Perkawinan merupakan bertemunya dua manusia yang berbeda dalam hal karakter,
kepribadian, prinsip dan tujuan hidup, serta keinginan dan harapannya.Riwayat penciptaan
secara jelas berbicara tentang satu suami satu istri, "satu daging" antara satu laki-laki dan satu
perempuan (Kej. 2:24). Dalam pernikahan yang pertama di taman Eden, Allah berperanan
memberkati mereka (Kej. 2:16-23; Kej. 1:28). Kemudian Allah menyatakan dasar pernikahan
itu dengan mengatakan “oleh karena itu seorang laki-laki meninggalkan orang tuanya dan
bersatu dengan isterinya, dan mereka menjadi satu daging (Kej. 2:24).
Dalam Kitab Kejadian 2:24 disebut tujuan perkawinan ialah relasional dan
procreational. Pertama Allah tidak merasa baik bila manusia itu sendirian. Ini berarti
perkawinan sebagai lembaga yang diciptakan Allah adalah relasional, memberi teman
penolong (hubungan satu dengan yang lain). Kedua, perkawinan itu untuk bertambah-tambah
(berkembang biak) atau procreational. Pernikahan adalah pemberian Tuhan untuk seumur
hidup untuk saling mengenal. Tujuan relasional dan procreasional diberikan Tuhan dalam
hidup perkawinan sebagai lembaga yang ditetapkan Tuhan.1 Berdasarkan paparan diatas dapat
disimpulkan bahwa pernikahan adalah persekutuan antara seorang laki-laki dan perempuan
yang bersifat persekutuan rohani yang diikat oleh “janji kasih” sebagai sarana atau wadah
yang dikehendaki oleh Allah untuk menikmati kebahagiaan hubungan seksual. untuk saling
Pengertian dan dasar pernikahan dalam Perjanjian Baru kemudian ditegaskan oleh
Tuhan Yesus dengan mengatakan: “Oleh karena itu, apa yang telah dipersatukan oleh Allah,
tidak boleh diceraikan oleh manusia (Mrk. 10:9).2 Dari tindakan Allah ‘mempersatukan’
1
E.P. gintings, Gembala dan Penggembalaan, Kabanjahe:Abdi Karya, 2002, hlm. 72-73; dan E.P.
Gintings, Keluarga Kristen, Kabanjahe: Masa Baru, 1989, hlm. 19-30.
2
Jhon Charles Wynn, Op.cit, hlm. 76.
1
mereka dan dari dasar pernikahan yang ditetapkan oleh Allah, menyatakan bahwa pernikahan
Dasar pernikahan Kristen sampai hari ini adalah Allah yang menetapkan dan
mempersatukan suami-isteri dalam suatu ikatan persekutuan hidup, dan apa yang sudah
dipersatukan oleh Allah tidak dapat dipisahkan oleh apa dan siapapun, sampai kematian
memisahkan, (Bnd. Mat. 19:1-12; Mrk. 10:2-9). Pernikahan Kristen adalah merupakan suatu
persekutuan rohani (religious marriage), karena hubungan seks dalam pernikahan yang
dinyatakan dalam dasar pernikahan “satu daging” (one flesh) mencakup seluruh keberadaan
suami-isteri (tubuh, jiwa dan roh). Juga mempunyai “religious oriented” (tujuan rohani) yaitu
untuk memuliakan Allah dan hubungan suami-isteri sebagai cerminan hubungan Allah
dengan umat-Nya dan hubungan Kristus dengan gereja-Nya (bnd. Ef. 5:22-23). Allah
menciptakan laki-laki dan perempuan menurut gambar Allah, mengatakan bahwa seksualitas
adalah ciptaan dan ada dalam rencana Allah, bukan akibat dosa manusia, oleh sebab itu seks
adalah sesuatu yang baik, kudus, mulia dan sesuatu yang berarti di dalam hidup manusia.3
Setiap pasangan menginginkan keutuhan dalam membangun rumah tangga. Bagi umat
Kristen, perceraian atau pembubaran perkawinan tidak diijinkan mengingat ajaran Yesus yang
tertulis dalam Matius 19:1-10 bnd. Markus 10:1-9. Sebab apa yang telah dipersatukan Allah
tidak boleh diceraikan manusia4. Namun realitas menunjukkan angka perceraian kian
1. Maleakhi 2:16a: “Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel.”
Menurut Alkitab, kehendak Allah adalah pernikahan sebagai komitmen seumur hidup.
3
Jhon Charles Wynn, Op.cit, hlm. 62-63.
4
Jikapun ada alasan satu-satunya bagi suami untuk menceraikan isterinya karena zinah, sesuai dengan
konteks Injil Matius yaitu dekat dengan ke-Jahudian dimana seseorang harus menjaga kesucian/kekudusan
rumah tangganya, justru hal tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk kawin lagi. Sebab siapa yang berbuat
demikian dia juga digolongkan berzinah. Jika pada zaman dahulu banyak orang meminta surat cerai kepada
Musa, itu dicap Yesus sebagai kesengsaraan hati (Mat. 19:7-9).
5
http://www.gki.com
2
“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah
2. Dalam Perjanjian Lama Tuhan menetapkan beberapa hukum untuk melindungi hak-hak
dari orang yang bercerai, khususnya wanita (Ulangan 24:1-4). Yesus menunjukkan bahwa
hukum-hukum ini diberikan karena ketegaran hati manusia, bukan karena rencana Tuhan
(Matius 19:8).
3. Kontroversi mengenai perceraian dalam Alkitab berkisar pada kata-kata Yesus dalam
Matius 5:32 dan 19:9. Frasa “kecuali karena zinah” adalah satu-satunya alasan dalam
Alkitab di mana Tuhan memberikan izin untuk perceraian dan pernikahan kembali.
Perceraian terjadi apabila kedua belah pihak baik suami maupun istri sudah sama-
Tahun 19746 Tentang Perkawinan tidak memberikan definisi mengenai perceraian secara
khusus. Pasal 39 ayat (2) Undang Undang Perkawinan (UUP) serta penjelasannya secara kelas
menyatakan bahwa perceraian dapat dilakukan apabila sesuai dengan alasan-alasan yang telah
ditentukan. Definisi perceraian di Pengadilan Agama itu, dilihat dari putusnya perkawinan.
Putusnya perkawinan dalam UUP dijelaskan, yaitu: karena kematian, karena perceraian,
Perceraian ialah berakhirnya suatu pernikahan. Istilah perceraian berasal dari kata
“cerai” yang artinya pisah, tidak bersatu lagi, ibarat nyawa yang sudah pisah dengan
tubuhnya.7 Dalam ikatan perkawinan, bercerai berarti berhenti berlaki-bini, sedangkan istilah
menceraikan berarti menjadikan supaya tidak berhubungan lagi. Tegasnya perceraian adalah
6
http://www.pemantauperadilan.com
7
W. J. S. Poerwardarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta; PN Balai Pustaka, 1984, hlm.
2000.
3
peristiwa putusnya hubungan perkawinan suami-isteri yang diatur menurut tata cara yang
dilembagakan untuk mengatur hal itu. Dengan adanya perceraian, maka terbuka pula peluang
Alkitab tidak pernah merestui adanya perceraian, sebab perceraian merupakan suatu
penghacuran terhadap janji setia pernikahan. Namun kenyataannya di dunia masih ada
pasangan yang melanggar janji setia itu. Beberapa alasan umum yang sering menyebabkan
suatu perceraian antara lain:9 Ekonomi, Berselingkuh, Tidak Cocok, Bertengkar terus,
Penyiksaan, Masalah penyiksaan atau KDRT, Sakit / cacat tubuh, Perbedaan agama. Selain
tentang perceraian. Pada dasarnya perceraian perkawinan dikenal dalam hukum adat atau
hukum agama. Ini dinyatakan dalam hukum perkawinan Indonesia. 11 Dalam buku pokok-
pokok hukum, perkawinan hapus12 jikalau satu pihak meninggal. Selanjutnya ia hapus juga,
jikalau satu pihak kawin lagi setelah mendapat ijin hakim, bilamana pihak yang lainnya
meninggalkan tempat tinggalnya hingga sepuluh tahun lamanya dengan tiada ketentuan
berarti penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam
perkawinan itu.
antara suami dan isteri, tetapi harus ada alasan yang sah. Adapun alasan-alasan (dasar) untuk
8
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta; PT. Delta Pamungkas, 1977, hlm. 79.
9
http://www.gii-usa.org,
10
http://digilib.itb.ac.id
11
H. Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung; Mandar Masa, 1990, hlm. 160-
162.
12
Praf Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta; PT. Intermasa, 1980, hlm. 42.
4
perceraian menurut hukum perkawinan Indonesia ialah:13 1) Zinah, 2) Meningalkan tempat
tinggal bersama dengan etikad buruk, 3) Dikenakan hukuman penjara lima tahun (lebih)
1. Salah satu pihak mendapat cacat badan dengan tidak dapat menjalankan kewajibannya
sebagai suami-isteri.
ditinggalkan suaminya atau mengalami krisis perceraian adalah kekecewaan, sakit hati, benci
dan dendam tapi yang paling mendominasi adalah Kemarahan yang begitu besar. Kemarahan
adalah keadaan emosi yang bisa dialami setiap orang pada saat-saat tertentu yang bisa
dilakukan secara tersembunyi, terpendam maupun terang-terangan, bisa dalam waktu singkat
maupun lama dalam bentuk kebencian, dendam, dsb. Kemarahan itu bisa merusak
(destructive) bila dalam ekspresi emosi yang tak terkendali, tapi bisa juga membangun
(contructive) bila mendorong kita untuk memeriksa dan memperbaiki kesalahan atau
Kemarahan terjadi bila dalam proses perjalanan kehidupan itu terjadi ganjalan dalam
mencapai sesuatu yang diinginkan. Hambatan (bloking) tersebut mempengaruhi reaksi fisik
maupun emosi yang bersangkutan. Reaksi inilah yang bisa dalam bentuk disembunyikan tapi
bisa juga secara terbuka. Malah kemarahan adalah faktor yang sangat menentukan timbulnya
13
H. Hilman Hadikusuma, Op.cit, hlm. 162.
14
Undang-undang Perkawinan Pasal PP9 dalam Praf Subekti, Op.cit, hlm. 42.
5
Istri yang mengalami krisis perceraian merasakan kurangnya dukungan sosial dan
lebih merasa terbatas dan terisolasi ketimbang seorang janda. Ia juga dapat menderita
gangguan kesehatan fisik dan mental yang lebih berat dari pada janda. Perceraian biasanya
merupakan penghinaan bagi ego, suatu pengalaman mengurangi harga diri. Rasa gagal dan
rasa bersalah yang bersangkutan sering sangat hebat sehingga dapat berdampak kepada
kehilangan makna hidup dimana merasa hidup tak berguna. Istri yang mengalami krisis
perceraian merasa terluka karena ditolak oleh bekas pasangannya, disertai perasaan-perasaan
seperti: kemarahan yang tidak diselesaikan, kebencian, dendam dan sulit mengampuni,
kesendirian, keraguan akan diri sendiri, dan stress/depresi bercampur aduk semuanya dan
menghasilkan luka kedukaan yang semakin besar yang sering berasal dari perceraian
tersebut.
Selain itu masalah-masalah yang dihadapi seorang istri yang ditinggalkan suaminya
dari rasa kesepian. Sementara rasa kesepian berkaitan erat dengan konsep diri negatif dan
orang lain. Selain itu, adanya pasangan juga memberikan perasaan berharga di mata
masyarakat. Akibatnya, ketika harus hidup sendiri karena perceraian, biasanya individu
mengalami rasa rendah diri ketika berada dalam situasi seremonial, ketika orang-orang
2. Overload dalam Peran. Orangtua tunggal berperan sebagai ayah sekaligus sebagai ibu bagi
sendirian supaya dapat tumbuh menjadi pribadi yang sehat, baik fisik maupun mental.
Wanita yang menjadi orangtua tunggal harus membiasakan diri mengerjakan semua
pekerjaan yang biasa dilakukan pria. Kalau sebelumnya tidak ikut mencari nafkah,
15
http://www.seniornews.co.id/
6
sekarang ia harus bekerja. Ini bukan persoalan yang mudah. Seandainya pria atau wanita
single parent mampu membayar pembantu atau baby sitter, tetap ada beberapa pekerjaan
yang tidak dapat diserahkan kepada orang lain, seperti mengurus pajak, merawat anak
3. Beban Ekonomi. Beban ekonomi menjadi lebih berat bila seseorang biasa mencukupi
kebutuhan ekonomi. bersama pasangan, kemudian harus menanggung sendiri semua biaya
rumah tangga, termasuk biaya pendidikan anak. Kadang keadaan lebih sulit karena anak
yang masih balita sangat tergantung, terutama bila tidak ada orang lain yang dapat
hambatan untuk dapat bekerja. Pada salah satu kasus, seorang ibu mengalami stres karena
anak remajanya mengalami depresi dan gangguan perilaku setelah orangtuanya bercerai.
4. Stigma Masyarakat. Hingga saat ini masih ada kecenderungan masyarakat memberikan
penilaian miring pada orang yang tidak memiliki pasangan saat pergi berdua atau menjalin
hubungan dengan lawan jenis. Pada wanita, penilaian itu seringkali lebih tajam. Bagi
kebanyakan orang, penilaian itu menjadi hambatan untuk berhubungan dengan siapa saja.
Dalam salah satu kasus, seorang ibu yang telah hampir enam tahun menjanda memilih
tidak memiliki rekanan bisnis yang berlawanan jenis demi menjaga citranya di mata
masyarakat.
H. Norman Wright16 membahas anatomi suatu krisis untuk memberikan pertolongan dan
pedoman bagi setiap anggota jemaat karena krisis selalu dihadapi dalam kehidupan setiap
orang. Lebih lanjut dalam "Konseling Krisis" membagi perceraian kedalam 6 tahap yang
saling tumpang tindih bahkan tidak berurutan dan dengan tingkat intensitas yang tidak sama:
16 ?
H.Norman Wright, Konseling Krisis:membantu orang dalam Krisis dan sters, Malang:Gandum Mas,
1993, hal 1-9, 176-179
7
1. Perceraian Emosional. Perceraian ini mulai terjadi saat salah satu atau kedua pihak
pasangan menyembunyikan emosi dalam hubungan mereka. Daya tarik dan rasa percaya
2. Perceraian Secara Hukum. Perceraian ini terjadi ketika salah satu atau keduanya
3. Perceraian Ekonomi. Perceraian ini terjadi dimana kedua pihak mulai melakukan
pambagian hak dan mungkin sang istri yang tadinya tidak bekerja, sekarang harus bekerja
demi kebutuhan.
4. Perceraian Koparental (pasangan yang sudah resmi bercerai, tetapi tetap menjadi orang
tua bersama).
5. Perceraian masyarakat. Perceraian ini terjadi ketika orang yang bercerai tersebut berada
6. Perceraian psikis. Pada tahap ini orang yang telah bercerai menjadi otonom ia mempunyai
kekuasaan untuk menentukan arah dan tindakannya. Apakah itu karena perkembangan
hidup seseorang atau juga karena peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan terjadi. Jalan
hidup merupakan serentetan krisis perkembangan yaitu hal-hal yang dapat diramalkan
atau developmental Crisis yang tidak diharapkan sebagian krisis merupakan proses yang
Perceraian membawa dampak yang besar pada siapapun, baik kepada pasangan yang
bercerai maupun pada anak-anak dan keluarga mereka17. Stres akibat perceraian yang terjadi
menempatkan perempuan dalam resiko fisik maupun psikis. Stres karena perceraian dapat
17
Dampak lain dari Krisis perceraian adalah kepada keluarga dan anak selanjutnya merupakan saran
bagi peneliti berikutnya. Penulis hanya membatasi penulisan dan penelitian kepada dampak krisis perceraian
terhadap istri
8
Dalam zaman modern ini semakin banyak orang yang merasakan ketidaktentraman
setiap hari sering diganggu dengan ketiadaan norma-norma tempat dia bisa berdiri dan sering
jiwanya juga tidak kuat lagi. Untuk memperbaiki sebab dan akibat psikologis dari krisis yang
2. Konseling krisis jangka pendek, informal dan formal, diperlukan oleh orang-orang yang
dapat menggerakkan sumber penanggulangan mereka lebih cepat dan mengatasi krisis
mereka lebih konstruktif dengan menerima suatu bantuan dalam hal menguji realitas dan
dalam hal perencanaan pendekatan yang efektif kepada situasi baru yang diciptakan oleh
krisis itu.
3. Konseling dan terapi jangka panjang, dibutuhkan oleh yang terluka berat secara kejiwaan
dan dilumpuhkan oleh kehilangan yang amat besar atau krisis yang terjadi berkali-kali
sehinga mereka tidak mampu lagi menggerakkan sumber penanggulangan mereka tanpa
Dasar alkitabiah dari pastoral konseling diumulai pada saat Allah menciptakan alam
semesta dan pada hari keenam Allah menciptakan manusia pertama seturut dengan gambar
dan rupa Allah (Imago Dei kej.1:26). Allah memberkati dengan amanat prokreasi agar
kemudian setelah kejatuhan kedalam dosa Allah sendiri yang berinisiatif untuk memanggil
9
Dalam Perjanjian Lama ada beberapa istilah Ibrani yang dipakai untuk menjelaskan
artinya nasehat, ( יעטyaet) dalam arti Penggembalaan 19 menunjuk kepada gembala adalah
( הערro’eh) (Kej. 4: 2; 37: 2; 47: 3; 46: 32,34; Kel. 3: 1), yang dibentuk dari kata ( הערra’a).
Dalam dunia Perjanjian Baru sejak zaman para rasul telah dikenal istilah konseling
sebagai kegiatan alami dalam kegiatan spiritual bersama. Istilah Penggembalaan ποιμήν20
dalam bahasa Yunani berpadanan dengan penghiburan, anjuran, penasehat, penolong, dan
pengantara banyak dipakai untuk menggambarkan pelayanan konseling. Kata gembala dan
penggembalaan21 disini adalah menggambarkan Yesus sebagai gembala yang baik, yang
Melalui pastoral konseling diharapkan setiap situasi baru yang dihadapi seseorang
“inner resources” (kemampuan yang ada didalam dirinya, yaitu nilai-nilai yang telah
karena caranya yang pertama tidak berhasil tapi jika ia tekun ia akan mendapatkan cara-cara
untuk mengatasi masalahnya. Berdasarkan sosialisasi yang sudah terjadi dan pengalaman
18
William, A.Van Gemeren, New International Dictionary Of Old Testament Theology & Exegetis
(vol.2) p.490
19
C.Barth, Theologia Perjanjian Lama 4, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993, hlm. 192Penggembalaan
dalam PL menunjuk kepada gembala adalah ( הערro’eh) (Kej. 4: 2; 37: 2; 47: 3; 46: 32,34; Kel. 3: 1), yang
dibentuk dari kata ( הערra’a) dalam bentuk kata kerja (verb) memiliki beberapa pengertian dalam bahasa
Inggris sebagai berikut: to tend (memelihara, merawat ,Kej. 29: 7, 31,36), to guard (menjaga, melindungi,
Kej.37: 2, 13,16; I Sam.16:11), to feed (memberi makan, Yes.30: 23), to pasture (menggembalakan, Kej. 41:
2;Kel.39: 3), Govern (memerintah, Yer. 22: 22; Ma. 49: 15), to nourish (memberi makan,memelihara, Hos.9:
2;.10: 21), to refresh (menyegarkan, Hosea.9: 2; Pkh.10: 2), to be a shepherd (menjadi gembala)
20
Barclay M.Newman, Kamus Yunani Indonesia: Untuk Perjanjian Baru, Jakarta BPK-GM, 2002,
hal.136
21
Verlag W.Kohlhammer, Theological Dictionary Of New Testament, Stuttgart Germany: WB Eermans
Publishing Co, p.492
10
yang sudah terjadi ada maka seseorang itu akan lebih mudah menghadapi atau menyeselaikan
Tjaard & Anne Hommes22 dalam tullisannya menggutip buku Gerald Caplan,
Principles of Preventif Psychiatry secara lebih rinci menjelaskan bahwa setiap orang terus-
menerus dihadapkan pada situasi yang menuntut kegiatan penanggulangan masalah, suatu
krisis terjadi pada diri seseorang ketika kegiatan penanggulangan masalah tidak efektif. Inner
resources atau sumber penanggulangan masalah yang ada pada dirinya tidak efektif, artinya
stress yang berasal dari kebutuhannya tidak terpenuhi dibiarkan terus meningkat tanpa pernah
mereda. Tekanan itu berasal dari terhalangnya pemuasan dri beberapa kebutuhan pisik dan
kejiwaan
Masalah krisis perceraian bukanlah hanya terjadi di kalangan artis di ibukota atau
negeri ini. Sebagaimana dalam batasan penulisan nanti bahwa lokasi penelitian beradi di
Kabupaten Tobasa, Kecamatan Porsea, tepatnya di Jemaat GKPI Resort Porsea yang terletak
dalam hal ini rata-rata para istri yang dimaksud rata-rata sudah lebih 10 tahun berpisah. Para
istri yang mengalami krisis Perceraian ini hidup dengan mengandalkan hasil pertanian untuk
menghidupi keluarganya. Sebagian diantara mereka sudah memasuki usia 60 tahun keatas.
Anehnya sebagaian besar dari mereka tahu keberadaan suaminya bahkan ada yang masih di
sekitar kecamatan Porsea, ada yang sudah menikah ulang ada yang masih bertahan. Beberapa
22
Gerarld Caplan alam Tjaard & Anne Hommes, Konseling Krisis, Seri Pastoral 317-Pusat Pastoral
Yogyakarta 2000 No 10; hal 9-10.
23
Istilah ini berarti keadaan yang saling berjauhan, pisah ranjang tapi tidak ada norma hokum formal
menguatkannya. Dalam kondisi seperti ini masyarakat biasanya bersikap tidak mau tahu seolah-olah tidak ada
masalah dalam pernikahannya.
11
dari para istri yang mengalami krisis perceraian tersebut mengalami masalah ekonomi sebab
bermasalah khusus secara implisit termasuk istri yang mengalami krisis perceraian. Dalam
pelayanannya GKPI Jemaat Porsea Kota Resort Porsea telah memfasilitasi pelayanan untuk
kaum ibu tapi belum dikhususkan kepada para istri yang mengalami krisis perceraian. Tetapi
dalam pelayanan umum kaum perempuan di GKPI tema-tema khusus rumah tangga sering
dikhotbahkan dan didiskusikan. Hanya saja kekterbatasan waktu bahwa penulis masih tujuh
bulan melayani di GKPI Resort Porsea. Namun selama beberapa bulan terakhir ini
perkunjungan pastoral dan percakapan sering dilakukan kepada mereka . Ternyata penulis
mendapati bahwa para istri yang mengalami krisis perceraian ini mempunyai keluhan,
pergumulan dan permasalahan yang membutuhkan perhatian yang sangat serius dan
penanganan khusus.
Krisis Pengampunan dan kepahitan hati karena getirnya kehidupan dalam terpaan angin krisis
ekonomi dan harga diri di masyarakat. Masalah tersebut cenderung sangat kompleks dan
rumit sekali. Dari Pengamatan di lapangan ada beberapa diantara mereka yang jarang atau
tidak beribadah lagi. Jika ditanyakan alasannya mereka menjawab dengan ketus dan tak
bersahabat seolah-olah siap menerima resiko apa saja. Hal ini disebabkan mereka kehilangan
pengampunan, makna hidup dan pengharapan mereka pudar. Ketika penulis mendekati
mereka dengan simpati dan empati yang tinggi menghasilkan beberapa orang terbuka dan
waktu dihantar dengan lagu, saat teduh dan doa tuntunan tak jarang mereka katarsis dan mulai
24
Garis Kebijaksanaan Umum GKPI Masa Bhakti 2005-2010, Pematangsiantar, Kolportase GKPI,
2005, hal.31-39
12
self disclosure, hingga mendapati insight yang baru sebagai factor curative dalam Pastoral
Konseling.
pastoral Konseling terhadap istri yang mengalami krisis perceraian dan sejauh mana dampak
pastoral konseling kepada para istri yang mengalami krisis perceraian untuk meningkatkan
pengampunan makna hidup serta menurunkan tingkat kemarahan dan stress mereka. Melalui
kajian ini penulis berharap mengetahui keadaan klien, kebutuhan, pikiran dan perasaannya
serta dapat menolongnya agar dalam kondisi yang demikian itu mereka memperoleh
2. Identifikasi Masalah
1. Dalam pernikahan yang pertama di taman Eden, Allah mempunyai peranan dalam
memberkati mereka (Kej. 2:16-23; Kej. 1:28). Kejatuhan manusia ke dalam dosa
berdampak pada seluruh aspek dan eksistensi kehidupan, dimana manusia dalam hal ini
para istri akhirnya berhadapan dengan masalah pernikahan yang mengalami krisis
perceraian.
bathin, stress, kesulitan ekonomi, makna hidup dan hidup rohani terutama bagi para istri
3. Peranan budaya sebagai lembaga adat tidak memberikan peran yang signifikan sebaliknya
4. Istri yang mengalami krisis perceraian membutuhkan konseling pastoral, agar dapat
menjalani kehidupan secara normal artinya terhindar dari berbagai perasaan yang
13
menganjal. Karena itu dibutuhkan pendampingan Pastoral dari gereja atau para rohaniwan
(Pendeta)
5. Istri mengalami krisis perceraian perlu mendapatkan perhatian dan kepedulian yang
serius dari pihak gereja atau rohaniwan dan lembaga adat di Porsea
6. Istri yang mengalami krisis perceraian akan menunjukkan kesiapan yang mantap dalam
3. Pembatasan Masalah
Melihat luasnya ruang lingkup penelitian ini, maka penulis merasa perlu menentukan
batasan masalah agar tulisan ini tidak mengambang. Sehubungan dengan itu Winarno
Berdasarkan hal di atas penulis menyadari bahwa kemampuan yang dimiliki sangat
terbatas, juga hal-hal lainnya yang mendukung penelitian ini. Maka dalam penulisan ini
penulis membatasi masalah dan memfokuskan masalah di sekitar Konseling pastoral kepada
para istri26 yang mengalami krisis perceraian di Jemaat GKPI Resort Porsea
4. Perumusan Masalah
1. Apakah hakekat perkawinan Kristen dan apakah yang dimaksud dengan krisis perceraian?
25
Winarno Surakhmad, Pengantar Pendidikan Prosedur dan Strategi, Bandung: Tarsito1985, hlm. 39
26
dampak lain dari Krisis perceraian adalah kepada keluarga dan anak selanjutnya merupakan saran bagi peneliti
berikutnya. Penulis hanya membatasi penulisan dan penelitian kepada dampak krisis perceraian terhadap istri
14
2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan pernikahan mengalami krisis perceraian?
3. Dampak negatif dari pernikahan yang mengalami krisis perceraian secara Physikis dan
4. Bagaimana upaya konseling pastoral terhadap para istri yang mengalami krisis
perceraian?.
5. Bagaimana pemberian pengampunan dan makna hidup serta tingkat kemarahan dan stress
6. Sejauh mana dampak Konseling Pastoral meningkatkan pengampunan dan makna hidup
serta menurunkan tingkat kemarahan dan stress istri mengalami krisis perceraian?
5. Tujuan Penelitian
1. Untuk menjelaskan pengertian tentang hakekat perkawinan Kristen dan apakah yang
perceraian
3. Untuk memaparkan dampak dari pernikahan yang mengalami krisis perceraian terhadap
5. Untuk membandingkan pengampunan dan makna hidup serta tingkat kemarahan dan
stress istri mengalami krisis perceraian sebelum dan sesudah Pastoral Konseling
pengampunan dan makna hidup serta menurunkan tingkat kemarahan dan stress istri
15
6. Hipotesa Penelitian
Jika pastoral Konseling dilakukan terhadap istri yang mengalami krisis perceraian
akan meningkatkan Pengampunan dan makna hidup serta menurunkan tingkat kemarahan dan
2. Memberikan masukan kepada Gereja, Lembaga Budaya yang bergerak dalam dunia adat,
para rohaniawan, serta kaum awam yang terlibat dalam pelayanan terhadap para istri yang
3. Agar gereja atau para rohaniawan menyadari pentingnya peranan mereka dalam
4. Agar lembaga adat jangan hanya berhenti pada pelayanan adat yang bersifat umum
dihadapan orang banyak tetapi turut terlibat memberikan intervensi terhadap masalah
krisis perceraian.
5. Menjadi suatu kesempatan bagi penulis untuk menerapkan ilmu yang sudah dipelajari
6. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya, untuk pengembangan ilmu teologi,
8. Metode Penelitian
16
Metode penelitian jelas ada sangkut pautnya dengan pengumpulan data-data dari
lapangan penelitian. Maka dalam penelitian ini dipakai dua jenis metode penelitian, yakni:
1. Metode Kuantitatif.
2. Metode Kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah sejenis penelitian formatif yang secara khusus memberikan tehnik
untuk memperoleh jawaban atau informasi mendalam tentang pendapat dan perasaan
seseorang.27 Penelitian ini memungkinkan penulis mendapat hal-hal yang tersirat (insight)
mengenai sikap, kepercayaan, motivasi dan perilaku target populasi. Informasi atau temuan-
temuan yang diperoleh dan secara khusus yang berhubungan dengan dampak krisis perceraian
terhadap kemarahan, stress dan Makna hidup istri yang ditinggal suaminya akan dipakai
istri yang mengalami krisis perceraian. Wawancara yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah wawancara yang tidak berstruktur namun terfokus 28sekaligus mengukur
27
Hadi Nurlaela Ella, Aplikasi Metode Kualitatif Dalam Penelitian Kesehatan, Depok: FKM UI, 2000,
hlm. 25
28
. Koentjaniaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1983, hlm. 139
17
tingkat pengharapan dan kekuatan para istri yang mengalami krisis perceraian dalam
akan memaparkan dengan jelas tentang keadaan istri yang mengalami krisis
perceraian.
Populasi penelitian adalah Jemaat GKPI Resort Porsea. Jumlah sampel adalah 10
orang klien yakni istri yang sedang mengalami krisis perceraian yang mengalami
kemarahan, stress dan kehilangan makna hidup sehingga kurang berpengharapan dalam iman,
doa serta tidak mendapatkan kekuatan dalam menjalani kehidupannya. Penelitian ini dibatasi
9. Sistematika Penulisan
Dalam Bab I penulis akan memaparkan tentang pendahuluan penulisan yang mencakup:
2. Identifikasi masalah
3. Pembatasan masalah
4. Perumusan masalah
5. Tujuan penelitian
7. Lokasi penelitian
8. Metodologi penelitian
9. Sistematika penelitian.
18
Bab II memuat tentang kerangka teoritis yang di dalamnya mencakup:
4. Teori-teori pastoral
11. Dampak krisis perceraian terhadap Pengampunan Dan Makna Hidup Serta Kemarahan
Dan Stress
12. Upaya konseling pastoral terhadap keluarga yang mengalami krisis perceraian, untuk
14. Dampak Konseling Pastoral dalam meningkatkan pemberian Pengampunan dan makna
hidup serta menurunkan tingkat kemarahan dan stress istri yang mengalami krisis
perceraian.
19
3. Populasi dan sampel
3. Pengharapan klien sesudah pendampingan pastoral, kebutuhan, pikiran dan perasaan klien
1. Kesimpulan penulis atas uraian dan hasil penelitian sebagai jawaban atas hipotesa
2. Saran kepada peneliti berikutnya, kepada gereja dan kepada masyarakat khususnya
lembaga adat.
20
PROPOSAL TESIS
NIM : 07.07.048
21
OKTOBER - 2008
PROPOSAL TESIS
NIM : 07.07.048
22
JL.BINJAI KM.10,8 MEDAN
OKTOBER - 2008
Daftar Bacaan
23