Anda di halaman 1dari 2

Refleksi teologis Perkawinan

Perkawinan menjadi tanda yang menghadirkan 2 pribadi yang berbeda, lelaki dan
perempuan, diikat dalam suatu perjanjian / sumpah setia, sehingga menegaskan keduanya
bersatu menjadi keluarga baru. Perkawinan sendiri sudah menjadi bagian dalam Gereja
Katolik, dengan sejarah pemasukkan statusnya secara panjang dan penuh perdebatan. Namun,
perlulah dilihat lagi dalam pesan Kitab Suci: “Beranakcuculah dan bertambah banyak;
penuhilah bumi dan taklukkanlah itu” (Kej 1:28) serta “Demikianlah mereka bukan lagi dua,
melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan
manusia” (Mat 19:6), kembali menegaskan betapa sucinya perkawinan itu. Dengan jumlah
keturunan yang semakin banyak di bumi, maka rahmat keselamatan dari Allah itu terus
berjalan hingga kini.

Sebagaimana di dalamnya pula, Perkawinan pun dipandang demikian oleh rasul


Paulus dalam Ef 5:22-33 sebagai rahmat kekudusan yang dihidupi oleh pasangan suami-
isteri. Segalanya yang dipersatukan itu, sungguh-sungguh diterima sebagai tanggung jawab
yang tidak sembrono dilakukan, “supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di
hadapan diriNya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi
supaya jemaat kudus dan tidak bercela” (Ef 5:27). Dalam hal lain pula, ditegaskan demikian:
“Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara
waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu
kembali hidup bersama-sama, supaya iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak
tahan bertarak” (1 Kor 7:5). Setiap pasangan mesti membawa diri mereka dalam doa yang
suci, bukan atas dasar nafsu kehawaan belaka.

Demikianlah yang terjadi dalam tubuh Gereja Katolik saat ini, terlebih disoroti dalam
Paroki St. Petrus & Paulus Minomartani, Kaliurang – Jogjakarta. Tentu Gereja ini sendiri
berada dalam Ritus Gereja Katolik Roma. Namun, setiap Gereja pasti memiliki ciri khas
tersendiri dalam memberikan pelayanan Sakramen & Sakramentali di dalamnya, yang tentu
sudah mendapat izin & restu dari Kevikepan setempat. Salah satu contoh yang dapat ditemui
adalah Misa penyegaran Janji Perkawinan dari setiap anggota keluarga yang sudah menikah
dalam pengukuhan Gereja Katolik. Setiap 2 bulan akan dibuat Misa tersebut, dan selalu
bertahap dimulai dari Januari hingga Desember.
Selain itu, diadakan juga Misa syukur atas rahmat usia Perkawinan yang diterimakan
setiap keluarga di Paroki tersebut. Mulai dari usia muda hingga pada usia lanjut, antusiasme
disana tetaplah meriah dan tidak terdengar kesan buruk sedikitpun. Dari kelompok internal
Gereja, ada Tim CFC (Couple For Christ) & Tim Perkawinan KANA yang memberi
pendampingan berupa Retret & Rekoleksi, bagi keluarga yang sudah mapan usia
perkawinannya dan yang masih calon pasutri (Pasangan Suami Isteri). Tentu, dengan
kehadiran tim-tim ini dalam Paroki, sungguh menjadi “perpanjangan tangan” pelayanan
Gereja bagi segenap umat yang ada di sana.

Dalam situasi saat ini, banyak dari anggota keluarga yang menikahkan buah hatinya
dalam Gereja, untuk dapat disaksikan dan disiarkan dalam media sosial. Tentu, dengan
bentuk kerjasama dari Komisi Sosial Paroki & Kevikepan, sudah disediakan media tersebut.
Paroki pun dapat “menerjunkan dirinya” pada bentuk pewartaan Virtual yang amat
digalakkan dimana-mana ini, dengan membuat Channel atau Kanal media sosial berupa
Youtube: FOKUS MINOMARTANI, Instagram: Paroki_Minomartani, Website resmi:
ParokiMinomartani.com.

Jadi, peran Gereja Katolik dalam memberikan pelayanan Sakramen ini, sungguh-
sungguh dan serius untuk diwujudnyatakan. Bagaimanapun, setiap insan yang berlainan jenis,
memberi dirinya untuk bersama dengan pribadi lain, membentuk & membangun “Bahtera
Keluarga” untuk terbuka pada keturunan dan tanggungjawab yang diterima di dalamnya.
Pastinya, ada status Yuridis & wewenang tertentu yang diberikan dalam Gereja Katolik. Hal
seperti itu diwajibkan demi terciptanya keselarasan dan stabilitas makna janji perkawinan,
agar dilalui bersama melintas waktu dalam “suka dan duka, untung dan malang”.

Di hadapan para saksi Nikah dan Otoritas Gereja Katolik yang berwenang, setiap
pasangan mengucapkan sumpah setia itu, baik dalam kondisi yang dihadapi itu bermacam-
macam di dalamnya, dan hal tersebut tercatatkan dalam riwayat janji Nikah. Inilah yang
menjadi kekhasan tersendiri dalam Gereja Katolik itu. Pencatatan dilakukan dengan hati-hati
dan teliti, agar status hak dan kewajiban setiap pasangan tetap terjaga. Peran dari para
pengurus hal seperti ini juga dilibatkan, supaya dalam memberi keputusan selanjutnya atas
janji Nikah itu tidak berlalu saja, tetapi diberikan pendampingan secara berkala agar utuhlah
status dan hikmat dari janji Nikah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai