Abstract
The study in this scientific work is actually aimed at the existence of a 26-year-old
Compilation of Islamic Law (KHI) against the inheritance of khuntsa where there are no
clear rules regarding the inheritance of khuntsa. Even though we can find the inheritance
discussion in classical fiqh books, there are various opinions to the differences of opinion of
the jurists or priests regarding the sex status of khuntsa to the acquisition of inheritance
that should have been received by the khuntsa. The question is isn't the classical fiqh books
used as a reference in the KHI compilation process? This research shows that there is no
rule in KHI regarding inheritance of khuntsa, this makes it possible for later the birth of
legal certainty because of the various decisions in the Religious Court on the same case but
not in classical fiqh books discussing khuntsa based on the hadith of the Prophet
Muhammad.
Abstrak
Telaah dalam karya ilmiah ini sebenarnya ditujukan pada eksistensi keberadaan Kompilasi
Hukum Islam (KHI) yang kini berusia 26 tahun terhadap kewarisan khuntsa di mana tidak
adanya aturan yang jelas berkenaan dengan kewarisan khuntsa. Padahal pembahasan
kewarisan dalam kitab-kitab fikih klasik dapat kita temukan beragam pendapat hingga
perbedaan pendapat dari para fuqoha atau imam mazhab mengenai status kelamin khuntsa
sampai dengan perolehan harta waris yang seharusnya diterima oleh khuntsa.
Pertanyaannya adalah bukankah kitab-kitab fikih klasik ini dijadikan rujukan dalam proses
penyusunan KHI ? Penelitian ini menunjukkan tidak adanya aturan dalam KHI berkenaan
kewarisan khuntsa, hal demikian memungkinkan di kemudian hari lahirnya tidak adanya
kepastian hukum karna keputusan yang beragam di Pengadilan Agama terhadap perkara
yang sama namun tidak pada kitab-kitab fikih klasik membahas khuntsa berdasarkan hadits
Nabi Muhammad SAW.
31
Rizky Dwi Pradana
hukum kewarisan dari KUHPer (BW) yang Terbentuknya hukum Syariah (hukum
terdapat dalam buku II (Erfrecht). keluarga Syariah/hukum perkawinan
(Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Syariah dan hukum kewarisan Syariah)
2002: 2) yang tertulis sesungguhnya telah lampau
Menurut penulis dalam penerapan menjadi kebutuhan dan harapan penduduk
kehidupan sehari-hari pembagian waris beragama Islam. Sejak terciptanya
sesuai Syari’at Islam ini dilakukan oleh Pengadilan Islam yang memiliki
orang-orang yang beragama Islam, kewenangan menyelesaikan urusan-urusan
sedangkan pembagian waris sesuai dengan hukum keluarga, rasanya sangat
KUHPerdata (BW) dilakukan oleh orang- dibutuhkan hukum kekeluargaan Syariah
orang Indonesia yang bukan beragama tertulis, karena ternyata buku-buku hukum
Islam, sementara pembagian waris sesuai yang digunakan acuan oleh hakim dalam
hukum adat dilakukan oleh orang-orang memutus terlalu banyak dan beragam.
yang biasanya bermukim di suatu daerah Akibatnya, untuk perkara yang sama
tertentu (pedalaman) yang mana kental putusannya menjadi beragam sehingga
nilai-nilai atau tradisi masyarakat adat, tidak tercapai suatu kepastian hukum.
dipegang teguh oleh masyarakat dalam Keadaan seperti itu berlangsung cukup
menjalani kehidupan sehari-hari. lama. (Mardani, 2015: 150-151)
Sampai hari ini ketiga aturan Keadaan normal, alamiah dalam
tersebut masih dipertahankan, berlaku. kehidupan manusia sebagaimana yang
Sementara itu, majemuknya sistem hukum penulis utarakan di atas merupakan
warisan di negara ini bukan hanya karna peristiwa yang kebanyakan dirasakan oleh
sistem kekeluargaan masyarakat yang manusia tetapi ada keadaan-keadaan
berbeda-beda melainkan juga disebabkan tertentu (jarang/langka) yang tidak
tradisi adat di negeri ini yang juga dikenal menutup kemungkinan hadir dihadapan
sangat bervariasi. Oleh karna itu, tidak kita. Masalah tersebut misalnya saja
mengherankan jika sistem hukum mengenai kewarisan khuntsa (kelamin
kewarisan adat yang ada juga beraneka ganda atau tanpa kelamin) dalam literatur
ragam serta memiliki corak dan sifat-sifat kewarisan Islam merupakan salah satu
tersendiri sesuai dengan sistem hukum masalah yang masuk dalam pembahasan
keluarga dan masyarakat tradisional kewarisan tertentu disamping kewarisan
tersebut. (Suparman Usman dan Yusuf janin dalam kandungan, kewarisan orang
Somawinata, 2002: 7) hilang (Mafqud) dan kewarisan mati
Menurut Sri Hidayati, Di negeri ini, bersama (mati beruntun). Menariknya
aturan Tuhan Yang Maha Esa mengenai adalah khuntsa menurut Mardani, telah
waris telah menjadi hukum yang berlaku banyak dibicarakan dalam kitab-kitab fikih
serta dipergunakan di Pengadilan Islam karena kenyataannya sering terjadi disisi
dalam memutus perkara cara membagi lain hukum dalam keadaan tertentu
serta perkara mengenai dengan tirkah membedakan antar lelaki dan prempuan,
tersebut yang diatur di dalam Buku ke-II seperti menjadikan imam untuk jamaah
KHI. Hanya saja materi hukum warisan laki-laki, urusan menjadi saksi, kewarisan,
yang terdapat dalam KHI tersebut masih dan lain-lain yang dibedakan padanya laki-
butuh dilengkapi, diperbaiki, dan laki dan prempuan. (Mardani, 2015: 85)
dikembangkan sesuai dengan temuan dan Kewarisan khuntsa merupakan masalah
perkembangan baru dalam implementasi di yang belum di atur pada Kompilasi Hukum
persidangan pada khususnya dan di publik Islam sebagai hukum yang berlaku bagi
pada umumnya. (Sri Hidayati, 2012: 373). umat muslim di negeri ini. Untuk itu
33
Rizky Dwi Pradana
34
Rizky Dwi Pradana
Ahli Fikih menentukan kejelasan dari Muhammad SAW sedang menimang anak
kelamin orang yang menjadi objek suatu khuntsa suku Anshar. Sabdanya :
hukum. Meskipun khuntsa mempunyai “Berikanlah warisan anak khuntsa
lebih dari satu alat kelamin, namun hukum ini (seperti bagian anak laki-laki atau
yang diberlakukan padanya hanya satu perempuan) berdasarkan awal pertama
sebagai lelaki atau wanita. Lebih lanjut dan keluar kencingnya.”
bagi maksud itu harus dipastikan Alasan penentuan cara buang air
kedudukan jenis kelamin orang yang kecil ini sebagaimana tanda yang ditetapkan
khuntsa. kepastian tersebut diketahui oleh Rasulullah SAW untuk mengetahui
melalui petunjuk. (Mardani, 20015: 85) jenis kelamin karna hal demikian adalah
Masalah khuntsa ini sering dibahas tanda umum yang dapat dijumpai pada
dalam kitab-kitab hukum Islam, karena seorang anak dan orang yang sudah tua.
walaupun khuntsa memiliki lebih dari satu Sementara tanda lainnya seperti tumbuh
alat kelamin, namun hukum (Syariah) yang kumis dan janggut pada pria dan tumbuh
diberlakukan padanya hanya satu, yaitu payudara pada wanita baru akan diketahui
laki-laki atau perempuan. Untuk itu, harus ketika telah baligh.
dipastikan kedudukan jenis kelamin Lebih lanjut, bila khuntsa buang air
seorang khuntsa. kecil lewat kedua alat kelaminnya, maka
Menurut Fatchur Rahman untuk harus diteliti dari alat kelamin yang mana
menentukan orang khuntsa itu sebagai pria lebih dulu keluar air kencingnya. Pendapat
atau wanita, ahli hukum Islam klasik ini diriwayatkan oleh Said bin Musayyab
menempuh dengan dua cara. (Sri Hidayati, dan diikuti oleh Ahmad dan jumhur ulama.
Muchit A. Karim, 2012: 375) Apabila keluar air seninya secara
Yaitu : berbarengan maka tanda berikutnya melalui
Satu, yaitu dengan cara diteliti dari alat kelamin mana air kencing tersebut
tempat keluarnya air seni; cara ini sebagai keluar lebih banyak. Pendapat ini
tanda untuk mengetahui jenis kelamin diriwayatkan oleh al-Awzai, dua sahabat
khuntsa tersebut. (Sri Hidayati, Muchir A. Imam Abu Hanifah. (Amir Syarifudin, Sri
Karim, 2012: 375) Bila khuntsa buang air Hidayati, 2012: 376)
melalui zakar maka ia dianggap sebagai Mengenai ini Imam Abu Hanifah tak
pria dan karenanya dapat mewarisi sepaham karna banyaknya air kencing yang
sebagaimana orang Pria. Dan bila khuntsa keluar dari salah satu kelamin bisa
buang air melalui farj maka ia dianggap dikarnakan luasnya jalan keluar dan hal itu
sebagai wanita dan karenanya ia dapat tak menerangkan keasliannya. (Sri
mewarisi seperti seorang wanita. Riwayat Hidayati, 2012: 376) di sisi lain, Imam
seperti ini juga diperoleh dari Ali, Syafi’i tak ditemukan adanya pendapat
Muawiyyah, Sa’id bin al-Musayyab, Jabir mengenai ini.
bin Zaid ahli Kufah dan lainnya. (Sri Dua, dengan cara melihat tanda-
Hidayati, Muchit A. Karim, 2012: 375) tanda kedewasaannya. (Amir Syarifudin, Sri
Dalil yang dipakai untuk Hidayati, 2012: 377) Bila dengan melihat
menentukan pria atau wanita manusia alat kelamin yang dipergunakan dalam
khuntsa melalui cara satu ialah sabda membuang air seni belum berhasil, maka
Rasulullah SAW yang diriwayatkan sahabat cara lainnya dengan melihat ciri-ciri atau
Ibnu Abbas kala Rasulullah pernah ditanya tanda-tanda dewasa si khuntsa. Ciri-ciri
mengenai waris seorang anak yang detail bagi pria setidaknya: tumbuh kumis
mempunyai penis dan vagina. Kala itu Nabi dan janggut, bicaranya berubah menjadi
keras, keluarnya sperma lewat penis, timbul
35
Rizky Dwi Pradana
37
Rizky Dwi Pradana
38
Rizky Dwi Pradana
atau harta gono-gini. Pasal 190 Kompilasi ketidakpastian hukum yang sesungguhnya
Hukum Islam disebutkan; “Bagi pewaris tidak diinginkan oleh masyarakat namun
yang beristri lebih dari seorang, maka tercipta di lembaga peradilan.
masing-masing istri berhak mendapat Waris merupakan suatu hak yang
bagian atas gono-gini dari rumah tangga sudah ditentukan oleh Allah SWT di dalam
dengan suaminya, sedangkan keseluruhan Al-Quran, dan menjadikannya sebagai
bagian pewaris adalah menjadi hak para sebuah kewajiban yang jelas yang tidak
ahli warisnya.” (Ahmad Rofiq, Muji Mulia, menerima perubahan dan penggantian.
2008: 73) Pembagian harta tersebut dinilai Menetapkannya dalam kitab-Nya dan hati
belum pernah tercatat dalam kitab-kitab nurani orang-orang mukmin berkonsultasi
fiqh klasik. Oleh sebab ini, hal tersebut untuk selalu menjaganya. Dimulai ayat
merupakan ciri dan karakteristik Indonesia, pertama dengan firman-Nya. (Syekh Ali
yang kemudian dapat dikatakan sebagai Ahmad Al-Jarjawi, 1997: 726)
faham keindonesiaan. (Ahmad Rofiq, Muji “Allah mensyariatkan bagimu
Mulia, 2008: 73) tentang (pembagian pusaka untuk) anak-
KHI adalah instrument hukum yang anakmu.” (an-Nisaa’ : 11).
sah dan memiliki daya ikat, tetapi sebatas Disusul dengan mewajibkan
pada dictum instruksinya. Kehadirannya tak pembagian tersebut kepada manusia,
bisa dijadikan sebagai hukum yang berlaku menunjukkan segi kebaikannya, dan
tertulis di suatu negara yang mengikat dan mendasarkannya atas pengetahuan dan
memaksa semua penduduk sebagaimana hikmah Allah dalam firman-Nya, (Syekh Ali
halnya Undang-Undang, Keppres, PP Ahmad Al-Jarjawi, 1997: 726)
maupun lainnya.Karena, Inpres dikeluarkan “(Tentang) orang tuamu dan anak-
oleh Presiden Republik Indonesia selaku anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
executive leader, bukan state leader dan antara mereka yang lebih dekat (banyak)
ditujukan kepada Menteri Agama selaku manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan
yang membantu Presiden untuk dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
menjalankan tugas-tugas kepemerintahan, Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (an-
yaitu mensosialisasikan secara masif Nisaa’: 11)
Kompilasi Hukum Islam, suatu tugas-tugas Disusul dengan peringatan akan
urusan-urusan keagamaan bagi Muslim bahaya (mudharat) warisan sebab wasiat
mengenai perkawinan, kewarisan dan dan utang, yaitu dalam firman Allah, (Syekh
perwakafan. (Ahmad Rofiq, Muji Mulia, Ali Ahmad Al-Jarjawi, 1997: 726)
2008: 73) “Dengan tidak memberi mudharat
Sementara itu, pembahasan (kepada ahli waris). Allah menetapkan
kewarisan dalam KHI terdapat pada bab II yang demikian itu sebagai syariat yang
pasal 171 – 214. Di dalam KHI tersebut benar-benar dari Allah. Dan Allah Maha
menurut penulis tidak menemukan adanya Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (an-
aturan berkenaan dengan kewarisan Nisaa’; 12)
khuntsa padahal bukan tidak mungkin Allah SWT mengakhiri ayat-Nya
kedepan akan bermunculan kasus-kasus dengan mengatakan bahwa hukum-hukum
yang berkenaan dengan khuntsa dan harus yang telah dijelaskan-Nya dalam beberapa
ditangani, diperiksa perkaranya dan ayat, merupakan batas (hudud) yang telah
diputuskan oleh Hakim Pengadilan Agama ditentukan-Nya kepada hamba-Nya dan
Islam maka ketika waris khuntsa ini tidak di tidak akan meridhai terhadap yang lainnya
akomodir, tidak diatur dalam suatu aturan sebagai ganti. Kemudian menjadikan
hukum yang mengikat maka akan muncul ketaatan kepada Allah dalam ketentuan
40
Rizky Dwi Pradana
tersebut sebagai sebab perolehan pahala tanda-tanda pada tubuh khuntsa yang
yang abadi dan kemenangan yang besar. mengarah kepada seorang laki-laki atau
Dan menjadikan penyimpangan serta perempuan. Lebih lanjut, kemajuan
pembangkangan terhadap-Nya dalam teknologi sekarang ini juga dapat kita
ketentuan tersebut sebagai sebab perolehan gunakan sebagai suatu usaha (ikhtiar) kita
hukuman yang kekal dan siksa (azab) yang bersama dalam menetapkan status hukum
pedih. (Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi, 1997: seorang khuntsa yaitu dengan cara
726) melakukan tes kromosom.
“(Hukum-hukum tersebut) itu Kedua, sebagaimana telah penulis
adalah ketentuan-ketentuan dari Allah dan sampaikan bahwa dalam Kompilasi Hukum
Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya Islam (KHI) tidak mengatur dan
ke dalam surga yang mengalir di menjelaskan mengenai kewarisan khuntsa
dalamnya sungai-sungai, sedang mereka (seorang ahli waris khuntsa) untuk
kekal didalamnya; dan itulah kemenangan memperoleh bagian dalam proses
yang besar. Barangsiapa yang kewarisan. hal demikian jelas akan
mendurhakai Allah dan rasul-Nya serta menciptakan ketidakpastian hukum yang
melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, tidak diinginkan oleh lapisan masyarakat
niscaya Allah memasukkannya ke dalam walaupun para ulama atau imam mazhab
api neraka sedang ia kekal di dalamnya; telah memiliki pendapat atau istinbath
dan baginya siksa yang menghinakan.” hukum namum demikian terdapat
(an-Nisaa’; 13-14) perbedaan dalam keadaan tertentu dan
Dalam ayat warisan yang ketiga proses peradilan hakim-hakim di
sebagai penutup surah an-Nisaaa’, terdapat Pengadilan Agama yang satu dengan yang
petunjuk atau isyarat hikmah bahwa Allah lain bisa saja sangat bebas memutuskan,
sendirilah yang menangani pengaturan menjadi banyak putusan yang beragam
pembagian zakat dan menentukan mengenai pembagian waris terhadap
golongan-golongan yang berhak untuk perkara yang sama dikarnakan tidak
mendapatkannya. (Syekh Ali Ahmad Al- diaturnya dalam Kompilasi Hukum Islam.
Jarjawi, 1997: 727)
“(Allah menerangkan hukum ini Saran
kepadamu), supaya kamu tidak sesat. Dan Pertama, bagi penulis kejelasan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” tentang warisan atau harta pusaka yang
(an-Nisaa’: 176) diperoleh khuntsa sudah sangat cukup baik
diterangkan dalam Islam walaupun dalam
PENUTUP hal-hal tertentu para ulama ada beda
Simpulan pendapat sebagai bentuk kehati-hatian,
Pertama, Kewarisan bagi ahli waris namum demikian penulis menyepakati
khuntsa hari ini bukan sesuatu yang sulit untuk mengambil mana yang termudah dan
untuk dijelaskan dalam kajian fikih, ditempuh dengan jalur musyawarah
khuntsa telah sangat jelas terakomidir kekeluargaan diantara ahli waris lainnya
penetapan statusnya sejak belasan abad lalu sebagai upaya menjaga hubungan
sebagaimana adanya hadis Nabi silaturahmi diantara kerabat. Karna
Muhammad SAW yang menerangkan sesungguhnya fenomena pembagian harta
tentang status khuntsa dihukumi sebagai pusaka (warisan) hari ini tak menutup
laki-laki atau perempuan dan ditentukan kemungkinan melahirkan, menciptakan
statusnya melalui pertama kali ia buang air keadaan saling permusuhan diantara
kecil atau dapat diketahui dari tumbuhkan hubungan kekerabatan, keluarga
41
Rizky Dwi Pradana
disebabkan harta yang merupakan sesuatu Suryati, “Hukum Waris Islam”. ANDI.
yang sensitif bagi manusia. Yogyakarta. 2017.
Kedua, penulis melihat KHI sudah
harus disegerakan melakukan perbaikan, Suparman, Eman. “Hukum Waris
diperbaharui sesuai dengan kondisi atau Indonesia Dalam Perspektif Islam”.
keadaan sekarang ini bahwa ada hal-hal Adat dan BW”. Refika Aditama.
Bandung, 2005.
tertentu dalam kewarisan terakomodir
(diatur) di dalam KHI misalnya saja seperti Usman, Suparman dan Yusuf Somawinata.
masalah kewarisan khuntsa, mafqud dan “Fiqh Mawaris: Hukum Kewarisan
anak dalam kandungan yang mana hal Islam”. Gaya Media Pratama.
tersebut belum diatur oleh KHI. Mengutip Jakarta. 2008.
pendapat Prof. J.E Shaetapy, MA bahwa
idealnya suatu undang-undang itu direvisi Wawan Kurniawan, “Reformasi Hukum
Kewarisan Dalam Kompilasi Hukum
setelah ia belaku selama 25 (dua puluh Islam Di Indonesia”. Fakultas
lima) tahun. Maka KHI yang telah ada sejak Syariah dan Hukum UIN Sunan
tahun 1991 dan telah berusia 26 (dua puluh Gunung Djati. Bandung. 2012.
enam) tahun ini bagi penulis harus
dilakukan pembaharuan sesuai dengan Wahidah, “Buku Ajar Fikh Waris”, IAIN
kondisi, keadaan hari ini yang tetap ANTASARI PRESS. Banjarmasin.
2014.
berpedoman pada kitab suci al-quran dan
Hadits Nabi SAW.
DAFTAR PUSTAKA
42
Rizky Dwi Pradana