Gereja
Abstrak
Perceraian adalah masalah yang sering dijumpai didalam keluarga. Dengan adanya
masalah-masalah yang sering terjadi, suami dan istri akan mengalami kejenuhan dan jika
masalah itu tidak bisa diselesaikan maka, suami dan istri memutuskan bercerai. Tetapi pada
dasarnya keluarga Kristen dilarang untuk bercerai, sejak awal Allah menciptakan manusai
yaitu laki-laki dan perempuan dan mereka hidup bersama dan mempunyai anak, Allah
menghendaki agar tidak adanya perceraian. Allah menghendaki agar keluarga tetap bersama
sampai maut yang memisahkan.
Gereja hadir didunia ini untuk menjalankan visi dan misi dari Tuhan, gereja akan
membangun relasi yang baik dengan semua orang dan juga gereja akan memberi pengajaran-
pengajaran yang benar kepada jemaat. Gereja juga berhak membina suatu keluarga. Tetapi
jika terjadinya permasalahan yang hendak berujung perceraian gereja akan terus memberi
bimbingan dan gereja tidak berhak untuk memutuskan atau mengambil keputusan dalam
suatu keluarga. Perceraian juga dapat membawa dampak bagi pertumbuhan gereja, baik
secara Kualitatif, Kuantitatif, dan Organik.
Abstract
Divorce is a problem that is often encountered in families. With the problems that
often occur, husband and wife will experience boredom and if the problem cannot be
resolved, husband and wife decide to divorce. But basically Christian families are prohibited
from divorcing, since the beginning God created human beings, namely male and female and
they live together and have children, God wants there to be no divorce. God wills that
families stay together until death does.
The church is present in this world to carry out the vision and mission of God, the
church will build good relationships with all people and also the church will give true
teachings to the congregation. The church also has the right to build up a family. But if a
problem occurs that will lead to divorce, the church will continue to provide guidance and the
church has no right to decide or make decisions in a family. Divorce can also have an impact
on church growth, both qualitatively, quantitatively, and organically.
I. Pendahuluan
Gereja adalah kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus. Gereja
merupakan sebuah kehidupan bersama dari sekelompok orang. Dalam bahasa gereja, istilah
organisasi atau perhimpunan itu biasa dikenal dengan sebutan “persekutuan” atau tempatnya
“persekutuannya orang-orang percaya”. Sebagai kehidupan bersama religius yang merupakan
buah pekerjaan penyelamatan Allah, gereja dipanggil oleh Allah menjadi rekan sekerja dalam
rangka penyelamatan-Nya terhadap manusia dan dunia. Gereja ada didalam dunia ini, dipilih
dari antara bangsa-bangsa, dikuduskan dan dijadikan sebagai umat kepunyaan Allah sendiri,
serta diutus untuk memberitakan kasih dan perbuatan-perbuatan Allah yang besar,
sebagaimana dikatakan dalam surat 1 Petrus 2:9.1
Dalam sebuah gereja tentunya ada orang-orang percaya yang berkumpul untuk
beribadah kepada Tuhan. Ada keluarga-keluarga kristen yang berkumpul bersama, menaikan
ucapan syukur mereka kepada Tuhan. Dalam sebuah gereja tentu ada permasalahan-
permasalahan yang menghambat pertumbuhan gereja. Salah satunya adalah perceraian.
Perceraian dari salah satu jemaat gereja, akan membawa dampak bagi pertumbuhan gereja.
Perceraian yang terjadi di dalam keluaga kristen adalah hal yang tidak dikehendaki
oleh Allah. Allah tidak pernah merencanakan perceraian di dalam suatu keluarga. Sejak Allah
menciptakan manusia yaitu Adam dan Hawa, Allah mengharapakan manusia selalu bahagia
dan damai sejahtera. Mengusahakan dan memelihara apa yang sudah Allah berikan kepada
mereka. Dan juga didalam Kejadian 1:28 Allah berfirman kepada mereka untuk beranak cucu
dan bertambah banyak. Allah selalu a ada bersama dengan keluarga.
1
Sukardy. Wiyono. Andreas. untung, Manajemen Gereja (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), 22–25.
Gereja akan sangat bertumbuh baik dalam hal Kuantitatif, kualitatif maupun organik
jika keluarga menjalankan apa yang Allah firmankan, tidak ada perceraian. Karen apa yang
sudah dipersatukan Allah tidak boleh dipisahkan oleh manusia. Tetapi pada kenyataannya
banyak keluarga yang tidak bisa mempertahankan hubungan keluarga mereka, mereka
memilih untuk bercerai.
Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti tentang “Dampak Perceraian bagi
Pertumbuhan Gereja”.
Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan yang sah yang
berlaku adalah menurut Undang-undang ini, namum,hal penting yang perlu diketahui adalah
darai berbagai pandangan sahnya perkawinan menurut pandangan, unsur agama merupakan
hal yang utama dalam sahnya perkawinan. Perkawinan di Indonesia diatur Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 serta peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 mengenai Perkawinan.2
Ajaran Kristen melarang untuk bercerai, akan tetapi keadaan yang tak dapat
dipungkiri terjadi di Indonesia menurut catatan Biro Pusat Statistik pada tahun 2015
mencapai 347.256 kasus dan hal itu terus meningkat. Perceraian merupakan masalah yang
rumit3. Perceraian bisa terjadi karena hal-hal yang terkadang tidak dipahami dan dimengerti.
Tetapi begitulah faktanya. Banyak orang-orang Kristen yang gagal dalam membangun rumah
tangga mereka. Allah tidak pernah menghendaki adanya perceraian, didalam Alkitab juga
melarang akan hal itu dan didalam gereja juga tidak mengajarkan pengajaran untuk bercerai,
tetapi mengajarkan agar tetap menjaga hubungan keharmonisan rumah tangga. Gereja juga
bisa menjadi tempat untuk keluarga Kristen bertumbuh. Gereja dapat menjadi wadah orang-
orang Kristen berlindung. Dengan adanya keluarga-keluarga Kristen yang harmonis maka
pertumbuhan gereja tidak akan terhambat, tetapi apabila jemaat suatu gereja mengalami
permasalahan (perceraian) hal ini juga dapat menghambat pertumbuhan gereja.
Dari latar belakang diatas maka penulis membuat rumusan masalah apa itu perceraian
dan apa dampak perceraian bagi pertumbuhan gereja. Tujuan penulisan menjelaskan apa itu
perceraian dan menjelaskan apa dampak perceraian bagi pertumbuhan gereja.
2
Nurini Rosey, Sukari. Sihabudin. dan Aprilianda, “Putusnya Perkawinan Karena Perceraian,” Artikel (n.d.): 4.
3
Stevanus. Kalis, “Sikap Etis Gereja Terhadap Perceraian Dan Pernikahan Kembali,” kurios Vol.4 (2018): 136.
Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode studi pustaka. Studi pustaka menurut Nazir adalah teknik pengumpulan data dengan
melakukan penelaahan terhadap beberapa buku, literatur, catatan, serta sebagai laporan yang
berkaitan dengan masalah yang ingin dipecahkan. Menurut Mardalis, adalah pengumpulan
informasi dan data dengan bantuan berbagai macam material yang ada di perpustakaan
seperti dokumen, buku, catatan, majalah, kisah-kisah sejarah.
Peneliti berusaha menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah
yang menjadi objek penelitian melalui jurnal dan buku-buku. Dari buku-buku, jurnal ataupun
data-data dari sumber lain akan menjadi referensi untuk peneliti memecahkan masalah yang
peneliti teliliti.
Manusia diciptakan laki-laki dan perempuan. Mereka hidup bersama dan membangun
suatu keluarga yang atas ijin Tuhan Yesus dan atas ketetapan Allah. Setiap pasangan
menginginkan keutuhan dalam membangun rumah tangga. Namun realitas angka perceraian
kian meningkat. Permasalahan dalam rumah tangga sering terjadi, dan memang menjadi liku-
liku kehidupan dalam rumah tangga4. Hal ini juga terjadi pada keluarga kristen juga, tetapi
pada dasarnya Alkitab dan Gereja melarang adanya perceraian. Perceraian adalah
berakhirnya hubungan antar suami dan istri.
Ajaran Yesus
Pernikahan adalah gagasan dari Allah, bukan dari manusia. Dari sejak awal manusia
diciptakan Allah tidak hanya menciptakan satu orang saja tetapi dua orang yaitu Adam dan
Hawa, yang dimana pada akhirnya mereka membentuk satu keluarga. Dalam keluarga yang
terdiri dari ayah,ibu dan anak adalah salah satu kehendak Allah dan bukan semata-mata
keinginan manusia. Allah menghendaki agar keluarga itu penuh dengan damai sejahtera dan
penuh damai, bukan sebaliknya. Dalam membangun kelurga harus didasari dengan fondasi
yang kuat dan kokoh, yaiu dengan berpegang pada Firman Tuhan dan terus bersandar pada
Tuhan apapun yang terjadi.
Dalam Matius 19:4-6 Yesus dengan jelas menjelaskan laki-laki akan meninggalkan
ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu. Mereka akan
4
Armansyah. Matondang, “Faktor-Faktor Yang Mengakibatkan Perceraian Dalam Perkawinan,” Ilmu
pemerintahan dan sosial politik UMA Vol. 2 (2014): 143.
hidup bersama dalam nangan kasih Tuhan dan Yesus juga berkata apa yang telah
dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Yesus sangat menegaskan bahwa apa
yang sudah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia dengan alasan apapun juga.
Yesus tidak pernah menghendaki adanya perceraian antara suami dan istri. Allah tidak pernah
menghendaki adanya perceraian. Allah berfirman kepada Maleakhi, “Aku membenti
perceraian” (Mal. 2:6). Dari sejak mula Allah tidak pernah menghendaki adanya perceraian,
karena pernikahan atau perkawinan adalah rancangan Allah sendiri. Yesus selalu
mengajarkan hal-hal yang baik kepada anak-anak-Nya.
Orang yang sudah mengenal Yesus dan sudah lahir baru akan melakukan kehendak
Yesus. Kelahiran Baru menjadikan manusia sebagai ciptaan baru,mendapatkan dan mengikut
Yesus. Kelahiran baru merupakan suatu tindakan Roh Kudus atas kodrat manusia sekali
sepanjang hidup dan memberi dampak perubahan dalam seluruh kehidupan pribadi
seseorang. Kelahiran baru merupakan proses rohani yang dilakukan oleh Allah pada
seseorang di dalam Kristus yang berdampak pada hubungannya dengan Allah, sesama
manusia, dan di dalam kehidupan sehari-hari5. Jika seseorang sudah mengalami kelahiran
baru maka orang itu tidak akan melakukan perceraian, sesuai dengan ajaran dan ketetapan
Yesus, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
Pandangan Alkitab
Didalam Alkitab juga mencatat tentang perceraian baik dari pandangan Alkitab
Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama.
Perjanjian Lama
Dalam Perjanjian Lama Allah tidak menyetujui adanya perceraian. Musa memberikan
surat cerai pada pada orang-orang Israel pada zaman itu bisa dikatakan dengan keterpaksaan.
Tujuan pembuatan surat cerai dalam Perjanjian Lama untuk melindungi wanita dalam
pernikahan, pada zaman itu membuat surat cerai sangat susah sehingga seorang laki-laki
tidak mudah mengambil keputusan untuk bercerai.
Perceraian dalam Ulangan 24:1-4 tidak bersifat normatif, tapi sekuler dan temporer,
sementara. Tuhan Yesus menegaskan ketetapan Musa tentang perceraian bukanlah bagian
dari rancangan Allah. Didalam Matius 19:8Yesus mengatakan “Karena ketegaran hati Musa
5
Setiawan David Eko, “Kelahiran Baru Dalam Kristus Sebagai Tittik Awal Pendidikan Unggul,” Jurnal Teologi
Injili dan Pembinaan Warga Jemaat Vol. 3 (2019): 155.
mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidak lah demikian”. Jadi sejak
semula tidak pernah adanya rencana persetujuan adanya perceraian. Perceraian yang terjadi
pada zaman Musa hanyalah sementara. Musa sendiri juga tidak menyetujui adanya
perceraian. Tetapi karena kekerasan hati bangsa Israel maka Musa terpaksa membuat surat
cerai. Surat cerai yang diberikan Musa kepada bangsa Israel bukan untuk meniadakan atau
menghilangkan ikatan Ilahi, Musa memberi surat cerai kepada bangsa Israel bukan untuk
meniadakan kehendak Alla, tetapi untuk melindungi perempuan dan juga rumah tangga yang
sudah di teguhkan tidak bisa diperthankan, tetapi Musa tidak pernah menghendaki ataupun
menyetujui adanya perceraian dan atau, mereka membuat kesalahan yang tidak bisa
dipertahankan. Musa memberikan surat cerai kepada bangsa Israel karena kekerasan hati
yang dimiliki oleh bangsa Israel.
Didalam Maleakhi 2:16, dalam pasal ini Tuhan memarahi bangsa Israel karena
mereka kawin campur, mereka melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan hati Tuhan.
Mereka tidak setia pada istri mereka, sehingga dalam ayat 16a Tuhan mengatakan “Sebab
Aku membenci perceraian”. Tuhan tidak pernah menyetujui adanya percerain dari dulu
sampai sekarang dan selamanya. Tuhan membenci adanya perceraian, karena itu bukan
kehendak-Nya.
Perjanjian Baru
Dalam Matius 19:6, Yesus mengatakan “Demikianlah mereka bukan lagi dua,
melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan
manusia”. Ikatan pernikahan di dalam iman Kristen yang sudah Allah tetapkan merupakan
ikatan seumur hiudp. Allah lah yang berinisiatif untuk mepersatukan suami dan istri dan juga
atas otoritas dari Yesus, Ia meneguhkan perkawaninan melalui Gereja. Pernikahan ini bukan
bersifat sementara tetapi seumur hidup, hingga maut yang memisahkan. Jadi, Yesus tidak
pernah memberikan perintah atau menghendaki adanya perceraian.
Didalam Matius 5:31-32 Yesus dengan tegas melarang adanya perceraian, namun ada
pengecualian yaitu jika itu adalah perzinahan, zinah adalah ketidaksetiaan terhadap kehendak
Tuhan, zinah adalah melawan ketetapan Tuhan dan berbuat dosa kepada Tuhan . Orang yang
melakukan perzinahan adalah najis. Najis dalam ayat ini tidak hanya tentang percabulan saja
tetapi perzinahan rohani, jika ada orang mengawini orang yang diceraikan itu, dia juga
berbuat zinah.
Dari pandangan Alkitab, baik Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama, tidak ada
yang menyetujui dan juga tidak ada yang menghendaki adanya perceraian. Sejak dahulu
Allah menciptkan manusia dan Allah memerintahkan untuk beranak cucu, Allah tidak pernah
menghendaki adanya pereceraian, Allah membenci perceraian. Tuhan Yesus dengan tegas
menegaskan agar apa yang sudah dipersatukan tidak boleh diceraikan. Sangat jelas bahwa
perceraian tidak disahkan.
Orang Kristen pada umumnya juga setuju bahwa perceraian tidak diperbolehkan
untuk alasan apa pun. Karena pernikahan atau perkawinan adalah rancangan Allah bagi
seluruh umat-Nya, maka umat tidak boleh melanggar rancangan Allah yang sudad diberikan.
Orang Kristen sedikit menyetujui adanya perceraian tetapi hanya dengan satu alasan yang
tertulis dalam Alkitab yaitu perzinahan. Orang yang bercerai tidak boleh menikah lagi, jika
mereka menikah kembali, mereka hidup dalam hubungan perzinahan. Mereka yang menikah
dengan orang yang bercerai menyebabkan mereka berdosa, karena oran yang bercerai itu
sebenarnya menikah dengan orang lain dalam pandangan Allah.8
Perceraian dapat menimbulkan banyak masalah, bahkan mereka, yang percaya bahwa
perceraian adakalanya bisa dibenarkan bagi orang kristen, mengakui bahwa, apa pun masalah
6
S Sitinjak, Alexcander, Tinjauan Etis Teologis Kawin Cerai Dalam Ulangan 24:1-4 Dan Implikasinya Bagi Orang
Percaya Masa Kini (Tawangmangu, 2019).
7
Stevanus. Kalis, “Sikap Etis Gereja Terhadap Perceraian Dan Pernikahan Kembali,” 138.
8
L Geisler,Norman, Etika Kristen (Malang: Literatur SAAT, 2000), 363.
mugkin diselesaikan dengan masalah ini, perceraian juga menimbulkan banyak masalah.
Begitulah rancangan Allah diabaikan, maka wajarlah jika timbul banyak masalah. Perceraian
meninggalkan goresan yang dalam yang tak mudah disembuhkan.9
Rasul Paulus adalah seorang penginjil dan juga seorang teolog handal yang telah
menghasilkan karya-karya besar. Surat-surat kiriman yang ditulis untuk jemaat atau pribadi
merupakan refleksi dari pergumulan teologisnya.12
Rasul Paulus ketika mendengar berita tentang adanya pasangan hidup berumah tangga
sedang mempertimbangakan untuk bercerai di Korintus sebagai akibat dari gencarnya
propaganda hidup asketis, Rasul Paulus menulis surat untuk respons pastoralnya 13. Dalam 1
Korintus 7:10-15, Paulus memberi nasihat kepada jemaat terkait dengan masalah perceraian
9
Ibid., 358.
10
Stevanus. Kalis, “Sikap Etis Gereja Terhadap Perceraian Dan Pernikahan Kembali,” kurios 4 (2018): 138.
11
Geisler,Norman, Etika Kristen, 361.
12
Eko Setiawan, David, “Siknifikansi Salib Bagi Kehidupan Manusia Dalam Teologi Paulus,” Fidei Vol. 2 (2019):
235.
ini. 14Paulus memberi nasihat-nasihat kepada orang-orang di Korintus, karena masalah ini
umum terjadi di Korintus. Nasihat yang Paulus berikan kepada jemaat di Korintus agar
jemaat di Korintus tidak melakukan hal yang menyimpang dari ajaran Yesus, karena Yesus
tidak menghendaki ada perceraian. Praktik perceraian yang terjadi di Korintus tidak hanya
terjadi pada orang-orang non-kristen tetapi juga terjadi pada orang-orang Kristen yang ada di
Korintus. Paulus ingin agar orang-orang di Korintus tidak bercerai. Mereka saling
melengkapi dan hidup kudus bersama keluarga mereka.
Dalam 1 Korintus 7:10-11 Paulus tegas dan sangat keras dengan mengatas namakan
Tuhan, melarang suami menceraikan istri dan juga sebaliknya istri menceraikan suami.
Dalam ayat 27 juga Paulus mengulang lagi larangan perceraian, agar jemaat lebih
mengutamakan Yesus. Akhir dari perkawinan ini adalah berkembang mejadi hubungan
seumur hidup, sampai selamanya.15 Rasul Paulus tidak menyetujui adanya perceraian dalam
suatu keluaraga, Rasul Paulus menghendaki agar suatu keluarga tetap rukun.
Ada dua perspektif perceraian, pertama, Cerai Hidup, biasanya didasarkan pada
ketikcocokan, baik dalam masalah ekonomi, pertengkaran dan masalah lain-lainnya. Kedua,
Cerai Mati, biasanya didasarkan pada salah satu pasangan meniggal, baik istri ataupun suami.
Dalam perceraian mati ini, tidak ada kewajiban apapun untuk tetap setia didalam ikatan
dengan pasangan yang sudah meninggal.
Faktor-faktor :
13
K Setio, Robert dan Listijabudi, Perceraian Di Persimpangan Jalan (Jakarta: Gunung Mulia, 2015), 240.
14
Sabdono Erastus, Perceraian (JAKARTA: Rehobot Ministry, 2018), 4.
15
Ibid. 38
salah satu faktor perceraian. Jika seseorang tidak menepati janji atau komitmen yang sudah ia
buat, ia bisa dikatakan berhianat, tidak bisa menjadi pemimpin yang bisa dipercaya dalam
segala hal. Komitmen sangat diperlukan dalam mempercayai seseorang. Dalam sebuah
keluarga harus ada komitmen dan komitmen yang sudah di buat harus dilakukan, agar dalam
keluarga tidak ada permasalahan.
Kedua, selingkuh atau tidak setia. Dalam suatu hubunga dibutuhkan sebuah kesetiaan,
baik istri maupun suami, mereka harus sama-sama setia dalam menjalani hubungan mereka.
Jika suami atau istri yang tidak setia atau berselingkuh mereka sudah menghianati janji suci
mereka di hadapan Tuhan, jemaat dan pemerintah. Ketidak setiaan ini adalah faktor utama
dalam perceraian suatu keluarga. Perselingkuhan adalah titik balik yang kritis dalam
hubungan perkawinan yang memburuk. Kesetiaan antara suami dan istri harus terus
dipertahankan, suami dan istri harus saling melengkapi dari setiap kekurangan yang mereka
miliki, rasa aman dan nyaman didalam sebuah keluarga harus terus dipertahankan agar tidak
terjadinya kejenuhan yang dapat mengakibtakan perceraian dan juga hubungan yang sudah
dibangun dari sejak awal harus dilandasi dengan hal-hal yang baik dan juga terus berpegang
pada semua ajaran Yesus Kristus. Terus hadirkan rasa damai dalam sebuah keluarga.
Ketiga, konflik dan Pertengkaran Buruk. Pertengkaran sering terjadi dalam hubungan
rumah tangga keluarga. Hal ini banyak terjadi dikarenakan masalah yang datang tidak dapat
diselesaikan dengan tenang atau efektif. Jika sering terjadi konflik atau pertengkarang yang
buruk, hal ini dapat memicu adanya kejenuhan dalam berumah tangga dan akan
mengakibatkan perceraian. Sering terjadinya konflik karena permasalahan yang berasal dari
dalam ataupun luar, alangkah baiknya diselesaikan dengan tenang, agar konflik yang terjadi
tidak dapat mengakibatkan hilangnya rasa aman dalam sebuah keluarga. Konflik yang terjadi
dalam sebuah keluarga dapat diselesaikan apabila kedua belah pihak bersedia untuk
diselesaikan dengan baik-baik.
Keempat, Menikah Terlalu Mudah. Menikah terlalu mudah juga dapat menjadi faktor
penyebab perceraian karena belum siap dalam hal usia, dan masa pengenalan kedua belah
pihak sangat singkat. Mengambil keputusan dalam menikah di usia dini adalah keputusan
yang harus dipikir secara matang. Banyak anak-anak muda yang menikah di usia dini dan
pada akhirnya rumah tangga mereka tidak bisa menjaga hubungan keluarga mereka. Menikah
di usia dini, kemungkinan besar akan menimbulkan banyak masalah dalam keluarga karena
mereka masi terlalu mudah dalam menjalani sebuah keluarga. Mereka belum siap
menghadapi permasalahan-permasalahan tentang keluarga, mereka masi di dalam fase
pencarian jati diri.
Keenam, Kurangnya Komunikasi. Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam
suatu hubungan, dalam komunikasi setiap pasangan dapat saling terbuka dan dengan
komunikasi dalam hubungan pasti semakin erat. Jika tidak ada komunikasi dalam suatu
hubungan maka hubungan itu bisa dikatakan mati. Akan menimbulkan banyak permasalahan-
permasalahan yang susah di atasi, ini dapat menyebabkan kerenggangan dalam suatu
hubungan dan pada akhirnya berujung perceraian. Komunikasi sangat dibutuhkan dalam
setiap hubungan apapun juga, terlebih untuk suami dan istri, jika kurangnya komunikasi
maka saling terbuka antara suami dan istri kurang, hubungan mereka akan semakin jauh,
tidak adanya kejujuran, setiap masalah yang mereka miliki mereka tidak menceritakan
kepada pasangan mereka.
Setiap permasalahan yang terjadi dalam setiap hubungan keluarga dapat diatasi,
khususnya dalam keluarga kriste. Mereka harus mendekatkan diri kepada Tuhan dan
melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan, membangun rumah tangga dengan dasar yang
benar dan saling menerima satu sama lain.
Sikap Gereja
Gereja didirikan berdasarkan Kristus, gereja diberi tanggung jawab oleh Tuhan untuk
melakasanakan misi-Nya dalam membawa mandat sosial-budaya, mandat politik, mandat
ekonomi, dan mandat perdamain bagi dunia, gereja diberi tanggung jawab oleh Tuhan untuk
menjadi garam dan terang ditengah-tengah gejolak, gereja diberi tanggung jawab oleh Tuhan
untuk bukan sekedar memberitakan Injil, tetapi Injil yang sepenuhnya melibatkan
pembaharuan, yakni ciptaan baru bagi pendengar secara utuh yaitu tubuh, jiwa, dan roh, dan
individu-individu. Gereja bukan hanya jadi mengutus tetapi menjadi utusan itu sendiri,
artinya gereja meneladani Kristus yang datang ke dunia menjadi utusan Bapa dengan
meninggalkan segala sesuatu, dan menjelma menjadi manusia agar turut merasakan apa yang
dirasakan oleh manusia. Kehadiran Gereja didunia ini untuk menjankan tugas dan misi yang
sudah Tuhan berikan.16
Gereja butuh menjalin hubungan yang baik dengan Kristus. Akan tetapi bukan berarti
gereja yang beriinisiatif untuk memulai menjalin hubungan itu, tetapi Kristus sendiri yang
beriinisiatif. Sejak inilah gereja diberi kepercayaan untuk menjadi sarana pelaku firman
Tuhan dan dianggap sebagai wakil Tuhan bagi kaum awam. 17 Gereja harus menjalin
hubungan baik dengan jemaat yang ada dalam Gereja. Gereja juga dapat bertindak dalam
hubungan keluarga jemaatnya. Yang Gereja harapkan adalah hubungan keluarga jemaat
adalah baik-baik dan bertahan sampai selamanya, maka dari itu tidak menyetujui adanya
perceraian.
Gereja pada dasar tidak menyetujui adanya perceraian karena gereja yang memberi
pemberkatan dan peneguhan saar berlangsungnya sebuah perkawinan. Perkawinan adalah
lembaga yang ditetapkan Allah bagi semua orang, bukan hanya orang Kristen saja. Oleh
sebab itu gereja tidak mungkin menyetujui akan perceraia karena itu melanggar apa yang
sudah Allah bentuk dari awal. Gereja menghendaki agar keluarga yang sudah diteguhkan
tidak akan dipisahkan lagi sampai maut memisahkan. Gereja benar-benar menunjukan
keprihatian yang sangat dalam kepada orang-orang yang mengambil keputusan untuk
bercerai. Karena pernikahan yang diteguhkan adalah kudus dan sakral tetapi mereka tidak
menjaga hubungan mereka dengan baik, hingga berujung perceraian.
Berbicara mengenai perceraian di dalam hukum Gereja, maka jemaat Gereja akan
mengalami kesulitan, karena gereja tidak mengatur mengenai perceraian, meskipun pada
kenyataannya banyak juga jemaat Gereja yang bercerai secara hukum. 18 Bagi jemaat Gereja
yang benar-benar mengikuti Yesus dan segala ajaran Yesus, mereka akan kesulitan dalam
mengambil keputusaan untuk bercerai. Karena pernikahan yang sudah diteguhkan adalah
pernikahan kudus yang sakral. Perceraian bukan merupakan peraturan Allah yang ditetapkan
untuk ditambahkan kepada prinsip pernikahan yang sesungguhnya.
Orang-orang Kristen dan gereja khusnya harus berani menegaskan nilai kebenaran
bahwa prinsip idealnya tetap tidak berubah, yakni “tidak ada perceraian”. Dengan itu semua
perkara yang berkaitan dengan dengan pernikahan yang menuju perceraian, haruslah
diupayakan bersama oleh pihak-pihak yang terkait untuk diselesaikam dengan bijak dengan
16
Makmur Halim, Gereja Di Tengah-Tengah Perubahan Dunia (JAKARTA: Gunung Mulia, 2000), 30–31.
17
Richo Sianpar, Tanggapan Gereja Terhadap Perceraian Dan Pernikahan Kembali, 2012.
18
Rosey, Sukari. Sihabudin. dan Aprilianda, “Putusnya Perkawinan Karena Perceraian,” 5.
ajuan agar dapat terus mempertahankan pernikahan yang sudah ditegukan. Tetapi karena
keterbatasan manusia, masalah yang dihadapi tidak bisa diselesaikan dan keputusan terakhir
adalah bercerai, maka semua akan menghargai keputusan tersebut. Tetapi perlu diingat dalam
1 Korintus 7:15b Allah memanggil manusia untuk hidup damai sejahtera, manusia harus
menerima setiap kenyataan yang terjadi, tidak boleh adanya kebencian terhadap diri sendiri
maupun pihak lain yang menyebabkan terjadinya perceraian. 19
Perceraian yang terjadi juga bukan hanya dari keputusan gereja saja, tetapi juga dari
pengadilan atau hukum yang ada dalam Negara tersebut. Sikap Gereja tentang hal ini, Gereja
tetap menerima dan menghargai keputusan yang ada dalam Negara tersebut. Gereja akan
memahami bahwa perceraian yang terjadi itu bukanlah yang baru, perceraian memang sering
terjadi dengan factor-faktor yang terjadi dalam suatu keluarga. Gereja tidak menghendaki
ataupun menganjurkan adanya perceraian tetapi Gereja tetap tunduk pada peraturan suatu
Negara. Gereja tahu dan mengerti bahwa perceraian adalah hal yang tidak berkenan di
hadapan Allah dan hal itu adalah dosa, tetapi Gereja juga tidak bisa tidak mengikuti
keputusan dari pengadilan dan juga suami istri yang berkaitan.
Gereja hanya dapat memberi nasihat-nasihat dan juga pengajaran kepada suami istri,
tetapi yang mengambil keputusan adalah pasangan tersebut. Gereja akan menghargai apapun
keputusan dari kedua bela pihak. Gereja akan terus mendukung suami dan istri dalam
membangun rumah tangga mereka, tetapi Gereja juga tidak sepenuhnya mengatur tentang
hubungan rumah tangga suatu keluarga. Gereja tetap bersedia untuk terus membina suatu
keluarga untuk tetap humoris, damai sejatera dalam kasih Kristus.
Gereja tidak berhak dalam mengambil keputusan dalam rumah tangga suatu
keluaraga, karena ini adalah masalah yang sangat serius dalam menjalani kehidupan
berkeluarga. Gereja hanya bisa menjadi pendengar dan pendamping bagi keluarga yang
bermasalah. Semua keputusan yang di ambil oleh suami dan istri Gereja akan mengikuti dan
menghargai setiap keputusan yang diambil. Gereja tetap menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya yang sudah diberikan Allah kepada Gereja.
Peran Gembala
19
Setio, Robert dan Listijabudi, Perceraian Di Persimpangan Jalan, 244.
20
D Engel, J, Pastoral Dan Kebutuhan Dasar Konseling (JAKARTA: Gunung Mulia, 2016), 3.
Sikap gembala sebagai pemimpin tidak boleh memihak baik kepada suami ataupun istri,
gembala akan menjadi jalan untuk suami dan istri dalam memperbaiki hubungan mereka.
Gembala akan tetap bersikap profesional. Gembala akan mengingatkan kembali janji suci
yang sudah diikrarkan di hadapan gembala, jemaat, dan pemerintah dan Yesus Kristus dalam
pemberkatan atau peneguhan pernikahan kudus. Gembala akan memberi bimbingan tentang
keluarga dan gembala akan memberi jalan keluar bagi permasalahan yang mereka hadapi.
Seorang gembala akan membuat jemaat mengerti akan apa pentingnya menjaga hubungan
keluarga. Seorang gembala tidak menghendaki adanya perceraian diantara jemaatnya.
Jika terjadi pereceraian gereja tetap bersedia menjadi mendampingi jemaat yang
menjadi korban perceraian, gereja tidak boleh menutup mata dengan hal ini. Dengan adanya
pendampingan kembali setelah terjadi perceraian dapat membangun kembali kehidupan
barunya pascaperceraian. Gereja tetap menjalankann tugasnya sebagai pendamping dan
pembimbing seperti Yesus Kristus yang manjadi Gembala Agung, dalam melaksanakan
tugas-Nya, Ia tidak pernah memandang apa dosa seseorang, tetapi Ia tetap berdiri di depan
untuk memberi pertolongan kepada mereka yang membutuhkan.
Ditengah permasalahan yang sering terjadi pada sebuah keluarga, khusunya keluarga
Kristen akan membawa dampak bagi sebuah gereja yang menjadi gereja lokal mereka. Gereja
akan terus bertahan dalam menghadapi segala tantangan baik dalam luar maupun dalam,
tetapi perceraian dalam suatu keluarga tetap membawa dampak bagi pertumbuhan gereja
lokalnya. Gereja akan mengalami terhambatnya pertumbuhan secara kuantitatif, kualitatif,
maupun secara organik.
Pertumbuhan Gereja secara Kualitatif berbicara tentang mutu atau kualitas dalam
jemaat maupun gembala. Bagaimana hubungan jemaat dengan dengan gembala, jemaat
dengan Tuhan dan juga gembala dengan Tuhan. Pertumbuhan gereja secara kualitatif
berbicara juga tentang pertumbuhan iman jemaat dan juga gembala dan juga tentang
pengajaran-pengajaran yang benar kepada jemaat yang dapat membuat jemaat semakin
bertumbuh.
Percerain yang terjadi dalam suatu keluarga akan membawa dampak bagi
pertumbuhan gereja secara kualitatif karena, gereja akan merasa gagal dalam membina
keluarga yang bersangkutan. Gereja akan merasa setiap pengajaran yang diberikan tidak
dapat membuat keluarga yang bersangkutan bertumbuh. Pembinaan gereja kepada keluarga
dianggap kurang dan gagal. Jika keluarga bertumbuh maka tidak ada perceraian, karena
gereja tidak pernah menghendaki adanya perceraian. Gereja akan mengalami perhambatan
pertumbuhan gereja secara kualitatif, mutu atau kualitas jemaat atau keluarga yang bercerai
kurang, baik dalam hubungan antara suami dan istri maupun hubungan dengan Tuhan Yesus,
jika hubungan keluarga baik dengan Tuhan maka, setiap masalah yang mereka hadapi,
mereka akan melaluinya tanpa adanya perceraian. Jika keluarga sungguh-sungguh dalam
mengikut Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat dan mengikuti semua ajaran-ajaran
dan memperhatikan semua larangan-Nya, keluarga akan bertumbuh baik secara rohani
maupun jasmani. Tetapi pada kenyataannya banyak keluarga yang gagal dalam membina
keluarga mereka, mereka gagal dalam mengikuti pembelajaran tentang bagaimana menjaga
pernikahan yang sudah diteguhkan oleh Tuhan lewat Gereja.
Pertumbuhan gereja secara organik adalah pertumbuhan gereja yang berbicara tentang
organisasi-organisasi atau struktur yang di dalam sebuah gereja. sebuah gereja harus memiliki
organisasi, organisasi ini membantu dalam manajemen gereja. Dengan adanya organisasi-
organisasi kebutuhan jemaat akan terpenuhi karena dalam setiap oraganisasi mempunyai
tugas-masing. Organisasi yang terbentuk sesuai dengan kebutuhan gereja, kebutuhan jemaat,
dan juga jumlah jemaat yang ada di dalam gereja tersebut. Didalam organisasi-organisasi
yang sudah dibentuk dibutuhkan orang-orang yang bertanggung jawab dan profesional
dalam memegang jabatan dalam organisasi tersebut.
Menjadi seorang pemimpin adalah hal yang sangat mudah tetapi memiliki karakter
pemimpin tidak mudah, seorang pemimpin harus memberi contoh yang baik, seorang
pemimpin harus dapat menjadi teladan, menjadi seorang pemimpin harus penuh tanggung
jawab, menjadi seorang pemimpin harus berintegritas dan menjadi seorang pemimpin harus
bertumbuh di dalam Yesus Kristus dan memiliki karakter seperti yang Yesus inginkan. Jika
pemimpin atau anggota organisasi yang bercerai mereka tidak melakukan apa yang Yesus
ajarkan.
Jika yang becerai adalah jemaat biasa, maka dalam organisasi keluarga akan merasa
gagal, karena pembinaan selama ini tidak dapat dipraktekan dalam hubungan keluarga.
Semua yang diajarkan hanyalah sia-sia, pembinaan yang organisasi berikan akan merasa
kurang maksimal.
Maka dari itu gereja harus membimbing keluarga kristen dan terus memberi
pemahaman-pemahaman yang benar kepada keluarga kristen. Gereja terus mendampingi
keluarga kristen dalam menghadapi setiap permasalah keluarga. Gereja harus membuka diri
kepada dan untuk jemaatnya.
IV. Kesimpulan
Gereja sangat berperan penting dalam keluarga Kristen, gereja dapat memberi
pendampingan Pastoral keluarga kepada keluarga kristen yang dalam masalah, dengan
hadirnya gereja, gereja dapat memberi solusi kepada keluarga kristen yang hendak bercerai.
Tetapi jika permasalahan yang dihadapi tidak bisa mengubah keputusan untuk bercerai,
gereja tetap menghargai keputusan tersebut.
Perceraian dapat membawa dampak negatif bagi pertumbuhan gereja. Sejak Allah
menciptakan manusia, Dia tidak pernah menghendaki adanya perceraian diantara mereka.
Yesus juga dalam Perjanjian Baru tidak menghendaki ada perceraian. Perceraian dalam
keluarga Kristen tidak diingin oleh siapa pun termasuk gereja lokal mereka. Perceraian dapat
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan gereja. Maka dari itu gereja harus bisa
membimbing jemaat dengan baik, memperhatikan petumbuhan rohani jemaat. Agar jemaat
semakin dekat dengan Yesus Kristus dan melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya. Gereja
harus mendampingi jemaatnya dan memberi ajaran-ajaran yang benar.
Daftar Pustaka
Engel, J, D. Pastoral Dan Kebutuhan Dasar Konseling. JAKARTA: Gunung Mulia, 2016.
Setiawan, David, Eko. “Siknifikansi Salib Bagi Kehidupan Manusia Dalam Teologi Paulus.”
Fidei Vol. 2 (2019): 235.
Setiawan David Eko. “Kelahiran Baru Dalam Kristus Sebagai Tittik Awal Pendidikan
Unggul.” Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat Vol. 3 (2019): 155.
Setio, Robert dan Listijabudi, K. Perceraian Di Persimpangan Jalan. Jakarta: Gunung Mulia,
2015.
Sianpar, Richo. Tanggapan Gereja Terhadap Perceraian Dan Pernikahan Kembali, 2012.
Sitinjak, Alexcander, S. Tinjauan Etis Teologis Kawin Cerai Dalam Ulangan 24:1-4 Dan
Implikasinya Bagi Orang Percaya Masa Kini. Tawangmangu, 2019.
Stevanus. Kalis. “Sikap Etis Gereja Terhadap Perceraian Dan Pernikahan Kembali.” kurios
Vol.4 (2018): 136.
———. “Sikap Etis Gereja Terhadap Perceraian Dan Pernikahan Kembali.” kurios 4 (2018):
138.
Wiyono. Andreas. untung, Sukardy. Manajemen Gereja. Bandung: Bina Media Informasi,
2010.