Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu keperawatan merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan dasar
manusia yang meliputi biologis, psikologis, sosial dan spiritual dalam rentang
sakit sampai dengan sehat (Aziz, 2004). Ilmu keperawatan mempunyai banyak
cabang ilmu, salah satu cabangnya yaitu keperawatan maternitas. Didalam
keperawatan maternitas banyak hal yang dapat dilakukan oleh seorang
perawat dalam merawat pasien, yaitu meliputi perawatan pada ibu antenatal,
intranatal dan postpartum. Postpartum merupakan masa 6 minggu setelah
kelahiran bayi sampai dengan organ – organ reproduksi ke keadaan normal
sebelum hamil (Bobak, 2005).
Periode postpartum, dikenal sebagai perubahan nyata dalam kehidupan
perempuan yang membutuhkan berbagai penyesuaian (Hung, 2004). Banyak
wanita yang setelah melahirkan mengalami gangguan seperti malaise,
perdarahan pervaginam, nyeri perineal, hemoroid, ketidaknyamanan
payudara, dispareunia, sakit kepala kronis, nyeri pinggang dan incontinensia.
Ibu postpartum berpotensi rentan terhadap beberapa komplikasi perawatan
setelah melahirkan, seperti kelelahan dan kelemahan, anoreksia, insomnia,
inkontinensia, sembelit, postpartum blues dan depresi (Bahadoran, 2006).
Berdasarkan hasil survei kesehatan dan rumah tangga (SKRT) pada tahun
2013, angka kematian ibu di indonesia mencapai 262 jiwa per 100.000
kelahiran hidup. Masalah yang ditemukan adalah masih rendahnya kesehatan
perempuan yang disebabkan oleh tingginya angka kematian ibu pada saat
hamil, melahirkan dan nifas, serta kualitas hidup perempuan yang masih
rendah baik dari segi kesehatan maupun kemampuan ekonominya (Sutikno,
2006).
Masalah kesehatan fisik dan psikis pada ibu hamil, bersalin, nifas dan
menyusui termasuk juga risiko dalam kehamilan dan persalinan yang mungkin
timbul mempunyai efek yang bermakna terhadap kualitas hidup ibu. Seorang
2

ibu yang mengalami kehamilan pada saat yang sudah diperkirakan akan
mengalami proses persalinan.
Proses persalinan merupakan keadaan yang melelahkan secara fisik dan
psikis sehingga masa postpartum dapat berdampak bagi kualitas hidup ibu.
Robekan perineum baik secara alami ataupun episiotomi, bisa mengakibatkan
gangguan fungsi otot dasar panggul, sehingga dapat menurunkan kualitas
hidup ibu setelah melahirkan. Ibu menjadi tidak mampu mengontrol buang air
kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) karena ada beberapa saraf atau
bahkan otot yang terputus. Peregangan dan robekan perineum selama proses
persalinan dapat melemahkan otot-otot dasar panggul. (Barret et al., 2000 dan
Eason et al., 2002).
Terdapat bukti – bukti tentang perubahan kualitas hidup yang dialami oleh
ibu selama periode postpartum. Secara teratur serangkaian gejala psikologis
maupun fisik seperti keterbatasan fisik, kelelahan dan nyeri. Meskipun gejala
ini sering dianggap sebagai sementara atau tidak menetap, namun hal ini
sangat berkaitan dengan penilaian kualitas hidup ibu postpartum. Penurunan
kesehatan fisik dan psikologis dapat terjadi pada ibu postpartum, sehingga
perlu dukungan terhadap penyesuaian ibu dalam menghadapi aktifitas dan
peran barunya sebagai ibu. (Reeder, 2011).
Efek setelah persalinan dapat menyebabkan ibu postpartum merasa tidak
nyaman khususnya pada daerah perineum akibat dari luka robekan jahitan
perineum. Trauma perineum telah diidentifikasi sebagai faktor risiko
terjadinya inkontinensia urine. Inkontinensia urine pada ibu postpartum masih
sering terjadi. Inkontinensia urine merupakan pengeluaran urin tanpa disadari.
Kehamilan dan persalinan akan menyebabkan dasar panggul melemah
sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik, karena otot-otot tersebut
meregang ketika mendorong bayi keluar (Sears, 2011).
Pada kondisi disfungsi (kelemahan atau kerusakan) otot dasar panggul,
salah satunya bisa menimbulkan prolaps organ panggul. Disfungsi dasar
panggul ini dapat menurunkan kualitas hidup perempuan, misalnya terjadi
inkontinensia urin (tiba-tiba buang air kecil tanpa disadari), contohnya saat
3

batuk. Berdasarkan hasil studi pendahuluan menyatakan bahwa kejadian


inkontinensia pada ibu postpartum maupun saat kehamilan masih sering
terjadi. Akan tetapi inkontinensia urine masih dianggap bukan merupakan
suatu masalah yang serius sehingga pasien jarang untuk melaporkan dan
mencari pertolongan tenaga medis.
Data WHO menyebutkan 200 juta penduduk dunia mengalami
inkontinensia urine. Amerika Serikat saat ini tercatat 13 juta orang mengalami
inkontinensia urine dengan 11 juta di antaranya berjenis kelamin Swanita. Dua
puluh lima persen wanita antara usia 30-59 tahun pernah mengalami
inkontinensia urine (Manuaba, 2012). Asia Pacific Continence Advisory
Board (APCAB) menyatakan prevalensi inkontinensia urin pada wanita Asia
sekitar 14,6%. Prevalensi inkontinensia urine di Indonesia belum ada angka
pasti. Dari hasil beberapa penelitian didapatkan angka kejadian berkisar antara
20% sampai 30% (Dinata, 2008).
Menurut Santoso (2008, dalam Kustini, 2011), menyatakan bahwa
terjadinya kerusakan otot levatorani berkisar antara 15-30% pada ibu yang
postpartum pervagina. Beberapa penelitian menyatakan bahwa jenis
inkontinensia urin terbanyak pada wanita post partum adalah stres
inkontinensia urin yang paling sering ditemukan dengan angka prevalensi
sekitar 14,7%-52% (Dinata, 2008). Menurut jurnal penelitian enny Melania
tahun 2013 inkontinensia urine paling banyak terjadi pada ibu dengan
karakteristik lebih banyak ibu yang bekerja, ibu yang melahirkan anak
pertama dan lebih banyak multypara(Enny melania,2013)
Inkontinensia urine merupakan masalah kesehatan yang serius dan akan
mengganggu aktivitas sehari-hari, kualitas hidup dan meningkatkan resiko
infeksi postpartum serta salah satu komplikasi dari persalinan yang biasanya
sering terjadi pada periode postpartum. Inkontinensia urine tidak mengancam
jiwa penderita, namun hal ini dapat berdampak terhadap fisik dan kualitas
hidup. Selain menimbulkan dampak terhadap mental, inkontinensia urine
secara tidak langsung akan meningkatkan terjadinya infeksi pada periode
postpartum, seperti komplikasi fisik yang umumnya terjadi pada penderita
4

inkontinensia urine adalah infeksi kandung kemih, infeksi uretra, dan iritasi
vagina (Susan,2008)
Salah satu terapi untuk mengatasi masalah inkontinensia urine secara dini,
sangat diperlukan. Latihan dasar panggul atau sering disebut dengan kegel
exercise, dimana latihan ini untuk mengontrol pengeluaran urine yang
bermanfaat selama masa pasca partum. Kegel exercise harus dilakukan untuk
membantu otot-otot dasar panggul kembali ke fungsi normal (Hay-Smith,
2006).
Di Indonesia sekitar 5,8% penduduk Indonesia menderita inkontinensia
urin. Jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa, angka ini termasuk
kecil. Hasil survey yang dilakukan di rumah sakit rumah sakit menunjukkan,
penderita inkontinesia di seluruh Indonesia mencapai 4,7% atau sekitar 5-7
juta penduduk dan enam puluh persen diantaranya adalah wanita. Meski tidak
berbahaya, namun gangguan ini tentu sangat mengganggu dan membuat malu,
sehingga menimbulkan rasa rendah diri atau depresi pada penderitanya.
(DEPKES RI 2012).
DI Jawa barat khususnya kota cianjur masih belum didapatkan fata yang
pasti mengenai jumlah penderita inkontinensia urine karena belum ada data
statistik yang mendukung. Menurut data profil kesehatan RSUD Cianjur kelas
B kabupaten cianjur kejadian inkontinensia urine diruang Delima pada tahun
2015 sebanyak 31 orang, sedangkan ibu post partum yang mengalami
gangguan eliminasi urine memakai kateter sebanyak 1713 orang.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Teknik Kegel Exercise Pada
Ibu Postpartum Dengan Inkontinensia urine di Ruang Delima RSUD Cianjur”.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Penerapan Teknik Kegel Exercise Pada Ibu Post Partum Dengan
Inkontinensia Urine di Ruang Delima RSUD Cianjur?
5

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan Tindakan Teknik Kegel Exercise Pada Ibu Post Partum
Dengan Inkontinensia Urine di Ruang Delima RSUD Cianjur.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat inkontinensia urine pada Ibu Post Partum
sebelum diberikan latihan teknik kegel exercise di Ruang Delima
RSUD Cianjur
b. Peneliti mampu melakukan pengkajian pada ibu post partum
mengenai penanganan inkontinensia urine dengan teknik kegel
exercise.
c. Peneliti mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada ibu post
partum dengan inkontinensia urine
d. Peneliti mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada ibu
post partum dengan inkontinensia urine
e. Peneliti mampu melakukan implementasi pada ibu post partum
dengan inkontinensia urine
f. Pasien mampu mengaplikasikan tindakan kegel exercise untuk
penanganan inkontinensia urine
..
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Sebagai acuan untuk penelitian sehingga wawasan atau pengetahuan
bertembah tentang penerapan tindakan kegel exercise pada ibu post
pasrtum dengan inkontinensia urine.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Ibu Post Partum
Dapat membantu Ibu Post Partum dalam mengontrol rasa ingin BAK
yang susah terkendali dengan teknik kegel exercise yang aman, tepat
dan menghemat biaya.
6

b. Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti serta
sebagai acuan dan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
c. Bagi Institusi
1) Bagi Rumah Sakit
Dapat memberikan konstribusi bagi pengembangan praktik
keperawatan dan pemecahan masalah khususnya pada kasus
pasien dengan Inkontinensia Urine dengan aplikasi tindakan non
farmakologis tindakan teknik kegel exercise.
2) Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber yang dapat di gunakan untuk menambah
pengetahuan seluruh mahasiswa dan mahasiswi tentang
penerapan teknik kegel exercise pada inkontinensia urine.

Anda mungkin juga menyukai