BIOSISTEMATIKA CRYPTOGAMAE
MODUL I
DIVISI BRYOPHYTA (Tumbuhan Lumut)
DISUSUN OLEH :
DESEMBER, 2021
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah dapat mengetahui ciri-ciri tumbuhan yang
tergolong tumbuhan lumut, mengetahui ciri-ciri yang membedakan antara kelas
musci, anthocerotae dan hepaticae dan mengetahui contoh tumbuhan lumut yang
mewakili tumbuhan musci, anthocerotae dan hepaticae.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bryophyta (lumut) adalah sebuah divisi tumbuhan darat yang jelas batasannya dan
tidak memiliki hubungan kekerabatan erat dengan tumbuhan lain dari dunia
tumbuhan. Kelompok ini termasuk lumut hati, lumut tanduk dan lumut daun. Lumut
hidup dilingkungan yang lembab dan banyak sekali dijumpai khususnya pada hutan-
hutan tropis dan daerah iklim sedang lembab. Meskipun menyukai habitat yang
lembab, bryophyta merupakan tumbuhan darat yang dapat pula tumbuh di air tawar.
Sifat ini tercermin dari kenyataan bahwa bryophyta air tetap mempertahankan sifat
yang khas bagi tumbuhan lumut yaitu spora (Lovelles, 1989).
Walaupun bryophyta selalu dapat dikenali dari strukturnya, mereka juga mudah
dibedakan dari tumbuhan darat lain menurut daur hidupnya. Daur hidup bryophyta,
seperti halnya kebanyakan tumbuhan, mengalami pergiliran keturunan antara
generasi seksual atau generasi gametofit yang berbiak secara seksual (dan kadang-
kadang juga secara vegetatif), dan generasi aseksual atau generasi sporofit yang
berbiak dengan spora (Kiswardianta, 2016).
Bryophyta dapat dibedakan dari tumbuhan berpembuluh lain terutama karena lumut
(kecuali Polytrichales) tidak mempunyai sistem pengangkut air dan makanan. Selain
itu lumut tidak mempunyai akar sejati, lumut melekat pada substrat dengan
menggunakan rhizoid. Siklus hidup lumut dan tumbuhan berpembuluh juga berbeda
(Hasan dan Ariyanti, 2004).
Bryophyta memiliki alat kelamin jantan dan betina. Alat kelamin jantan disebut
anteridium dan alat kelamin betina disebut arkegonium. Kedua macam alat kelamin
tersebut jika terdapat pada salah satu individu disebut berumah satu. Sedangkan jika
terdapat masing-masing dalam dua individu yang terpisah disebut berumah dua.
Anteridium berasal dari sebuah sel epidermis yang membelah sampai mencapai
bentuk bulat atau ganda, didalam selubung itu terdapat penuh dengan sel-sel kelamin
yang disebut spermatozoid. Arkegonium terbentuk dari dinding sel yang mandul
sebagai dinding sel, dan di dalamnya terdapat sebuah sel telur (Sudiarjo, 1990).
Pada siklus hidup tumbuhan bryophyta, sporofit menghasilkan spora yang akan
berkecambah menjadi protonema. Selanjutnya dari protonema akan muncul
gametofit. Generasi gametofit mempunyai satu set kromosom (haploid) dan
menghasilkan organ sex (gametangium) betina (archegonium) yang menghasilkan sel
telur dan jantan (antheridium) yang menghasilkan sperma berflagella (antherezoid
dan spermatozoid). Gametangium biasanya dilindungi oleh daun-daun khusus yang
disebut daun pelindung (bract) atau oleh tipe struktur pelindung lainnya (Mishler et
al., 2003).
Bryophyta memiliki sekitar 16.000 spesies yang dikelompokkan menjadi tiga kelas
yakni lumut hati (hepaticeae), lumut daun (musci), dan lumut tanduk (anthocerotae).
lumut hati (hepaticeae) memiliki dua family yaitu family marchantiales dan
jungermaniales. Kelas lumut hati (musci) terdapat tiga family yakni bangsa
andreaeales, sphagnales dan bryales. Sedangkan kelas anthocerotae terdapat satu
bangsa yakni anthocerothales (Lukitasari, 2018).
Lumut daun jika dibandingkan dengan lumut lainya memiliki perbedaan yang mudah
dikenali, hal ini karena tumbuhan tersebut tumbuh pada tempat agak terbuka dan
bentuknya lebih menarik. Perbedaan yang jelas dibandingkan dengan lumut hati ialah
adanya simetri radial, yaitu daunnya tumbuh pada semua sisi sumbu utama
(Tjitrosomo, 1984). Lumut daun dapat tumbuh di atas tanah-tanah gundul yang
periodik mengalami masa kekeringan, bahkan di atas pasir yang bergerak pun dapat
tumbuh. Selanjutnya, lumut-lumut itu dapat kita jumpai diantara rumput rumput di
atas batu-batu cadas, pada batang-batang dan cabang-cabang pohon, di rawa-rawa,
tetapi jarang ada di dalam air. Mengingat tempat tumbuhnya yang bermacam-macam
itu, maka tubuhnya pun memperlihatkan struktur yang bermacam-macam pula.
Kebanyakan lumut daun suka pada tempat-tempat yang basah, tetapi ada pula yang
tumbuh pada tempat-tempat yang kering. (Tritjosomo, 1985).
Lumut hati merupakan suatu kelas kecil yang biasanya terdiri atas tumbuhan
berukuran relatif kecil yang dapat melakukan fotosintesis, meskipun selalu bersifat
multiseluler dan tampak dengan mata telanjang. Lumut hati banyak ditemukan
menempel di bebatuan, tanah, atau dinding tua yang lembab (Hasan dan Ariyanti,
2004). Lumut hati mempunyai bentuk tubuh yang tipis seperti kulit, yang tumbuh
rata memipih di atas medium penunjangnya, air tenang atau tanah basah. Tumbuhan
lumut daun sedikit lebih rumit dari pada lumut hati. Tubuhnya terdiri dari pucuk
tegak dengan beberapa anak daun yang amat kecil tersusun dalam pilinan. Pada
kedua tumbuhan ini tidak ditemukan jaringan berkayu untuk menunjang. Dengan
demikian, tumbuhan ini tidak pernah tumbuh menjadi amat besar (Kimball, 1999).
Tubuh lumut tanduk seperti lumut hati yaitu berupa talus, tetapi sporifitnya berupa
kapsul memanjang. Perkembangbiakan pada lumut tanduk hampir sama pada lumut
hati. Sel lumut tanduk hanya mempunyai satu kloroplas. Mempunyai gametofit lumut
hati, perbedaanya adalah terletak pada sporofit lumut ini mempunyai kapsul
memanjang yang tumbuh. seperti tanduk dari gametofit, masing-masing kloroplas
tunggal yang berukuran besar, lebih besar dari kebanyakan tumbuhan lumut. Lumut
tanduk hidup ditepi-tepi sungai atau danau dan sering kali disepanjan selokan, dan
ditepi jalan yang basah atau lembab. Salah satu kelas dari lumut tanduk adalah
Anthoceros Laevis. Perkembangan secara generatif dengan membentuk anteridium
dan arkhegonium. Anteridium terkumpul pada satu lekukan sisi atas talus
arkegonium juga terkumpul pada suatu lekukan pada sisi atas talus. Zigot mula-mula
membelah menjadi dua sel dengan suatu dinding pisah melintang. Sel diatas terus
membelah yang merupakan sporogenium diikuti oleh sel bagian bawah yang
membelah terus-menerus membentuk kaki yang berfungsi sebagai alat penghisap,
bila sporogenium masak maka akan pecah seperti buah polongan, menghasilkan
jaringan yang terdiri dari beberapa deretan sel-sel mandul yang dinamakan kolumila
ini diselubungi oleh sel jaringan yang kemudian menghasilkan spora, yang disebut
arkespora (Winda, 2009).
METODE PRAKTIKUM
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 01 Desember 2021 pada pukul 15.00
WITA sampai dengan selasai, yang dilakukan di laboratorium Biosistematika
Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Tadulako.
Pada praktikum kali ini Alat yang digunakan antara lain lup, mikroskop, objek
glass dan deck glass, alat tulis menulis, silet, pinset, kamera digital dan papan
seksi, dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini Pada kelas hepaticae
diwakili oleh Marchantia polymorpha yang telah memiliki anteridiofor dan
arkegoniofor, pada kelas musci dapat diwakili oleh beberapa spesies seperti
funaria sp, Sphagnum sp, Polytrichum sp, Pogonatum sp dll yang telah memiliki
sporogonium dan pada kelas Anthocerotae dibuat seperti point 1 dan 2.
Menyiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum.
Kemudia mengamati tiap tumbuhan lumut yang telah disiapkan dengan lup
mikroskop, mengambil gambar lumut dengan kamera digital dan
mendeskripsikan bagian morfologinya serta menggamati bentuk spora.
BAB IV
.1 Hasil Pengamatan
No Gambar Keterangan
1. Daun
2. RhizoiId
2 3. Batang
1 3
1
Lumut daun
(Polytrichum sp.)
1. Daun
2 2. Rhizoid
1 3. Spora
4. Batang
2
3
4
Lumut Hati
(Marchantia polymorpha)
1. Rhizoid
2. Daun
1 3. Batang
2
3
Lumut Tanduk
(Anthoceros agrestis)
4.2 Pembahasan
Hasil dari pengamatan yang telah dilakukan pada praktikum ini didapatkan 3
macam jenis lumut yaitu lumut daun (Polytrichum sp.), lumut hati (Marchantia
polymorpha) dan lumut tanduk (Anthoceros agrestis).
Lumut daun memiliki bagian menyerupai akar (rizhoid), batang, dan daun
sehingga disebut lumut sejati, daun pada lumut ini tersusun spiral dengan
melingkari batang. Gametofit tumbuh tegak dimana perkembangan berasal dari
protonema yang terdiri atas benang-benang berwarna hijau, bersifat fototrop,
bercabang banyak, pada tiap-tiap protonema hanya akan membentuk gametafora
yang terdiri dari batang–batang yang bercabang. Sporofit tumbuh pada
gametofitnya atau pada tumbuhan lumut itu sendiri, serta bersifat sebagai parasit
terhadap gametofit. Sporongium mempunyai kaki yang lebar, seta hanya berupa
lekukan antara kaki dari kapsul, bagian bawah kapsul memiliki stomata untuk
proses fotosintetis (Tjitrosoepomo, 1984).
Pada morfologi Polytrichum sp. terdapat bagian gametofit yang terdiri atas daun,
batang, dan rhizoid yang dapat dibedakan serta bagian sporofit yang terdiri atas
seta, dan kapsul memanjang yang dilindungi oleh kaliptra sehingga tumbuhan
tersebut dapat dikelompokan ke dalam lumut daun.
Lumut hati memiliki alat penghasil spora (sporangium) dengan kaki pendukung
yang disebut seta dan dilindungi oleh struktur yang disebut elater. Setelah
sporangium matang, seta menegak karena tekanan air dalam sel-selnya dan akan
mendorong spora untuk keluar dari sporangium. Spora matang akan keluar
ketika sporangium pecah dan elater juga membuka karena dipicu oleh udara
yang kering (Muzayyinah, 2005).
Pada lumut tanduk, struktur talus, terutamaanatomi internal dan isi sel
merupakan hal pentingyang dapat diamati untuk klasifikasi. Begitu juga sporofit
(yang mengandung dinding sporangial, spora dan ornamentasinya, dan sel steril
bercampur dengan spora) dan struktur silinder steril (jika ada) disporangium
(Lukitasari, 2018).
Pada morfologi anthoceros agrestis terdapat bagian gametofit yang terdiri atas
batang yang tunggal, kloroplas yang besar dan rhizoid serta bagiansporofit yang
terdiri atas seta dan kapsul berbentuk silinder dengan dehiscense terbelah 2
sehingga tumbuhan tersebut dapat dikelompokan ke dalam lumut tanduk.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Hasan, M., Arianti, N. (2004). Mengenal Bryophyta (lumut). Balai Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango: Cibodas.
Mishler., Hall, B. K., dan Olson, W. M. (2003). Phylogeny, Keyword and Concepts
in Evolutionary Developmental Biology. University Press: Harvard.
1.
2.
3.