah dan seorang pria atau seorang
khuntsa dikasih jatahnya yang wanita, atau berdamai diantara
paling sedikit, karna dia manusia sesama penerima tirkah dalam
yang diyakini adanya pertalian pembagiannya, seperti:
darah kepada setiap seseorang 1 anak pria dapat sepertiga = tiga
dari mereka. Sedang sisanya perenam 1 anak (khuntsa
(dari tirkah) disimpan sampai musykil) dapat sepertiga = dua
terang benderang keadaan perenam Sisa lebih =
sesungguhnya. seperenam (disimpan)
(5) Bila tak berubah jatah khuntsa Menurut pendapat yang paling rajih,
musykil dan jatah tirkah-nya hak atas tirkah yang dikasih kepadanya
selainnya, jika dihukumkan seyogyanya yang paling rendah di antara
khuntsa itu lelaki atau wanita, dua kondisi, keadaan bila dia sebagai pria
maka saat itu harta peninggalan dan sebagai perempuan. Kemudian
dapat dibagi langsung sesuai sementara waktu sisa tirkah yang menjadi
ketentuan jatah warisannya haknya dibekukan sampai keadaannya
(tidak perlu menjadi terang, atau sampai ada
ditahan/ditangguhkan), seperti : kesepakatan tertentu di antara penerima
tirkah atau sampai khuntsa itu tiada
Skema waris: sehingga otomatis jatahnya berpindah pada
Mama ahli warisnya. (Wahidah, 2014, 104)
mendapat seperenam =
seperenam Kritik Terhadap Kompilasi Hukum Islam
Ayah Tidak Terdapat Aturan Mengenai Status
mendapat seperenam = Ahli Waris Khuntsa
seperenam Mazhab Imam Syafi’i, jika dalam
1 anak perempuandapat ½ = 3/6 kondisi salah satu dari ahli waris meninggal
1 cucu khuntsa dunia haknya dikarenakan adanya khuntsa
mendapat 1/6 = 1/6 musykil dalam salah satu dari dua
(6) Bila diubah jatah khuntsa dan kondisi/keadaan (yakni sebagai pria atau
jatah harta peninggalan lainnya, perempuan), maka di mahjub (pada saat
apabila dia dihukum sebagai membagikan yang masih belum ada
seorang pria dengan bila dia kejelasan mengenai pria dan wanitanya
sebagai seorang wanita. Maka khuntsa), kala itu sama sekali tak di-
kala itu, mubah dikasihkan pada mubah-kan diberikan jatah pun. Sisa
khuntsa dan pada penerima daripada tirkah tersebut harus
tirkah lainnya, ialah jatah harta dibekukan/didiamkan/ditangguhkan.
peninggalan yang sudah Ada beragam metode dalam
ditentukan/diyakini menjadi hak membagi besarnya bagian yang ada didapat
mereka (pasti jatahnya), ialah oleh penerima kewarisan yang khuntsa
jatah yang terendah diantara dua musykil, seperti :
jatah yang berbeda itu. Jatah a. Mendapatkan/menentukan jenis
harta peninggalan selebihnya, kelamin manusia yang bersangkutan

37
Rizky Dwi Pradana

b. Meneliti ciri-ciri telah baligh-nya 1 anak wanita dan 1 anak pria


c. Misalnya apa yang dibuka pada sebagai ashobah bi al ghair
nomor (1) dan (2) belum bisa mendapat sisanya, yaitu empat
ditetapkan atau samar-samar, maka perenam x Rp. 3.600.000,- = Rp.
para ahli hukum Islam beragam 2.400.000,- khuntsa musykil
pendapat dalam menetapkannya, mendapatkan 2 kali jatah wanita,
seperti: atau dua pertiga x Rp. 2.400.000,- =
1) Mengasih jatah paling sedikit Rp. 1.600.000,-, sementara anak
dari dua taksiran pria atau wanita sepertiga x Rp. 2.400.000,- =
wanita pada khuntsa dan Rp. 800.000,-
mengasih jatah paling banyak Taksiran khuntsa wanita; Asal
pada penerima tirkah lain. Masalah 6
Demikian mazhab Imam Abu Ayah menerima
Hanifah, Muhammad al Syaibani seperenam x Rp. 3.600.000,- = Rp.
dan Abu Yusuf. 600.000,-
2) Mengasih jatah paling sedikit Mama menerima
dari dua taksiran pria atau seperenam x Rp. 3.600.000,- = Rp.
wanita pada khuntsa dan 600.000,-
penerima tirkah yang lainnya, 2 anak wanita nerima empat
dan kelebihan harta ditunggu perenam x Rp. 3.600.000,- = Rp.
pembagiannya sampai ada status 2.400.000,-
yang terang. Demikian mazhab
fuqaha Syafi’iyah, Abu Dawud, Khuntsa menerima ½ dari
dan Ibn Jabir. Rp. 2.400.000,- = Rp. 1.200.000,-.
3) Mengasih setengah dari dua Jadi bagian yang terkecil dari dua
taksiran pria dan wanita kepada perkiraan di atas adalah bagian
khuntsa musykil dan penerima perempuan. Sementara bagian ibu
tirkah lain. Mazhab ulama- dan bapak sebesar Rp. 600.000,-
ulama Malikiyah, Hanabilah, dan anak perempuan sebesar Rp.
Syiah Zaidiyah, dan Syiah 1.200.000,-.
Imamiyah. b. Pendapat ke-2:
Misal Pembagian Tirkah Khuntsa Musykil Bila contoh di atas disudahi dengan
(Wahidah, 2014, 105-106) cara ke-2, akan dihasilkan:
Bila seorang wafat maka, penerima Ayah = Rp.
tirkah terdiri atas ayah, mama, seorang 600.000,-
anak gadis, anak (khuntsa musykil). tirkah- Mama = Rp.
nya sejumlah Rp. 3.600.000,-, maka jatah 600.000,-
masing-masing adalah: Anak gadis = Rp.
a. Pendapat satu: 800.000,-
Taksiran khuntsa pria: Asal Masalah Anak Khuntsa = Rp. 1.200.000,-
6 Total = Rp. 3.200.000,-
Ayah menerima
seperenam x Rp. 3.600.000,- = Rp. Sisa tirkah sejumlah Rp.
600.000,- 400.000,- ditangguhkan atau
Mama menerima dihentikan hingga ada status hukum
seperenam x Rp. 3.600.000,- = Rp. yang pasti atas anak khuntsa atau
600.000,-

38
Rizky Dwi Pradana

diserahkan pada musyawarah dilingkungan PA baru pada tahun 1983


kekeluargaan penerima tirkah. sesudah adanya kesepahaman tanda tangan
c. Pendapat ke-3: SKB Ketua Mahkamah Agung dan Menteri
Mengenai pendapat ke-3 ini, contoh Agama RI No. 01,02,03 dan 04/SK/1-1983
di atas diselesaikan dengan cara ; dan No. 1,2,3 dan 4 Tahun 1983. Keempat
Ayah = Rp. SKB ini tak lain ialah jalan pintas sambil
600.000,- + 600.000,-/2 = Rp. menanti keluarnya Undang-Undang tentang
600.000,- Susunan, Kekuasaan dan Acara pada PA
Mama = Rp. yang merupakan peraturan pelaksaan dari
600.000,- + 600.000,-/2 = Rp. UU No. 14 Tahun 1970 bagi lingkungan PA
600.000,- yang ada kala itu sedang dalam proses
1 anak gadis = Rp. penyusunan secara intensif. (Bustanul
800.000,- + 1.200.000,-/2 = Rp. Arifin, 1985: 32-33)
1.000.000,- Dalam pembentukan KHI memakai
1 anak khuntsa = Rp. 4 (empat) jalur, yaitu: (suryati, 2017: 15)
1.600.000,- + 1.200.000,-/2 = Rp. 1. Pengkajian kitab-kitab fikih dengan
1.400.000,- bantuan beberapa dosen Fak.
Jumlah = Rp. 3.600.000,- Syariah IAIN se-Indonesia.
Gagasan untuk mengadakan KHI di 2. Mengumpulkan pendapat ahli
negeri ini pertama kali diumumkan oleh hukum Islam termasyhur di negeri
Menteri Agama Munawir Sjadzali pada ini..
februari 1985 dalam khutbahnya di depan 3. Mengumpulkan putusan-putusan
civitas academica IAIN Sunan Ampel mufti terdahulu yang tersusun
Surabaya. Sejak saat itu, gagasan ini dalam putusan-putusan Pengadilan
menggelinding dan mendapatkan sambutan Syariah di seluruh wilayah Negara
hangat dari banyak pihak. Bulan Maret 1985 Kesatuan Republik Indonesia sejak
Presiden ke-2 RI mengambil prakarsa untuk kolonial Kerajaan Nederland hingga
menyusun KHI itu hingga pada 25 Maret dengan KHI ini tersusun.
1985 MA dan Departemen Agama 4. Mengadakan studi perbandingan
mengeluarkan keputusan bersama No. mengenai implementasi dan
07/KMA.1985 dan No. 25 tahun 1985 penegakan hukum Syariah di
ditandatangani di daerah istimewa negara-negara Islam, paling utama
Yogyakarta oleh ketua MA Republik sekali negara-negara terdekat yang
Indonesia. (Abdul Azis Dahlan, 2008: 72) penduduknya beragama Islam.
Gagasan KHI timbul sesudah Tujuan utama perumusan KHI di
beberapa tahun MA membina bidang negeri ini ialah menyiapkan pedoman yang
justisial PA. Tugas pembinaan ini seragam (unifikasi) bagi Hakim Pengadilan
disandarkan pada UU No. 14 Tahun 1970 Islam dan menjadi hukum yang berlaku
tentang ketentuan-ketentuan Pokok yang wajib ditaati oleh umat Islam di
Kekuasaan Kehakiman pasal 11 ayat (1) yang Indonesia. Sebab, sebenarnya materi
menyatakan bahwasanya hal Organisasi, hukum yang ada dalam KHI selama ini telah
Administrasi dan Keuangan Pengadilan banyak praktekkan oleh masyarakat
dilakukan oleh Departemen sendiri-sendiri, Indonesia. Pada konteks ini, KHI dianggap
sedang pembimbingan teknis yustisial sebagai fiqh keindonesiaan yang bercirikan
dilaksanakan oleh Mahkamah Agung. karakter masyarakat Indonesia. Di antara
Walaupun Undang-Undang itu ditetapkan contoh yang dapat diungkapkan dalam
pada tahun 1970, namun pelaksanaannya kasus tersebut misalnya: harta bersama
39
Rizky Dwi Pradana

atau harta gono-gini. Pasal 190 Kompilasi ketidakpastian hukum yang sesungguhnya
Hukum Islam disebutkan; “Bagi pewaris tidak diinginkan oleh masyarakat namun
yang beristri lebih dari seorang, maka tercipta di lembaga peradilan.
masing-masing istri berhak mendapat Waris merupakan suatu hak yang
bagian atas gono-gini dari rumah tangga sudah ditentukan oleh Allah SWT di dalam
dengan suaminya, sedangkan keseluruhan Al-Quran, dan menjadikannya sebagai
bagian pewaris adalah menjadi hak para sebuah kewajiban yang jelas yang tidak
ahli warisnya.” (Ahmad Rofiq, Muji Mulia, menerima perubahan dan penggantian.
2008: 73) Pembagian harta tersebut dinilai Menetapkannya dalam kitab-Nya dan hati
belum pernah tercatat dalam kitab-kitab nurani orang-orang mukmin berkonsultasi
fiqh klasik. Oleh sebab ini, hal tersebut untuk selalu menjaganya. Dimulai ayat
merupakan ciri dan karakteristik Indonesia, pertama dengan firman-Nya. (Syekh Ali
yang kemudian dapat dikatakan sebagai Ahmad Al-Jarjawi, 1997: 726)
faham keindonesiaan. (Ahmad Rofiq, Muji “Allah mensyariatkan bagimu
Mulia, 2008: 73) tentang (pembagian pusaka untuk) anak-
KHI adalah instrument hukum yang anakmu.” (an-Nisaa’ : 11).
sah dan memiliki daya ikat, tetapi sebatas Disusul dengan mewajibkan
pada dictum instruksinya. Kehadirannya tak pembagian tersebut kepada manusia,
bisa dijadikan sebagai hukum yang berlaku menunjukkan segi kebaikannya, dan
tertulis di suatu negara yang mengikat dan mendasarkannya atas pengetahuan dan
memaksa semua penduduk sebagaimana hikmah Allah dalam firman-Nya, (Syekh Ali
halnya Undang-Undang, Keppres, PP Ahmad Al-Jarjawi, 1997: 726)
maupun lainnya.Karena, Inpres dikeluarkan “(Tentang) orang tuamu dan anak-
oleh Presiden Republik Indonesia selaku anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
executive leader, bukan state leader dan antara mereka yang lebih dekat (banyak)
ditujukan kepada Menteri Agama selaku manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan
yang membantu Presiden untuk dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
menjalankan tugas-tugas kepemerintahan, Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (an-
yaitu mensosialisasikan secara masif Nisaa’: 11)
Kompilasi Hukum Islam, suatu tugas-tugas Disusul dengan peringatan akan
urusan-urusan keagamaan bagi Muslim bahaya (mudharat) warisan sebab wasiat
mengenai perkawinan, kewarisan dan dan utang, yaitu dalam firman Allah, (Syekh
perwakafan. (Ahmad Rofiq, Muji Mulia, Ali Ahmad Al-Jarjawi, 1997: 726)
2008: 73) “Dengan tidak memberi mudharat
Sementara itu, pembahasan (kepada ahli waris). Allah menetapkan
kewarisan dalam KHI terdapat pada bab II yang demikian itu sebagai syariat yang
pasal 171 – 214. Di dalam KHI tersebut benar-benar dari Allah. Dan Allah Maha
menurut penulis tidak menemukan adanya Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (an-
aturan berkenaan dengan kewarisan Nisaa’; 12)
khuntsa padahal bukan tidak mungkin Allah SWT mengakhiri ayat-Nya
kedepan akan bermunculan kasus-kasus dengan mengatakan bahwa hukum-hukum
yang berkenaan dengan khuntsa dan harus yang telah dijelaskan-Nya dalam beberapa
ditangani, diperiksa perkaranya dan ayat, merupakan batas (hudud) yang telah
diputuskan oleh Hakim Pengadilan Agama ditentukan-Nya kepada hamba-Nya dan
Islam maka ketika waris khuntsa ini tidak di tidak akan meridhai terhadap yang lainnya
akomodir, tidak diatur dalam suatu aturan sebagai ganti. Kemudian menjadikan
hukum yang mengikat maka akan muncul ketaatan kepada Allah dalam ketentuan
40
Rizky Dwi Pradana

tersebut sebagai sebab perolehan pahala tanda-tanda pada tubuh khuntsa yang
yang abadi dan kemenangan yang besar. mengarah kepada seorang laki-laki atau
Dan menjadikan penyimpangan serta perempuan. Lebih lanjut, kemajuan
pembangkangan terhadap-Nya dalam teknologi sekarang ini juga dapat kita
ketentuan tersebut sebagai sebab perolehan gunakan sebagai suatu usaha (ikhtiar) kita
hukuman yang kekal dan siksa (azab) yang bersama dalam menetapkan status hukum
pedih. (Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi, 1997: seorang khuntsa yaitu dengan cara
726) melakukan tes kromosom.
“(Hukum-hukum tersebut) itu Kedua, sebagaimana telah penulis
adalah ketentuan-ketentuan dari Allah dan sampaikan bahwa dalam Kompilasi Hukum
Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya Islam (KHI) tidak mengatur dan
ke dalam surga yang mengalir di menjelaskan mengenai kewarisan khuntsa
dalamnya sungai-sungai, sedang mereka (seorang ahli waris khuntsa) untuk
kekal didalamnya; dan itulah kemenangan memperoleh bagian dalam proses
yang besar. Barangsiapa yang kewarisan. hal demikian jelas akan
mendurhakai Allah dan rasul-Nya serta menciptakan ketidakpastian hukum yang
melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, tidak diinginkan oleh lapisan masyarakat
niscaya Allah memasukkannya ke dalam walaupun para ulama atau imam mazhab
api neraka sedang ia kekal di dalamnya; telah memiliki pendapat atau istinbath
dan baginya siksa yang menghinakan.” hukum namum demikian terdapat
(an-Nisaa’; 13-14) perbedaan dalam keadaan tertentu dan
Dalam ayat warisan yang ketiga proses peradilan hakim-hakim di
sebagai penutup surah an-Nisaaa’, terdapat Pengadilan Agama yang satu dengan yang
petunjuk atau isyarat hikmah bahwa Allah lain bisa saja sangat bebas memutuskan,
sendirilah yang menangani pengaturan menjadi banyak putusan yang beragam
pembagian zakat dan menentukan mengenai pembagian waris terhadap
golongan-golongan yang berhak untuk perkara yang sama dikarnakan tidak
mendapatkannya. (Syekh Ali Ahmad Al- diaturnya dalam Kompilasi Hukum Islam.
Jarjawi, 1997: 727)
“(Allah menerangkan hukum ini Saran
kepadamu), supaya kamu tidak sesat. Dan Pertama, bagi penulis kejelasan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” tentang warisan atau harta pusaka yang
(an-Nisaa’: 176) diperoleh khuntsa sudah sangat cukup baik
diterangkan dalam Islam walaupun dalam
PENUTUP hal-hal tertentu para ulama ada beda
Simpulan pendapat sebagai bentuk kehati-hatian,
Pertama, Kewarisan bagi ahli waris namum demikian penulis menyepakati
khuntsa hari ini bukan sesuatu yang sulit untuk mengambil mana yang termudah dan
untuk dijelaskan dalam kajian fikih, ditempuh dengan jalur musyawarah
khuntsa telah sangat jelas terakomidir kekeluargaan diantara ahli waris lainnya
penetapan statusnya sejak belasan abad lalu sebagai upaya menjaga hubungan
sebagaimana adanya hadis Nabi silaturahmi diantara kerabat. Karna
Muhammad SAW yang menerangkan sesungguhnya fenomena pembagian harta
tentang status khuntsa dihukumi sebagai pusaka (warisan) hari ini tak menutup
laki-laki atau perempuan dan ditentukan kemungkinan melahirkan, menciptakan
statusnya melalui pertama kali ia buang air keadaan saling permusuhan diantara
kecil atau dapat diketahui dari tumbuhkan hubungan kekerabatan, keluarga
41
Rizky Dwi Pradana

disebabkan harta yang merupakan sesuatu Suryati, “Hukum Waris Islam”. ANDI.
yang sensitif bagi manusia. Yogyakarta. 2017.
Kedua, penulis melihat KHI sudah
harus disegerakan melakukan perbaikan, Suparman, Eman. “Hukum Waris
diperbaharui sesuai dengan kondisi atau Indonesia Dalam Perspektif Islam”.
keadaan sekarang ini bahwa ada hal-hal Adat dan BW”. Refika Aditama.
Bandung, 2005.
tertentu dalam kewarisan terakomodir
(diatur) di dalam KHI misalnya saja seperti Usman, Suparman dan Yusuf Somawinata.
masalah kewarisan khuntsa, mafqud dan “Fiqh Mawaris: Hukum Kewarisan
anak dalam kandungan yang mana hal Islam”. Gaya Media Pratama.
tersebut belum diatur oleh KHI. Mengutip Jakarta. 2008.
pendapat Prof. J.E Shaetapy, MA bahwa
idealnya suatu undang-undang itu direvisi Wawan Kurniawan, “Reformasi Hukum
Kewarisan Dalam Kompilasi Hukum
setelah ia belaku selama 25 (dua puluh Islam Di Indonesia”. Fakultas
lima) tahun. Maka KHI yang telah ada sejak Syariah dan Hukum UIN Sunan
tahun 1991 dan telah berusia 26 (dua puluh Gunung Djati. Bandung. 2012.
enam) tahun ini bagi penulis harus
dilakukan pembaharuan sesuai dengan Wahidah, “Buku Ajar Fikh Waris”, IAIN
kondisi, keadaan hari ini yang tetap ANTASARI PRESS. Banjarmasin.
2014.
berpedoman pada kitab suci al-quran dan
Hadits Nabi SAW.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jarjawi, Syekh Ali Ahmad. “Hikmah at-


Tasyri’ wa Falsafatuhu”. Beirut:
Darul El-Fikri. 1997. diterjemahkan
oleh Faisal Saleh dkk. Indahnya
Syariat Islam.

Hidayati, Sri.”Kewarisan Khuntsa (kelamin


ganda), Mafqud (orang hilang),
Anak dalam Kandungan”, dalam
Muchit A Karim (editor),
Problematika Hukum Kewarisan
Islam Kontemporer di Indonesia,
Kementerian Agama RI, Jakarta,
2012.

Mardani, “Hukum Kewarisan Islam di


Indonesia”, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2015.

Mulia, Muji. “Pembaharuan Hukum Islam


Di Indonesia: Analisis Historis
tentang Kompilasi Hukum Islam)”.
Islam Futura, Vol. VII, No. 1 Tahun
2008, IAIN Ar-Raniry, Aceh.

42
Rizky Dwi Pradana

Anda mungkin juga menyukai