Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KEDOKTERAN KERJA

DI TEMPAT BUDIDAYA JAMUR MERANG GUNUNG SINDUR

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


Ilmu Kesehatan Masyarakat

Pembimbing:
dr. Pritha Maya Savitri, Sp. KP

Disusun Oleh:
Adhila Khairinisa 1920221112
Afrizaldi Pramadana Handoko 1920221135
Ega Mardiyana 1910221006
Radya Agna Nugraha 1920221142

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UPTD PUSKESMAS LIMO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL VETERAN JAKARTA
PERIODE 18 OKTOBER - 27 NOVEMBER 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepanitraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta

Disusun Oleh:
Adhila Khairinisa 1920221112
Afrizaldi Pramadana Handoko 1920221135
Ega Mardiyana 1910221006
Radya Agna Nugraha 1920221142

Telah disahkan oleh:


Pembimbing

dr. Pritha Maya Savitri, Sp. KP

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga tugas mandiri ini berhasil diselesaikan tepat pada waktunya. .
Penyusunan laporan ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Melalui kesempatan ini pula,
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dalam penyelesaian tugas
kedokteran keluarga ini kepada pihak Puskesmas Limo, pembimbing dr. Pritha Maya
Savitri, Sp. KP yang telah meluangkan waktu dalam mebimbing kami dan teman-
teman semuanya yang mendukung.
Penulis menyadari bahwa didalam penulisan laporan ini masih terdapat
kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun guna
penyempurnaan tugas laporan ini.

Depok, 6 November 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................................2

KATA PENGANTAR.............................................................................................................3

DAFTAR ISI...........................................................................................................................4

BAB I.......................................................................................................................................6

PENDAHULUAN...................................................................................................................6

I.I Latar Belakang...............................................................................................................6

I.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................7

I.3 Tujuan............................................................................................................................7

I.4 Manfaat..........................................................................................................................8

BAB II......................................................................................................................................9

TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................................9

II.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)...............................................................9

II.2 Sumber Potensi Bahaya (Hazard)........................................................................13

II.3 Penyakit Akibat Kerja..........................................................................................14

BAB III..................................................................................................................................19

HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................................19

III.1 Hasil...........................................................................................................................19

III.1.1 Profil Perusahaan..........................................................................................19

III.1.2 Gambaran Kerja...............................................................................................19

III.1.3 Proses Kerja dan Persiapan Bahan Baku........................................................20

III.1.4 Alur Produksi....................................................................................................20

III.1.5 Analisis Hazard..................................................................................................24

III.2 Pembahasan..............................................................................................................25

BAB IV..................................................................................................................................28

PENUTUP.............................................................................................................................28

IV.1 Kesimpulan............................................................................................................28

IV.2 Saran......................................................................................................................28

4
5
BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang


Salah satu hakikat manusia adalah untuk bekerja dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari. Dalam melakukan suatu pekerjaan, tentu saja harus diperhatikan
hal-hal yang dapat mengancam kesehatan maupun jiwa dari pekerja, karena pada saat
bekerja, pekerja dapat mengalami kecelakaan dalam bentuk cidera atau luka.
Kemajuan sektor industri dan perkembangannya di era globalisasi ini yang
diikuti dengan meningkatnya teknologi, juga seiring dengan peradaban manusia yang
semakin maju, membuat pekerjaan menjadi lebih mudah dengan adanya bantuan alat-
alat mesin. Namun hal ini juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan pada
bekerja dan penurunan kesehatan pekerja akibat efek-efek yang ditimbulkan. Oleh
karena itu, manusia dengan akal pikirannya berusaha mencegah kecelakaan dengan
mengembangkan ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja
pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat dan makmur. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak
diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaann
dikatakan aman jika apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang
mungkin muncul dapat dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerjan
yang bersangkutan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah,
sehingga tidak mudah capek.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu
aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2013. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja,
diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat
kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat
diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi.
Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor
fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi.

6
Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur
sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu
banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja
seperti faktor manusia, lingkungan dan psikologis. Masih banyak perusahaan yang
tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja. Begitu banyak berita
kecelakaan kerja yang dapat kita saksikan. Dalam makalah ini kemudian akan dibahas
mengenai permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja serta bagaimana
mewujudkannya dalam keadaan yang nyata.

I.2 Rumusan Masalah


Bagaimana cara penerapan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
serta pelayanan kesehatan kerja yang diterapkan oleh Tempat Budidaya Jamur di
gunung Sindur.

I.3 Tujuan
I.3.1 Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kami sebagai mahasiswa Fakultas
Kedokteran UPN Veteran Jakarta dalam bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3).
I.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui alur pemrosesan Budidaya Jamur Merang di Tempat Budidaya
Gunung Sindur.
2. Menganalisis risiko dan bahaya potensial yang ada di Tempat Budidaya
Jamur Merang Gunung Sindur.
3. Mengidentifikasi Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja
yang dapat terjadi akibat risiko kerja di Tempat Budidaya Jamur Merang
Gunung Sindur.
4. Mengidentifikasi merencanakan alternatif solusi dan tindak lanjut resiko kerja
atau penyelesaian yang tepat untuk pengendalian risiko kerja yang dapat
dilakukan oleh Tempat Budidaya Jamur Merang Gunung Sindur.
5. Mengetahui mekanisme dan sistem layanan kesehatan yang diberikan oleh
Tempat Budidaya Jamur Merang Gunung Sindur.
I.4 Manfaat
Ilmu yang didapatkan bermanfaat sebagai bekal kami sebagai dokter untuk di
kemudian hari apabila kami berkecimpung di dalam bidang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) perusahaan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


II.1.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah upaya perlindungan yang
ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya di tempat kerja/perusahaan selalu dalam
keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap sumber produksi dapat digunakan secara
aman dan efisien. K3 merupakan salah satu aspek perlindungan ketenagakerjaan dan
merupakan hak dasar dari setiap tenaga kerja yang ruang lingkupnya telah
berkembang sampai kepada keselamatan dan kesehatan masyarakat secara nasional.
Oleh karena itu dalam kondisi apapun K3 wajib untuk dilaksanakan sesuai dengan
peraturan dan standar baik nasional maupun internasional. (Kepmenaker Nomor
386/MEN/2014).
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) juga dapat diartikan sebagai kondisi
dan faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja serta orang lain yang
berada di tempat kerja.
 Keselamatan Kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan seperti
cacat dan kematian akibat kecelakaan kerja.
 Keselamatan kerja dalam hubungan dengan perlindungan tenaga kerja adalah
salah satu segi penting dari perlindungan tenaga kerja (upaya meminimalkan
kecelakaan kerja)
 Kesehatan Kerja adalah upaya mempertahankan dan meningkatkan derajat
kesehatan fisik, mental, dan kesejahteraan sosial semua pekerja yang setinggi
tingginya
Definisi kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran
beserta praktiknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja beserta
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik atau mental,
maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-
penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Konsep kesehatan kerja
dewasa ini semakin berubah, bukan sekadar “kesehatan pada sektor industri” saja
melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam
melakukan pekerjaannya (total health of all at work).
Keselamatan kerja sama dengan hygene perusahaan. Kesehatan kerja memiliki
sifat sebagai berikut.
a. Sasarannya adalah manusia.
b. Bersifat medis.
Situasi dan kondisi suatu pekerjaan, baik tata letak tempat kerja atau material-
material yang digunakan, memiliki risiko masing-masing terhadap kesehatan pekerja.
Ridley (2008) menyatakan bahwa kita harus memahami karakteristik material yang
digunakan dan kemungkinan reaksi tubuh terhadap material tersebut untuk
meminimasi risiko material terhadap kesehatan.
Pengetahuan tentang substansi yang digunakan dalam pekerjaan serta cara
substansi tersebut masuk ke dalam tubuh merupakan pengetahuan penting bagi
pekerja. Dengan pengetahuan tersebut, pekerja dapat mengetahui reaksi tubuh
terhadap substansi kimia tersebut sehingga dapat meminimasi timbulnya penyakit.
Ridley (2008) menjabarkan ada beberapa jalur untuk substansi berbahaya
dapat masuk ke tubuh seperti berikut.
a. Asupan makanan; yang masuk melalui mulut, kemudian menuju usus.
b. Hirupan pernafasan; yang masuk melalui organ pernafasan menuju paru-paru.
c. Penyerapan; yang masuk melalui pori-pori kulit.
d. Masuk melalui luka dan sayatan terbuka.
Berdasarkan jalur masuk substansi, Ridley (2008) memberikan beberapa contoh
tindakan pencegahan sederhana untuk mencegah masuknya substansi berbahaya ke
dalam tubuh pekerja:
a. Asupan makanan
1. Dilarang makan di tempat kerja.
2. Menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan sebelum makan.
3. Dilarang merokok di tempat kerja.
b. Hirupan pernafasan
1. Menggunakan pelindung pernafasan yang sesuai untuk substansi-substansi
tertentu.
2. Menyediakan ventilasi keluar (exhaust ventilation). 3. Ekstraksi uap dan debu.
c. Penyerapan
1. Menggunakan sarung tangan
2. Membersihkan area terkontaminasi dengan air sabun.
3. Menggunakan krim pelindung kulit.
d. Masukkan langsung
1. Mengobati seluruh luka dan sayatan.
2. Menutupi seluruh luka dan sayatan ketika bekerja.

Dalam tubuh terdapat berbagai organ tubuh seperti hati, usus, ginjal, dan lain-
lain. Setiap organ tersebut memiliki fungsinya masing-masing, dan setiap fungsi
tersebut sangat rentan apabila organ diserang oleh substansi kimia tertentu.
II.1.2 Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
a. Tujuan kesehatan kerja menurut Ramlan (2006) adalah :
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja
disemua lapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya baik fisik,
mental maupun kesejahteraan sosial.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya seperti kecelakaan
akibat kerja.
3. Memberi perlindungan bagi pekerja saat melaksanakan pekerjaannya dan
kemungkinan terjadinya bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
membahayakan kesehatan di tempat kerja.
4. Menempatkan pekerja disuatu lingkungan pekerjaan berdasarkan
keterampilan, kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.
b. Tujuan keselamatan kerja adalah :
1. Melindungi keselamatan pekerja dalam melakukan pekerjaannya untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produktifitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja.
3. Sumber produksi terpelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang berkaitan dengan
mesin, peralatan, landasan tempat kerja dan lingkungan tempat kerja adalah
mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja, memberikan
perlindungan pada sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas. (Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang
Keselamatan Kerja)
II.1.3 Aspek, Faktor dan Prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Aspek-aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang harus diperhatikan
oleh perusahaan antara lain adalah sebagai berikut (Anoraga, 2005):
1) Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau karyawan dalam
beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut kondisi kerja,
seperti ventilasi, suhu, penerangan dan situasinya.
2) Alat kerja dan bahan
Alat kerja dan bahan merupakan suatu hal yang pokok dibutuhkan oleh
perusahaan untuk memproduksi barang. Dalam memproduksi barang, alatalat
kerja sangatlah vital yang digunakan oleh para pekerja dalam melakukan kegiatan
proses produksi dan di samping itu adalah bahan-bahan utama yang akan
dijadikan barang.
3) Cara melakukan pekerjaan
Setiap bagian-bagian produksi memiliki cara-cara melakukan pekerjaan yang
berbeda-beda yang dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang biasanya dilakukan
oleh karyawan dalam melakukan semua aktivitas pekerjaan, misalnya
menggunakan peralatan yang sudah tersedia dan pelindung diri secara tepat dan
mematuhi peraturan penggunaan peralatan tersebut dan memahami cara
mengoperasionalkan mesin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah sebagai berikut (Budiono dkk, 2003):
1) Beban Kerja
Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga upaya penempatan
pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
2) Kapasitas Kerja
6 Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,
kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
3) Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun
psikososial.
Prinsip-prinsip yang harus dijalankan perusahaan dalam menerapkan keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) adalah sebagai berikut (Sutrisno dan Ruswandi, 2007):
b. Adanya APD (Alat Pelindung Diri) di tempat kerja.
c. Adanya buku petunjuk penggunaan alat dan atau isyarat bahaya.
d. Adanya peraturan pembagian tugas dan tanggung jawab.
e. Adanya tempat kerja yang aman sesuai standar SSLK (Syarat-Syarat lingkungan
Kerja) antara lain tempat kerja steril dari debu,kotoran, asap rokok, uap gas,
radiasi, getaran mesin dan peralatan, kebisingan, tempat kerja aman dari arus
listrik, lampu penerangan cukup memadai, ventilasi dan sirkulasi udara seimbang,
adanya aturan kerja atau aturan keperilakuan.
f. Adanya penunjang kesehatan jasmani dan rohani ditempat kerja.
g. Adanya sarana dan prasarana yang lengkap ditempat kerja.
h. Adanya kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja.
II.1.4 Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
1. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat
buruh
3. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas.

II.2 Sumber Potensi Bahaya (Hazard)


II.2.1 Pengertian Hazard
Bahaya (hazard) ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang
berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat
kerja (OHSAS 18001, 2007).
Bahaya diartikan sebagai potensi dari rangkaian sebuah kejadian untuk
muncul dan menimbulkan kerusakan atau kerugian. Bahaya terdapat dimana-
mana baik di tempat kerja atau di lingkungan, namun bahaya hanya akan
menimbulkan efek jika terjadi sebuah kontak atau eksposur (Tranter, 1999).
II.2.2 Jenis-jenis Hazard
a. Biological Hazard (bahaya biologi), yang termasuk kedalam kategori ini
antara lain, virus, jamur, bakteri, tanaman, burung, dan binatang yang dapat
menginfeksi atau memberikan reaksi negatif kepada manusia.
b. Chemical Hazard (bahaya kimia), adalah bahaya yang ditimbulkan oleh
bahan kimia seperti toksisitas bahan kimia, daya ledak bahan kimia, penyebab
kanker, oksidasi, dan bahan kimia mudah terbakar.
c. Ergonomic Hazard (bahaya ergonomi), yang termasuk didalam kategori ini
antara lain desain tempat kerja yang tidak sesuai, postur tubuh yang salah saat
melakukan aktifitas, desain pekerjaan yang dilakukan, dan pergerakan yang
berulang-ulang.
d. Physical Hazard (bahaya fisika), yang termasuk didalam kategori ini antara
lain kebisingan, tekanan, suhu, getaran, dan radiasi.
e. Psychological Hazard (bahaya psikososial), yang termasuk kategori ini
adalah stress kerja yang diakibatkan oleh beberapa hal, seperti jam kerja yang
terlalu lama, pimpinan yang terlalu galak, lingkungan kerja yang tidak
nyaman, dan sebagainya.

II.3 Penyakit Akibat Kerja


II.3.1 Pengertian Penyakit Akibat Kerja
Pengertian Penyakit Akibat Kerja Menurut Suma’mur (1985) penyakit akibat
kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.
Penyakit ini artefisial oleh karena timbulnya di sebabkan oleh adanya pekerjaan.
Kepadanya sering diberikan nama penyakit buatan manusia (Manmade disease).
Penyakit Akibat Kerja (PAK), menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993,
adalah penyakit yang disebabkan pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat
kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik, kimia, biologi, ataupun psikologi di tempat
kerja.
Terdapat tiga istilah yang digunakan untuk mendefinisikan penyakit akibat
kerja yaitu penyakit yang timbul karena hubungan kerja, penyakit yang disebabkan
karena pekerjaan atau lingkungan kerja, dan penyakit akibat kerja. Ketiga istilah
tersebut mempunyai pengertian yang sama dan masing-masing memiliki dasar hukum
dan perundang-undangan yang menjadi landasannya. Penyakit akibat kerja yaitu
penyakit yang penyebabnya adalah pekerjaan dan atau lingkungan kerja (Suma’mur,
2009).
Ada beberapa jenis penyakit akibat kerja menurut Simposium Internasional
oleh ILO dalam Anizar (2009), yaitu :
a. Penyakit Akibat Kerja
(PAK) (occupational disease) Penyakit yang mempunyai penyebab yang
spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjan, yang pada umumnya terdiri
dari satu agen penyebab yang sudah diakui.

b. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (work related disease)


Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK), penyakit yang mempunyai beberapa
agen penyebab, dimana faktor pada pekerjaan memegang peranan bersama
dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai
etiologi yang kompleks.
c. Penyakit yang mengenai populasi kerja (disease affecting working populations)
Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di
tempat pekerja. Namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk
untuk kesehatan.
II.3.2 Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Berdasarkan uraian Suma’mur (1985), faktor-faktor yang menjadi penyebab
penyakit akibat kerja dibagi dalam 5 golongan, yakni :
a. Golongan fisik
1) Suara yang biasanya menyebabkan pekak atau tuli.
2)Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps atau
hyperpyrexia sedangkan suhu-suhu yang rendah antara lain menimbulkan
frosbite.
3) Tekanan yang tinggi menyebabkan caisson disease.
4) Penerapan lampu yang kurang baik misalnya menyebabkan kelainan kepada
indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.
b. Golongan kimiawi
1) Debu yang menyebabkan pnemokoniosis, di antaranya : silikosis, asbestosis,
bisinosis (kapas)
2) Uap yang di antaranya menyebabkan mental fume fever dermatitis, atau
keracunan.
3) Gas misalnya keracunan oleh CO, dan H2S.
4) Larutan yang menyebabkan dermatitis.
5) Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur dan yang
menimbulkan keracunan.
c. Golongan Biologi, disebabkan oleh bakteri, virus, jamur. Misalnya oleh bibit
penyakit anthrax atau brucella pada pekerja-pekerja penyamak kulit.
d. Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan konstruksi
mesin, sikap badan kurang baik, salah cara melakukan pekerjaan dan lain-lain
yang semuanya menimbulkan kelelahan fisik, bahkan lambat laun perubahan
fisik tubuh pekerja.
e. Golongan mental psikologis, hal ini terlihat semisal pada hubungan kerja yang
tidak baik, atau misalnya keadaan membosankan monoton. Faktor penyebab
penyakit akibat kerja ini dapat bekerja sendiri maupun secara sinergistis

II.3.3 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja


Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu
dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan
untuk menginterpretasi secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7
langkah dapat digunakan sebagai pedoman :

1) Tentukan Diagnosis Klinisnya


Diagnosis klinis harus dapat ditegakan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan
fasilitas-fasitilias penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk
mendiagnosis fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan
untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat
dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan
atau tidak.
2) Tentukan Pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah
esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk
ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya. Untuk ini perlu
dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang
mencangkup:
 Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh
penderita secara kronologis
 Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
 Bahan yang diproduksi
 Materi (bahan baku) yang digunakan
 Jumlah pajanannya
 Pemakaian alat pelindung diri (masker)
 Pola waktu terjadinya gejala
 Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala
serupa)
3) Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit
tersebut.
Apakah terdapat bukti – bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung
pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang di derita.
Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan
hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja.
Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut
secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang
diderita.
4) Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu,
maka pajanan yang dialami pasien ditempat kerja menajadi penting untuk
diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk
dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
5) Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya,
yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat
adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat.
Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang
mengakibatkan penderita lebih rentan/ sensitif terhadap pajanan yang dialami.
6) Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan pcnyebab penyakit, penderita
mengalami pajanan lain yang diketahui dapat rnempakan penyebab penyakit.
Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk
menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
7) Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan
bcrdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Tidak
selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang
pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini
perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan / pajanan
dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan
atau tanpa adanya pajaııan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit
tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperbcrat suatu
keadaan apabila pcnyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa
tergantung pekerjaannya, tetapi pckerjaannya/pajanannya
memperberat/mempercepat timbulnya pcnyakit.

II.3.4 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja


Pencegahan terhadap penyakit akibat kerja seawal mungkin adalah kebijakan
paling utama. Sebagaimana pencegahan terhadap kecelakaan kerja, maka pencegahan
penyakit akibat kerja diperlukan peraturan perundang-undangan, standarisasi,
pengawasan, penelitian, pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan semua sektor
kehidupan. Pencegahan mempunyai 2 (dua) aspek yaitu administratif dan teknis yaitu
penerapan secara nyata dilapangan pada tenaga kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja.
Secara teknis aktivitas pencegahan adalah pengenalan risiko bahaya pekerjaan dan
lingkungan kerja terhadap kesehatan beserta pengukuran, evaluasi, dan upaya
pengendaliannya, pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pra penempatan, berkala dan
khusus; subsitusi bahan dengan yang kurang pengaruh negatifnya kepada tenaga
kerja; isolasi operasi atau proses produksi yang berbahaya; dan pemakaian alat
proteksi diri (Suma’mur, 2009).
BAB III

HASIL DAN

PEMBAHASAN
III.1 Hasil
III.1.1 Profil Perusahaan
Industri Budidaya Jamur Merang Pedurenan berada di Jalan Pedurenan, Kecamatan
Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Tempat ini merupakan tempat produksi jamur merang
yang telah berdiri sejak tahun 2020 dan berdiri di atas lahan seluas kurang lebih 500 m2.
Ditempat ini terdapat enam bangunan yang dibangun dari bahan bambu dan Styrofoam
untuk digunakan sebagai tempat budidaya jamur merang. Jumlah pekerja yang ada di
tempat ini sebanyak tiga orang laki-laki yang bertugas untuk merawat hingga memanen
jamur yang telah siap panen.
Gambar 1. Lokasi Industri Budidaya Jamur Merang Pedurenan

III.1.2 Gambaran Kerja


Pekerja pada Tempat Budidaya terdiri dari tiga orang yang bertanggung jawab
dari proses produksi hingga panen. Para pekerja bekerja setiap hari, tujuh hari dalam
satu minggu. Waktu libur didapatkan apabila sudah selesai musim panen dan pekerja
meminta izin untuk istirahat. Terdapat enam kumbung, kumbung sendiri merupakan
rumah jamur tempat untuk penanaman dan pertumbuhan jamur. Jam bekerja di mulai
pada pukul 07.00 – 15.00 WIB. Para pekerja bekerja dengan APD berupa masker
yang disediakan perusahaan. Dalam waktu 3 minggu dapat dilakukan 2 kali periode
panen. Hasil panen dibawa menggunakan motor dan dijual di pasar terdekat.

III.1.3 Proses Kerja dan Persiapan Bahan Baku


Bahan baku media tanam atau disebut juga kompos yang digunakan pada
produksi jamur merang ini antara lain jerami, daun pisang kering, dan kapas bekas.
Perusahaan ini mengunakan media kapas, karena media ini mudah dan murah. Media
kapas ini hanya dapat digunakan untuk 1x siklus panen saja, dan setelah itu limbah
dari media ini digunakan sebagai pupuk organik.

Pada persiapan media ini, pekerja harus mengangkat karung berisi kapas
seberat 100 kg untuk karung besar dan 50 kg untuk karung kecil ke kolam
perendaman. Pemindahan media kapas ini dilakukan dengan tenaga fisik tanpa adanya
alat bantu untuk karung kecil, sedangkan untuk karung besar dilakukan dengan dua
pekerja dan dibantu dengan tandu bambu. Selain kapas sebagai media, diperlukan
juga kapur, bekatul, dan air molase sebagai bahan baku.
III.1.4 Alur Produksi
Tempat Budidaya ini memproduksi produk utama yaitu jamur merang. Dalam
produksi jamur diperlukan kompos sebagai media utama untuk pertumbuhan jamur.
Adapun cara dalam membuat kompos jamur harus sesuai dengan sifat dan proses
aktivitasnya yang di kelompokan dalam fase 1 dan fase 2
Fase 1
Fase ini merupakan proses kombinasi dari proses mikrobiologis dan kimia.
Secara sederhana proses produksi fase 1 dijabarkan:
a. Pada awal pencampuran bahan, temperatur masih mengikuti kondisi lingkungan
awal, serta pH campuran cenderung agak rendah. Mikroba mesofilik mencoba
merombak karbohidrat sederhana menjadi asam organik. Seiring peningkatan
aktivitas fermentasi, temperatur akan meningkat menjadi lebih dari 45°C. Pada
kondisi ini, mikroba mesofilik melemah dan secara alamiah terseleksi, digantikan
mikroba termofilik.
b. Meningkatkan temperatur hingga mencapai 60-70°C menjadi mikroba termofilik
menguasai zona ini. Bahan berkadar N tinggi mengalami amonifikasi,
menyebabkan pH kompos meningkat menjadi lebih basa akibat produksi amoniak
besar-besaran.
c. Temperatur kompos terus meningkat melebihi 70°C dan sebagai besar proses
biologis dalam kompos beralih menjadi proses kimiawi. Saat inilah terjadi proses
karamelisasi. Pembentukan koloid, yang terkandung didalamnya nutrisi bagi
jamur berupa senyawa komplek lipid-protein, kompleks polisakarida dan
senyawa ligin. Warna kompos berubah menjadi lebih gelap dengan struktur lunak
Tabel 1. Fase 1 Kompos Jamur
Hari ke Aktivitas Sasaran
1 Persiapan bahan baku: - Pilih bahan baku sesuai
a. Jerami dengan standar kualitas
b. Kapur - Ukur/timbang sesuai
c. Bekatul kebutuhan berasar standar
d. Air molase formula
Pre-wetting + Moding - Campuran homogen
Kapas dikeluarkan dari karung - L x T = 1.5 x 1.2
dan ditebarkan di lantai kolam - Sisi jaluran tegak lurus
yang sudah degenangi air molase . - Bagian dalam jaluran
Kapas diatur agar mempunyai harus tidak lebih padat
luas x tinggi 1.5 x 1.2 (sesuaikan dari bagian luar
kebutuhan). Kapas lalu diinjak- - Air merata pada semua
injak agar air meresap merata
bagian, tidak sekedar
dalam kapas (kadar air >75%)
basah tapi meresap.
2 Siram Jaluran Pastikan jaluran cukup air
(Ka>75%)
3 Tanpa Perlakuan
4 Pembalikan dan penyiraman - Mencapai homogenitas
yang baik
- Menjaga aerasi
- Menjaga kadar air pada
kisaran 74%
5 Tanpa perlakuan
6 Tanpa perlakuan
7 Pembalikan dan pemasukan ke - Mengurai kompos
dalam kumbung - Menjamin homogenitas
- Koreksi kadar air
- Karakteristik kompos air
siap masuk kumbung:
a. Berwarna molase
muda, serat tampak
basah dan mengkilat
dan mudah putus saat
ditarik
b. Tidak terasa keras pada
telapak tangan saat
digenggam dan ditekan
c. Kadar air 70-72%
(akan meneteskan air
dari sela jari tangan
saat segumpal kompos
digenggam)
d. pH 7.5-8.0
e. Bila kompos di pegang
akan menyebabkan
tangan basah
f. Aroma kompos khas
sedikit berbau amoniak
Note:
- Umur kompos disesuaikan dengan jenis bahan baku yang digunakan
- Interval pembalikan 3-4 hari
Fase 2
Pada fase ini seluruhnya merupakan proses mikrobiologis. Tahapan penting
pada fase ini:
a. Pasteurisasi mengkondisikan temperatur kompos dan udara pada 60-65°C
selama lebih kurang 7 jam. Periode ini merupakan seleksi untuk membuang
hama penganggu, yang diantaranya:
- Berbagai jenis dan stadium lalat, gurem, dan cacing
- Berbagai jenis mikroba penganggu
o Verticullum (DB) : jamur mati dan kering
o Mycogone (WB) : jamur brokoli
o Niuchaetom (OGM) : jamur oncom
o Trichoderma (GM) : jamur hijau
o Bacterial Blotch (BS) : jamur busuk dan berlendir
b. Pengkondisian mengkondisikan temperatur kompos dan udara pada kisaran
48°C guna memberikan pada mikroba baik, seperti golongan ascomycotes dan
humicola untuk berkembang. Periode ini berlangsung 8-10 jam. Dalam
periode ini, mikroba tersebut memanfaatkan senyawa N sederhana seperti
amoniak dan karbohidrat sederhana sebagai penyusun tubuhnya.
c. Pendinginan pada akhir tahap conditioning, temperatur diturunkan menjadi
35°C, sehingga era bakteri termofilik berakhir dan substrat kompos ini siap
untuk ditempati jamur merang. Jika semua proses ini berlangung dengan baik.
Akan dihasilkan kompos yang selektif, yang hnya cocok untuk jamur merang
saja.
Tabel 2. Fase 2 Kompos jamur
Hari ke Aktivitas Sasaran
0 Persiapan kumbung Menjamin kumbung yang akan
(mencuci-membersihkan ditempati kompos tetap higienis
kumbung dari sisa kompos,
jika diperlukan semprot
formalin %)
1 - Pemasukan dan - Lebar 60 cm
penyusunan kompos - Tinggi sebelum pemadatan
- Pemadatan dan 60cm
penambahan air - Tinggi setelah pemandatan
40cm
- Panjang menyesuaikan
- Bentuk seperti kurva
(cembung), permukaan padat
dan kadar air 70-72%
Memindai pasteurisasi Menaikan suhu hingga tercapai 60-
65°C
2 Pasteurisasi Mempertahankan suhu kompos dan
udara 60-65°C selama 7 jam
Pengkondisian Mempertahankan suhu kompos dan
udara 48°C selama 8-10 jam
Pendiginan Menurunkan suhu hingga 35°C
3 Penebaran bibit (pastikan - Gunakan bibit berkualitas
wadah bibit, baju dan tangan - Tebaran bibit merata pada
pekerja higienis) permukaan kompos
- Bibit menyatu/melekat pada
permukaan kompos

Secara singkat alur proses dalam budidaya jamur merang dapat di lihat pada bagan 1
dan 2.
III.1.5 Analisis Hazard
Tabel 3. Analisis Hazard

Aktivitas Jenis Hazard


Lingkungan
Kondisi tanah daerah tempat budidaya Ergonomi
Lingkungan:
Tanah licin
Persiapan Bahan Baku
Pengangkatan karung kapas untuk Ergonomi
perispan bahan baku Posture:
Karena posisi ketika mengangkat karung
kapas yang berat.
Biomekanik :
Penggunaan kekuatan otot yang
berlebihan
Pembuatan kompos dengan air kapur Kimia:
Iritasi karena zat korosif
Kondisi keadaan kumbung pada saat Kimia:
proses pembuatan kompos fase 2. Lingkungan yang lemab dan asap hasil
pembakaran
Proses penanaman dan pemeliharaan
Pengulangan rutinitas Psikososial:
Stress dan kejenuhan akibat pekerjaan
yang monoton karena bekerja seminggu
untuk melakukan pengecekan jamur,
perawatan, dan pemeliharaan.
Pembalikan dan pemasukan kedalam Biologis:
kumbung
Terkena serangga
Ergonomi
Lingkungan:
Letak penyebaran bibit pada media yang
bertingkat, meningkatkan risiko jatuh.
Pasteurisasi Fisika :
Suhu panas dalam ruangan
Penebaran bibit Ergonomi
Lingkungan:
Letak penyebaran bibit pada media yang
bertingkat, meningkatkan risiko jatuh.
Penebaran Bibit dan Hasil Panen
Pengambilan hasil panen Ergonomi
Lingkungan:
Letak penyebaran bibit pada media yang
bertingkat, meningkatkan risiko jatuh.
Pengantaran hasil panen untuk penjualan Ergonomi
Lingkungan:
Fasilitas yang digunakan untuk mengantar
hasil panen dengan beban berat.
Kondisi lingkungan yang licin

III.2 Pembahasan
Secara keseluruhan, pada setiap proses produksi memiliki bahaya dan faktor
risikonya masing-masing. Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan menggunakan
APD, memodifikasi alat dan lingkungan kerja.
Pada daerah tanah lingkungan kerja, terdapat bahaya ergonomi lingkungan
yang dapat meningkatkan risiko jatuh. Selain pada daerah tanah lingkungan kerja,
peningkatan risiko jatuh dapat terjadi pada proses pembalikan dan pemasukan
kedalam kumbung, penebaran bibit, dan panen. Untuk mengatasi hal tersebut para
pekerja perlu menggunakan APD berupa sepatu boot dan dilakukan modifikasi
lingkungan kerja dengan melakukan peningkatan penyerapan air dengan biopori atau
bak resapan dan penggunaan paving blok. Pada proses pembuatan kompos yang
dilakukan dengan bahan air kapur, dapat menimbulkan hazard kimia berupa iritasi
dari zat tersebut karena bersifat korosif. Dalam menanggapi hal ini para pekerja perlu
menggunakan APD berupa sepatu boot. Kemudian kondisi keadaan kumbung pada
saat proses pembuatan kompos fase 2 yang memiliki kelembapan tinggi dan adanya
asap dari hasil pembakaran, hal ini dapat menimbulkan hazard kimia berupa gas/uap
yang dapat berpengaruh terhadap saluran pernafasan, untuk mengatasi hal tersebut
maka para pekerja dianjurkan untuk menggunakan masker. Rutinitas kegiatan yang
dilakukan berulang oleh para pekerja juga menimbulkan risiko psikososial, untuk
menurunkan risiko ini mungkin salah satunya dapat dilakukan dengan pengembangan
modifikasi alat. Kemudian untuk faktor biologis bisa diatas dengan penggunaan APD
berupa sarung tangan atau penyemprotan pestisida pada media jamur agar dapat
menghilangkan hama serangga.
Lain halnya dengan pengangkatan karung kapas untuk perispan bahan baku,
karena memiliki beban kerja yang cukup tinggi, ditemukan bahaya egonomi pada
posture pekerja karena posisi ketika mengangkat karung kapas yang berat, dan
biomekanik karena kegunaan kekuatan otot yang berlebihan. Untuk mengatasi hal ini
perlu dilakukan modifikasi alat kerja seperti penggunaan gerobak dorong yang
memadai agar mempermudah pekerja dalam melakukan aktivitas. Pada aktivitas
kegiatan pengantaran hasil panen untuk penjualan menggunakan motor, hal ini juga
perlu dilakukan modifikasi alat kerja. Dimana motor yang digunakan dibuatkan
tempat khusus pada bagian motor untuk meletakan hasil panen, hal ini bertujuan
untuk meningkatkan keaman para pekerja. Namun pada proses pasteurisasi untuk
mengatasi suhu yang tinggi pada ruangan belum ditemukan solusinya, karena suhu
yang dibuat pada ruangan ditujukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan jamur.
Selain identifikasi bahaya dan pengendalian risikonya, perusahan ini juga
belum melakukan pelayanan jaminan kesehatan terhadap pekerjanya. Namun akses ke
klinik setempat cukup mudah, yaitu apabila ada cidera yang mengharuskan pekerja
dilarikan ke tempat pelayanan kesehatan, maka pekerja tersebut dapat dibawa ke
klinik terdekat telebih dahulu, klinik Andilia yang hanya berjarak 3 km. Kemudian
jika terdapat kegawatdaruratan yang mengharuskan dilarikan ke rumah sakit, maka
pekerja tersebut dapat di rujuk ke rumah sakit PENA 98 yang hanya bejarak 4.4 km
dan dapat ditempuh 9 menit menggunkan kendaraan bermotor.
Kesejahteraan pekerja juga cukup terjamin, karena upah yang di dapatkan
berupa upah borongan yang bergantung pada kondisi panen. Berdasakan Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, seharusnya upah/gaji yang
diberikan pada para pekerja menggunakan pembayaran upah minimum. Ditambah
para pekerja tidak memiliki jaminan kesehatan dalam melakukan pekerjaannya.
Jaminan kesehatan sendiri termasuk pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
yang salah satunya meliputi jaminan kesehatan yang ditujukan untuk menjamin
kesehatan para pekerja dan jaminan kecelakaan kerja yang menjamin pekerja apabila
terjadi kecelakaan saat kerja hal ini ditujukan agar para pekerja dapat merasa aman
dalam melakukan pekerjaannya. Selain itu, pembagian waktu kerja (shift) tidak sesuai
dengan peraturan yang ditetapkan oleh International Labour Organization (ILO) yang
seharusnya bekerja 8 jam/hari.
BAB IV

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
Dari hasil kunjungan pada Tempat Budidaya Jamur Merang, Gunung
Sindur, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a. Proses pembuatan jamur merang di Tempat Budidaya Jamur, Gunung
Sindur terdiri dari 2 fase, yaitu fase 1 yang merupakan kombinasi proses
mikrobiologis dan kimia serta fase 2 yang seluruhnya merupakan proses
mikrobiologis.
b. Ditemukan potensi bahaya dan resiko terjadinya kecelakaan kerja pada
masing – masing bidang proses kerja antaralain berupa lingkungan tanah
yang licin, pengangkatan beban berat, suhu ruangan yang panas, dan
kejenuhan akibat kegiatan rutin pada pekerja.
c. Belum ditemukan adanya Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja di Tempat Budidaya Jamur Merang Gunung Sindur
sampai dengan saat ini.
d. Upaya yang telah dilakukan pemilik Tempat Budidaya sebagai bentuk
pencegahan terjadinya kecelakaan kerja salah satunya penyediaan APD
yaitu berupa sepatu boot untuk mengatasi lingkungan dengan kontur tanah
yang licin. Jenis bahaya yang masih sulit ditemukan solusinya adalah pada
proses pasteurisasi. Hal ini dikarenakan suhu panas dalam ruangan yang
menjadi salah satu hazard bagi pekerja merupakan lingkungan yang
optimal untuk pertumbuhan jamur.
e. Tempat Budidaya belum melakukan pelayanan kesehatan secara mandiri,
namun akses lokasi Tempat Budidaya dengan layanan kesehatan cukup
dekat. Setiap pekerja belum memiliki jaminan kesehatan.

IV.2 Saran
a. Untuk mengurangi potensi bahaya dan resiko terjadinya kecelakaan kerja
pada masing – masing bidang proses kerja, diperlukan adanya pemberian
APD bagi pekerja, modifikasi lingkungan, dan modifikasi alat.
b. Peningkatan keamanan lingkungan kerja dapat dilakuan untuk mencegah
terjadinya Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja.
Langkah yang dapat dilakukan antaralain dengan penyediaan APAR,
edukasi pekerja mengenai Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja, serta menghimbau kepada seluruh pekerja untuk lebih
berhati – hati, mematuhi dan menjalankan prosedur kerja agar dapat
mengurangi potensi bahaya di Tempat Budidaya
c. Upaya pengendalian risiko dengan pemberian APD dapat dilakukan untuk
meningkatkan keamanan pekerja. APD yang dapat diberikan antaralain
berupa sepatu boot untuk mengurangi bahaya lingkungan yang licin dan
mencegah kontak dengan bahan kimia serta penggunaan masker untuk
mencegah terhirupnya gas/uap akibat proses pembakaran. Selain itu,
edukasi mengenai pentingnya minum air putih dengan jumlah banyak
untuk rehidrasi perlu dilakukan sebagai langkah mengurangi risiko
pekerja yang bekerja pada lingkungan dengan suhu tinggi.
d. Upaya pengengendalian risiko lainnya berupa modifikasi alat dan
lingkungan kerja masih perlu dilakukan untuk meminimalisir terjadinya
risiko kecelakaan kerja. Upaya modifikasi alat yang dapat dilakukan
berupa penggunaan gerobak dorong dan modifikasi motor pengangkut
yang memiliki tempat khusus untuk meletakkan hasil panen. Sedangkan
modifikasi lingkungan seperti melakukan peningkatan penyerapan air
dengan biopori atau bak resapan dan penggunaan paving block pada area
budidaya jamur juga dapat dilakukan untuk mengurangi risiko bahaya.
e. Pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan tiap pekerja masih perlu
ditingkatkan. Setiap pekerja sebaiknya terdaftar untuk mendapatkan
jaminan kesehatan pekerja. Penyediaan kotak P3K untuk penanganan
awal dan transportasi untuk menuju ke fasilitas kesehatan terdekat perlu
disediakan bilamana terjadi kecelakaan kerja di lingkungan Tempat
Budidaya di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

1. International Labour Organization.2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.


International Labour Organization. Indonesia.
2. OHSAS 18001. 2007. Occupational Health and Safety Management System
Requirements. Rejeki, Sri. 2016.
3. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai