Anda di halaman 1dari 4

Nama : Alifa Putri Maharani

Nim : P07133218004
Tingkat/Semester : 3/VII
Mata kuliah : Penyidikan Lingkungan
Dosen : Hamdani, ST,MT

Optimalisasi Penyidikan Tindak Pidana Lingkungan Hidup Oleh Penyidik POLRI Dan PPNS
Lingkungan Hidup Dalam Upaya Penegakan Hukum Dihubungkan Dengan UU No. 32
Tahun 2009 Dan KUHAP
https://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/year/2020/docId/173

Tindak Pidana pada hakikatnya merupakan istilah yang berasal dari terjemahan kata
strafbaarfeit dalam bahasa Belanda. Kata strafbaarfeit dapat diterjemahkan dalam berbagai
terjemahan bahasa Indonesia. Beberapa kata yang dipergunakan untuk menerjemahkan
strafbaarfeit oleh sarjana-sarjana di Indonesia antara lain; tindak pidana, delict, perbuatan
pidana.
Dalam merumuskan tindak pidana lingkungan, hendaknya selalu diingat, bahwa
kerugian dan kerusakan lingkungan hidup tidak hanya yang bersifat nyata (actual harm),
tetapi juga bersifat ancaman kerugian potensial, baik terhadap lingkungan hidup maupun
kesehatan.Dalam merumuskan tindak pidana lingkungan hidup, hendaknya selalu adanya dua
macam eleman (mental element) yang mencakup pengertian, bahwa berbuat atau tidak dibuat
dilakukan dengan sengaja, recklessness (dolus eventualis atau culpa gravis) atau kealpaan
(negligence). Element material mencakup dua hal, yaitu :
1) adanya perbuatan atau tidak berbuat (omission) yang menyebabkan terjadinya tindak
pidana atau
2) perbuatan atau tidak berbuat yang melanggar atau bertentangan dengan standar
lingkungan yang ada.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa lingkungan hidup
merupakan kesatuan ruang dengan semua, benda, daya, keadaan dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup mengatur upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Maraknya persoalan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan merupakan suatu
persolan baru dalam penegakan hukum lingkungan. Pelaku tindak pidana lingkungan
biasanya dilakukan oleh orang yang mempunyai akses terhadap sumber daya ekonomi dan
politis sehingga mempengaruhi proses penegakan hukum lingkungan.
Syarat penegakan hukum itu perlu memperhatikan kaidah-kaidah hukum yaitu
pertama, hukum (undang-undang) itu sendiri yang memenuhi unsur-unsur filosofis,
sosiologis, dan yuridis satu undang-undang yang memadai. Kedua adalah aparat penegak
hukum yang memang bertugas menegakkan hukum. Ketiga adalah masyarakat, dan
masyarakat yang ditegakkan harus menerima hukum dan dapat diatur dengan baik. Keempat
adalah sarana dan prasarana yang mendukung tersebut. Keempat syarat tersebut harus ada,
sebab jika salah satunya hilang, maka hukum tidak bisa ditegakkan.
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah menggariskan
pembagian tugas wewenang masing-masing instansi aparat penegak hukum. Akan tetapi,
sekalipun KUHAP menggariskan pembagian wewenang secara instansional, KUHAP sendiri
memuat ketentuan yang menjalin instansi-instansi penegak hukum dalam suatu hubungan
kerjasama yang dititikberatkan bukan hanya untuk menjernihkan tugas wewenang dan efisien
kerja, tetapi juga diarahkan untuk terbina suatu tim aparat penegak hukum yang dibebani
tugas tanggung jawab saling mengawasi dalam sistem checking antarsesama mereka.
Peranan penyidik dalam penegakan hukum pidana lingkungan memiliki pengaruh
yang sangat penting karena dalam fungsinya mengumpulkan bahan/alat bukti yang sering
bersifat ilmiah. Kendala-kendala yang seringkali terjadi dalam kasus perusakan atau
pencemaran lingkungan terdapat pada kesulitan penyidik untuk menyediakan alat bukti yang
sah yang harus sesuai dengan ketentuan pasal 183 dan pasal 184 KUHAP.
Tugas Penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Polri adalah merupakan penyidik
tunggal bagi tindak pidana umum, tugasnya sebagai penyidik sangat sulit dan membutuhkan
tanggung jawab yang besar, karena penyidikan merupakan tahap awal dari rangkaian proses
penyelesaian perkara pidana yang nantinya akan berpengaruh bagi tahap proses peradilan
selanjutnya.
Berdasarkan pasal 6 ayat 1 KUHAP dan yang menjadi dasar hukum tersebut,
bahwa dalam tindak pidana lingkungan hidup memberikan kewenangan terhadap Pejabat
Pegawai Negeri Sipil untuk melakukan penyidikan. Serta, hal ini tercantum dalam pasal 94
ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yaitu sebagai berikut:
“Selain penyidik Pejabat Polisi Negeri Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diberik wewenang sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak
pidana lingkungan hidup”.
Proses Penyidikan perlu dinyatakan dengan pasti dan jelas, karena hal tersebut
langsung menyinggung dan membatasi hak asasi manusia. Bagian-bagian hukum acara
pidana yang menyangkut penyidikan adalah sebagai berikut:
a. Ketentuan tentang alat-alat penyidik.
b. Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik.
c. Pemeriksaan ditempat kejadian.
d. Pemeriksaan tersangka atau terdakwa.
e. Penahanan sementara
f. Penggeledahan.
g. Pemeriksaan atau interogasi.
h. Berita acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan ditempat).
i. Penyitaan.
j. Penyampingan perkara.
k. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik
untuk disempurnakan.
Pada dasarnya, setiap penyidikan harus mengacu pada ketentuan Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan dalam melaksanakan
kewenangannya, PPNS dalam bidang apapun harus berkoordinasi dengan penyidik
Kepolisian. Untuk mengatur kewenangan PPNS diterbitkanlah Perkapolri No. 6 Tahun 2010
tentang Manajemen Penyidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Bentuk kerjasama antara
penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan penyidik Polri berupa bantuan personil, bantuan
personil dan rangka eksekusi putusan, bantuan laboratarium lingkungan dan/atau ahli, di sisi
lain Polri sebagai koordinator pengawas penyidikan Pegawai Negeri Sipil memberikan
bantuan laboratarium forensik, identifikasi, dan psikologi, bantuan personil penyidik, bantuan
peralatan, upaya paksa, penitipan tahanan serta pengamanan barang bukti maupun tersangka
dan/atau terdakwa. Bentuk kerjasama dengan Jaksa menyangkut asistensi dan konsultasi
hukum sebelum atau selama proses penyidikan.
KESIMPULAN

1. Berdasarkan uraian di atas bahwa penyidikan dalam tindak pidana lingkungan hidup
dapat dilakukan baik oleh penyidik Polri maupun penyidik Pegawai Negeri Sipil.
2. Tugas Penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Polri adalah merupakan penyidik
tunggal bagi tindak pidana umum, tugasnya sebagai penyidik sangat sulit dan
membutuhkan tanggung jawab yang besar, karena penyidikan merupakan tahap awal
dari rangkaian proses penyelesaian perkara pidana yang nantinya akan berpengaruh
bagi tahap proses peradilan selanjutnya
3. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah menggariskan
pembagian tugas wewenang masing-masing instansi aparat penegak hukum. Akan
tetapi, sekalipun KUHAP menggariskan pembagian wewenang secara instansional,
KUHAP sendiri memuat ketentuan yang menjalin instansi-instansi penegak hukum
dalam suatu hubungan kerjasama yang dititik beratkan bukan hanya untuk
menjernihkan tugas wewenang dan efisien kerja, tetapi juga diarahkan untuk terbina
suatu tim aparat penegak hukum yang dibebani tugas tanggung jawab saling
mengawasi dalam sistem checking antarsesama mereka.

Anda mungkin juga menyukai