PENDAHULUAN
1
asas pokok. Tiga asas tersebut adalah: (a) asas monogami; (b) asas kesetiaan
(fidelitas); dan (c) asas seumur hidup (indisolubilitas).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep pernikahan dalam agama Kristen ?
2. Apa saja hukum yang terkait dengan pernikahan agama Kristen ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam Perjanjian Baru (Matius 19: 5 dan 6) terdapat ajaran Tuhan Yesus
tentang perkawinan, yaitu : ayat 5: Sebab itu laki – laki akan meninggalkan ayah
dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
ayat 6: Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu apa yang
telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Dari sini dapat dilihat
3
bahwa dalam ajaran agama ini sangat menekankan akan kekekalan perkawinan,
dan hanya mautlah yang memisahkan mereka. Namun, tidak dapat dipungkiri
adanya kuasa dosa yang menyebabkan terjadinya perceraian di hadapan hukum.
Menurut Dr. Fridolin Ukur (1987: 1), bahwa walaupun Gereja Protestan
menganggap perceraian itu sebagai kesalahan, namun mengakui kenyataan tersebut
dan tidak menutup kemungkinan bagi awal perkawinan baru. Menurut buku Decree
for the Armenians, tujuan pernikahan ada 3 rangkap, yaitu :
4
dengan pendeta yang sifatnya pribadi. Hal ini dilakukan agar calon pasangan
telah mantap untuk mengikat janji suci di hadapan Tuhan. Dalam sesi ini,
pendeta harus melakukan 3 hal, yaitu :
Berbicara tentang Tuhan
Memberitahukan tentang cara membangun sebuah keluarga Kristen yang akan
Allah berkati selamanya.
Memberitahukan untuk menemui seorang dokter sebelum menikah. Hal ini
berbicara tentang keintiman mereka sebagai sepasang suami – istri yang
bertanggung jawab.
Memberitahukan untuk tidak seharusnya seorang pasangan memiliki anak
dengan segera setelah menikah.
Tentang persiapan, menjadi perhatian khusus bahwa semua yang berhubungan
dengan pernikahan harus ditekankan dan mengekspresikan nuansa Kristen.
2. Format dari Ibadah Pernikahan
Setelah lilin menyala dan orang tua wanita duduk, pendeta yang diikuti
pengantin pria dan orang yang terbaik memasuki ruangan menuju tengah kapel
dengan iringan mars pernikahan. Selanjutnya, pengiring pengantin, pembawa
cincin dan mereka yang terlibat mengambil tempatnya masing – masing.
Pengantin wanita masuk didampingi seseorang (khususnya ayah) yang akan
menyerahankan dirinya kepada pengantin pria.
Pendeta menyampaikan kotbah sebagai pembukaan.
Sang ayah menyerahkan putrinya kepada pengantin pria setelah menjawab atas
pertanyaan dari pendeta. Lalu ayah duduk di samping istrinya.
Pendeta dan pasangan pengantin melakukan pertanyaan dan pernyataan atas
kesediaan dan janji yang kudus dalam ikatan pernikahan. Hingga acara tukar
cincin diikuti pernyataan setiap calon pengantin untuk menerima pasangannya.
Pendeta berdoa, sebuah doa yang telah ditempatkan Allah di dalam hatinya.
Ketika upacara pernikahan berlangsung, hasil dari persiapan pernikahan harus
5
terasa. Jemaat harus merasakan bahwa mereka telah menjadi bagian Gereja,
khususnya pasangan pengantin dan keluarga.
6
2.4 Problematika Pernikahan
Tidak ada yang sempurna dalam kehidupan ini, begitupun dalam perkawinan.
Seideal apapun perkawinan tersebut, pasti ada saja lika – likunya. Berikut beberapa
problematika dalam perkawinan dalam pandangan agama Kristen, yaitu :
1. Perceraian
Perceraian merupakan salah satu persoalan utama yang dihadapi rumah tangga
saat ini. Berbagai faktor dapat memicu timbulnya kata perceraian ini, seperti
perselingkuhan, KDRT, desersi, dan sebagainya. Perceraian pasti menimbulkan
dampak yang besar, baik secara fisik maupun batin. Dalam ajaran Kristen,
perceraian / perpisahan tetap atau selamanya tidak diperbolehkan. Gereja setia
pada ajarannya bahwa pernikahan hanya sekali antara seorang lelaki dan
perempuan, dan apa yang telah dijodohkan Allah tidak boleh diceraikan. Hal
ini mengacu pada Alkitab, Markus 10:9, “Karena itu, apa yang telah
dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”. Selanjutnya, jika melihat
Alkitab, Matius 19:9, “Tetapi Aku berkata kepadamu : ‘Barang siapa
menceraikan istrinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain,
ia berbuat zinah’”, maka dapat ditarik pemahaman bahwa satu-satunya alasan
perceraian adalah perzinahan.Sekedar informasi bahwa dalam agama Kristen,
pengajuan perceraian sangatlah tidak mudah. Mereka harus mengajukan
permohonan perceraian dengan persyaratan tertentu, bukan hukum agama, tapi
semacam KUHP. Sekali pun tidak mengizinkan perceraian, namun kebanyakan
gereja Kristen (Protestan) mengizinkan perceraian dan perkawinan ulang.
Perceraian dibolehkan hanya dalam kasus khusus, misalnya imoralitas seksual
atau ditinggalkan pasangan yang tak beriman.
2. Poligami Dalam antropologi sosial, poligami merupakanpraktik pernikahan
kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang
bersangkutan). Dalam ajaran Kristen ditegaskan bahwa praktek poligami itu
dilarang. Hal ini mengacu pada Alkitab, Perjanjian Lama yang menyebutkan
bahwa Allah menciptakan satu pria (Adam) dan satu wanita (Hawa) untuk
7
melahirkan keturunan. Namun, Alkitab juga tidak menafikkan bahwa telah
adanya praktek poligami yang dilakukan tokoh Kristiani. Adanya poligami
dicatat dimulai dari anak Kain, Lamech. Kain adalah anak Adam yang berdosa
membunuh Habel saudaranya. Dari sinilah penyimpangan (praktek) poligami
terjadi sejalan dengan penolakan manusia akan titah Tuhan. Dan pada zaman
sekarang, banyak gereja yang memberikan kelonggaran poligami berdasarkan
kitab – kitab kuno agama Yahudi.
3. Perkawinan Beda Agama
Seperti yang diketahui bahwa setiap agama menghendaki adanya pernikahan
seiman (seagama), tidak terkecuali agama Kristen. Untuk agama Kristen tidak
adanya larangan bagi jemaatnya untuk nikah dengan orang yang berbeda
agama. Dalam problem ini kebanyakan berputar pada perkawinan antar agama
Kristen (Protestan) dengan agama Khatolik. Dalam hal terjadi perkawinan antar
agama, maka menurut Pdt. Dr. Fridolin Ukur (1987 : 2) ialah :
Mereka dianjurkan untuk menikah secara sipil dimana kedua belah pihak tetap
menganut agama masing – masing.
Kepada mereka diadakan penggembalaan khusus.
Pada umumnya gereja tidak memberkati perkawinan mereka.
Ada gereja – gereja tertentu yang memberkati perkawinan campur beda agama
ini, setelah pihak yang bukan Protestan membuat pernyataan bahwa ia bersedia
ikut agama Protestan.
Ada pula gereja tertentu yang bukan hanya tidak memberkati, malah anggota
gereja yang kawin dengan orang yang tidak seagama itu dikeluarkan dari
gereja.
2.5 Perbandingan
Perbandingan Persoalan pernikahan, tidak ada perbedaan yang jauh antara
Hukum agama Islam dengan Hukum agama Kristen. Mereka sama – sama
meyakini akan ketetapan jodoh / pasangan hidup yang telah disiapkan buat umatnya
8
di dunia. Namun, terhadap hal – hal tertentu, adanya sedikit perbedaan penafsiran
antara ajaran Islam dan ajaran Kristen. Misalnya tujuan pernikahan, Islam
berotoritas pada naluriah hidup guna melangsungkan kehidupan (keturunan),
mewujudkan ketentraman hidup dan menumbuhkan serta memupuk rasa kasih
sayang, sedangkan Kristen berotoritas pada kebahagiaan dan kekekalan akan suatu
pernikahan. Selanjutnya, terhadap problem perceraian, Islam menganggap bahwa
hal tersebut halal untuk dilakukan, meskipun pada dasarnya Allah sangat membeci
perceraian, karena Islam membimbing umatnya untuk tidak saling terpecah-belah,
namun pada ajaran Kristen, bahwa perceraian (dengan tegas) selamanya tidak
diperbolehkan. Pada problem perkawinan beda agama, Islam berprinsip tidak
diperkenankannya adanya perkawinan beda agama, karena hal ini telah dipertegas
di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah : 221, namun adanya pengecualian bagi laki-
laki muslim dengan wanita non muslim. Namun, pada agama Kristen, tidak adanya
larangan untuk penganutnya, namun ada sebagian gereja tertentu di kalangan
Kristen (Protestan) yang menurut tata gereja yang masih berlaku. Dan masih
banyak lagi yang tidak dapat dijangkau dalam makalah ini.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 . Kesimpulan
Dalam agama Kristen, nikah itu suatu ketetapan Allah. Suatu persekutuan hidup
dalam kasih Tuhan, dalam menghayati berkat pernikahan dan dalam menunjukan
perhatian pada pekerjaan masing-masing. Tujuannya ialah kebahagiaan dan
kekekalan akan suatu pernikahan. Dalam UU Perkawinan pasal 10 dan 11 tentang
Peraturan Pelaksanaan No. 9 tahun 1975 ayat(2), yang pokoknya bahwa Tata Cara
Perkawinan dilakukan menurut hukum masing – masing agamanya dan
kepercayaannya itu. Yang dilaksanakan gereja bukanlah menyatakan sah atau
tidaknya suatu perkawinan, namun “meneguhkan dan memberkati” suatu
perkawinan yang sudah disahkan oleh negara dihadapan hukum. Alkitab, Markus
10:9, “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan
manusia”.
10
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/Acer/Downloads/326129887-Perkawinan-Agama-Kristen.pdf
11
LAMPIRAN
12