Anda di halaman 1dari 2

Tokoh Pendiri Aliran Qadariyah

Sosok yang dalam sejarah tercatat sebagai tokoh pendiri aliran Qadariyah adalah Ma'bad Al-
Juhani dan Ghaylan Al-Dimasyq. Nama pertama lebih senior daripada yang kedua. Ma'bad
Al-Juhani yang wafat pada tahun 80 Hijriyah (699 M) lahir di Basrah dan termasuk generasi
tabiin. Ia juga dikenal sebagai muhaddits (ahli hadis). Adapun Ghailan yang lahir di
Damaskus, dan kesohor sebagai orator sekaligus ahli debat ulung, tercatat wafat pada tahun
105 H (722 M).

Paham Qadariyah yang dipelopori kedua tokoh itu mulai muncul selepas pergantian
Kekhalifahan Rasyidin ke Dinasti Umayyah. Tepatnya, era setelah perpecahan umat Islam
karena terbunuhnya khalifah Ali bin Abi Thalib, dan Muawiyah bin Abu Sufyan naik takhta
menjadi khalifah pertama dari Dinasti Umayyah. Saat itu, banyak masyarakat muslim tidak
setuju dengan gaya politik Muawiyah yang bertolak jauh dari pemerintahan Kekhalifahan
Rasyidin. Muawiyah kerap memojokkan oposisi politiknya. Bahkan, atas kuasa anaknya,
Yazid bin Muawiyah, cucu Nabi SAW, Husein bin Ali dibantai di Karbala.

Menjawab hal tersebut, Muawiyah pun menyatakan apabila ia tidak layak menjadi pemimpin
umat Islam, maka biarlah Allah yang memutuskan, siapa yang akan menggantikannya
menjadi khalifah. Pemikiran Muawiyah tersebut sejalan dengan aliran Jabariyah (fatalisme)
yang menyatakan bahwa segala urusan yang terjadi di dunia ini sudah ditentukan oleh takdir.
Muawiyah menganggap bahwa kedudukannya sebagai khalifah terjadi karena ketetapan
Allah SWT. Jika Allah menghendaki untuk mencopot jabatannya, maka ia tak memiliki kuasa
melawan-Nya. Itulah kenapa, aliran Jabariyah memperoleh dukungan Muawiyah. Sementara
itu, aliran Qadariyah diburu habis-habisan.

Salah satu pelopor aliran Qadariyah, Ghaylan Al-Dimasyq juga sering keluar masuk penjara,
hingga ia dihukum mati pada masa Khalifah Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M). Pengikut
Qadariyah diburu karena mendakwahkan bahwa manusia memiliki kehendak bebas, serta
tidak ditentukan oleh takdir. Pemikiran itu menyerang fondasi teologis yang menjadi alas
legitimasi kekuasaan Dinasti Umayyah. Pokok Pemikiran Aliran Qadariyah Inti pemikiran
aliran Qadariyah adalah kehendak bebas manusia. Artinya, manusia memiliki daya untuk
memutuskan keinginannya secara mandiri, terlepas dari takdir Allah SWT. Di saat
bersamaan, aliran Qadariyah memandang bahwasanya Allah menganugerahkan akal agar
manusia mempertimbangkan dengan bijaksana setiap laku yang akan diperbuatnya.

Para pengikut aliran Qadariyah memosisikan akal sebagai instrumen penting; ia adalah
penimbang keputusan manusia. Pandangan bahwa akal (rasio) adalah hal krusial dalam laku
beragama kelak mempengaruhi aliran yang lahir di era kemudian, yakni Mu'tazilah pada 723
M.

Dikutip dari buku Akidah Akhak (2020) yang ditulis Siswanto, berikut ini dua pokok
pemikiran aliran Qadariyah. 1. Melawan kezaliman dengan tangan sendiri Aliran Qadariyah
berpandangan bahwa manusia bertanggung jawab untuk menegakkan kebenaran dan
melawan kezaliman dengan tangannya masing-masing. Paham Qadariyah memuat keyakinan
bahwa Allah SWT sudah memberi daya dan kekuatan kepada manusia untuk melawan
kezaliman. Jika tidak melakukannya maka manusia telah berdosa karena melanggar perintah
Allah SWT. Perintah melawan kezaliman ini juga tergambar dalam sabda Nabi Muhammad
SAW: “Barang siapa melihat kemungkaran maka lawanlah dengan tangannya. Jika tak
sanggup maka dengan lisannya. Jika tak sanggup, maka dengan hatinya. Dan itu [melawan
dengan hati] adalah selemah-lemahnya iman,” (H.R. Muslim).

2. Keadilan Allah SWT dari kehendak bebas Manusia diciptakan Allah SWT dengan
kehendak bebas. Maka, ia mempunyai kemampuan mandiri untuk memutuskan perbuatan
yang akan dilakukan. Pemikiran aliran Qadariyah tersebut didasari alasan bahwa Allah SWT
memberikan pilihan kepada manusia untuk melakukan kebaikan dan keburukan, beriman atau
tetap pada kekafiran. Karena itu, manusia akan dihakimi, diberi pahala atau diganjar dosa,
berdasarkan pilihannya sendiri. Dalil mereka bersandar pada firman Allah SWT di surah Al-
Kahfi ayat 29: “Barang siapa menghendaki [untuk menjadi orang beriman] maka berimanlah,
dan barang siapa menghendaki [untuk menjadi orang kafir] maka kafirlah,” (QS. Al-Kahfi
[18]: 29).

Aliran Qadariyah merupakan antitesa dari paham Jabariyah yang memandang bahwasanya
semua perbuatan manusia sudah ditentukan oleh takdir. Penganut Qadariyah menilai, jika
paham Jabariyah itu benar maka berarti Allah telah berlaku tidak adil dengan menghukum
manusia. Padahal, Allah SWT adalah Tuhan yang Maha Adil. Dalam keyakinan penganut
aliran Qadariyah, Allah SWT tidak mungkin memberi hukuman neraka atau
menganugerahkan surga untuk perbuatan yang terjadi bukan karena kehendak manusia itu
sendiri. Oleh karena itu, aliran Qadariyah berpendapat bahwasanya keadilan Allah tercapai
melalui pilihan dan kehendak bebas dari manusia itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai