Anda di halaman 1dari 39

105

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pada tahun 2008 berdiri sebuah Kantor Pajak Pratama Bengkalis

yang memberi kemudahan kepada masyarakat untuk berurusan dalam hal

perpajakan. Setelah dilakukan pemisahan Kantor Pelayanan Pajak

Pratama dan Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan antara masyarakat

kabupaten Bengkalis dan kota Dumai, maka kabupaten Bengkalis memiliki

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bengkalis sendiri, yang berdiri di kota

Dumai jl. Putri Tujuh No 07 Dumai, namun pada saat ini kantor pajak

pratama bengkalis telah berpindah alamat di kota Duri .

KPP Pratama Bengkalis memiliki dua KP2KP (Kantor Pelayanan

Penyuluhan dan Konseltasi Pajak), yaitu: KP2KP (Kantor Pelayanan

Penyuluhan dan Konseltasi Pajak) di Bengkalis dan KP2KP (Kantor

Pelayanan Penyuluhan dan Konseltasi Pajak) Selat Panjang.

4.2 Analisis Statistik Deskriptif

4.2.1 Tingkat Pengembalian Kuesioner

Responden pada penelitian ini merupakan seluruh wajib pajak

orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bengkalis

dengan kriteria yang melakukan usaha dan pekerjaan bebas. Peneliti

menyebar 100 kuesioner kepada wajib pajak orang pribadi yang

melakukan usaha dan pekerjaan bebas. Hasilnya dari 100 kuesioner yang

disebarkan, 87 kuesioner yang bisa dijadikan data penelitian dan 13


106

kuisioner tidak diisi oleh responden. Berikut merupakan tabel yang

menggambarkan presentasi dari penyebaran kuesioner yang dilakukan

antara lain sebagai berikut:

Tabel 4.1
Jumlah Kuesioner Penelitian
Keterangan Jumlah Presentase
Kuesioner yang disebar 100 100%
Kuesioner yang tidak diisi 13 13%
Kuesioner yang digunakan 87 87%
Sumber: Data Hasil Olahan, 2018

4.2.2 Demografi Responden

4.2.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin,

Tingkat Pendidikan, dan Pekerjaan

Berikut ini merupakan hasil uji deskriptif responden berdasarkan

usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan, antara lain sebagaiberikut:

Tabel 4.2
Hasil Uji Deskriptif responden berdasarkan Usia
Karakterisitik Frequency Percent
< 30 tahun 7 8.0
30-39 36 41.4
tahun
Valid 40-49 33 37.9
tahun
≥ 50 tahun 11 12.6
Total 87 100.0
Sumber: Data Hasil Olahan, 2018

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa berdasarkan

usia rata-rata responden dalam penelitian ini berusia antara 30-39 tahun

yaitu sebanyak 36 orang.


107

Tabel 4.3
Hasil Uji Deskriptif responden berdasarkan Jenis Kelamin

Frequency Percent

Laki-laki 45 51.7
Valid Perempuan 42 48.3
Total 87 100.0
Sumber: Data Hasil Olahan, 2018

Tabel di atas merupakan tabel hasil uji deskriptif responden

berdasarkan jenis kelamin. Jumlah Jenis kelamin laki-laki lebih banyak

dari jenis kelamin perempuan, dimana responden dengan jenis kelamin

laki-laki berjumlah 45 orang dan jenis kelamin perempuan berjumlah 42

orang.

Tabel 4.4
Hasil Uji Deskriptif responden berdasarkan Pendidikan

Frequency Percent

SMA 67 77.0
Valid D3 6 6.9
S1 14 16.1
Total 87 100.0
Sumber: Data Hasil Olahan, 2018

Tabel di atas merupakan tabel hasil uji deskriptif responden

berdasarkan pendidikan. Rata-rata responden dalam penelitian ini

berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) berjumlah 67 orang,D3

berjumlah 6 orang dan S1 dengan jumlah responden sebanyak 45 orang.


108

Tabel 4.5
Hasil Uji Deskriptif responden berdasarkan Pekerjaan
Frequency Percent
Usaha jasa 38 43.7
Usaha dagang 30 34.5
Prakter dokter 5 5.7
Valid
Apoteker 8 9.2
Lain-lain 6 6.9
Total 87 100.0
Sumber: Data Hasil Olahan, 2018

Responden dalam penelitian ini adalah responden yang

menjalankan usaha dan pekerjaan bebas atau wajib pajak orang pribadi

non karyawan. Berdasarkan tabel di atas responden yang menjalankan

usaha jasa berjumlah 38 orang, usaha dagang berjumlah 30 orang. Selain

itu responden yang melakukan pekerjaan bebas seperti dokter berjumlah

5 orang, apoteker 8 orang, dan pekerjaan lain-lain berjumlah 6 orang.

4.2.3 Hasil Uji Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib

pajak dalam menyampaikan kewajiban perpajakannya yaitu kualitas

pelayanan fiskus, sanksi pajak, kondisi keuangan dan pengetahuan

perpajakan. Berikut ini adalah hasil uji statistik deskriptif variabel kualitas

pelayanan fiskus, sanksi pajak, kondisi keuangan dan pengetahuan

perpajakan:
109

Tabel 4.6
Deskriptif Variabel Penelitian

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Kualitas Pelayanan Fiskus 87 54.00 81.00 70.8966 5.11276
Sanksi Pajak 87 10.00 19.00 16.0920 1.46773
Kepatuhan Wajib Pajak 87 13.00 23.00 18.6897 1.79347
Kondisi Keuangan Wajib Pajak 87 8.00 15.00 11.5862 1.45915
Pengetahuan Perpajakan 87 12.00 25.00 19.4253 2.69639
Valid N (listwise) 87

Dari tabel 4.1 diatas dapat dilihat rata-rata, nilai maksimum dan

minimum dari kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak, kepatuhan wajib

pajak, kondisi keuangan dan pengetahuan perpajakan wajib pajak.

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa rata-rata Kualitas pelayanan

fiskus sebesar 70.8966% dengan nilai minimum sebesar 54% dan

maksimum sebesar 81%. Rata-rata sanksi pajak sebesar 16.0920%

dengan nilai minimum sebesar 10% dan maksimum sebesar 19%.

Selanjutnya untuk Kepatuhan wajib pajak diperoleh rata-rata sebesar

18.6897% dengan nilai minimum sebesar 13% dan maksimum sebesar

23%. Rata-rata kondisi keuangan wajib pajak sebesar 11.5862% dengan

nilai minimum sebesar 8% dan maksimum sebesar 15% sedangkan Rata-

rata pengetahuan perpajakan sebesar 19.4253% dengan nilai minimum

sebesar 12% dan maksimum sebesar 25%.

4.2.4 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian

Analisis deskriptif bertujuan untuk melihat kecenderungan tingkat

tanggapan responden secara rata-rata pada masing-masing variabel.

Analisis kategori data penelitian adalah analisis yang berkaitan langsung

dengan data penelitian. Analisis ini bersumber dari kuesioner yang peneliti
110

sebarkan kepada responden yang untuk mengukur variabel penelitian

kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan rata-rata.

Hasil jawaban responden disesuaikan dengan desain skala pengukuran

yang telah ditetapkan kemudian diformulasikan kedalam beberapa interval

kelas (Suharsono, 2010:21) dalam (Trisnawati, 2015). Adapun Rumus

interval kelas adalah sebagai berikut:

Interval Kelas = (Nilai tertinggi – nilai terendah)


Jumlah kelas

Interval Kelas = (5-1) = 0,8


5
Berdasarkan interval kelas tersebut di atas, dapat diketahui

batasan nilai masing-masing kelas yang menjadi dasar penentu katagori

rata-rata jawaban responden penelitian antara lain dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 4.7
Identifikasi Skor
No Skor Kelas
Kelas Mean Skor
.
1 5 Sangat Tinggi 4,21-5,00
2 4 Tinggi 3,41-4,20
3 3 Sedang 2,61-3,40
4 2 Rendah 1,81-2,60
5 1 Sangat
1,00-1,80
Rendah
Sumber: trisnawati, 2015

Tabel di atas digunakan sebagai acuan untuk melakukan analisis

deskriptif masing-masing variabel beserta indikator-indikator dalam

penelitian ini. Dengan demikian akan diketahui kategori tanggapan

responden terhadap masing-masing variabel dan indikator.

4.2.4.1 Deskriptif Variabel Kualitas Pelayanan (X1)


111

Kualitas pelayanan diukur dengan menggunakan lima indikator

yang dinyatakan dalam lima pernyataan yaitu: berwujud (tangible),

keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan

(assurance), empati (empathy). Tabel 4.8 memperlihatkan rekapitulasi

jawaban responden beserta kriteria persepsi atau tanggapan responden

dari variabel kualitas pelayanan secara keseluruhan.

Tabel 4.8
Analisis Deskriptif pada Variabel Kualitas Pelayanan
N Indikator Rata- Rentang Kategori
o rata
1. Berwujud (tangible) 3,91 3,41 - 4,20 Setuju
2. Keandalan (reliability) 3,88 3,41 - 4,20 Setuju
3. Daya Tanggap 3,91 3,41 - 4,20 Setuju
(responsiveness)
4. Jaminan (assurance) 3,86 3,41 - 4,20 Setuju
5. Empati (empathy) 3,93 3,41 - 4,20 Setuju
Kualitas Pelayanan 3,89 3,41 - 4,20 Setuju
Sumber: Data Hasil Olahan, 2018

Berdasarkan Tabel 4.8 di atas diketahui bahwa nilai rata-rata

persepsi responden atas kualitas pelayanan adalah sebesar 3,89. Hal ini

menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap kualitas pelayanan

secara keseluruhan dikatakan baik. Dalam hal ini indikator Empati

(empathy) menjadi indikator yang tertinggi dibandingkan dengan indikator-

indikator lainnya.

Sedangkan indikator yang memiliki nilai yang paling rendah adalah

indikator jaminan (assurance). Dengan demikian fiskus diharapkan lebih

proaktif dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada wajib

pajak. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan berkaitan dengan kewajiban perpajakan wajib pajak, mampu


112

memberikan pelayanan secara tuntas dan mampu berkomunikasi dengan

baik dan ramah.

4.2.4.2 Deskriptif Variabel Sanksi Perpajakan(X2)

Sanksi perpajakan diukur dengan menggunakan empat indikator

yang dinyatakan dalam empat pernyataan mengenai: sanksi dan denda,

denda 2% tiap bulan, sanksi memberatkan, dan keterlambatan. Adapun

rekapitulasi jawaban responden beserta kriteria persepsi atau tanggapan

responden antara lain sebagai berikut:

Tabel 4.9
Analisis Deskriptif pada Variabel Sanksi Pajak
N Indikator Rata- Rentang Kategori
o rata
1. Sanksi dan denda, 3,89 3,41 - Setuju
4,20
2. Denda 2% tiap bulan, 3,79 3,41 - Setuju
4,20
3. Sanksi memberatkan 4 3,41 - Setuju
4,20
4. Keterlambatan. 4,16 3,41 - Setuju
4,20
Sanksi Pajak 3,96 3,41 - Setuju
4,20
Sumber: Data Hasil Olahan, 2018

Berdasarkan Tabel 4.9 di atas diketahui bahwa rata-rata jawaban

responden atas sanksi pajak adalah setuju, dengan nilai rata-rata 3,96,

dimana indikator keterlambatan menjadi indikator yang memberikan

kriteria persepsi tertinggi dibandingkan dengan indikator-indikator lainnya.

Dengan demikian dapat simpulkan bahwa dengan adanya sanksi maka

dapat mengantisipasi keterlambatan dalam membayar pajak.

4.2.4.3 Deskriptif Variabel Kepatuhan perpajakan (Y)


113

Kepatuhan perpajakan diukur dengan menggunakan lima

pernyataan yaitu: Upaya untuk memahami peraturan perpajakan,

kebenaran dalam pengisian formulir, kebenaran dalam perhitungan pajak

terutang, ketepatan waktu dan sukarela. Adapun rekapitulasi jawaban

responden terhadap pertanyaan yang diajukan antara lain sebagai berikut:

Tabel 4.10
Analisis Deskriptif pada Variabel Kepatuhan wajib pajak
N Indikator Rata- Rentang Kategori
o rata
1. Upaya untuk memahami 3,61 3,41 - 4,20 Setuju
peraturan perpajakan.
2. Kebenaran dalam pengisian 3,77 3,41 - 4,20 Setuju
formulir.
3. Kebenaran dalam 3,61 3,41 - 4,20 Setuju
perhitungan pajak terutang.
4. Ketepatan waktu. 3,77 3,41 - 4,20 Setuju
5. Sukarela. 3,54 3,41 - 4,20 Setuju
Kepatuhan Perpajakan 3,66 3,41 - 4,20 Setuju
Sumber: Data Hasil Olahan, 2018

Berdasarkan Tabel di atas diketahui bahwa rata-rata persepsi

responden tentang Kepatuhan perpajakan diperoleh nilai sebesar 3,66.

Hal ini menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap kepatuhan

perpajakan secara keseluruhan dikatakan setuju.

4.2.4.4 Deskriptif Variabel Kondisi Keuangan (Z1)

Pada instrumen penelitian ini, kondisi keuangan wajib pajak diukur

dengan menggunakan tiga indikator yang dinyatakan dalam tiga

pernyataan yaitu: Tingkat profitabilitas usaha Anda dalam lima tahun

terakhir, tingkat peredaran bruto Anda dalam lima tahun terakhir, dan
114

trend laba Anda dalam lima tahun terakhir. Adapun rekapitulasi jawaban

responden terhadap pertanyaan yang diajukan antara lain sebagai berikut:

Tabel 4.11
Analisis Deskriptif pada Kondisi Keuangan (Z1)
No Indikator Rata- Rentang Kategori
rata
Tingkat profitabilitas 3,41 -
1. 3,69 Setuju
4,20
Tingkat Peredaran bruto 3,41 -
2. 3,54 Setuju
4,20
Trend laba Anda 3,41 -
3. 3,84 Setuju
4,20
3,41 -
Kondisi Keuangan 3,69 Setuju
4,20
Sumber: Data Hasil Olahan, 2018

Berdasarkan Tabel di atas diketahui bahwa rata-rata persepsi

responden tentang kondisi keuangan diperoleh nilai sebesar 3,69. Hal ini

menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap kondisi keuangan

secara keseluruhan dikatakan setuju.

4.2.4.5 Deskriptif Variabel Pengetahuan Perpajakan (Z2)

Pada instrumen penelitian ini, pengetahuan wajib pajak diukur

dengan menggunakan lima indikator yang dinyatakan dalam lima

pernyataan yaitu: Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),

pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai

wajib pajak, pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan,

pengetahuan dan pemahaman tentang tarif pajak yang berlaku, Wajib

pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan. Adapun

rekapitulasi jawaban responden terhadap pertanyaan yang diajukan

antara lain sebagai berikut:


115

Tabel 4.12
Analisis Deskriptif pada Pengetahuan Perpajakan
No Indikator Rata-rata Rentang Kategori
Kepemililan Nomor Pokok Sangat
1. 4,23 4,21-5,00
Wajib Pajak (NPWP). Setuju
Pengetahuan dan pemahaman
Sangat
2. mengenai hak dan kewajiban 4,15 4,21-5,00
Setuju
sebagai wajib pajak.
Pengetahuan dan pemahaman Sangat
3. 4 4,21-5,00
mengenai sanksi perpajakan. Setuju
Pengetahuan dan pemahaman
4. tentang tarif pajak yang 3,77 2,61-3,40 Ragu-ragu
berlaku.
Wajib pajak mengetahui dan
3,41 -
5. memahami peraturan 3,69 Setuju
4,20
perpajakan
3,41 -
Pengetahuan wajib pajak 3,97 Setuju
4,20
Sumber: Data Hasil Olahan, 2018

Berdasarkan Tabel 4.12 di atas diketahui bahwa rata-rata persepsi

responden tentang pengetahuan perpajakan diperoleh dengan nilai

sebesar 3,97. Hal ini menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap

pengetahuan perpajakan keseluruhan pertanyaan adalah setuju.

4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

4.3.1 Uji Validitas

Kuesioner yang digunakan didalam penelitian ini sebelumnya telah

dilakukan uji validitas dan reabilitas sehingga layak untuk digunakan dan

dapat dipercaya. Adapun hasil pengujian yang dilakukan antara lain

sebagai berikut:
116

Tabel 4.13
Uji Validitas
Variabel Pernyataan r hitung r tabel Keputusan
1 0,750 0,211 Valid
2 0,661 0,211 Valid
3 0,726 0,211 Valid
4 0,572 0,211 Valid
5 0,623 0,211 Valid
6 0,611 0,211 Valid
7 0,725 0,211 Valid
8 0,733 0,211 Valid
Kualitas 9 0,761 0,211 Valid
Pelayanan Fiskus 10 0,695 0,211 Valid
11 0,714 0,211 Valid
12 0,713 0,211 Valid
13 0,642 0,211 Valid
14 0,772 0,211 Valid
15 0,691 0,211 Valid
16 0,707 0,211 Valid
17 0,718 0,211 Valid
18 0,778 0,211 Valid
1 0,834 0,211 Valid
2 0,698 0,211 Valid
Sanksi Pajak
3 0,779 0,211 Valid
4 0,768 0,211 Valid
1 0,694 0,211 Valid
2 0,693 0,211 Valid
Kepatuhan Wajib
3 0,699 0,211 Valid
Pajak
4 0,584 0,211 Valid
5 0,722 0,211 Valid
Kondisi 1 0,814 0,211 Valid
Keuangan Wajib 2 0,758 0,211 Valid
Pajak 3 0,815 0,211 Valid
Pengetahuan 1 0,598 0,211 Valid
Perpajakan 2 0,703 0,211 Valid
117

3 0,623 0,211 Valid


4 0,796 0,211 Valid
5 0,799 0,211 Valid
Sumber: Data Hasil Olahan

Suatu kuesioner dikatakan valid apabila r hitung ≥ r tabel . Jika r

hitung ≥ r tabel, maka item-item pernyataan dinyatakan valid. Nilai r tabel

dapat dilihat pada tabel r dengan persamaan N-2 = 87 – 2 = 85 = 0,211

dan dari tabel diatas diperoleh nilai r hitung seluruh pernyataan > r tabel

(0,211). Artinya adalah alat ukur yang digunakan valid.

4.3.2 Uji Reliabilitas

Suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel jika nilai Cronbath

Alpha di atas 0,70 (Ghozali, 2016:48). Berdasarkan pengujian yang

dilakukan diperoleh data reliabilitas dengan melihat nilai cronbach’s alpha

sebagai berikut:

Tabel 4.14
Uji Reliabilitas
Cronbach’s
Variabel NilaiKritis Kesimpulan
Alpha
Kualitas Pelayanan Fiskus 0,938 0,6 Reliabel
Sanksi Pajak 0,769 0,6 Reliabel
Kepatuhan Wajib Pajak 0,694 0,6 Reliabel
Kondisi Keuangan Wajib Pajak 0,710 0,6 Reliabel
Pengetahuan Perpajakan 0,745 0,6 Reliabel
Sumber: Data Hasil Olahan

Besar atau kecilnya nilai reliabilitas seluruh item pertanyaan sangat

menentukan untuk kelanjutan suatu penelitian. Jika nilai reliabilitas kura

ng dari 0,7 maka alat ukur yang digunakan tidak reliabel. Dari tabel diatas

diperoleh nilai Cronbach’s Alpha seluruh variabel > 0,70. Artinya alat ukur

yang digunakan reliabel/ dapat dipercaya. Dengan demikian pernyataan


118

pada X1, X2, Y dan Z1 dan Z2 dinyatakan reliabel dan dapat digunakan

dalam penelitian ini.

4.4 Uji Asumsi Klasik

4.4.1 Uji Normalitas

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi variabel pengganggu atau residual berdistribusi normal.Model

regresi yang baik adalah memiliki data berdistibusi normal atau mendekati

normal. Untuk mendeteksi normalitas data, dapat dilakukan dengan uji

probability plot dan uji kolmogrov-smirnov. Dimana dalam uji probability

plot dapat memenuhi asumsi normalitas jika garis yang menggambarkan

data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya, sedangkan

dengan uji Kolmogorov-Smirnov apabila nilai signifikansi > 0,05 berarti

model regresi memenuhi asumsi normalitas. Berdasarkan pengujian

yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:

Gambar 4.9
Hasil Uji Grafik Normal Probability P-Plot
119

Sumber : Hasil Penelitian, 2018

Berdasarkan uji Normal Probability P-Plot seperti gambar di atas ,

tidak bisa dipastikan apakah model regresi memenuhi asumsi normalitas

atau tidak. Dengan demikian dilakukan uji Kolmogorove Smirnove, dan

hasil pengujiannya dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.15
Hasil Uji Normalitas Kolmogorove Smirnove
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 87
Normal Mean .0000000
Parameter 1.06877559
Std. Deviation
sa,b
Most Absolute .065
Extreme Positive .057
Difference -.065
Negative
s
Kolmogorov-Smirnov Z .607
Asymp. Sig. (2-tailed) .855
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber: Data Hasil Olahan

Tabel 4.15 di atas merupakan tabel pengujian normalitas data

dengan Kolmogorove Smirnove Test. Berdasarkan pengujian tersebut

diperoleh nilai signifikasi 0,855, dimana nilai signifikasi 0,855 merupakan

nilai yang menunjukkan bahwa model regresi memenuhi asumsi

normalitas, karena nilai 0,855 > 0,05.

4.4.2 Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas

(independen).Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi


120

korelasi diantara variable independen. Untuk mendeteksi ada atau

tidaknya penyimpangan multikolinearitas didalam suatu model regresi

adalah dengan cara memperhatikan nilai tolerance dan variance inflation

factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih dari 0,1 dan VIF kurang dari 10 maka

tidak terdapat gejala multikolinearitas didalam model regresi yang

digunakan. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, diperoleh hasil

sebagai berikut:

Tabel 4.16
Hasil Uji Multikolinieritas

Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
(Constant)
Kualitas Pelayanan .748 1.337
Fiskus
Sanksi Pajak .727 1.376
1
Kondisi Keuangan .437 2.287
Wajib Pajak
Pengetahuan .462 2.167
Perpajakan
a. Dependent Variable: KepatuhanWajibPajak
Sumber: Data Hasil Olahan

Dari tabel 4.16 di atas diperoleh nilai tolerance seluruh variabel

lebih besar dari 0,1 dan VIF lebih kecil dari 10. Dengan demikian dapat

diartikan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas antar variabel dalam

model regresi.

4.4.3 Uji Heteroskedatisitas

Uji Heteroskedatisitas bertujuan untuk menguji apakah didalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamatan kepengamatan lain. Jika variance dari residual satu


121

pengamatan kepengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedatisitas

dan jika berbeda disebut Heteroskedatisitas.

Salah satu metode untuk mengetahui ada tidaknya

heteroskedatisitas dalam suatu model regresi linear berganda adalah

dengan melakukan Uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan cara

meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut

residualnya. Jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan

absolut residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah

heteroskedastisitas. Berikut ini merupakan tabel hasil pengujian yang

dilakukan untuk menguji ada tidaknya heteroskedatisitas dalam suatu

model regresi linear berganda , antara lain sebagai berikut:

Tabel 4.17
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model Unstandardized Standardiz t Sig.
Coefficients ed
Coefficients
B Std. Beta
Error
(Constant) .546 1.059 .516 .607
Kualitas Pelayanan .009 .015 .076 .602 .549
Fiskus
Sanksi Pajak .008 .054 .020 .152 .880
1
Kondisi Keuangan -.031 .071 -.072 -.436 .664
Wajib Pajak
Pengetahuan -.006 .037 -.026 -.158 .875
Perpajakan
a. Dependent Variable: Abs_res
Sumber: Data Hasil Olahan

Berdasarkan uji Glejser di atas, diperoleh nilai signifikansi masing-

masing variabel terhadap absolut residualnya (0,549; 0,880; 0,664; dan


122

0,875) > 0,05. Dapat diartikan tidak terdapat heterokedastisitas dalam

model regresi penelitian ini.

4.5 Analisis Regresi Moderasi (Moderated Regression Analysis)

Pengujian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh variabel

moderating yaitu kondisi keuangan wajib pajak dan pengetahuan

perpajakan memoderasi kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan

wajib pajak. Dimana variabel dependen diregresikan ke dalam variabel

independen, variabel moderating dan hasil perkalian dari variabel

independen dan moderating. Berdasarkan pengujian yang dilakukan

diperoleh hasil sebagai berikut:

4.5.1 Hasil Uji Regresi Moderated Regression Analysis (MRA)


kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan dengan kondisi
keuangan wajib pajak sebagai pemoderasi

Berikut ini merupakan tabel hasil uji regresi Moderated Regression

Analysis (MRA) kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan dengan

kondisi keuangan wajib pajak sebagai pemoderasi.

Tabel 4.18
Hasil Uji regresi Moderated Regression Analysis (MRA)

Variabel Beta thitung ttabel Sig. Keputusan


(Constant) -21,076
123

Variabel Beta thitung ttabel Sig. Keputusan


Kualitas Pelayanan 0,456 2,922 ±1,989 0,004 -
Fiskus
Kondisi Keuangan 2,773 2,700 ±1,989 0,008 -
Wajib Pajak
KPF.KKWP -0,030 -2,049 ±1,989 0,044 Diterima
Adjusted R Square = 0,582
Sumber: Data Hasil Olahan

Dari tabel 4.18 diperoleh persamaan regresi moderasi antara lain:

Y = α + β1X1 + β3Z1 + β5X1Z1 + e

Y = –21,076 + 0,456 X1 + 2,773 Z1 – 0,030 X1* Z1 + e

Dari persamaan di atas diperoleh nilai koefisien kualitas pelayanan

fiskus yang dimoderasi kondisi keuangan wajib pajak sebesar -0,030.

Artinya adalah setiap peningkatan kualitas pelayanan fiskus yang

dimoderasi oleh kondisi keuangan wajib pajak sebesar satuan maka

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak sebesar 0,030.

Hasil pengujian yang ditunjukkan pada Tabel 4.18 dapat diketahui

nilai thitung sebesar 2,049 dengan signifikansi 0,044, dan diperoleh nilai ttabel

pada taraf signifikansi 5 % (2-tailed) dengan persamaan: ttabel =n–k

– 1 ; alpha/ 2 = 87 – 3 – 1: 0,05/ 2 = 83; 0,025 = ± 1,989, dimana adalah

Jumlah sampel, k adalah Jumlah variable bebas dan 1 adalah nilai

konstan.

Dengan demikian diketahui bahwa t hitung (2,049) <t tabel (1,989)

dan Sig. (0,044) < 0,05. Hal ini dapat diartikan bahwa kondisi keuangan

wajib pajak memoderasi pengaruh kualitas pelayanan fiskus terhadap

kepatuhan wajib pajak.


124

4.5.2 Koefisien Determinasi yang Disesuaikan (Adjusted R2)

Hasil pengujian yang ditunjukkan pada Tabel 4.18 memberikan arti

bahwa kondisi keuangan wajib pajak memoderasi pengaruh kualitas

pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak sebesar 58,2%. Hal ini

dapat diketahui dari nilai Adjusted R Square yang diperoleh adalah

sebesar 0,582.

4.5.3 Hasil Uji Regresi Moderated Regression Analysis (MRA)


kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan dengan kondisi
keuangan wajib pajak sebagai pemoderasi

Berikut ini merupakan tabel hasil uji Moderated Regression Analysis

(MRA) sanksi pajak terhadap kepatuhan dengan kondisi keuangan wajib

pajak sebagai pemoderasi.

Tabel 4.19
Hasil Uji regresi Moderated Regression Analysis (MRA)
Variabel Beta thitung ttabel Sig. Keputusan
(Constant) -14,466
Sanksi Pajak 1,602 2,814 ±1,989 0,006 -
Kondisi Keuangan 2,272 2,892 ±1,989 0,005 -
Wajib Pajak
SP.KKWP -0,101 -2,070 ±1,989 0,042 Diterima
Adjusted R Square = 0,550
Sumber: Data Hasil Olahan

Dari tabel di atas diperoleh persamaan regresi moderasi sebagai

berikut:

Y = α + β2X2 + β3Z1 + β7X2Z1 + e

Y = –14,466 + 1,602 X2 + 2,272 Z1 – 0,101 X2*Z1 + e

Dari persamaan di atas diperoleh nilai koefisien sanksi pajak yang

dimoderasi kondisi keuangan wajib pajak sebesar -0,101. Arti dari angka
125

tersebut adalah bahwa setiap peningkatan sanksi pajak yang dimoderasi

oleh kondisi keuangan wajib pajak sebesar 1 satuan maka mempengaruhi

kepatuhan wajib pajak sebesar 0,101.

Hasil pengujian yang dilakukan dengan Moderated Regression

Analysis (MRA) pada tabel 4.19 di atas dapat diketahui nilai thitung sebesar

2,070 dengan signifikansi 0,042. Selain itu juga diperoleh nilai ttabel pada

taraf signifikansi 5 % (2-tailed) = ± 1,989

Dengan demikian diketahui bahwa t hitung (2,070) <t tabel (1,989)

dan Sig. (0,042) < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hasil uji statistik t

untuk hipotesis kelima memberikan hasil H0 ditolak, yang berarti bahwa

kondisi keuangan wajib pajak memoderasi pengaruh sanksi pajak

terhadap kepatuhan wajib pajak.

4.5.4 Koefisien Determinasi yang Disesuaikan (Adjusted R2)

Dari output SPSS pada Tabel 4.19 menunjukkan besarnya nilai

Adjusted R Square adalah 0,550 atau sebesar 55%.. Hal ini dapat

diartikan bahwa keuangan wajib pajak memoderasi pengaruh sanksi pajak

terhadap kepatuhan wajib pajak sebesar 55%.

4.5.5 Hasil Uji Regresi Moderated Regression Analysis (MRA)


kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan dengan
Pengetahuan Perpajakan sebagai pemoderasi

Adapun hasil uji regresi berganda kualitas pelayanan fiskus

terhadap kepatuhan wajib pajak dengan Pengetahuan Perpajakan

sebagai pemoderasi dapat dilihat dari tampilan tabel 4.20 berikut ini:
126

Tabel 4.20
Hasil Uji regresi Moderated Regression Analysis (MRA)
Variabel Beta thitung ttabel Sig. Keputusan
(Constant) -23,980
Kualitas Pelayanan 0,502 2,896 ±1,989 0,005 -
Fiskus
Pengetahuan 1,686 2,512 ±1,989 0,014 -
Perpajakan
KPF.PP -0,019 -1,972 ±1,989 0,052 Ditolak
Adjusted R Square = 0,591
Sumber: Data Hasil Olahan

Dari tabel di atas diperoleh persamaan regresi moderasi sebagai

berikut:

Y = α + β1X1 + β4Z2 + β6X1Z2 + e

Y = –23,980+ 0,502 X1 + 1,686 Z2 – 0,019 X1* Z2 + e

Dari persamaan di atas diperoleh nilai koefisien kualitas pelayanan

fiskus yang dimoderasi pengetahuan perpajakan sebesar -0,019. Angka

tersebut memberikan arti bahwa setiap peningkatan kualitas pelayanan

fiskus yang dimoderasi oleh pengetahuan perpajakan sebesar 1 satuan

maka akan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak sebesar 0,019.

Hasil pengujian yang dilakukan dengan Moderated Regression

Analysis (MRA) pada tabel 4.20 di atas dapat diketahui nilai thitung
127

sebesar1,972 dengan signifikansi 0,052, dan diperoleh nilai ttabel pada

taraf signifikansi 5 % (2-tailed) ± 1,989

Dengan demikian hipotesis keempat memberikan hasil H0

diterima. Hal ini dilihat dari nilai t tabel (1,989)< t hitung (1,972) < t tabel

(1,989) dan Sig. (0,052) > 0,05 yang berarti bahwa pengetahuan

perpajakan tidak memoderasi pengaruh kualitas pelayanan fiskus

terhadap kepatuhan wajib pajak.

4.5.6 Koefisien Determinasi yang Disesuaikan (Adjusted R2)

Dari output SPSS pada Tabel 4.20 menunjukkan besarnya nilai

Adjusted R Square adalah 0,591 atau sebesar 59,1%. Hal ini dapat

diartikan bahwa pengetahuan perpajakan memoderasi pengaruh kualitas

pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak sebesar 59,1%.

4.5.7 Hasil Uji Regresi Moderated Regression Analysis (MRA)


Sanksi Pajak terhadap kepatuhan dengan Pengetahuan
Perpajakan sebagai pemoderasi

Adapun hasil uji regresi berganda sanksi pajak terhadap

kepatuhan wajib pajak dengan Pengetahuan Perpajakan sebagai

pemoderasi dapat dilihat dari tampilan tabel berikut ini:

Tabel 4.21
Hasil Uji regresi Moderated Regression Analysis (MRA)
Variabel Beta thitung ttabel Sig. Keputusan
(Constant) -9,764
Sanksi Pajak 1,353 1,971 ±1,989 0,052 -
Pengetahuan Perpajakan 1,060 1,843 ±1,989 0,069 -
SP.PP -0,044 -1,254 ±1,989 0,213 Ditolak
Adjusted R Square = 0,527
Sumber: Data Hasil Olahan
128

Dari tabel di atas diperoleh persamaan regresi moderasi sebagai

berikut:

Y = α + β2X2 + β4Z2 + β8X2Z2 + e

Y = –9,764 + 1,353 X2 + 1,060 Z2 – 0,044 X2* Z2 + e

Dari persamaan di atas diperoleh nilai koefisien sanksi pajak fiskus

yang dimoderasi pengetahuan perpajakan sebesar -0,044. Artinya bahwa

setiap peningkatan sanksi pajak yang dimoderasi oleh pengetahuan

perpajakan sebesar 1 satuan maka akan mempengaruhi kepatuhan wajib

pajak sebesar 0,044.

Hasil pengujian yang dilakukan dengan Moderated Regression

Analysis (MRA) pada tabel 4.21 diketahui nilai thitung sebesar1,254 dengan

signifikansi 0,213, dan diperoleh nilai ttabel pada taraf signifikansi 5 % (2-

tailed) adalah 1,989

Dengan demikian diketahui bahwa t tabel (1,989) < t hitung (1,254) <

t tabel (1,989) dan Sig. (0,213) > 0,05. Artinya pengetahuan perpajakan

tidak memoderasi pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak.

4.5.8 Koefisien Determinasi yang Disesuaikan (Adjusted R2)

Dari output SPSS pada Tabel 4.21 menunjukkan besarnya nilai

Adjusted R Square adalah 0,527 atau sebesar 52,7%. Hal ini dapat

diartikan bahwa pengetahuan perpajakan memoderasi pengaruh sanksi

pajak terhadap kepatuhan wajib pajak sebesar 52,7%.

4.6 Uji Hipotesis

4.6.1 Uji Parsial (Uji t)


129

Uji parsial digunakan untuk melihat pengaruh secara individu

variabel pengaruh kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak, terhadap

kepatuhan wajib pajak.Berdasarkan pengujian parsial yang dilakukan,

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.22
Hasil Uji regresi 1 dan 2
Variabel Beta thitung ttabel Sig. Ket
(Constant) 3,125
Kualitas Pelayanan 0,125 3,570 ±1,989 0,001 Diterima
Fiskus
Sanksi Pajak 0,416 3,411 ±1,989 0,001 Diterima
Adjusted R Square = 0,362
Sumber: Data Hasil Olahan

Diketahui nilai t tabel pada taraf signifikansi 5 % (2-tailed) dengan

persamaan n – k – 1: alpha/ 2 = 87 – 2 – 1: 0,05/ 2= 84 : 0,025= ±1,989

(lihat tabel t) dimana n adalah jumlah sampel, k adalah jumlah variabel

bebas dan 1 adalah konstan. Dengan demikian maka diperoleh hasil

sebagai berikut:

1. Pada variabel Kualitas pelayanan fiskus, diketahui nilai thitung

(3,570)>t tabel (1,989) atau Sig. (0,001) < 0,05. Berdasarkan

perolehan nilai tersebut dapat diartikan bahwa kualitas pelayanan

fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

2. Pada variabel sanksi pajak, nilai thitung (3,411) >t tabel (1,989) atau

Sig. (0,001) < 0,05. Hal ini dapat diartikan bahwa sanksi pajak

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

4.6.2 Koefisien Determinasi yang Disesuaikan (Adjusted R2)


130

Dari tampilan output SPSS pada Tabel 4.17 menunjukkan besarnya

nilai Adjusted R Square adalah 0,362 atau sebesar 36,2%. Hal ini dapat

diartikan bahwa 36,2%variasi kepatuhan wajib pajak dapat dijelaskan

oleh variasi dari kedua variabel independen yang digunakan yaitu kualitas

pelayanan fiskus dan sanksi pajak. Sedangkan sisanya sebesar 63,8%

dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model.

4.7 Pembahasan

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini terdiri dari enam

hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang diajukan tersebut telah dilakukan

pengujian untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis-hipotesis tersebut.

Dengan demikian maka dapat diambil kesimpulan bahwa dari hipotesis

yang diajukan empat hipotesis diterima dan dua hipotesis ditolak. Adapun

hipotesis yang diterima yaitu hipotesis 1, 2, 3, 4, dan hipotesis yang

ditolak yaitu hipotesis 5 dan 6 karena hipotesis tersebut tidak memberikan

pengaruh. Berikut ini merupakan uraian mengenai hasil penelitian antara

lain sebagai berikut:

4.7.1 Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan

Perpajakan

Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian menguji

pengaruh kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan perpajakan. Hasil

pengujian kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan pada penelitian

inimenunjukkan kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap


131

kepatuhan. Nilai positif dilihatdari nilai koefisien regresi 0,125 dan 0,001

lebih kecil dari alpha 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

kualitas pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Pengaruh tersebut menunjukkan bahwa semakin meningkatnya

kualitas pelayanan maka akan semakin meningkat juga kepatuhan wajib

pajak orang pribadi, demikian juga sebaliknya semakin menurun kualitas

pelayanan maka akan semakin berkurang tingkat kepatuhan wajib orang

pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berperan penting

untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

Kualitas pelayanan fiskus yang baik memberikan kontribusi yang

besar kepada peningkatan kepatuhan wajib pajak untuk menyampaikan

kewajiban perpajakannya. Pelayanan yang berkualitas pasti akan

menimbulkan perasaan senang, sehingga dalam hal ini wajib pajak akan

terhindar dari sifat tidak patuh terhadap kewajiban perpajakannya.

Selain itu juga kualitas pelayanan merupakan ukuran citra yang

dapat diakui dan menjadi penilaian masyarakat terhadap pelayanan yang

diberikan oleh suatu perusahaan. Penilaian masyarakat mengenai

pelayanan yang diberikan bisa menimbulkan perasaan puas dan tidak

puas. Pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak bertujuan untuk

menjaga kepuasan wajib pajak. Jika wajib pajak puas terhadap pelayanan

yang diberikan tersebut maka akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak

dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Para wajib pajak akan patuh

dalam memenuhi kewajiban perpajakannya tergantung bagaimana

petugas pajak memberikan mutu pelayanan terbaik kepada wajib


132

pajaknya.Dengan memberikan pelayanan yang berkualitas maka wajib

pajak akan termotivasi untuk membayar pajak dan meningkatkan

kepatuhannya dalam membayar pajak.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Ananda (2015) yang

menyatakan bahwa pelayanan mempunyai pengaruh negatif terhadap

kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak bumi dan bangunan di

Kota Padang.Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan Andinata

(2015) yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan fiskus tidak

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Tetapi

penelitian ini sejalan dengan penelitian Jatmiko (2006), Trisnawati (2015)

yang menyatakan bahwa pelayanan fiskus memiliki pengaruh positif

terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini

menujukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap

kepatuhan. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas pelayanan yang

diberikan kepada wajib pajak dapat memberikan kesadaran manfaat dan

kepuasan langsung bagi wajib pajak.

Theory of Planned of Behavior menurut Ajzen (wibowo, 2013)

menjelaskan bahwa sebelum seseorang melakukan sesuatu, terlebih

dahulu individu tersebut akan memiliki evaluasi dan penilaian mengenai

hasil yang akan diperoleh dari perilakunya tersebut sehingga

mempengaruhi keputusan untuk melakukannya atau tidak melakukannya.

Kemudian keputusan untuk melakukan sesuatu juga dipengaruhi adanya

keyakinan mengenai pentingnya membayar pajak untuk membantu


133

menyelenggarakan pembangunan Negara ini berkaitan dengan

(behavioral beliefs).

Selain itu ketika akan melakukan sesuatu, ada faktor motivasi yang

mendorong untuk memenuhi harapan tersebut atau melakukan perilaku

tersebut, dimana berkaitan (Subjective norm).Hal tersebut dapat dikaitkan

dengan kualitas pelayanan pajak, dimana dengan adanya pelayanan yang

baik dari petugas pajak, sistem perpajakan yang efisien dan efektif, serta

penyuluhan-penyuluhan pajak yang memberikan motivasi kepada wajib

untuk taat pajak. Dengan demikian akan tercipta perilaku yang dapat

meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan kewajiban

perpajakannya.

4.7.2 Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Perpajakan

Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini menguji

pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan perpajakan. Hasil pengujian

kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan pada penelitian ini

menunjukkan, sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan.Nilai

positif dilihat dari nilai koefisien regresi 0,416 dan 0,001 lebih kecil dari

alpha 0,05.

Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa sanksi pajak

berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.Semakin meningkat

pengenaan sanksi perpajakan maka akan semakin meningkat juga

kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Sebaliknya semakin berkurangnya

pelaksanaan ketegasan sanksi perpajakan maka kepatuhan wajib pajak

orang pribadi juga akan menurun. Hal ini menunjukkan bahwa sanksi
134

perpajakan berperan penting untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak

orang pribadi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Ananda (2015), Jatmiko (2006),

Arum (2012) yang menyatakan bahwa sanksi memiliki pengaruh positif

dan signifikan terhadap kepatuhan masyarakat dalam menyampaikan

kewajiban perpajakannya. Tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan

Andinata (2015) yang menyatakan bahwa sanksi perpajakan tidak

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

Sanksi diterapkan sebagai akibat tidak terpenuhinya kewajiban

perpajakan oleh wajib pajak sebagaimana diamanatkan oleh Undang-

Undang perpajakan. Pengenaan sanksi pajak kepada wajib pajak dapat

menyebabkan terpenuhinya kewajiban perpajakan oleh wajib pajak

sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak itu sendiri.Wajib

pajak akan patuh (karena tekanan) karena mereka berfikir adanya sanksi

akan berakibat tindakan illegal dalam usahanya untuk tidak memenuhi

kewajiban perpajakannya.

Sanksi perpajakan dibuat untuk menjadikan wajib pajak patuh

terhadap kewajiban memenuhi kewajiban perpajakannya. Walaupun

dalam kenyataannya masih ada segelitir wajib pajak yang melanggar

aturan perpajakan, namun sanksi memegang peranan yang sangat

penting yaitu sebagai alat untuk mencegah dari tindakan yang melanggar

aturan yang berlaku. Disamping itu diperlukan juga ketegasan sanksi

akan dapat memotivasi wajib pajak untuk memenuhi kewajiban

perpajakannya.
135

Teori atribusi (Wibowo, 2013) menyatakan bahwa bila individu-

individu mengamati perilaku seseorang, mereka mencoba untuk

menentukan apakah itu ditimbulkan secara internal atau eksternal.

Perilaku yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini

berada di bawah kendali pribadi individu itu sendiri, sedangkan perilaku

yang disebabkan secara eksternal adalah perilaku yang dipengaruhi dari

luar, artinya individu akan terpaksa berperilaku karena situasi.

Kepatuhan wajib pajak terkait dengan sikap wajib pajak dalam

membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk

membuat penilaian mengenai orang lain sangat dipengaruhi oleh kondisi

internal maupun eksternal orang tersebut. Artinya seseorang akan patuh

apabila kondisi internal dari seseorang tersebut dalam keadaan baik.

Dalam keadaan baik disini dimaksudkan dengan tingkat kesadaran

seseorang yang tinggi sebagai wajib pajak untuk melakukan kewajiban

perpajakan dengan baik. Pada kondisi eksternal maka seseorang akan

melihat pada perilaku orang lain untuk dijadikan pengalaman.

Teori pembelajaran sosial (Wibowo, 2013) menjelaskan bahwa

seseorang akan mengetahui teori dari peraturan perpajakan tetapi

seseorang cenderung lebih banyak belajar langsung dari pengalaman

yang ada tentang pelaksanaan perpajakan. Seorang wajib pajak lebih

banyak belajar tentang tata cara perpajakan, sanksi perpajakan, serta

denda yang akan dikenakan apabila wajib pajak yang bersangkutan

melanggar peraturan perpajakan yang berlaku dari pengalaman seorang

wajib pajak itu sendiri. Dengan demikian wajib pajak memahami tentang
136

peraturan perpajakan serta sanksi-sanksi yang akan dikenakan maka

akan semakin tinggi pula kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan

kewajiban perpajakannya.

4.7.3 Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan


Perpajakan dengan Kondisi Keuangan sebagai Variabel
Pemoderasi

Hipotesis ketiga dalam penelitian ini menguji apakah Kondisi

keuangan memoderasi pengaruh antara kualitas pelayanan fiskus

terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian menunjukkan nilai

koefisien interaksi kualitas pelayanan fiskus dengan kondisi keuangan

wajib pajak sebesar –0,30 dengan signifikasi 0,044 lebih kecil dari alpha

0,05.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kondisi keuangan

memoderasi pengaruh kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan

wajib pajak.Pengaruh koefisien negatif menunjukkan bahwa kondisi

keuangan memperlemah pengaruh antara kualitas pelayanan fiskus

terhadap kepatuhan wajib pajak. Apabila wajib pajak mengalami tekanan

kondisi keuangan, meskipun kualitas pelayanan sudah baik kondisi

keuangan akan menurunkan tingkat kepatuhan wajib pajak. Demikian juga

sebaliknya semakin meningkat kondisi keuangan wajib pajak akan

semakin meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Hasil penelitian inisejalan dengan penelitian yang dilakukan

Siahaan (2005) yang menyatakan bahwa kondisi keuangan adalah

kemampuan keuangan perusahaan yang tercermin dari tingkat


137

profitabilitas yang telah terbukti merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kepatuhan dalam mematuhi peraturan perpajakan karena

profitabilitas akan menekan seseorang untuk melaporkan pajaknya.

Selain itu juga penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian

Alabede (2011) yang menyatakan bahwa kondisi keuangan wajib pajak

berpengaruh positif tidak signifikan terhadap hubungan antara persepsi

tentang kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak orang

pribadi. Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Aryobimo (2012) yang menyatakan bahwa kondisi keuangan wajib

pajak tidak memoderasi pengaruh persepsi kualitas pelayanan fiskus

terhadap kepatuhan wajib pajak.

Theory of Planned of Behavior (Wibowo, 2013) menjelaskan bahwa

kondisi keuangan pribadi dengan persepsi wajib pajak sangat menentukan

perilakunya (perceived control behavior) dalam Kepatuhan untuk

membayar pajak. Semakin tinggi persepsi kondisi keuangan pribadi, maka

wajib pajak dapat menentukan perilakunya dengan lebih baik dan sesuai

dengan ketentuan perpajakan sehingga kepatuhan wajib pajak

tinggi.Namun jika wajib pajak memiliki persepsi kondisi keuangan pribadi

rendah, maka wajib pajak tidak dapat menentukan perilakunya dengan

tepat sehingga wajib pajak memiliki tingkat kepatuhan yang rendah.

4.7.4 Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Perpajakan

Dengan Kondisi Keuangan Sebagai Variabel Pemoderasi


138

Hipotesis keempat dalam penelitian ini menguji apakah kondisi

keuangan memoderasi pengaruh antara sanksi pajak terhadap kepatuhan

wajib pajak. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh nilai koefisien

variabel moderasi kondisi keuangan wajib pajak sebesar –0,101 dengan

signifikasi 0,042 lebih kecil dari alpha 0,05.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa wajib pajak

mempresepsikan jika otoritas menerapkan sanksi perpajakan secara

konsisten, mereka akan merasa bahwa mereka tidak mau mengambil

resiko atas sanksi tersebut. Hal tersebut akan meningkatkan kepatuhan

dalam menyampaikan kewajiban perpajakan.

Nilai koefisien negatif variabel moderasi kondisi keuangan

menunjukkan bahwa kondisi keuangan memperlemah pengaruh antara

sanksi pajak terhadap kepatuhan perpajakan. Hal tersebut dapat

disimpulkan bahwa tingginya tingkat kepatuhan wajib pajak yang

disebabkan adanya penerapan sanksi akan menurun karena tekanan

kondisi keuangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kondisi

keuangan yang kurang baik akan menurunkan tingkat kepatuhan wajib

pajak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

(Perdana Yasa dan Jati, 2017) yang menyatakan bahwa kondisi

keuangan wajib pajak mampu memoderasi pengaruh sanksi perpajakan

terhadap kepatuhan wajib pajak.


139

4.7.5 Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan


Perpajakan Dengan Pengetahuan Perpajakan Sebagai Variabel
Pemoderasi

Hipotesis kelima dalam penelitian menguji apakah pengetahuan

perpajakan memoderasi hubungan antara kualitas pelayanan terhadap

kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan

diketahui bahwa pengetahuan perpajakan tidak memoderasi pengaruh

kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

hipotesis keempat memberikan hasil Ho diterima. Hal ini dilihat dari nilai

t tabel (1,989)< t hitung (1,972) < t tabel (1,989) dan Sig. (0,052) > 0,05 yang

berarti bahwa pengetahuan perpajakan tidak memoderasi pengaruh

kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak.

Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan perpajakan wajib pajak

tidak memperkuat atau memperlemah pengaruh antara kualitas pelayanan

fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak. Meningkatnya kepatuhan wajib

pajak yang disebabkan oleh peningkatan kualitas pelayanan fiskus tidak

akan mempengaruhi kuat atau lemahnya hubungan tersebut karena

adanya pengetahuan perpajakan. Begitu pula sebaliknya menurunnya

kepatuhan wajib pajak yang disebabkan menurun kualitas pelayanan

fiskus tidak akan menyebabkan meningkat atau menurunnya kepatuhan

wajib pajak karena adanya pengetahuan perpajakan. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kualitas pelayanan fiskus, maka

semakin tinggi pula tingkat kepatuhan wajib pajak tanpa dipengaruhi oleh

tinggi atau rendahnya pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan.


140

Berdasarkan teori yang dikemukakan dalam Shcister (1995), dalam

(alabede, 2011) ditemukan adanya kaitan antara tingkat pengetahuan

wajib pajak terhadap bertambahnya kepatuhan pajak. Penelitian Song dan

Yarbrough (1978) dalam alabede (2013) menunjukkan bahwa responden

dengan tingkat pengetahuan fiskal yang tinggi memiliki nilai etika pajak

lebih positif dibandingkan dengan pengetahuan fiskal yang kurang.

Eriksen dan Fallan (1996) dalam Alabede (2011) juga menjelaskan

bahwa peningkatan pengetahuan pajak khusus membuat responden

mempertimbangkan beberapa hal seperti mempertimbangkan pajak

mereka sendiri, penghindaran lebih serius, dan persepsi mereka tentang

keadilan pajak meningkat. Penelitian Saad (2013) di Malaysia

menunjukkan bahwa responden tidak memiliki pengetahuan teknis yang

cukup tentang pajak dan mempersepsikan kompleknya sistem

perpajakan, memberikan kontribusi terhadap ketidakpatuhan wajib pajak

di Malaysia. Oleh karena itu, memiliki pengetahuan yang cukup tentang

perpajakan sangatlah penting karena pendidikan pajak adalah salah satu

alat yang efektif untuk mendorong wajib pajak untuk lebih patuh

(Hyun,2003 dalam Lusia,2013 dalam Trisnawati, 2015).

Hasil temuan dalam penelitian ini berbeda jika pengetahuan

sebagai pemoderasi. Temuan dalam penelitian ini menggambarkan masih

rendahnya pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan, dimana masih

terdapat responden yang menjawab kurangnya pengetahuan dan

pemahaman tentang tarif pajak yang berlaku dan masih ada wajib pajak

yang belum mengetahui dan memahami dengan baik peraturan


141

perpajakan. Hal ini yang menyebabkan pengetahuan tidak memoderasi

pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepatuhan wajib pajak. Dengan

demikian pengetahuan perpajakan Wajib pajak seputar perpajakan harus

lebih ditingkatkan supaya mendorong tingkat kepatuhan dalam

menyampaikan kewajiban perpajakannya.

Ketika kepada responden ditanyakan hal-hal tentang kepemilikan

NPWP Pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban

sebagai wajib pajak, Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi

perpajakan., Pengetahuan dan pemahaman tentang tarif pajak yang

berlaku, Wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan,

masih terdapat responden yang menjawab tidak setuju dan ragu-ragu.

Bahkan, ketika ditanyakan tentang Pengetahuan dan pemahaman tentang

tarif pajak yang berlaku, mengetahui dan memahami peraturan

perpajakan lebih banyak responden menjawab tidak setuju dari pada

pertanyaan lainnya. Demgam demikian pengetahuan dan pemahaman

tentang pajak tidak serta merta berdampak pada perilaku patuh pajak .

.
4.7.6 Pengaruh Sanksi PerpajakanTerhadap Kepatuhan Perpajakan

Dengan Pengetahuan Perpajakan Sebagai Variabel Pemoderasi

Hipotesis keenam dalam penelitian ini adalah untuk menguji

apakah pengetahuan perpajakan memoderasi hubungan antara sanksi

perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan output SPSS

pada Tabel 4.19 menunjukkan bahwa hasil uji statistik t untuk hipotesis

keenam memberikan hasil terima H0 dilihat dari nilai t hitung sebesar


142

-1,254 yang lebih kecil dari t tabel yaitu 1,989 dan signifikansi (nilai p)

sebesar 0,213 yang lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa

pengetahuan perpajakan tidak memoderasi pengaruh sanksi pajak dalam

meningkatkan kepatuhan wajib pajak orang pribadi non karyawan.

Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan perpajakan wajib pajak

tidak memperkuat atau memperlemah pengaruh antara sanksi pajak

terhadap kepatuhan wajib pajak. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tingginya tingkat kepatuhan wajib pajak yang disebabkan adanya

penerapan sanksi tidak dapat dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya

pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan. Teori yang dikemukakan

oleh Palil (2005) dalam (Trisnawati, 2015) menyatakan bahwa

pengetahuan wajib pajak tentang pajak yang baik akan dapat

memperkecil adanya tax evation. Hasil penelitian ini menguatkan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Lusia, 3013) yang

menyatakan bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak melalui kesadaran wajib pajak orang pribadi yang

melakukan pekerjaan bebas pada KPP Pratama Gresik Utara

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eriksen dan Fallan

yang dikutip oleh (Palil, 2010) dalam (Damajanti, 2015) menyatakan

bahwa pengetahuan perpajakan berhubungan dengan sikap terhadap

perpajakan dan perilaku wajib pajak dapat diperbaiki dengan pemahaman

lebih baik tentang hukum pajak. Menurut Palil (2010) banyak faktor yang

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, tetapi pengetahuan adalah

pengaruh utama khususnya di Self assessment system. Hasil Penelitian


143

Palil (2010) di Malaysia menyatakan bahwa pengetahuan tentang sanksi

dan denda, pengetahuan tentang hak dan kewajiban wajib pajak,

pengetahuan tentang penghasilan yang dikenakan pajak dan penghasilan

yang tidak dikenakan pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan

wajib pajak. Dengan demikian pengetahuan perpajakan merupakan faktor

yang sangat penting dalam upaya untuk menjadikan wajib pajak patuh

terhadap kewajiban menyampaikan perpajakannya.

Berdasarkan Temuan dalam penelitian ini Analisis deskriptif

variabel pengetahuan perpajakan rata-rata berada dalam kategori baik.

Namun indikator pengetahuan dan pemahaman tentang tarif pajak yang

berlaku dan pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan, dan indikator

Wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan memiliki

nilai yang paling rendah sehingga pengetahuan perpajakan tidak dapat

memoderasi kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak.

Anda mungkin juga menyukai