Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia adalah mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia sangat

membutuhkan interaksi dengan orang lain sebagai cara untuk memahami

eksistensinya sebagai manusia. Sebagai mahluk sosial maka manusia pun

terikat dengan berbagai aturan dan norma yang di buat dan dilakukan oleh

masyarakat.Masyarakat sebagai suatu lingkungan sosial sebenarnya terdiri dari

kumpulan-kumpulan lingkungan sosial yang lebih kecil yakni keluarga.  Suatu

Keluarga terjadi karena perkawinan antara dua jenis kelamin yang

berbeda. Keluarga merupakan bagian kecil dari masyarakat, oleh karena itu

setiap keluarga harus diperkuat dengan berbagai segi yaitu ketentraman dan

kesejahteraannya. Untuk melaksanakan perkawinan maka perlu adanya

peraturan-peraturan karena perkawinan adalah perjanjian yang kokoh dan kuat

lahir batin antara pria dan wanita untuk membentuk keluarga bahagia sesuai

dengan tujuan dan ketentuan dari pencipta dalam rangka beribadah kepadaNya

karena setiap manusia tidak akan dapat berkembang tanpa adanya perkawinan

karena perkawinan menyebabkan adanya keturunan dan keturunan

menimbulkan keluarga yang berkembang menjadi kerabat dan masyarakat

sehingga perkawinan merupakan unsur yang meneruskan kehidupan manusia

dan masyarakat.

1
Perkawinan merupakan pintu terbentuknya suatu keluarga di tengah

kehidupan masyarakat secara keseluruhan maupun kehidupan persekutuan

gereja di tengah dunia. Keluarga adalah lembaga atau unit kemasyarakatan

yang terkecil dan yang terpenting di dunia ini. Disebut demikian karena

keluarga menentukan tinggi rendahnya mutu kehidupan masyarakat dan

Negara1 dan juga kekuatan suatu bangsa atau negara ditentukan oleh unit-unit

keluarga yang menjadi warga negera tersebut; jika keluarga-keluarga sehat dan

bertanggungjawab, maka dapat dipastikan bahwa negara tersebut sehat dan

kuat pula. Demikian juga berlaku bagi gereja; jika anggota jemaat sebuah

gereja yang terdiri dari keluarga-keluarga yang sehat, harmonis dan

bertanggungjawab, maka dapat juga dipastikan bahwa gereja tersebut tidak

banyak mengalami hambatan dalam pertumbuhannya untuk menjadi gereja

kuat, berkembang dan berbuah2.

Selain gereja terdiri dari keluarga-keluarga yang sehat dan harmonis

maka harus diingat bahwa tujuan perkawinan adalah untuk “membentuk

keluarga bahagia”, artinya, bahwa dalam membina keluarga yang bahagia

sangat diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk meletakkan perkawinan

sebagai ikatan suami-istri atau calon suami-istri dalam kedudukan yang

semestinya dan yang suci seperti yang diajarkan oleh agama. Suatu persekutuan

sejati dalam pernikahan hanya mungkin saja terjadi apabila suami-istri saling

menghargai atau menghormati satu sama lain sebagai indivindu dan

memperlakukan masing-masing sebagai yang setara3

1
M. Krisetya, Konseling Pernikahan & Keluarga, (Salatiga,UKSW,2008) hal.39
2
Ibid
3
M. Krisetya, Diktat Konseling Pernikahan & Keluarga,(Salatiga,UKSW,2007) hal 14

2
GKI di Tanah Papua dalam Pedoman Pelayanan, Bab II pasal 7 ayat 1

dan 2 mengatakan bahwa suatu pernikahan Kristen dapat di terima dan di akui

sah apabila di berkati oleh gereja demi menjamin rasa tanggung jawab atas

keutuhan suatu keluarga Kristen yang baik dan harmonis, maka pelaksanaan

peneguhan dan pemberkatan nikah di adakan di hadapan jemaat Tuhan dalam

suatu kebaktian di Gereja4kemudian dalam ayat 9 dikatakan bahwa tiap acara

peneguhan dan pemberkatan nikah di dahului dengan pengembalaan dari pihak

gereja (majelis jemaat dan pelayan yang melayani pernikahan tersebut) 5dan

dalam penjelasan pasal demi pasal dalam Bab II pasal 7 ayat 9 mengatakan

bahwa pengembalaan dari pihak majelis jemaat dan pelayan meliputi : (a)

dasar-dasar alkitabiah tentang: Pembentukan rumah tangga atau keluarga

keluarga Kristen, kedudukan, fungsi, tugas dan tanggung jawab suami istri

Kristen terhadap suami atau istri, anak-anak, jemaat atau gereja, masyarakat

atau bangsa, terutama terhadap Tuhan dan sesamanya dalam terang injil

Kristus6(b) data perorangan meliputi: nama lengkap, tempat dan tanggal lahir,

pekerjaan, nama lengkap ibu dan ayah kandung, usia pasangan minimal 17

(tujuh belas) tahun, pernah atau belum menikah7. Melalui pedoman pelayanan

dapat di lihat bahwa pelayanan pastoral pernikahan diadakan bagi calon

pasangan yang akan nikah, tentu dengan maksud agar mereka dapat membekali

diri tentang kehidupan berumah tangga dan menjadikan rumah tangga mereka

sebagai rumah tangga Kristiani yang kokoh, dibangun berdasarkan Firman

Tuhan dan pengetahuan lainnya yang terkait erat dengan kehidupan keluarga.

4
GKI di Tanah Papua, Pedoman Pelayanan, (BP AM Sinode GKI di Tanah Papua, April 2007)Hal 11
5
GKI di Tanah Papua, Pedoman Pelayanan,(BP AM Sinode GKI di Tanah Papua, April 2007) hal 12
6
Ibid, Hal 33
7
Ibid, Hal 34

3
Penulis menemukan adanya perkembangan yang memperlihatkan

tanda-tanda terganggunya pertumbuhan iman sebagian warga gereja terutama

kehidupan keluarga Kristen, lebih khusus dalam hubungan antara suami-istri

yang sudah menerima pemberkatan nikah gereja dimana sering terjadi masalah-

masalah dalam keluarga seperti adanya perselingkuhan, kekerasan dalam

rumah tangga sehingga dapat menyebabkan perceraian. Masalah-masalah yang

terjadi di dalam keluarga dapat dikatakan di sebabkan oleh kurangnya

pemahaman warga jemaat tentang pernikahan Kristen yang berdasarkan pada

Firman Tuhan. Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan salah

satu masalah yang sering terjadi di dalam suatu keluarga.Kekerasan dalam

Rumah Tangga (KDRT) merupakan salah satu pelanggaran hak asasi manusia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan adalah perbuatan

seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain

atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain sedangkan menurut

undang-undang RI no 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam

rumah tangga, di dalam Bab 1 pasal ayat 1 mengatakan bahwa Kekerasan

dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang

terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan

secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk

ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan

kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.8

Tingkat Kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia masih sangat

tinggi. Berdasarkan data dari Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Repulik

Indonesia, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia

8
www.hukumonline.com (diunduh pada tanggal 15 september 2016, pukul 21.20 wit)

4
mengalami peningkatan dari 279.688 kasus pada tahun 2013 dan pada tahun

2014 sebanyak 293.220. Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak RI, Yohana Yembise, angka KDRT tertinggi di Indonesia

terjadi di kawasan Papua dan hal ini sulit diatasi karena ada beberapa pemicu

yang sudah menjadi bagian dalam masyarakat yaitu budaya patriaki dan

minuman keras.9 Selain itu juga menurut direktur Lembaga Bantuan Hukum

Asosiasi Perempuan Indonesia untuk keadilan (LBH Apik) Papua dan Papua

Barat, Betsy Pesiwarissa mengatakan bahwa kasus KDRT di Papua hampir

berlangsung tiap hari, tapi hanya sedikit yang di laporkan ke pihak berwajib. 10

Menurut penulis kekerasan dalam rumah tangga yang meningkat

mempunyai hubungan dengan persiapan pasangan suami istri tersebut ketika

mereka memutuskan untuk menikah hingga sampai kepada kehidupan

pernikahan yakni dimana sebelum melaksanakan pernikahan mereka harus di

berikan Pastoral Pernikahan yang akan menjadi landasan pernikahan mereka

dan ini merupakan tugas gereja. Gereja harus mengingat bahwa pernikahan dan

keluarga akan mengalami perkembangan tertentu yang kurang menguntungkan

sehingga perkembangan yang kurang menguntung itu harus dicegah, agar

hubungan suami istri terhindar dari masalah-masalah yang dapat

menghancurkan hubungan suami istri. Materi pembimbingan pastoral, metode

penyampaian materi serta waktu yang memadai akan lebih membentuk

pemahaman yang baik tentang makna pernikahan.

Penulis juga memilih Jemaat GKI Imanuel Agung Samofa di Klasis

GKI Biak Selatan sebagai sampel khusus mengkaji Pelayanan Pastoral


9
Miras jadi pemicu KDRT di Papua, dalam female.kompas.com (diunduh pada tanggal 15 september
2016,pukul 21.45)
10
Inilah pemicu tingginya kasus KDRT di Papua, dalam kabarpapua.com (diunduh pada tanggal 15 september
2016, pukul 22.00)

5
Pernikahan serta kekerasan dalam keluarga sebagai bagian yang mempunyai

hubungan satu dengan yang lainnya. Penulis juga melihat bahwa Jemaat GKI

Imanuel Agung Samofa adalah Jemaat majemuk dimana berasal dari berbagai

suku di Indonesia dan dari berbagai latar belakang pendidikan.

Berdasarkan latar belakang ini penulis memberikan judul:

PASTORAL PERNIKAHAN DAN UPAYA MEMINIMALKAN

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

1.2. RUMUSAN MASALAH

Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

6
1. Adakah hubungan antara pelaksanaan Pastoral Pernikahan dengan tingginya

kekerasan dalam rumah tangga?

2. Apakah Pastoral Pernikahan dapat meminimalkan kekerasan dalam rumah

tangga?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan hubungan antara pelaksanaan Pastoral Pernikahan dengan

kekerasan dalam rumah tangga.

2. Mendeskripsikan Pastoral Pernikahan dapat meminimalkan kekerasan dalam

rumah tangga.

1.4. METODOLOGI PENELITIAN

1.4.1. Metode dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang di pakai dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang di pakai untuk memahami

dan mengambarkan realitas atau fakta secara empiris serta kesimpulan untuk

merumuska teori secara induktif. Metode penelitian yang di pakai dalam

penulisan ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode penelitian

deskriptif kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan

apa yang ada pada saat ini berlaku yang di dalamnya terdapat upaya

mendeskripsikan, mencatat, menganalisis dan meninterprestasikan kondisi-

kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada11. Di dalam metode penelitian

11
Mardalis, Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta,Bumi Aksara,2004) Hal 26

7
deskripsi kualitatif data yang di kumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar

dan bukan angka-angka12

1.4.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan adalah dengan mengunakan

teknik pengumpulan data :

 Teknik Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan

informasi yang di gali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya

jawab13. Teknik wawancara yang di pakai adalah wawancara bertahap yaitu

wawancara dengan merujuk pada pokok-pokok wawancara14 dan yang akan

menjadi informan dalam penelitian ini adalah Pendeta, Majelis Jemaat, Jemaat

yang ada di jemaat GKI Imanuel Agung Samofa Biak.

 Teknik Observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang di teliti baik

secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus di

kumpulkan dalam penelitian.

 Teknik Studi Pustaka melalui literatur-literatur yang ada baik berupa buku,

jurnal maupun bahan-bahan bacaan lain untuk mendapatkan informasi tentang

bahan yang di teliti.

1.5. MANFAAT PENULISAN

12
Prof. Dr.Lexy J Maleong, M.A, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung,Rosdakarya,April 2005) Hal 11
13
Prof. Dr.Djam’an Satori, M.A, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, Alfabeta,2009) Hal 130
14
Ibid, Hal 131

8
1.5.1 Manfaat Teoritis

Penulisan ini sebagai sumbangsi pemikiran untuk mengembangkan ilmu

Teologi di dalam bidang pratika secara khusus Pastoral.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penulisan ini sebagai sumbangan pemikiran secara Teologi dalam Pemahaman

Pastoral Pernikahan bagi Gereja Kristen Injili di Tanah Papua, Mahasiswa STT

GKI I.S KIJNE Jayapura dan secara khusus Jemaat GKI Imanuel Agung

Samofa Biak.

1.6. SISTIMATIKA PENULISAN

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Penelitian

1.4. Metode Penelitian

1.5. Manfaat Penulisan

1.6. Sistimatika Penulisan

BAB II : LANDASAN TEORI

2.1. Konseling Pastoral di Dalam Alkitab

2.2. Konseling Pastoral

2.3. Pernikahan Kristen

2.4. Pernikahan Menurut Gereja dan Hukum

2.5. Pengembalaan terhadap Pasangan yang akan Menikah

2.6. Peraturan Pengembalaan GKI di Tanah Papua

2.7. Kekerasan Dalam Rumah Tangga

9
BAB III : HASIL PENELITIAN

3.1. Gambaran Jemaat GKI Eden Pokhouw Yabansai.

3.2. Prosedur Penelitian di Jemaat GKI Eden Pokhouw Yabansai.

3.3. Hasil Penelitian di Jemaat GKI Eden Pokhouw Yabansai.

BAB IV : ANALISA DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS

4.1. Menganalisa data hasil penelitian di Jemaat GKI Eden Pokhouw

4.2. Refleksi Teologis tentang Pastoral Penikahan dan upaya meminimalkan

kekerasan dalam keluarga.

BAB V : PENUTUP

5.1. Kesimpulan

5.2. Saran

BAB II

LANDASAN TEORI

10
2.1. KONSELING PASTORAL

Konseling Pastoral lahir pada abad XX. Pada hakikatnya konseling

pastoral merupakan integrasi antara sub-displin ilmu teologi terapan (applied

theology): cura animarum atau biasa disebut juga sebagai pastoralcare dengan

sub-disiplin psikologi terapan (applied psychology): konseling psikologi

(counseling psychology).Konseling Pastoral mewarisi dua aliran sungai tradisi

peradaban manusia. Di satu sisi, konseling pastoral mewarisi aliran sungai

tradisi peradaban “mutual caring” (saling memedulikan) keluarga manusia

universal15 dan di sisi lain, konseling pastoral mewarisi tradisi saling

mengasihi, memerhatikan, memedulikan, mendampingi, mengubah, dan

menumbuhkan yang berkembang sejak Komunitas Kristiani Perdana. Tradisi

Komunitas Kristiani Perdana tersebut di pertahankan dari generasi ke generasi

sampai akhir abad XIX.

Pendampingan dan Konseling komunitas Kristiani harus berdasar pada

prespektif inkarnasi Allah dalam pribadi dan karya Yesus Kristus. Inkarnasi

mengambarkan karakter Allah, yakni mengasihi, menertibkan, menciptakan,

menghidupkan, menyelamatkan, memedulikan, memperhatikan, merawat,

mendampingi, mengubah, menumbuhkan, mengampuni, dan sebagainya.

Dengan berperspektif inkarnasional, pendampingan dan konseling komunitas

kristiani mempunyai dasar yang kukuh, yakni pada Missio Dei atau Misi Allah.

Pendampingan dan konseling kristiani sebailknya tidak di dasarkan pada

jabatan seorang manusia yang biasa di sebut sebagai pastor, gembala atau

15
Totok Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral, (Yogyakarta,Diandra Pustaka Indonesia,2014), Hal. 1

11
pendeta16 tetapi lambat laun pendampingan yang semula menjadi urusan

seluruh umat berubah menjadi urusan kaum klerus (imam, kaum tertahbis).

Pendampingan hanya (atau bahkan hanya boleh) di lakukan oleh spesialis yang

di sebut pastor. Akhirnya kaum awam hanya menjadi sasaran pelayanan. 17 Para

misionaris dari Eropa, Amerika atau wilayah lain yang membawa kekristenan

ke Tanah Nusantara, khususnya pada akhir abad XIX dan awal abad XX pada

waktu yang membawa pendekatan pendampingan komunitas Kristiani yang

berbasis pada jabatan, wewenang, tugas, fungsi, dan pekerjaan pastor atau

pendeta.

Dalam Pra-Modern, konseling pastoral tidak memanfaatkan bantuan

disiplin lain, seperti psikologi, psikiatri, sosiologi, pekerjaan social, dan

kedokteran. Konseling Pastoral tidak mengunakan pendekatan ilmiah dalam

memecahkan sebuah masalah, seperti profesi kedokteran, psikologi klinis,

psikiatri, sosiologi, pekerjaan social, dan kedokteran. Konseling Pastoral lahir

pada permulaan abad XX bersamaan dengan lahirnya profesi terapan lain. Ada

banyak faktor pendukung baik secara eksternal maupun internal yang

menyebabkan cara perintis konseling pastoral mengintegrasikan cura

animarum, pastoral care dengan konseling psikologis.18 Faktor eksternal yaitu

perkembangan pekerjaan social, psikologi dan filsafat pragmatism sedangkan

faktor internal yaitu pendekatan ilmiah dalam memahami teks dan konteks,

psikologi agama, pengangguran mantan pendeta tentara, kekuatiran

pastor/pendeta kehilangan umat.

16
Ibid, Hal. 9
17
Ibid, Hal 10
18
Ibid, Hal 13

12
Konseling adalah sebuah katabbenda yang berasal dari kata kerja

bahasa inggris kuno “counseil” atau “conseil” dalam bahasa Perancis. Kata

kerjatersebut tampaknya berasal dari dari kata Latin “consilium” atau

“consulere” yang berarti “merundingkan” atau “memberi nasihat”. 19


Pada

masa kini konseling memiliki arti yang lebih luas daripada sekedar pemberian

nasihat. Sehingga dapat dikatakan bahwa konseling adalah suatu upaya dari

pihak konselor untuk membantu menjernihkan masalah pihak yang

membutuhkan (klien) dengan mendampinginya ketika melihat masalah,

membuat keputusan, serta mencari cara-cara yang tepat dan paling tepat untuk

melaksanakan keputusan tersebut20

Pastoral berasal dari kata “pastor”. Dalam bahasa Yunani kata Pastor

di sebut “poimen” yang dalam bahasa latin di artikan sebagai “gembala” jadi

dapat dikatakan bahwa pelayanan Pastoral dapat di artikan sebagai

pengembalaan.

Konseling pastoral dapat di pahami sebagai hubungan timbal balik

antara 2 indivindu yaitu konselor yang berusaha menolong atau membimbing

dan konsele yang membutuhkan pengertian untuk mengatasi persoalan yang di

hadapinya. Konselor menurut pandangan masyarakat tradisional adalah setiap

penolong mampu memberikan minimal jalan keluar kepada seorang yang kita

tolong.21 SedangkanJay E. Adams menempatkan konseling pastoral sebagai

bagian dari pelayanan pejabat gereja/jemaat yakni pastor atau pendeta. Baginya

konseling pastoral adalah pelayanan gereja, yang dilakukan oleh orang-orang

19
Ibid, Hal 74
20
Daniel Ronda, Pengantar Konseling Pastoral, (Bandung, Kalam Hidup,2015), Hal. 47
21
Novita Waroy, Konseling pra-nikah dalam gereja GKI di Tanah Papua, 2007,hal 27

13
yang mewakili gereja, utamanya pendeta yang tertahbiskan, tetapi dapat juga

orang awam.22

Tujuan Konseling Pastoral adalah terciptanya jemaat yang menuju

kedewasaan penuh dalam Kristus sehingga tidak mudah di goyahkan oleh

dunia sekitar dan untuk mencapai tujuan itu semua unit atau bagian dalam

gereja dapat berperan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

konseling23. Selain itu juga Clinebell menjelaskan bahwa tujuan layanan

pastoral yaitu pertumbuhan spiritual dengan mengunakan sumber-sumber

agama Kristen secara integral di dalam proses layanan tersebut.24 Dan menurut

Totok S. Wiryasaputra konseling pastoral bertujuan untuk membantu konseli

mengalami pengalamannya dan menerima kenyataan, membantu konseli

mengungkapkan dirisecara penuh dan utuh, membantu konseli berubah,

bertumbuh, dan berfungsi maksimal, membantu konseli menciptakan

komunikasi yang sehat, membantu konseli bertingkah laku baru, membantu

konseli bertahan dalam situasi baru, membantu konseli menghilangkan gejala

disfungsional.

Secara hakiki, konseling telah dilakukan di dalam gereja karena gereja

memiliki tanggung jawab menolong orang lain dengan karunia-karunianya

untuk membangun tubuh Kristus (1 Kor 12:24-27). Itu sebabnya, gereja harus

menjadi satu kesatuan atau persekutuan orang-orang percaya yang oleh kuasa

Roh Kudus di mampukan untuk melayani sesama manusia artinya konseling

seharusnya menjadi pelayanan sentral dalam gereja, ketika setiap bagian

kehidupan dalam pembinaan warga gereja dapat menjadi alat penyembuh bagi
22
Totok Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral, (Yogyakarta,Diandra Pustaka Indonesia,2014), Hal.75
23
Daniel Ronda, Konseling Pastoral, (Bandung, Kalam Hidup,2015), Hal 32
24
Howard Clinebell,Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral,(Yogyakarta, Kanisius,
2006),Hal.68

14
luka batin manusia25. Konseling Pastoral berorientasi kepada Allah sehingga

segala pengetahuan tentang konseling bersumber dari Allah yang telah

menyatakan diri-Nya kepada manusia.

2.2. KONSELING PASTORAL DI DALAM ALKITAB

2.2.1. KONSELING PASTORAL DALAM PERJANJIAN LAMA

Kitab perjanjian lama telah memberikan kesaksian bahwa Allah adalah

gembala bagi umat-Nya. Secara teokratis, selaku gembala, Allah adalah

pemimpin. Artinya Allah selalu memimpin, mengumpulkan, menyegarkan,

menjaga, memberi makan dan minum, memelihara, menuntun dan menghibur

umat-Nya, bangsa Israel26. Kitab Yesaya 40:11, Mzm 23 dan Yeh 34

merupakan ayat-ayat yang memberikan gambaran Allah sebagai Gembala

teladan dan model bagi para pemimpin Bangsa Israel ( para raja, imam, dan

nabi ) ketika Allah memberikan mandat pelayanan pengembalaan itu kepada

mereka (Yeh 34:2). Jadi pemimpin umat adalah gembala umat dan dapat di

pastikan bahwa pelayanan konseling juga menjadi tugas seorang pemimpin.

Di dalam Alkitab, Pelayanan Pastoral sering di sebut pengembalaan,

menggembalakan dan merawat. Istilah gembala dapat di tunjukan kepada

indivindu yang membantu orang lain, atau di tunjukkan kepada seseorang yang

memelihara orang lain. Gembal juga dapat berarti seseorang yang

memperlihatkan kepedulian dan kasih sayang. Dua fungsi dari pekerjaan

gembala yang di jelaskan di dalam Alkitab ialah, memelihara dan melindungi

kawanan domba gembalanya. Pemazmur melihat Allah sebagai gembala

Agung, yang menyembuhkan jiwa manusia yang kesulitan, memimpin kepada

25
Ibid, Hal 36
26
Daniel Ronda, Pengantar Konseling Pastoral, (Bandung, Kalam Hidup,2015), Hal 25

15
langkah yang benar, melindungi dari yang jahat, dan menyediakan

pertumbuhan fisik maupun spiritual (mazmur 23).27

2.2.2. KONSELING PASTORAL DALAM PERJANJIAN BARU

Perjanjian baru memberi kesaksian bahwa figur gembala yang baik ada

dalam diri Tuhan Yesus yang tertulis dalam Injil Yohanes pasal 10. Dalam

Pasal 10 ini Tuhan Yesus di gambarkan sebagai teladan dan model terbesar

dalam pelayanan Pastoral dimana Tuhan Yesus gembala yang baik itu telah

menyerahkan seluruh hidup-Nya bagi domba-domba-Nya. Segenap tindakan-

Nya di dasarkan pada kasih-Nya kepada manusia dan dunia (Yoh 3:16)

Setelah Kristus naik ke surga, segala tugas-Nya di serahkan kepada

Gereja-Nya. Kepada para murid-Nya, Yesus memerintahkan, “Gembalakan

domba-domba Ku” (Yoh 21:15). Dalam perkembangan gereja selanjutnya,

tugas pengembalaan itu di serahkan kepada para pejabat khusus serta segenap

anggota jemaat (1 pet 5:2, Rm 12:8,10). Dapat di katakan bahwa perjalanan

jemaat mula-mula bisa di jadikan model dalam pelayanan Pastoral sekalipun

terdapat catatan-catatan kekurangan dalam jemaat mula-mula itu.

Dari bukti –bukti Alkitab tersebut dapat di simpulkan bahwa tugas

pengembalaan adalah tugas terpenting dari Tuhan bagi Gereja. Tuhan telah

memberikan mandat kepada gereja ketika menempatkan para gembala untuk

memelihara umat-Nya. Lebih daripada itu, segenap anggota jemaat selaku

imamat yang rajani di panggil untuk menjadi gembala bagi saudara-saudara

seimannya. Jika tugas pemgembalaan itu di jalankan, domba-domba yang di

amanatkan Tuhan kepada Gereja-Nya akan terbina, terjaga dan terpelihara.

27
Mesach Krisetya, Teologi Pastoral, (Semarang; Panji Graha, 1998), Hal. 2

16
2.3. PERNIKAHAN KRISTEN

Kata “nikah” berarti perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk

bersuami istri (dengan resmi)28. Arti nikah Kristen bukanlah sesuatu yang dapat

di hafalkan atau dapat diindoktrinasikan kepada anggota jemaat. Arti nikah

Kristen itu tidak sama bagi setiap manusia dan arti nikah ada banyak seginya.

Ada segi bahwa dalam hidup perkawinan, manusia itu di selamatkan dari suatu

kesepian yang tidak tertahan; di berikan kepada manusia itu seorang penolong,

seorang “teman”.

Dalam kehidupan Kristiani, pernikahan dipandang sebagai suatu ikatan

yang kudus dihadapan Allah. Suatu persekutuan sejati dalam pernikahan hanya

mungkin kalau suami dan istri saling menghargai atau menghormati satu sama

lain sebagai individu dan memperlakukan masing-masing, sebagai yang setara.

Pernikahan bukanlah merupakan suatu eksperimen melainkan suatu hubungan

atau ikatan seumur hidup antara laki-laki dan perempuan.Pasangan laki-laki

dan perempuan yang menikah adalah pasangan yang telah berjanji untuk terikat

dalam suatu hubungan pernikahan seumur hidupnya, dan komitmen ini

mencangkup seluruh aspek kehidupannya.

Hubungan pernikahan Kristen bukan sekedar hubungan laki-laki dan

perempuan yang setuju hidup hidup bersama tetapi tidak mau terikat dan

keberatan untuk bertanggung jawab sepenuhnya. Pernikahan adalah suatu

komitmen kekal antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang

melibatkan hak-hak seksual secara timbal balik.29 Pernikahan juga merupakan

suatu penetapan atau peraturan Allah dan hal ini di dasarkan pada kesaksian

28
W.J.S. Poewadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai pustaka,2003), hal 614.
29
Tony Tedjo, Kasih menembus batas, (Agape 2010), hal 60.

17
Alkitab yang terdapat dalam kejadian 2:24dan Injil Matius 19:3 dimana Allah

menghendaki supaya pria dan wanita yang ia ciptakan menurut gambaran-Nya

hidup sebagai suami istri.

Di dalam kejadian 2:18 dikatakan bahwa tidak baik kalau manusia itu

hidup seorang diri saja dan ia telah menciptakan penolong baginya yang

sepadan dengan dia. Manusia tidak diciptakan seorang diri saja sebagai mahluk

tunggal tetapi manusia di ciptakan sebagai laki-laki dan perempuan. Allah

menciptakan laki-laki dan perempuan sebagai penolong satu sama lainnya.

Laki-laki tidak lebih tinggi dari perempuan dan perempuan tidak lebih rendah

atau hina dari pada kaum laki-laki.

Kejadian 2:24 dikatakan bahwa seorang laki-laki harus meninggalkan

ayah dan Ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu

daging. Kejadian 2:24 mencatat 3 bagian yang dapat di umpamakan sebagai 3

dasar suatu pernikahan dapat berdiri dengan kuat, yakni: meninggalkan,

berpautan, dan menjadi satu daging. Meninggalkan menunjuk kepada satu unit

social yang baru. Pasangan nikah memisahkan diri secara emosional dan fisik

dari ayah ibu mereka dan pernikahan yang baru harus di umumkan kepada

masyarakat sehingga jelas bagi semua orang bahwa laki-laki ini sudah

meninggalkan ayah dan ibunya dan sudah nikah dengan perempuan yang telah

dipilihnya menjadi istrinya. Perjanjian pernikahan merupaka suatu bagian dari

institute social itulah sebabnya mengapa pernikahan menjadi suatu yang

penting dan hal ini membantu para suami dan istri bertekun dalam hubungan

pribadi mereka apabila di landa kesulitan dan rintangan. Berpautan menandai

kesetian pada perjanjian dan menunjukkan kesetian yang saling di janjikan,

bahwa apapun yang terjadi dalam kehidupan mereka, mereka menghadapinya

18
sebagai pasangan yang sudah berpautan satu sama lain. Masa kini “kesetiaan”

terlalu sulit di mengerti hanya sebagai tali untuk mengekang tapi sebenarnya

kesetian bersifat positif , penuh kreativitas dan dinamis, ada 4 hal tentang

kesetiaMenjadi an yaitu kesetiaan pada ikrar, kesetiaan pada panggilan ,

kesetiaan pada seseorang dan kesetiaan pada hubungan pribadi. Kata menjadi

satu dagingmenujuk pada kesatuan pribadi antara laki-laki dan perempuan pada

setiap tingkat kehidupan dimana kesatuan yang pada mulanya di harapkan dan

makin lama makin mewujud dalam kehidupan suami istri. “menjadi satu

daging” juga bukan sekedar hubungan atau persekutuan jasmaniah saja tetapi

ungkapan ini mengungkapkan juga hubungan atau persekutuan rohani mereka.

Perkawinan menurut ajaran Kristen adalah persekutuan hidup antara

suami dan istri. Persekutuan hidup ini di kehendaki Allah 30. Perkawinan

sebagai suatu persekutuan hidup tidak otomatis terjadi tetapi harus di

perjuangkan, di bina, di bentuk, di pelihara secara bersama-sama oleh suami

dan istri. Keterbukaan suami dan istri yang taat pada kehendak Allah berusaha

untuk membuat pernikahan mereka menjadi suatu persekutuan hidup yang

bersifat terbuka seorang terhadap yang lain.

Pernikahan Kristen di dalam perjanjian baru tercatat dalam surat Paulus

kepada Jemaat di Efesus 5:22-33 dimana Paulus tidak menekankan otoritas

atau kekuasaan suami terhadap istri, melainkan cinta kasih suami terhadap istri.

Paulus juga menjelaskan otoritas suami adalah tanggung jawab penuh kasih

sayang. Memang suami sebagai kepala memimpin dan mengambil prakarsa,

sama seperti Kristus mengambil prakarsa pada saat Ia datang untuk mencari

mempelai-Nya. Tentang istri , Paulus berkata, Istri wajib tunduk dan suami

30
Novita Waroy, Konseling pra-nikah dalam gereja GKI di Tanah Papua, 2007,hal 10

19
wajib mengasihi dan suami bukan menjadi seorang tuan. Suami harus

mengasihi istrinya dengan kasih yang mengayomi dan tanggung jawab penuh,

tentu sang istri akan menanggapinya dengan tunduk dalam cinta kasih yang

tulus. Jadi, bila suami ingin memperoleh ketundukan istrinya, jalan satu-

satunya untuk itu ialah ia harus tulus mengasihi dan mengayomi

istrinya.31Hubungan pernikahan Kristen adalah hubungan pernikahan seumur

hidup berdasarkan komitmen secara total.Rasul Paulus mengajarkan suami istri

perlu saling mengasihi seperti Kristus mengasihi mereka.Paulus tidak

menekannkan pada kekuasaan suami terhadap istri melainkan cinta kasih suami

terhadap istri dan ini menjelaskan bahwa suami bertanggung jawab penuh kasih

sayang dan sang istri menanggapi dengan tunduk dalam cinta kasih yang tulus.

2.4. PERNIKAHAN MENURUT GEREJA, HUKUM DAN ADAT

2.4.1. PERNIKAHAN MENURUT GEREJA

Pernikahan adalah tahap kehidupan, yang didalamnya laki-laki dan

perempuan boleh hidup bersama-sama dan menikmati kehidupan seksual

secara sah.32 Dalam pernikahan Kristen laki-laki membutuhkan perempuan dan

sebaliknya, dan keduanya membutuhkan Tuhan dalam hidup mereka maka

dapat dikatakan bahwa Allah merancang dua jenis kelamin yang berbeda agar

saling melengkapi.33Pernikahan diberkati oleh Allah dalam gereja-Nya yang

kudus sehingga menjadi sebuah pernikahan yang kudus sehingga setiap orang

Kristen yang telah menikah diwajibkan untuk menjaga kekudusan

pernikahannya.

31
John Stott,Efesus, mewujudkan masyarakat baru di dalam dan melalui Kristus,(Jakarta,Yayasan Komunikasi
Bina Kasih, 2003), Hal.223
32
 J.D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II MZ, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007), 
Hal 154
33
Tim Lahaye, Kebahagiaan Pernikahan Kristen, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2002), Hal.1

20
Pernikahan di GKI Tanah Papua yang sesuai dengan pedoman

Pelayanan GKI di Tanah Papua pada pasal tentang Pernikahan yaitu suatu

perkawinan/pernikahan dapat di terima dan diakui sah apabila di berkati oleh

gereja dan demi menjamin rasa tanggung – jawab atas keutuhan suatu keluarga

Kristen yang baik dan harmonis, maka pelaksanaan peneguhan dan

pemberkatan nikah diadakan di hadapan jemaat Tuhan dalam suatu kebaktian

di gereja.34Sedangkan dalam pasal 29 tentang pernikahan dalam Pedoman

Pengembalaan dikatakan bahwa nikah adalah suatu lembaga yang dikukuhkan

dalam persekutuan ibadah jemaat. Oleh karena itu pelaksanaannya harus

dipersiapkan secara baik. Pemberkatan nikah hanya dapat di laksanakan bagi

pasangan warga gereja yang telah mengaku iman (sidi) serta mendapat restu

dari orang tua dan anggota jemaat dan untuk menjamin bahwa pasangan

pengantin itu mendapat restu dari semua pihak, maka sebelum pelayanan nikah

dilangsungkan, niat nikah itu harus di wartakan kepada jemaat dalam kebaktian

jemaat, sekurang-kurangnya dua kali. Setelah perwartaan itu, maka segera di

ikuti percakapan pengembalaan.35Peneguhan nikah di laksanakan dalam ibadah

Jemaat di gedung ibadah, karena anggota jemaat akan menjadi saksi bagi nikah

itu. 36

2.4.2. PERNIKAHAN MENURUT HUKUM

Pernikahan adalah kerja sama antara dua orang yang telah sepakat

untuk hidup bersama hingga hayatnya. Agar kehidupan rumah tangga ini dapat

langgeng sepanjang masa, mutlak diperlukan ikatan yang kuat berupa rasa cinta

dan saling memahami. Pernikahan juga merupakan suatu ikatan janji setia
34
GKI di Tanah Papua, Pedoman Pelayanan, (BP AM Sinode GKI di Tanah Papua, April 2007)Hal 11
35
GKI di Tanah Papua, Pedoman Pelayanan, Peraturan Pengembalaan dan Pemberian Warna dan Arti
Lambang, (BP AM Sinode GKI di Tanah Papua, 2009). Hal. 51
36
Ibid, Hal. 52

21
antara suami dan istri yang di dalamnya terdapat suatu tanggung jawab dari

kedua belaah pihak. Janji setia yang terucap merupakan sesuatu yang tidak

mudah diucapkan.

Andi Hermansiah mengemukakan definisi “Perkawinan” menurut

Undang-Undang RI.No.1 Thn.1974, “Perkawinan adalah ikatan lahir batin

antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa (pasal 1). Pada dasarnya, menurut undang-undang ini, seorang suami

hanya boleh memiliki seorang istri dan seorang istri hanya boleh memiliki

seorang suami (pasal 3 ayat 1). Dalam definisi perkawinan menurut

UU.RI.No.1 thn.1974 , menurut Hermansiah, terdapat dua hal perlu mendapat

perhatian yakni: pertama “ ikatan lahir batin” artinya, bahwa sebuah

perkawinan tidak hanya terjadi karena ikatan lahir saja atau batin saja

melainkan karena keterpaduan yang erat antara lahir dan batin. Ikatan lahir

ialah ikatan yang dapat dilihat sebagai bukti pasangan ini sah menjalani hidup

sebagai suami istri. Sedangkan ikatan batin ialah ikatan yang tidak nampak

tetapi yang hanya dapat dirasakan oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Sesungguhnya ikatan batin adalah dasar dari ikatan lahir dan batin yang dapat

dijadikan dasar dalam membentuk dan membina keluarga yang bahagia dan

selain itu juga yang perlu mendapat perhatian dalam definisi ini adalah yang

berhubungan dengan tujuan perkawinan adalah untuk “membentuk keluarga

bahagia”, artinya, bahwa dalam membina keluarga yang bahagia sangat

diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk meletakkan perkawinan sebagai

ikatan suami-istri atau calon suami-istri dalam kedudukan yang semestinya dan

yang suci seperti yang diajarkan oleh agama dan nilai-nilai Pancasila. Jadi

22
sebuah perkawinan terjadi bukan hanya menyangkut unsur lahir saja akan

tetapi juga menyangkut unsur batin37

2.4.3. PERNIKAHAN MENURUT ADAT

Bangsa Indonesia terdiri dari aneka ragam kebudayaan yang salah

satunya adalah pernikahan adat. Pernikahan adat tiap daerah dihubungkan pula

dengan adat yang berlaku pada daerah itu. Upacara pernikahan adat

mempunyai nilai-nilai tertentu dalam kehidupan sosial karena merupakan cara

untuk mengumumkan status seseorang untuk diakui sebagai keluarga.

Upacara pernikahan adat juga merupakan salah satu cara untuk

melegalisasikan suatu status sosial dan menciptakan hak dan kewajiban yang

diakui secara hukum.Pernikahan menurut hukum adat tidak semata-mata

berarti suatu ikatan antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri

untuk maksud mendapatkan keturunan tetapi membangun serta membina

kehidupan keluarga rumah tangga.

2.5. PENGEMBALAAN TERHADAP PASANGAN YANG AKAN

MENIKAH

Pengembalaan merupakan ekspresi pemeliharaan umat Tuhan yang

berasal dari Alkitab. Dalam praktiknya terwujud perhatian dan pertolongan

yang di dasarkan pada kasih Yesus di dalam hidup bergereja. 38Pengembalaan

merupakan bagian dari Teologi Pratika. Menurut Thurneysen dalam bukunya

tentang pengembalaan mengatakan bahwa pengembalaan merupakan suatu

penerapan khusus Injil kepada anggota jemaat secara pribadi, yaitu berita injil

37
A.Hermansiah,Pengertian Perkawinan Menurut UU.RI.No.1.Thn.1974,http.bloghukum.blogspot.com/
38
Daniel ronda, Pengantar Konseling Pastoral,(Bandung, Kalam Hidup,2015),Hal.26

23
yang dalam khotbah gereja di sampaikan kepada semua orang selain itu juga

Dr. J.W. Herfest mengatakan bahwa tugas pengembalaan itu ialah: “menolong

setiap orang untuk menyadari hubungannya dengan Allah, dan mengajar orang

untuk mengakui ketaatnya kepada Allah dan sesamanya dalam situasinya

sendiri dan Dr. H. Faber mengatakan juga pengembalaan itu ialah tiap-tiap

pekerjaan yang di dalamnya si pelayan sadar akan akibat yang di timbulkan

oleh percakapan atau khotbahnya atas kepribadian orang, yang pada saat di

hubunginya39. Ketiga orang ini memberi rumusan secara berbeda namun

ketiganya sama-sama mengarahkan pengembalaan kepada manusia sebagai

objek pengembalaan dan di tekankan manusia sebagai objek pengembalaan

tetapi yang penting dari semuanya itu ialah relasi antara pelayan dan anggota

jemaatnya.40

Tugas pengembalaan menjadi sesuatu yang penting karena jemaat harus

di tuntun dalam kehidupan sehari-hari untuk mempratikkan kebenaran firman

Tuhan. Pengembalaan mengacu pada pemeliharaan. Gembala mempunyai tugas

utama yaitu memelihara jemaatnya namun pemeliharaan tersebut tidak

mencakup masalah kerohanian semata. Ada 2 jenis bentuk pengembalaan yaitu

pengembalaan umum dan pengembalaan khusus. Pengembalaan umum berarti

pengembalaan yang di tunjukan kepada segenap warga jemaat secara kolektif,

contohnya yaitu pelayanan firman Tuhan (khotbah) dalam ibadah, kunjungan

ke jemaat, surat pengembalaan atau percakapan pengembalaan yang dilakukan

antara gembala dan jemaat. Bentuk lainnya adalah pengajaran yang

disampaikan dalam bentuk seminar, pelatihan dan katekisasi dalam berbagai

bentuk (baptisan, pernikahan) dan tujuan dari pengembalaan umum adalah


39
M. Bons Strom, Apakah pengembalaan itu, (Jakarta, Gunung Mulia,2004), hal 1
40
Ibid hal 1-2

24
untuk menjaga, memelihara, dan membangun iman jemaat, juga memastikan

kekudusan dalam kehidupan sehari-hari dapat terwujud. Pengembalaan khusus

adalah pengembalaan yang dilakukan oleh gembala kepada anggota jemaat

secara pribadi dalam bentuk konseling, pengakuan dosa atau penyelesaian

masalah diantara jemaat. Pengembalaan khusus juga di berikan jika ada

pengajaran keliru atau sesat yang masuk melalui satu atau beberapa jemaat.41

Salah satu bentuk pengembalaan umum adalah pengembalaan untuk

pasangan yang akan menikah. Pengembalaan pernikahan mempunyai peranan

yang penting di dalam kehidupan jemaat sebab pengembalaan pernikahan

bertujuan untuk membimbing serta mengarahkan setiap pasangan yang hendak

menikah agar mereka mampu menghadapi dan menyelesaikan setiap persoalan

yang mereka hadapi. Pengembalaan pernikahan memerlukan waktu yang cukup

untuk membekali pasangan-pasangan yang hendak menikah, sekurang-

kurangnya 3 minggu sebelum tanggal pernikahan sebab seseorang harus

mengerti dan memahami arti dari pernikahan Kristen. Di dalam pengembalaan

pernikahan baik konselor maupun setiap pasangan yang hendak menikah perlu

adanya persiapan yang baik.Dalam percakapan pastoral pernikahan guna untuk

membicarakan bersama tentang;

1) Arti pernikahan Kristen yang di dalamnya membicarakan hal-

hal yang berhubungan dengan mas kawin, harta dan lain-lain

serta pesta perkawinan.

2) Arti keluarga Kristen dimana membahas hubungan suami istri,

hubungan orang tua dengan anak-anak, hubungan suami istri

41
Daniel Ronda, Pengantar Konseling Pastoral,(Bandung, Kalam Hidup,2015), Hal.26-27

25
dengan sanak saudara lain yang tinggal dalam rumah yang

sama, hubungan dengan tamu-tamu dan dengan pembantu.

3) Kebaktian pernikahan agar kedua mempelai tidak merasa

tegang dalam suatu kebaktian pernikahan dan dapat

memusatkan perhatian pada khotbah pernikahan.

4) kesulitan sekitar “perkawinan campuran”, jika itu di perlukan

apabila dua orang berasal dari berbeda golongan atau agama.

Haruslah gembala mempercakapkan dengan mereka kesulitan-

kesulitan yang mungkin timbul dalam kehidupan mereka

bersama.42

Pengembalaan pernikahan di GKI Tanah Papua yang sesuai dengan

pedoman pelayanan dilaksanakan oleh pihak Majelis Jemaat dan Pelayan,

meliputi dasar-dasar Alkitab tentang: pembentukan rumah tangga atau keluarga

Kristen, kedudukan, fungsi, tugas dan tanggung jawab Kristen terhadap suami

atau istri, anak-anak, jemaat atau gereja, masyarakat atau bangsa, terutama

terhadap Tuhan dan sesamanya dalam terang injil Kristus dan yang kedua yaitu

data perorangan meliputi: nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan,

nama lengkap ibu dan ayah kandung, usia pasangan minimal 17 tahun dan

pernah/belum menikah.43

2.6. PERATURAN PENGEMBALAAN GKI DI TANAH PAPUA

TENTANG PERNIKAHAN.

Dalam Perjanjian Lama Tuhan Allah disebut sebagai Gembala yang

baik, yang memelihara kehidupan umat-Nya serta menuntun mereka kepada


42
Ibid, Hal 170
43
GKI di Tanah Papua, Pedoman Pelayanan, Peraturan Pengembalaan dan Pemberian Warna dan Arti Lambang,
(BP AM Sinode GKI di Tanah Papua, 2009). Hal. 23

26
jalan yang benar (Maz.23:1-6). Demikian juga dalam Perjanjian Baru Tuhan

Yesus Kristus menyebut DiriNya Gembala yang baik, karena Ia menyerahkan

nyawaNya bagi domba-dombaNya (Yoh. 10:14). Sebagai Gembala, Tuhan

sendiri menggembalakan kawanan domba-domba-Nya, yaitu Jemaat, baik

sebagai persekutuan maupun secara pribadi. 44

Untuk menggembalakan JemaatNya, Yesus Kristus memanggil setiap

Anggota Sidi Jemaat untuk mengambil bagian dalam tugas penggembalaan,

dengan saling menasehati dan saling menegur (Mat. 18:15; 2 Tes 3:15). Sebab

setiap orang yang mengasihi Kristus kepadanya diamanatkan tugas

menggembalakan kawanan domba Kristus yakni Jemaat Tuhan (Yoh.21:15-

19).45

Selain itu Yesus Kristus juga memanggil secara khusus dan menetapkan

orang-orang tertentu didalam jemaat untuk mengemban tugas penggembalaan,

yaitu : Pendeta, Guru Jemaat, Guru Injil, Penatua, Syamas dan Pengajar.

Mereka menjalankan tugas penggembalaan terhadap setiap orang-orang kudus

bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan Tubuh Kristus, sampai kita

semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang

Anak Allah, kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan

kepenuhan Kristus (Ef. 4:12,13).Jadi amanat menggembalakan Jemaat Tuhan

itu tidak hanya untuk mengembalikan anggota jemaat yang sesat kepada

kebenaran didalam Kristus, tetapi juga mencegah dan memelihara mereka

agar tidak jatuh kedalam dosa serta menuntun mereka supaya bertumbuh

kearah kedewasaan iman. Oleh karena itu penggembalaan tidak hanya

44
GKI di Tanah Papua, Pedoman Pelayanan, Peraturan Pengembalaan dan Pemberian Warna dan Arti
Lambang, (BP AM Sinode GKI di Tanah Papua, 2009). Hal. 29
45
Ibid, Hal.29

27
dilakukan setelah ada anggota jemaat jatuh kedalam dosa, melainkan harus

berlangsung secara terus-menerus, teratur dan terarah. Dalam hal ini perlu

ditekankan bahwa penggembalaan dalam jemaat merupakan suatu proses yang

berlangsung terus-menerus dalam rangka menuntun orang kearah kedewasaan

iman.46

Amanat menggembalakan Jemaat Tuhan itu dilaksanakan dengan

berbagai cara seperti melalui Khotbah, Penelaah Alkitab, Katekisasi,

Pendidikan Agama Kristen dalam Keluarga dan di Sekolah, Percakapan

Pastoral dalam Kunjungan Keluarga, Surat Penggembalaan, Nasehat dan

Teguran keras serta Pembekuan Hak untuk mengambil bagian dalam pelayanan

gereja. Jadi amanat pengembalaan itu merupakan tugas panggilan yang ruang

cakupnya tidak hanya terbatas dalam lingkungan Jemaat atau gereja. Tetapi

melampaui batas-batas pelayanan jemaat atau gereja dan menjangkau semua

orang di dalam masyarakat, sehingga semua umat manusia di persatukan oleh

Roh Kudus di dalam Kristus sebagai Kepala dari segala sesuatu, baik yang di

sorga maupun di bumi (Ef 1:10)

Peraturan pengembalaan GKI di Tanah Papua mempunyai 2 tujuan

yaitu tujuan teologis dan organisatoris yang termuat dalam Bab II pasal 4 dan 5

yang tertulis demikian:

1. Tujuan Teologis:

 Supaya Tuhan Allah dimuliakan ( Mat. 6:9)

46
Ibid, Hal.30

28
 Supaya Jemaat Tuhan dipelihara dan dituntun sehingga bertumbuh

kearah kedewasaan iman didalam Yesus Kristus (Kis.Ras. 20:28; Ef.

4:12-13)

 Supaya mereka yang sesat dikembalikan kepada jalan yang benar( Luk.

4:12-13)

 Menjadikan semua bangsa murid Kristus (Mat. 28:19)

2. Tujuan Organisatoris:

 Menyediakan peraturan untuk tugas penggembalaan bagi setiap

pelayan dalam lingkungan GKI Di Tanah Papua.

 Meningkatkan mutu tugas penggembalaan di dalam jemaat-jemaat

GKI Di Tanah Papua demi perwujudan jemaat missioner.

Di dalam Peraturan Pengembalaan dalam Bab IV dinyatakan tentang

bentuk – bentuk pengembalaa. Pada pasal 6 adalah pengembalaan structural.

Pengembalaan ini bertujuan untuk mengawasi perilaku para pejabat gereja yang

berada dalam lingkungan GKI di Tanah Papua untuk hidup sesuai dengan

ajaran Kitab Suci dan Peraturan Gerejawi. Bentuk-bentuk pengembalaan

structural adalah kepada pribadi, kunjungan rumah, panggilan dinas

berdasarkan jenjang structural, pengembalaan melalui tim khusus dan

tergembala, keputusan dan tingkat disiplin. 47

Selain pengembalaam Struktural ada juga pengembalaan warga jemaat.

Pengembalaan warga jemaat di tujukan kepada anggota Jemaat yang telah sidi,

yang belum sidi dan belum baptis, Pra Nikah, Duka dan yang

bermasalah.48Jenis-jenis pelayanan penggembalaan yang dilaksanakan dalam

47
Ibid, Hal.34
48
Ibid, Hal.35

29
gereja antara lain:Ibadah jemaat, Ibadah keluarga, Ibadah unsur, Pelayanan

Sakramen (Baptisan, dan Perjamuan Kudus), Peneguhan sidi, Pemberkatan

Nikah, Pelayanan, Pelayanan Ibadah sebelum dan sesudah kebaktian,

Kelompok Pendalaman Alkitab, Katekisasi, Ceramah, Kursus (Penyegaran),

Penyebaran buku-buku rohani, Pelayanan kepada orang sakit, Pelayanan

kepada bakal jemaat dan bakal klasis, Pejabat gereja yang di karyakan pada

instansi non gereja, Pelayanan kepada pegawai gereja dan keluarganya yang

telah pensiun, misalnya melalui wadah pensiun GKI Di Tanah Papua, dan lain-

lain. Pelaksana pengembalaan adalah pejabat atau badan yang mengadakan

perkunjungan seperti para pejabat gereja secara structural (Sinode, Klasis,

Majelis Jemaat), Tim khusus yang di bentuk sesuai kebutuhan, para anggota

sidi jemaat.

Pasal 29 dalam peraturan pengembalaan berbicara tentang pernikahan

dimana nikah adalah suatu lembaga yang dikukuhkan dalam persekutuan

ibadah jemaat. Oleh karena itu pelaksanaannya harus dipersiapkan secara

baik.Pemberkatan nikah hanya dapat dilaksanakan bagi pasangan warga gereja

yang telah mengaku iman (sidi) serta mendapat restu dari orang tua dan

anggota jemaat.Untuk menjamin bahwa pasangan pengantin itu mendapat restu

dari semua pihak, maka sebelum pelayanan nikah dilangsungkan, niat nikah itu

harus diwartakan kepada jemaat dalam kebaktian jemaat, sekurang-kurangnya

dua kali. Setelah pewartaan itu, maka segera diikuti percakapan

penggembalaan.Dalam Pengembalaan pra nikah perlu dibicarakan hal-hal

berikut: persiapan bagi pernikahan, harapan dan tantangan (konflik) dalam

pernikahan, peranan pria dan wanita dalam pernikahan, komunikasi dalam

pernikahan, rahasia pernikahan, kesehatan.

30
Untuk dapat membicarakan berbagai topik tersebut diatas, maka perlu

direncanakan dan disepakati suatu jadwal bersama. Ada juga saat dimana

percakapan itu dapat melibatkan baik orang tua maupun Majelis Jemaat,

sehingga kesepakatan itu harus juga dibuat bersama orang tua dan Majelis

Jemaat.Peneguhan nikah dilaksanakan dalam Ibadah Jemaat di gedung ibadah,

karena anggota jemaat akan menjadi saksi bagi nikah itu. Para calon pengantin,

keluarga dan Majelis Jemaat perlu menyepakati waktu ibadah yang

memungkinkan kehadiran Jemaat dalam ibadah peneguhan nikah itu.

Seyogianya tidak dilaksanakan pada jam kerja resmi dimana warga jemaat

sulit meninggalkan pekerjaan mereka. Kebaktian Hari Minggu dapat

dipertimbangkan sebagai waktu yang baik bagi peneguhan nikah dalam

jemaat.Peneguhan Nikah bagi pasangan pengantin yang berbeda kewarga-

negaraannya baru dilaksanakan, setelah keduanya menyelesaikan segala urusan

pada instansi pemerintah yang bersangkutan.Bagi pasangan penganten yang

berbeda keyakinan (agama) tidak diadakan pernikahan kristiani. Mereka diberi

kesempatan untuk mengikuti katekisasi pernikahan sesuai dengan petunjuk dari

I Korintus 7:12-16.Setiap Pelayan Firman menerima amanat untuk

meneguhkan nikah sehingga tugas ini tidak hanya menjadi kewajiban dari

Pendeta semata-mata.49

2.7. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Kekerasan dalam rumah tangga makin banyak terjadi dimana-dimana.

Berbagai Ketidakadilan, kekerasan, dan penindasan terhadap perempuan terjadi

hampir di segala bidang, termasuk dalam budaya.50Kekerasan dalam rumah

49
Ibid, Hal. 51-52
50
Asnath Niwa Natar, Don’t Send Me Flower Again, Perempuan dan Kekerasan, (Yayasan Taman Pustaka
Kristen Indonesia, Yogyakarta, 2013), Hal. 1

31
tangga merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Kemala Candra Kirana

mengemukakan kekerasan dalam rumah tangga adalah perbuatan yang

berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan termasuk penderitaan

secara fisik, seksual, psikologi dan penelantaran, termasukjuga ancaman yang

menghasilkan kesengsaraan didalam lingkup rumah tangga.51 Carwoto

mengatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah kekerasan yang

dilakukan oleh suami terhadap istri atau juga dikenal dengan kekerasan dalam

rumah tangga.52

Deklarasi PBB tahun 1993 pasal 1 tentang UU kekerasan terhadap

perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan pembedaan jenis kelamin yang

berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan

secara fisik, seksual atau psikologi, termasuk ancaman, tindakan tertentu,

pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik

yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. Sedangkan menurut

RUU Anti KDRT versi Badan Legistatif DPR RI tahun 2002 dan usulan LSM,

kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan yang dilakukan

seseorang secara sendiri atau bersama-sama terhadap seorang perempuan dan

pihak-pihak yang tersubordinasi lainnya yang berakibat kesengsaraan atau

penderitaan secara fisik, seksual, ekonomi, atau psikologs, termasuk

ancamanperbuatan tertentu, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara

sewenang-wenang dalam lingkup rumah tangga.53

Kekerasan dalam rumah tangga secara khususnya terhadap istri adalah

segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang
51
Kemala Candrakirana, Hentikan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,. Hal.4
52
Carwoto, Mengungkap dan Mengeliminasi Kekerasan terhadap Istri,, Hal.85
53
Asnath Niwa Natar, Don’t Send Me Flower Again, Perempuan dan Kekerasan, (Yayasan Taman Pustaka
Kristen Indonesia, Yogyakarta, 2013), Hal.49

32
berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk

ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau

keluarga. Selain itu, hubungan antara suami dan istri diwarnai dengan

penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan

dan menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri. Bentuk-bentuk

kekerasan dalam rumah tangga adalah:

1) Kekerasan secara fisik yaitu perbuatan yang dapat mengakibatkan

rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat seperti menampar, memukul,

menendang dan menyiksa fisik lainnya yang meninggalkan bekas

luka di badan.

2) Kekerasan secara psikis, yakni perbuatan yang mengakibatkan

ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk

bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat berat

pada seseorang, misalnya ejekan, cemoohan, bentakan, hinaan dan

segala tindakan yang mengakibatkan tekanan psikologis termasuk

ancaman, pembatasan gerak dan pengekangan, mengisolasi dari

keluarga dan teman, mengancam untuk menyakiti, meninggalkan

pasangan untuk selingkuh atau poligami.

3) Kekerasan seksual, yakni laki-laki memaksakan keinginan seksual

di luar kehendak istrinya.

4) Kekerasan ekonomi, yakni tindakan memaksakan istri untuk

mencari nafkah, untuk kepentingan suami atau memanfaatkan

kebergantungan ekonomi istri untuk mengontrol keuangan istri

sehingga merasa tertekan54

54
Ibid, Hal 49

33
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan suami

terhadap istri yaitu masyarakat membesarkan anak laki-laki dengan

menumbuhkan keyakinan bahwa anak laki-laki harus kuat, berani dan tidak

toleran, laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat,

persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus ditutup

karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah social, pemahaman

yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan mendidik istri, kepatuhan

istri pada suami, penghormatan posisi suami sehingga terjadi persepsi bahwa

laki-laki boleh menguasai perempuan, budaya bahwa istri bergantung pada

suami, khususnya ekonomi, budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan

perempuan inferior, masih rendahnya kesadaran untuk berani melapor

dikarenakan dari masyarakat sendiri yang enggan untuk melaporkan

permasalahan dalam rumah tangganya, maupun dari pihak- pihak yang terkait

yang kurang mensosialisasikan tentang kekerasan dalam rumah tangga dan

yang terakhir adalah masalah budaya dimana masyarakat yang patriarkis

ditandai dengan pembagian kekuasaan yang sangat jelas antara laki –laki dan

perempuan dimana laki –laki mendominasi perempuan.

Kekerasan terhadap istri menimbulkan berbagai dampak yang

merugikan. Diantaranya adalah mengalami sakit fisik, tekanan mental,

menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, mengalami rasa tidak berdaya,

mengalami ketergantungan pada suami yang sudah menyiksa dirinya,

mengalami stress pasca trauma, mengalami depresi, dan keinginan untuk bunuh

diri.

34
BAB III

HASIL PENELITIAN

3.1. GAMBARAN UMUM JEMAAT GKI EDEN POKHOUW

Jemaat GKI Eden Pokhouw adalah salah satu jemaat yang terletak di

wilayah kelurahan Yabansai. Pada awalnya Jemaat Eden Pokhouwmerupakan

jemaat Fillial dari GKI Siloam Yabansai. Pembentukan Jemaat Eden Pokhouw

ini merupakan salah satu bentuk kerja keras dari PHMJ GKI Siloam Yabansai

dalam upaya peningkatan pelayanan berjemaat bagi warga jemaatnya yang setiap

tahun semakin meningkat jumlahnya. Pada 20 Februari 2010 dilakukan ibadah

35
perdana yang di pimpin oleh BPHMJ Siloam, Pdt. C. Modouw, S.Th pada Filiaal

Jemaat GKI Siloam Yabansai dan Pada 29 Agustus 2011 Fillial Jemaat GKI

Siloam Yabansai menjadi jemaat mandiri dengan nama Jemaat GKI Eden

Pokhouw.

Jemaat Eden Pokhouw di sebelah selatan berbatasan dengan wilayah

pelayanan GKI Siloam Waena. Jemaat GKI Eden Pokhouw merupakan bagian

dari wilayah pelayanan Klasis Sentani. Luas pelayanan Jemaat GKI Eden

Pokhouw 288,58 hektar atau 28,885 km².55Jemaat ini terdiri dari 3 wilayah

pelayanan yaitu:

 Wyk I : Kompleks Gereja sampai kost 24

 Wyk II : Kompleks Gereja sampai jembatan besi, asrama UNCEN (putra-

putri)

 Wyk III: Komp.Buton, Jembatan Kayu sampai dengan kompleks Aiemaleo

Berdasarkan data hasil sensus jemaat yang dilakukan tahun 2015, maka

jumlah anggota Jemaat GKI Eden Pokhouw yang tersebar di 3 wyk adalah 104

Kepala Keluarga yang terbagi dalam Wyk I sebanyak 38 KK, Wyk II sebanyak

35 KK dan Wyk III sebanyak 31 KK.

Warga Jemaat Eden Pokhouw di kategorikan sebagai masyarakat

heterogen yang terdiri dari beberapa suku di Indonesia yaitu suku-suku di Papua

(Biak, Sentani, Wamena, Sorong) dan suku non – Papua (Ambon, NTT). Dalam

Jemaat GKI Eden Pokhouw juga terjadi perkawinan sesama suku.

3.2. PROSEDUR PENELITIAN

55
Laporan Jemaat Fillial Jemaat GKI Siloam Waena, Hal.6

36
Adapun prosedur penelitian yang penulis lakukan selama melakukan

penelitian adalah sebagai berikut: penulis mengunakan jenis penelitian kualitatif

yang bertujuan mendeskripsikan parstoral pernikahan dan upaya meminimalkan

kekerasan dalam keluarga. Teknik pengumpulan data, penulis mengunakan

observasi, wawancara dan kuisioner. Penulis menyerahkan surat penelitian

kepada PHMJ GKI Eden Pokhouw dan kemudian penulis di ijinkan untuk

melakukan penelitian. Selama melakukan penelitian wawancara penulis

bersama-sama dengan majelis jemaat. Adapun objek penelitian yang penulis

pilih adalah warga jemaat Gereja Kristen Injili Eden Pokhouw dengan sampel 7

orang yang terdiri dari 6 orang warga jemaat yang telah menikah dan 1 orang

pendeta jemaat. Penulis melakukan penelitian di Jemaat GKI Eden Pokhouw

selama 3 Minggu.

3.3. TABULASI DATA

3.3.1. MENDESKRIPSIKAN HASIL WAWANCARA

Berdasarkan teknik pengumpulan data yang di gunakan maka berikut

ini penulis mendeskripsikan hasil wawancara dengan sampel yang adalah jemaat

GKI Eden Pokhouw sebanyak 7 responden, yang terdiri dari 3 orang istri dan 3

orang suami yang merupakan warga jemaat GKI Eden Pokhouw dan 1 Pendeta

Jemaat.

Adapun hasil wawancara sebagai berikut:

 Mendeskripsikan Hasil Wawancara dengan warga jemaat:

37
Responden A:

Sudah menikah 4 tahun, responden 1 memahami pernikahan Kristen sebagai

suatu ikatan suami istri yang telah di berkati oleh Tuhan, Respon pertama telah

menikah gereja dan mendapat pengembalaan pernikahan selama 3 hari, bagi

responden pengembalaan pernikahan itu merupakan sesuatu yang penting dan

materi-materi yang di berikan adalah mengenai kehidupan dalam rumah

tangga,masalah dalam rumah tangga dan cara menyelesaikan masalah dan

persiapan untuk pernikahan.

Responden mengatakan bahwa ia bahagia dengan kehidpan rumah tangga

walaupun ada masalah-masalah yang hadir dalam kehidupan rumah tangga.

Masalah yang di hadapi adalah keadaan berdua di dalam keluarga karena ada

kekurangan-kekurangan dalam rumah tangga yang menyebabkan adanya

perkelahian antara respoden dengan istrinya. Perkelahian tidak dalam bentuk

pukulan tetapi dalam bentuk kata-kata.

Responden B:

Responden 2 mengatakan ia telah menikah selama 9 bulan, ia memahami

pernikahan Kristen sebagai suatu lembaga yang telah di berkati Tuhan.

Responden diberikan pengembalaan pernikahan selama 3 hari dan bagi

responden pengembalaan pernikahan itu penting karena memberikan pelajaran

tentang pernikahan dalam persiapan menuju kehidupan pernikahan dan mereka

merasa kehidupan pernikahan mereka bahagia tetapi ada juga hal-hal yang

menyebabkan terjadi perkelahian antara responden dengan istrinya, responden

38
mengatakan bahwa perkelahian dalam rumah tangga merupakan bagian dari

kehidupan pernikahan yang tidak dapat di pisahkan. Mereka tidak memukul istri

mereka pada saat terjadi perkelahian hanya dalam bentuk kata-kata kasar

Responden C:

Menikah 9 bulan, mereka memahami pernikahan Kristen sebagai suatu

hubungan yang kudus di hadapan Allah ,mereka di berikan pengembalaan

pernikahan selama 3 hari, bagi mereka pengembalaan perikahan sebagai sesuatu

yang penting dan mereka merasa kehidupan pernikahan mereka bahagia tetapi

ada juga hal-hal yang menyebabkan terjadi perkelahian antara responden dengan

istrinya, responden mengatakan bahwa perkelahian dalam rumah tangga

merupakan bagian dari kehidupan pernikahan yang tidak dapat di pisahkan.

Mereka tidak memukul istri mereka pada saat terjadi perkelahian hanya dalam

bentuk kata-kata kasar

Responden D:

Sudah menikah selama 4 tahun dan telah menikah gereja, memahami pernikahan

Kristen sebagai suatu ikatan suami istri yang telah di berkati oleh Tuhan, ketika

akan menikah di berikan pengembalaan pernikahan selama 3 hari oleh pelayan

jemaat, responden mengatakan pengembalaan pernikahan itu merupakan sesuatu

yang penting karena di berikan pengajaran tentang kehidupan dalam rumah

tangga, cara menyelesaikan masalah dan persiapan untuk pernikahan.

Responden 4 menyatakan bahwa ia kadang tidak bahagia dengan kehidupan

39
rumah tangga apabila ia berkelahi dengan suaminya. Perkelahian biasa terjadi

karena masalah mengurus anak-anak atau sikap anak-anak. Perkelahian yang

terjadi dalam bentuk makian dan kata-kata kasar.

Responden E:

Responden 5 sudah menikah gereja selama setengah tahun, ada banyak masalah

yang hadir dalam kehidupan rumah tangganya. Masalah mengurus anak adalah

pemicu utama perkelahiannya dengan suaminya. Terkadang tidak terselesaikan

dengan baik tetapi ada perkelahian dulu dalam bentuk kata-kata. Materi

pengembalaan yang di dapatkan ketika pengembalaan di katakana kadang di

lakukan dalam kehidupan pernikahannya tetapi kadang juga tidak.

Responden F:

Responden 6 secara khusus belum menikah gereja tetapi telah tinggal bersama

dengan suami selama 7 tahun dan telah mempunyai anak. Ia rajin mengikuti

ibadah Persekutuan Wanita. Menurut penuturan responden, ia sering berkelahi

dengan suaminya dikarenakan oleh sikap suami yang suka meminum-minuman

keras. Memang tidak ada perlakuan yang kasar dari suami kepada istri ketika

suami pulang mabuk tetapi responden sendiri mengakui bahwa ia begitu marah

ketika suaminya pulang ke rumah dalam keadaan mabuk dan hal ini membuat ia

marah sehingga terjadi perkelahian antara responden dan suaminya. Perkelahian

ini kadang dalam bentuk kata-kata makian maupun dalam bentuk pukulan

ringan.

 Hasil Wawancara dengan Pendeta Jemaat Eden Pokhouw

40
Pendeta jemaat GKI Eden Pokhouw mengatakan bahwa pernikahan Kristen

merupakan lembaga yang sudah di kuduskan, di berkati oleh Allah. Belajar dari

peristiwa Adam dan Hawa di taman Eden maka setiap pasangan menikah harus

memahami dan mengasihi setiap pasangannya. Pendeta jemaat GKI Eden

Pokhouw melaksanakan pengembalaan pernikahanan bagi calon pasangan yang

akan menikah dan pengembalaan pernikahan ini di laksanakan selama hari.

Materi yang di berikan adalah materi yang berasal dari buku pengembalaan

Abineno, pastoral pra nikah, tugas bersama dalam keluarga, berdoa bersama

dalam keluarga. Pendeta Jemaat mengadakan pengembalaan pertama dengan

cara mengembalakan pasangan secara masing-masing dimana mempelajari

perjalanan kehidupan mereka sejak mereka masih kecil, jika pasangan

mengalami masa kecil atau perjalanan hidup yang sedikit sulit atau pernah

mengalami trauma baik itu di karenakan mengalami kekerasan pada waktu kecil

dari orang tua atau anak yang di besarkan dari keluarga yang mengalami

perceraian maka akan di berikan arahan, di nasehati dan bersama-sama mencoba

untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di masa lalunya agar masalah

tersebut tidak di bawah pada kehidupan pernikahannya yang bisa saja suatu hari

nanti akan menjadi pemicu permasalahan dalam hubungan suami istrinya.

Setelah pengembalaan masing-masing pasangan kemudian bersama dengan

orang tuanya di adakah pengembalaan, jika ada masalah di selesaikan pada hari

itu juga.

Bagi pendeta jemaat GKI Eden Pokhouw, dengan adanya pengembalaan

pernikahan maka calon pasangan yang akan menikah akan memahami makna

pernikahannya dengan baik dan melalui pengembalaan pernikahan ketika

pasangan yang menikah memahami makna pernikahan itu sendiri dengan baik

41
maka dapat dikatakan bawah pastoral pernikahan membantu meminimalkan

kekerasan dalam keluarga.

3.3.2. HASIL KUISIONER

Selain wawancara, penulis juga melakukan pengumpulan data dengan

teknik membagikan kuisioner kepada beberapa warga jemaat yang telah menikah.

Jumlah responden adalah 30 orang.

TABEL FORMULIR

Keterangan Banyak

Formulir Yang di Bagikan 30

Formulir Yang di Kembalikan 30

Jumlah 100%

Tabel di atas hendak menunjukkan banyaknya formulir atau angket yang di

bagikan kepada responden sebanyak 30 eksemplar danformulir atau angket yang di

kembalikan sebayak 30 eksemplar. Berarti formulir atau angket seluruhnya di

kembalikan.

Dalam mentabulasikan data, penulis mengunakan rumus

F
P= x 100 % P : Presentase, F: Jumlah Sampel, N: Frewensi Jawaban
N

Adapun beberapa pertanyaan quisioner yang di berikan beserta jawaban dari setiap

responden dan hasil presentasenya adalah sebagai berikut:

42
Tabel 1: Pernikahan adalah pintu terbentuknya suatu keluarga di tengah

masyarakat maupun kehidupan persekutuan gereja

Jawaban Responden Frekwensi Presentase

Ya 30 responden 100%

Tidak 0 0%

Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 1 yang menjawab Ya bahwa Pernikahan adalah

pintu terbentuknya suatu keluarga di tengah masyarakat maupun kehidupan

persekutuan gereja sebanyak 30 responden atau 100%. Terlihat bahwa jemaat

GKI Eden Pokhouw rata-rata memahami bahwa pernikahan adalah pintu

terbentuknya suatu keluarga di tengah masyarakat maupun kehidupan

persekutuan gereja.

Tabel 2: Pernikahan Kristen adalah pernikahan yang kudus di hadapan

Allah

Jawaban Responden Frekwensi Presentase

Ya 30 responden 100%

Tidak 0 0%

Jumlah 30 100%

43
Berdasarkan tabel 2 yang menjawab Ya bahwa Pernikahan Kristen

adalah pernikahan yang kudus di hadapan Allahsebanyak 30 responden atau

100%. Terlihat bahwa jemaat GKI Eden Pokhouw rata-rata memahami

bahwa Pernikahan Kristen adalah pernikahan yang kudus di hadapan Allah

Tabel 3 :Pengembalaan pernikahan mempunyai peranan yang penting

dalam kehidupan jemaat sebab tujuan pengembalaan pernikahan adalah

untuk membimbing dan mengarahkan setiap pasangan yang akan

menikah dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah.

Jawaban Responden Frekwensi Presentase

Ya 30 responden 100%

Tidak 0 0%

Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 3 yang menjawab Ya sebanyak 30 responden atau

100% menunjukkan bahwa jemaat GKI Eden Pokhouw rata-rata memahami

bahwa Pengembalaan pernikahan mempunyai peranan yang penting dalam

kehidupan jemaat sebab tujuan pengembalaan pernikahan adalah untuk

membimbing dan mengarahkan setiap pasangan yang akan menikah dalam

menghadapi dan menyelesaikan masalah.

Tabel 4: Jangka waktu pengembalaan pernikahan yang cukup panjang

(1-3 bulan) bisa memberikan pemahaman pernikahan Kristen yang baik

kepada setiap pasangan yang akan menikah.

Jawaban Responden Frekwensi Presentase

44
Ya 30 responden 100%

Tidak 0 0%

Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 4 yang menjawab Ya sebanyak 30 responden atau

100% menunjukkan bahwa jemaat GKI Eden Pokhouw rata-rata setuju bahwa

jangka waktu pengembalaan pernikahan yang cukup panjang (1-3 bulan) bisa

memberikan pemahaman pernikahan Kristen yang baik kepada setiap

pasangan yang akan menikah

Tabel 5: Pernikahan merupakan suatu penetapan atau peraturan Allah

yang didasarkan pada kejadian 2:24 dan Matius 19:3 dimana Allah

menghendaki supaya laki-laki dan perempuan yang Ia ciptakan menurut

gambaranNya hidup sebagai suami istri.

Jawaban Responden Frekwensi Presentase

Ya 30 responden 100%

Tidak 0 0%

45
Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 5 yang menjawab Ya sebanyak 30 responden atau

100% menunjukkan bahwa jemaat GKI Eden Pokhouw rata-rata

memahamibahwa pernikahan merupakan suatu penetapan atau peraturan

Allah yang didasarkan pada kejadian 2:24 dan Matius 19:3 dimana Allah

menghendaki supaya laki-laki dan perempuan yang Ia ciptakan menurut

gambaranNya hidup sebagai suami istri.

Tabel 6 :Gereja terdiri dari keluarga-keluarga yang saling mengasihi

sehingga tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga bahagia.

Jawaban Responden Frekwensi Presentase

Ya 22 responden 73,3%

Tidak 8 responden 26,7%

Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 6 yang menjawab Ya sebanyak 22 responden atau

73,3% menunjukkan bahwa jemaat GKI Eden Pokhouw rata-rata setuju

bahwa gereja terdiri dari keluarga-keluarga yang saling mengasihi sehingga

tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga bahagia sedangkan 8

responden atau 26,7 % tidak setuju dengan pernyataan tersebut.

Tabel 7 : Masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga di sebabkan oleh

kurangnya pemahaman warga jemaat khususnya suami istri tentang

pernikahan Kristen yang di dasarkan pada firman Tuhan.

46
Jawaban Responden Frekwensi Presentase

Ya 21 responden 70%

Tidak 9 responden 30%

Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 7 yang menjawab Ya sebanyak 21 responden atau

70% menunjukkan bahwa jemaat GKI Eden Pokhouw rata-rata setuju bahwa

masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga di sebabkan oleh kurangnya

pemahaman warga jemaat khususnya suami istri tentang pernikahan Kristen

yang di dasarkan pada firman Tuhan sedangkan ada 9 responden atau 30 %

tidak setuju dengan pernyataan tersebut.

Tabel 8: Suatu persekutuan sejati dalam pernikahan hanya terjadi apabila

suami istri saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

Jawaban Responden Frekwensi Presentase

Ya 30 responden 100%

Tidak 0 0%

Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 8 yang menjawab Ya sebanyak 30 responden atau

100% menunjukkan bahwa jemaat GKI Eden Pokhouw rata-rata memahami

bahwa suatu persekutuan sejati dalam pernikahan hanya terjadi apabila suami

istri saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

47
Tabel 9: Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap

seseorang yang mengakibatkan timbulnya penderitaan fisik, seksual dan

psikologis.

Jawaban Responden Frekwensi Presentase

Ya 23 responden 76,7%

Tidak 7 responden 23,3%

Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 9 yang menjawab Ya sebanyak 23 responden atau

76,7% menunjukkan bahwa jemaat GKI Eden Pokhouw rata-rata setuju

bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap

seseorang yang mengakibatkan timbulnya penderitaan fisik, seksual dan

psikologis dan ada 7 responden atau 23,3% tidak setuju dengan pernyataan

tersebut.

Tabel 10: Budaya patriakhi dan minuman keras merupakan hal-hal yang

menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga.

Jawaban Responden Frekwensi Presentase

Ya 23 responden 76,7%

Tidak 7 responden 23,3%

Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 10 yang menjawab Ya sebanyak 23 responden atau

76,7% menunjukkan bahwa jemaat GKI Eden Pokhouw rata-rata setuju

bahwa budaya patriakhi dan minuman keras merupakan hal-hal yang

menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga.dan ada 7 responden atau

23,3% tidak setuju dengan pernyataan tersebut.

48
3.3.3. HASIL OBSERVASI

Selain mengunakan teknik pengumpulan data wawancara dan kuisioner,

penulis juga melakukan observasi dalam wilayah pelayanan Jemaat GKI Eden

Pokhouw. Penulis melakukan observasi selama ±2 minggu, dalam obsevasi ini

penulis melihat aktivitas keseharian dari warga jemaat Eden Pokhouw yang adalah

tukang bangunan, pegawai negeri, swasta dan mahasiwa/i. Penulis juga mendapat

beberapa data dari 3 orang informan yang penulis temui selama melakukan

observasi. Para informan mengatakan bahwa sering terjadi masalah kekerasan

dalam keluarga dimana ada konflik antara istri dan suami dan juga antara anak

mantu dan ibu mertua sehingga menyebabkan si istri pergi dari rumah.Begitu juga

ada yang sering kali terjadi dimana istri tidak memperlakukan suami dengan baik

dimana si istri biasa menuntut harus di berikan uang setiap hari jika tidak di berikan

uang maka si istri akan menyuruh si suami tidur di luar rumah seringkali juga

menyatakan bahwa si suami hanya meminta untuk berhubungan badan saja tetapi

tidak pernah bisa memberikan ia uang, memaki suami hingga mengungkit masa lalu

kehidupan si suami dan karena tidak tahan dengan masalah ini menyebabkan suami

mabuk-mabukan. Ada juga masalah dimana para istri tidak dapat mengikuti ibadah

persekutuan wanita dengan baik karena jika pulang terlambat maka istri akan di

marahi. Ada juga seorang istri yang kena tindak kekerasan dari suami dimana

memukul istrinya dan hingga memakai alat-alat tajam seperti parang atau tombak

sehingga menyebabkan si istri pernah terluka, hal ini di sebabkan sang suami berniat

untuk menikah lagidan akhirnya sang istri pulang ke rumah orang tua dan anak-anak

mereka menjadi terlantar. Ada juga suami ini yang suka memukul istrinya hingga

memukul anak juga di karenakan suami mempunyai wanita lain lalu sang istri

49
meninggalkan suami kemudian suami mempunyai istri yang baru dan si istrinya

sudah menikah yang pria yang baru.

BAB IV

ANALISA DATA

50
Berdasarkan hasil pengumpulan data berupa wawancara, kuisioner dan

observasi dengan data yang telah di tabulasikan, maka penulis akan menganalisa

data kuisioner, wawancara dan observasi sebagai berikut:

Dengan melihat hasil kuisioner pada tabel 1 – tabel 2 dan juga dari hasil

wawancara dapat di katakan bahwa warga jemaat GKI Eden Pokhouw memahami

pernikahan Kristen sebagai pernikahan yang kudus di hadapan Allah dan

merupakan pintu terbentuknya suatu keluarga di tengah masyarakat maupun

kehidupan persekutuan gereja serta bagi jemaat GKI Eden Pokhouw pernikahan

Kristen adalah suatu ikatan suami istri yang telah di berkati oleh Tuhan, lembaga

kudus yang telah di berkati serta hubungan yang kudus di hadapan Allah. Dari

hasil pemahaman jemaat GKI Eden ini dapat di katakan bahwa jemaat Eden

Pokhouw sudah memahami dengan baik makna pernikahan Kristen. Pendeta jemaat

GKI Eden Pokhouw memahami pernikahan Kristen sebagai lembaga yang sudah di

kuduskan, di berkati oleh Allah. Belajar dari peristiwa Adam dan Hawa di taman

Eden maka setiap pasangan menikah harus memahami dan mengasihi setiap

pasangannya.

Selanjutnya pada tabel 3 dan tabel 4 warga jemaat menyatakan mendapat

pengembalaan pernikahan sebelum di teguhkan dalam ibadah pemberkatan

pernikahan. Mereka mendapat pengembalaan pernikahan selama 3 hari . Menurut

pelayan jemaat GKI Eden Pokhouw materi yang di berikan adalah materi-materi

yang berasal daru buku pengembalaan karangan Abineno serta buku pastoral pra

nikah. Dari hasil kuisioner warga jemaat, 100 % jemaat Eden Pokhouw

menyatakan bahwa pengembalaan pernikahan mempunyai peranan penting dalam

kehidupan jemaat sebab tujuan pengembalaan pernikahan adalah untuk

membimbing dan mengarahkan setiap pasangan yang akan menikah dalam

51
menghadapi dan menyelesaikan masalah serta jangka waktu yang panjang (1-3

bulan) bisa memberikan pemahaman yang baik kepada setiap pasangan yang akan

menikah karena dengan adanya pengembalaan maka calon pasangan di berikan

ajaran tentang pernikahan kristen dan bagaimana membentuk suatu keluarga Kristen

yang baik. Serta melalui pengembalaan pernikahan para pasangan di lihat kembali

perjalanan kehidupan mereka sejak kecil apakah di masa lalu mereka ada

kebahagian atau mungkin mereka pernah mengalami masalah di kehidupan yang

lalu yang bisa saja memberikan dampak di kehidupan yang sekarang sehingga

masalah-masalah tersebut harus di selesaikan dalam pengembalaan agar masalah

tersebut tidak hadir lagi di dalam kehidupan yang baru yaitu kehidupan pernikahan.

Pada tabel ke 5, warga jemaat GKI Eden Pokhouw 100% memahami bahwa

pernikahan merupakan suatu penetapan atau peraturan Allah yang di dasarkan pada

kejadian 2:24 dan Matius 19:3 dimana Allah menghendaki supaya laki-laki dan

perempuan yang Ia ciptakan menurut gambaranNya hidup sebagai suami istri.

Tetapi pada tabel yang ke 6 ada 73,3% setuju bahwa gereja terdiri dari keluarga-

keluarga yang saling mengasihi sehingga tujuan pernikahan adalah untuk

membentuk keluarga bahagia dan ada 26,7 % yang tidak setuju bahwa gereja terdiri

dari keluarga-keluarga yang saling mengasihi yang ingin membentuk keluarga

bahagia. Tetapi dari hasil wawancara di dari beberapa respon bahwa mereka kadang

bahagia dan tidak bahagia dengan kehidupan pernikahan mereka. Tidak bahagia

dengan rumah tangga mereka apabila terjadi perkelahian antara suami istri yang

disebabkan oleh masalah anak, masalah keuangan atau suami mabuk-mabukan.

Pada tabel 7 ada sekitar 70% menunjukkan bahwa jemaat GKI Eden Pokhouw rata-

rata setuju bahwa masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga di sebabkan oleh

kurangnya pemahaman warga jemaat khususnya suami istri tentang pernikahan

52
Kristen yang di dasarkan pada firman Tuhan sedangkan 30 % tidak setuju dengan

pernyataan tersebut. Tetapi kurangnya pemahaman jemaat tentang pernikahan

Kristen bisa memberikan dampak KDRT terhadap pasangan yang telah menikah,

karena melalui pengembalaan pernikahan para pasangan akan di berikan

pemahaman tentang arti pernikahan. berdasarkan tabel 8 sebanyak 30 responden

atau 100% menunjukkan bahwa bahwa suatu persekutuan sejati dalam pernikahan

hanya terjadi apabila suami istri saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

Dan Berdasarkan tabel 9 ada 76,7% menunjukkan bahwa jemaat GKI Eden

Pokhouw rata-rata setuju bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap

perbuatan terhadap seseorang yang mengakibatkan timbulnya penderitaan fisik,

seksual dan psikologis dan 23,3% tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Pada

tabel 10 ada 76,7% setuju bahwa budaya patriakhi dan minuman keras merupakan

hal-hal yang menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga dan 23,3% tidak setuju

dengan pernyataan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa minuman keras, masalah

mengurus anak, istri tidak boleh pergi beribadah dan masalah keuangan lebih

berpotensi menyebabkan perkelahian yang berupa makian diantara suami istri

hingga dapat menyebabkan terjadinya perkelahian fisik yang mengakibatkan

penderitaan fisik dan psikologis.

Berdasarkan hasil penelitian berupa tabulasi data dan analisa data yang telah

dipaparkan diatas maka penulis memberi suatu rangkuman bahwa warga Jemaat

GKI Eden Pokhouw merupakan suatu jemaat yang sudah memahami dengan baik

makna suatu pernikahan Kristen karena makna pernikahan Kristen ini sudah

diajarkan melalui pengembalaan pernikahan yang laksanakan selama 3 hari dan juga

melalui khotbah-khotbah pada hari minggu maupun ibadah-ibadah unsur tetapi

masih ada tindak kekerasan yang terjadi keluarga seperti makian terhadap istri,

53
tuntutan keuangan terhadap suami, hingga kekerasan dengan mengunakan alat

tajam. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan antara pelaksanaan Pastoral

Pernikahan dengan tingginya kekerasan dalam rumah tangga dimana jemaat

memahami makna pernikahan Kristen tetapi mereka kadang tidak melaksanakan

dengan baik apa yang telah di sampaikan pada pengembalaan pernikahan. Minuman

keras dan budaya patriakhi adalah sebagian hal yang menyebabkan adanya

kekerasan dalam rumah tangga dimana istri di pukul dengan alat-alat tajam dan juga

melarang istri untuk mengikuti ibadah persekutuan.

Dari masalah-masalah yang menyebabkan terjadinya perkelahian antara suami

dan istri yang kemudian menyebabkan terjadinya kekerasan dalam keluarga dapat

dilihat bahwa pasangan suami istri harus memahami dan mengingat dengan baik

bahwa hubungan pernikahan Kristen adalah hubungan pernikahan seumur hidup

berdasarkan komitmen secara total dimana hubungan pernikahan Kristen bukan

sekedar hubungan laki-laki dan perempuan yang setuju hidup bersama tetapi tidak

mau terikat dan bertanggung jawab sepenuhnya.

Pastoral Pernikahan dapat membantu meminimalkan kekerasan dalam rumah

tangga apabila pastoral pernikahan di lakukan dengan baik dari sisi materi dan

waktu karena pastoral pernikahan mempunyai peranan yang penting di dalam

kehidupan jemaat sebab pastoral pernikahan bertujuan untuk membimbing serta

mengarahkan setiap pasangan yang hendak menikah sekurang-kurangnya 3 minggu

sebelum tanggal pernikahan sebab setiap pasangan harus mengerti dan memahami

arti dari pernikahan dan juga setelah pemberkatan nikah di gereja dan setelah

mereka menjalani kehidupan rumah tangga pasangan suami istri perlu di berikan

pengembalaan pernikahan agar ketika ada masalah dalam keluarga, pendeta jemaat

dapat membantu keluarga dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam

54
keluarga. Karena Pendeta, guru jemaat, guru injil, penatua, syamas dan pengajar

merupakan gembala yang menjalankan tugas pengembalaan agar dapat mencegah

dan memelihara jemaat agar tidak jatuh kedalam dosa serta menuntun mereka

kearah kedewasaan iman. Oleh karena itu pengembalaan tidak hanya di lakukan

setelah ada anggota jemaat yang jatuh ke dalam dosa melainkan harus berlangsung

secara terus menerus, teratur dan terarah.

BAB V

PENUTUP

55
5.1. KESIMPULAN
5.2. SARAN
5.2.1. SARAN TEORITIS
5.2.2. SARAN PRAKTIS

56

Anda mungkin juga menyukai