Anda di halaman 1dari 3

Kasus bayi Debora ini jelas melanggar undang-undang (UU) yang telah

dibuat oleh pemerintah. Pada UU No. 36 Tahun 2009 pasal 32 ayat (2) tentang
Kesehatan menyatakan, “Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan,
baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang
muka.” Kemudian disambung dengan pasal 190 ayat (1) yang berisikan tentang
tidak pidana bagi pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan atau tenaga kesehatan
yang tidak memberikan pertolongan pertama pada pasien gawat darurat akan
dipenjara paling lama dua tahun dan dendan Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) (Departemen Kesehatan RI, 2009).
Pada UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 29 ayat (1)
disebutkan beberapa kewajiban rumah sakit, dua diantaranya adalah memberikan
pelayanan gawat darurat sesuai dengan kemampuan pelayanannya dan
memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu atau miskin, pelayanan gawat
darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian
luar biasa, serta bakti sosial bagi misi kemanusiaan. Jika melanggar kewajiban
tersebut akan diberikan sanksi administratif berupa teguran, teguran tertulis, atau
denda dan pencabutan izin rumah sakit. Selanjutnya pada pasal 42 ayat (2) dalam
undang-undang yang sama dikatakan bahwa rumah sakit boleh menolak jika
pasien memerlukan pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah sakit dan
merujuknya ke rumah sakit lain. Kasus bayi Debora telah melanggar pasal 29 ayat
(1) dengan memaksa orang tua bayi Debora untuk membayar jika ingin dilakukan
tindak lanjut saat bayi Debora dalam keadaan kritis hingga menyebabkan
kematian pada bayi Debora (Departemen Kesehatan RI, 2009).
Setiap perbuatan yang melanggar ketentuan atau peraturan yang telah
berlaku di suatu daerah harus dipertanggungjawabkan atas kerugian yang diderita
pihak lain. Kasus bayi Debora dapat diminta pertanggungjawaban secara perdata
karena termasuk dalam kelalaian medik yang menyebabkan luka atau hilangnya
nyawa seseorang karena kelalaian tenaga kesehatan di rumah sakit.
Pertanggungjawaban tidak terjadi hanya karena adanya perjanjian antara tenaga
kesehatan dan pasien, namun juga karena tidak melaksanakan kewajiban yang
seharusnya dilakukan sesuai dengan undang-undang atau standar yang berlaku
dalam pelayanan kesehatan. Pasal 1366 KUHPerdata menyatakan bahwa, “setiap
orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya,
tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.”
Maka dari itu rumah sakit seharusnya bertanggung jawab atas kematian bayi
Debiora dengan mengganti kerugian yang diderita oleh keluarga pasien
(Romadhoni & Arief, 2018). Selain itu, pada Kode Etik Kedokteran Indonesia
Pasal 13 menyatakan bahwa setiap dokter harus melakukan pertolongan darurat
sebagai tugas perikemanusiaan (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia,
2004).
Jelas terlihat bahwa tenaga kesehatan melakukan perbuatan yang melawan
hukum karena tidak melakukan tugas yang sesuai dengan profesi tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan yang tidak memenuhi standar profesi dapat
diberikan sanksi berupa pencabutan surat izin praktik atupun teguran tertulis oleh
kepala dinas kabupaten/kota (Putera, 2018). Kasus bayi Debora ini telah
melanggar banyak peraturan yang berlaku di Indonesia dan juga berlawanan
dengan etika profesi yang berlaku.
Romadhoni dan Arief S. 2018. Pertanggungjawaban perdata rumah sakit dalam
hal penolakan pasien miskin pada keadaan gawat darurat. Privat Law 6(2):
226-230.
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia. 2004. Kode etik kedokteran dan
pedoman pelaksanaan kode etik kedokteran Indonesia. Jakarta: Ikatan
Dokter Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. 2009. UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
Jakarta: Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2009. UU No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit.
Jakarta: Depkes RI.
Putera, B. 2020. Tanggung gugat rumah sakit dan dokter atas tindakan penolakan
pasien dengan alasan habisnya jam kerja sehingga kondisi pasien
mengalami gangguan psikologis ditinjau dari undang-undnag nomor 44
tahun 2009 tentang rumah sakit dan undang-undang nomor 29 tentang
praktek kedokteran serta kitab undang-undang hukum perdata. Jurnal
Pendidikan, Sosial dan Keagamaan 18(1): 1-15.

Anda mungkin juga menyukai