Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Di susun oleh :
Reza Angreini
Nim : P07133218032
Degradable, yaitu polutan yang dapat diuraikan kembali atau dapat diturunkan sifat
bahayanya ke tingkat yang dapat diterima oleh proses alam. Contohnya adalah
kotoran manusia atau hewan dan limbah tumbuhan.
Non-Degradable, yaitu polutan yang tidak dapa diuraikan oleh kemampuan proses
alam itu sendiri. Contohnya merkuri, timah hitam, arsenik, dan lain-lain.
Oksida karbon: karbon monoksida (CO) dan (CO2). Gas CO2 adalah gas yang
dihasilkan dari proses pernapasan makhluk hidup, pembusukan bahan organik
dan pelabukan dari batuan. Bila gas ini di atmosfer jumlahnya meningkat,
maka akan menyebabkan peningkatan suhu pada bumi.
Oksida belerang: SO dan (SO3). Gas sulfur dioksida ini berasal dari pabrik
yang menggunakan belerang dan hasil dari pembakaran fosil. Gas ini jika
bereaksi dengan air akan membentuk senyawa asam. Bila senyawa ini turun
bersamaan dengan hujan, maka akan terjadilah hujan asam.
Oksigen nitrogen: NO, (NO2), N2O. Gas nitrogen ini sangat dibutuhkan oleh
makhluk hidup sebagai bahan untuk membangun protein. Jika gas ini bereaksi
dengan air maka akan membentuk sebuah senyawa asam.
Komponen organik volatile: metan (CH4), benzene (C6h6), Klorofluoro
karbon (CFC), dan kelompok bromin. CFC sering kali digunakan untuk bahan
pendingin pada AC dan kulkas. Selain itu, CFC juga digunakan untuk alat
penyemprot rambut dan juga alat penyemprot nyamuk. CFC sangat berbahaya
sekali karena bisa merusak lapisan ozon pada atmosfer. Akibatnya
perlindungan bumi dari radiasi sinar ultraviolet akan berkurang.
Suspensi partikel: debu tanah, dioksin, logam, asam sulfat, dan lain-lain
Substansi radioaktif: radon-222, iodin-131. strontium-90, plutonium-239, dan
lain-lain
Suara: kendaraan bermotor, mesin industri, pesawat, dan lain-lain
Dampak dari pencemaran udara sendiri adalah Hujan asam, Perubahan cuaca
yang ekstrim Penipisan ozon, Peningkatan kasus kerusakan mata hingga Kanker kulit.
Oleh sebab itu, sangat penting untuk mengatasi pencemaran udara ini, dimana udara
merupakan kebutuhan dasar manusia. Sebagai bentuk kontribusi karya ilmiah dalam
menemukan solusi yang tepat, buku Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara & Air
dapat kamu pelajari lebih lanjut.
2. Pencemaran Air
Polusi air dapat disebabkan oleh beberapa jenis pencemar sebagai berikut:
Pembuangan limbah industri, sisa insektisida, dan pembuangan sampah domestik,
misalnya, sisa detergen mencemari air. Buangan industri seperti Pb, Hg, Zn, dan CO,
dapat terakumulasi dan bersifat racun. Bila terjadi pencemaran di air, maka terjadi
akumulasi zat pencemar pada tubuh organisme air. Akumulasi pencemar ini semakin
meningkat pada organisme pemangsa yang lebih besar. Sumber lainnya yaitu:
Bahan Anorganik: Timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), merkuri (Hg),
kromium (Cr), nikel (Ni), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan kobalt (Co)
Bahan Kimia: Pewarna tekstil, pestisida, dan lain – lain
Bahan Organik: Berbentuk limbah yang dapat diuraikan oleh mikroba yang
akan memicu meningkatkan populasi mikroorganisme di dalam air
Cairan Berminyak
Dampaknya: Media penyebaran penyakit, Peningkatan alga dan eceng gondok,
Menurunkan kadar oksigen dalam air hingga mengganggu organisme di
perairan, Mengganggu pernapasan karena bau yang menyengat
3. Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah Pencemaran tanah disebabkan oleh beberapa jenis
pencemaran berikut ini : Sampah-sampah plastik yang sukar hancur, botol, karet
sintesis, pecahan kaca, dan kaleng. Detergen yang bersifat non bio degradable (secara
alami sulit diuraikan). Zat kimia dari buangan pertanian, misalnya insektisida. Sumber
lainnya:
Bahan logam: mangan (Mn), besi (Fe), aluminium (Al), timbal (Pb), merkuri
(Hg), seng (Zn). asenik (As), dan lain – lain
Bahan kimia organik: pestisida (insektisida, herbisida, dan fungisida), deterjen,
dan sabun
Bahan pupuk anorganik: urea, TSP, ammonium sulfat, dan KCL
Zat radioaktif
Dampak: Pertanian, seperti peningkatan salinitas tanah dan penurunan
kesuburan tanah Bencana alam, seperti tanah longsor dan erosi hingga
Penyumbatan saluran air
4. Pencemaran Suara
Polusi suara disebabkan oleh suara bising kendaraan bermotor, kapal terbang,
deru mesin pabrik, radio/tape recorder yang berbunyi keras sehingga mengganggu
pendengaran. Pernah ada kasus warga yang merasa terganggu dengan suara mesin
boiler milik pabrik kelapa sawit.
Setiap hari mereka tidak bisa tidur nyenyak, terutama anak-anak karena bising
dari mesin itu. Menurut WHO, tingkat pencemaran didasarkan pada kadar zat
pencemar dan waktu (lamanya) kontak. Sumber pencemaran suara diantaranya:
Kasus pencemaran merkuri yang paling besar terjadi Teluk Minamata, Jepang.
Sebuah perusahaan yang memproduksi asam asetat membuang limbang cairnya ke Teluk
Minamata, salah satunya adalah methyl mercury konsentrasi tinggi. Tragedi yang dikenal
dengan Penyakit Minamata (Minamata Disease) terjadi antara tahun 1932-1968. Teluk
Minamata merupakan daerah yang kaya sumber daya ikan dan kerang. Selama bertahun-
tahun, tidak ada yang menyadari bahwa ikan, kerang, dan sumber daya laut lainnya dalam
teluk tersebut telah terkontaminasi merkuri.
Methyl mercury ini masuk ke dalam tubuh organisme laut baik secara langsung dari
air maupun mengikuti rantai makanan. Kemudian mencapai konsentrasi yang tinggi pada
daging kerang-kerangan, krustacea dan ikan yang merupakan konsumsi sehari-hari bagi
masyarakat Minamata. Akibat adanya proses bioakumulasi dan biomagnifikasi, konsentrasi
merkuri dalam rambut beberapa pasien di rumah sakit Minamata mencapai lebih 500 ppm.
Pada saat itu, setidaknya 50.000 orang yang terkena dampak dan lebih dari 2.000
kasus penyakit Minamata disertifikasi. Masyarakat Minamata yang mengonsumsi makanan
laut yang tercemar tersebut diidentifikasi terserang penyakit syaraf, lumpuh, kehilangan
indera perasa, bicara ngawur, dan bahkan banyak yang meninggal dunia.
Di Indonesia, kasus pencemaran merkuri yang cukup serius juga pernah terekspos di
Teluk Buyat, Sulawesi Utara pada 2004. Perusahaan tambang emas PT Newmont Minahasa
Raya yang beroperasi di area Teluk Buyat diduga telah membuang limbah tailing-nya ke ke
dasar Teluk Minahasa sehingga menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat
yang serius. Sejumlah ikan mati mendadak dan menghilangnya beberapa beberapa jenis ikan.
Merkuri atau yang juga dikenal dengan air raksa dapat menimbulkan berbagai bahaya
dan kematian pada makhluk hidup. Buku Merkuri dan Keberadaannya hadir sebagai
penambahan materi dan pemahaman para pembacanya.
Selain itu, ditemukan sejumlah ikan memiliki benjolan semacam tumor dan
mengandung cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna kuning keemasan. Fenomena
yang sama juga ditemukan pada sejumlah penduduk Buyat, di mana mereka memiliki benjol-
benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala. Hasil penelitian WALHI
(2004) menemukan bahwa sejumlah konsentrasi logam berat (arsen, merkuri, antimon,
mangan) dan senyawa sianida pada sedimen di Teluk Buyat sudah tinggi.
Jika dibandingkan pada konsentrasi logam berat sebelum pembuangan tailing (data
dari studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan/AMDAL, 1994), konsentrasi merkuri di
daerah dekat mulut pipa tailing di Teluk Buyat meningkat hingga 10 kali lipat (data WALHI
dan KLH, 2004).
Ketika alga dimakan ikan- ikan kecil maka ikan kecil akan terkontaminasi bahan
pencemar. Ketika ikan-ikan kecil tersebut dimakan oleh ikan-ikan besar, maka ikan besar
juga akan mengandung berbagai bahan pencemar yang dimiliki oleh ikan kecil. Dan ketika
ikan-ikan besar ditangkap nelayan dan dimakan oleh manusia, maka bakteri atau polutan
tersebut akan masuk ke dalam tubuh manusia melalui ikan-ikan besar tersebut.
Ketika manusia mengonsumsi beberapa makanan yang yang berupa hewan atau
tumbuhan yang telah terkontaminasi bahan pencemar, maka segala kemungkinan buruk bisa
terjadi. Beberapa kemungkinan buruk dari mengonsumsi bahan makanan yang tercemar
adalah keracunan atau meninggal dunia. George Tyler Miller (1979) dalam bukunya yang
berjudul Living in The Environment menjelaskan bahwa akibat pencemaran lingkungan
terhadap kehidupan dikelompokkan ke dalam 6 tingkatan. Adapun tingkatan tersebut adalah
sebagai berikut.
Tingkatan 1: Gangguan estetika, misalnya bau
Tingkatan 2: Kerusakan properti, misalnya bahan logam menjadi karatan
Tingkatan 3: Gangguan pada tumbuhan/hewan, misalnya penurunan hasil pertanian
Tingkatan 4: Gangguan pada kesehatan manusia, misalnya penyakit saluran
pernapasan
Tingkatan 5: Kerusakan secara genetik dan reproduksi manusia
Tingkatan 6: Gangguan pada ekosistem secara luas, misalnya perubahan iklim
global.