Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

Pendidikan Agama Katholik


“Perceraian Katholik Berdasarkan Hukum Negara dan Kanonik”

Disusun oleh :
Nama : Roy Iewawo
NIM : 2211131012

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BHAYANGKARA

2022
Dalam agama apapun, perceraian menjadi hal yang sebaiknya tidak terjadi, termasuk bagi
penganut agama Katolik. Akan tetapi, ada beberapa hal yang membuat hubungan rumah
tangga yang menyebabkan rumah tangga tidak bisa dilanjutkan atau justru akan lebih buruk
jika tetap dipertahankan.

Sehingga beberapa orang memutuskan untuk mengajukan gugatan cerai. Dalam artikel ini
akan dibahas lebih lanjut mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan perceraian
Katolik.

 Alasan Perceraian Katolik

Untuk yang beragama Katolik, alasan yang bisa digunakan dalam perceraian adalah yang
ada pada Penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
(untuk selanjutnya disingkat UU Perkawinan) dan dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan (untuk selanjutnya disingkat PP 9/1975). Beberapa alasan yang bisa
digunakan tersebut seperti:

1. Salah satu pihak baik suami atau istri melakukan perbuatan zina, atau menjadi penjudi
atau pemabuk, atau pemadat atau hal lainnya yang sulit untuk disembuhkan.

2. Salah satu pihak baik suami atau istri, meninggalkan pihak yang lainnya selama 2
tahun berturut-turut tanpa adanya izin dari pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
dikarenakan hal lainnya yang diluar kemampuannya.

3. Salah satu pihak baik suami atau istri mendapatkan hukuman penjara selama 5 tahun
atau hukuman lainnya yang lebih berat setelah terjadi perkawinan.

4. Salah pihak baik suami atau istri melakukan penganiayaan atau kekejaman berat yang
menyebabkan pihak lainnya dalam keadaan yang bahaya.

5. Salah satu pihak baik suami atau istri mendapatkan cacat badan atau penyakit yang
berakibat tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri dengan baik.

6. Terjadi pertengkaran dan perselisihan secara terus menerus antara suami dan istri
sehingga tidak ada harapan untuk mempertahankan rumah tangga.

 Tujuan Perkawinan Dalam Katolik

Mengutip dari tuhanyesus.org, dalam ajaran Katolik, perkawinan adalah sebuah


sakramen yang merupakan tanda cinta kasih dari Tuhan pada manusia. Sakramen
perkawinan tersebut memiliki arti perjanjian antara laki-laki dan perempuan guna
membentuk kehidupan bersama.
1) Perkawinan adalah perjanjian kasih
Ketika terjadi perkawinan, maka kedua pasangan atau suami istri tersebut sama-sama
mengucapkan janji pernikahan, yaitu:
1) Ia berjanji untuk mencintai pasangannya baik dalam keadaan suka dan duka
2) Ia berjanji untuk menjadi bapak atau ibu yang baik bagi anak-anak yang
dipercayakan Tuhan kepada mereka.
3) Sejak saat itu ia memilih pasangannya menjadi suami atau istri.

2) Perkawinan adalah kesepakatan untuk senasib


Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perkawinan juga berarti kesepakatan
untuk senasib yang mana kedua mempelai bersama-sama untuk selalu ada baik
dalam suka maupun duka.

3) Perkawinan bertujuan untuk kesejahteraan


Dalam hubungan pernikahan, suami istri sangat perlu untuk saling mendukung satu
sama lain. Baik dalam hubungan rumah tangga atau hal lainnya asalkan memiliki
tujuan yang positif.

4) Perkawinan terarah pada kelahiran


Salah satu yang menjadi tujuan pernikahan adalah untuk beranak cucu atau sama
halnya dengan lahirnya kehidupan baru. Namun selain melahirkan anak atau
keturunan, pasangan tersebut juga dihadapkan bisa mendidik dengan dan
menanamkan rasa cinta kasih.

5) Perkawinan sebagai sarana penyelamatan


Pernikahan merupakan sakramen yang mana menjadi salah satu cara Tuhan untuk
mewujudkan kasih dan menggunakannya sebagai bentuk penyelamatan. Oleh karena
itu, akan sangat penting bagi keluarga baru untuk menggunakan Tuhan sebagai
pondasi atau acuan ketika ingin membuat keputusan.

 Hukum Gereja Katolik Tentang Perceraian

Dalam agama Katolik sendiri, perkawinan berciri tidak terceraikan dan satu untuk
selamanya. Oleh karenanya pasangan Katolik tidak bisa bercerai secara agama. Aturan
mengenai hal tersebut ada dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) yang disusun dan disahkan
gereja yang bersifat gerejawi dan mengikat yang mana tidak mengenal adanya perceraian.

Pasangan Katolik yang bercerai secara sepihak, maka dalam agamanya masih dianggap
memiliki hubungan rumah tangga yang sah dengan pasangannya. Kemudian jika tetap
bercerai dan menikah kembali, maka pernikahannya dianggap tidak sah secara agama
Katolik. Hal tersebut dikarenakan umat Katolik perlu memiliki izin dari gereja jika ingin
menikah lagi.
 Syarat Perceraian Katolik

Perlu diketahui bahwa syarat hingga proses untuk perceraian Katolik sama halnya dengan
perceraian agama lain. Hanya yang membedakannya adalah tempat atau pengadilan yang
berbeda.

Untuk pasangan beragama Katolik atau lainnya, maka gugatan cerai dan persidangan bisa
diajukan di Pengadilan Negeri. Berikut adalah beberapa syarat jika ingin mengajukan
gugatan perceraian Katolik ke Pengadilan Negeri:

- Buku nikah yang asli

- Fotokopi kartu identitas atau KTP

- Fotokopi Kartu Keluarga

- Fotokopi surat nikah yang sudah dilegalisir dan materai

- Beberapa dokumen tambahan jika dibutuhkan seperti akta kelahiran anak jika ingin
mengajukan tuntutan hak asuh anak.

 Prosedur Perceraian Katolik

Cara mengurus perceraian dalam agama Katolik di Indonesia sama halnya dengan mengurus
gugatan cerai pada umumnya, seperti berikut:

1. mendaftarkan gugatan cerai ke Pengadilan Negeri dengan membuat surat gugatan cerai
dan jika menggunakan bantuan pengacara maka membutuhkan surat kuasa.

2. Surat kuasa dan surat gugatan perlu mendapatkan persetujuan dari ketua Pengadilan
Negeri.

3. Setelah itu, akan diminta untuk membayarkan biaya gugatan atau biaya panjar perkara.

4. Nantinya setelah perkara gugatan cerai masuk, maka selanjutnya bisa menunggu untuk
mendapatkan surat panggilan sidang cerai untuk mengikuti sidang cerai sesuai yang sudah
dijadwalkan.

5. Hakim akan berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak melalui mediasi

6. Apabila tidak ditemukan jalan keluarnya, maka hakim akan memutuskan untuk menerima
gugatan cerai atau menolak gugatannya.
 Penyederhanaan Proses Perceraian Katolik Oleh Paus Fransiskus

Ajaran yang ada dalam agama Katolik, pasangan yang bercerai harus mendapatkan izin dari
gereja jika ingin menikah lagi. Tanpa adanya izin tersebut, pasangan yang menikah secara
sipil akan dianggap berdosa, pezina dan dilarang menerima komuni.

Menurut bbc.com, Paus Fransiskus menyederhanakan proses sidang perceraian Katolik yang
tadinya 2 sidang gereja menjadi 1 sidang gereja saja. Kemudian, uskup juga bisa
mengabulkan permohonan cerai secara langsung jika suami istri tersebut bersedia atau
memintanya. Perubahan tersebut juga termasuk dalam pembebasan biaya.

 Biaya Perceraian Katolik

Di Indonesia sendiri, perceraian bisa terjadi secara sah apabila dilakukan di hadapan
persidangan. Oleh karenanya, untuk perceraian Katolik yang dianggap sah secara hukum
harus dilakukan di Pengadilan Negeri.

Untuk biayanya sendiri akan bergantung pada setiap Pengadilan Negeri tempat mengajukan
gugatan cerai. Hal ini karena setiap pengadilan negeri akan memberikan biaya yang
berbeda-beda, sehingga akan lebih baik jika bertanya secara langsung atau melalui website
pengadilan negeri yang bersangkutan.

Berikut adalah kisaran biaya panjar gugatan jika ingin mengajukan gugatan cerai di
Pengadilan Negeri Jakarta Timur:

Biaya pendaftaran: Rp30.000

Biaya proses: Rp100.000

Panggilan tergugat 3x: Rp375.000

Mediasi tergugat: Rp125.000

Pemberitahuan tergugat: Rp125.000

Redaksi sidang pertama: Rp20.000

Redaksi pemberitahuan putusan: Rp20.000

Redaksi putusan: Rp10.000

Materai: Rp10.000

Sehingga kisaran biaya yang dibutuhkan untuk mengajukan gugatan cerai di Pengadilan
Negeri Jakarta Timur adalah Rp815.000. Perlu diketahui bahwa biaya tersebut dapat
berbeda-beda.
 Pembatalan Perkawinan Perceraian Katolik

Dalam agama Katolik ada istilah pembatalan perkawinan yang berarti bahwa perkawinan
tersebut tidak sah disebut sebagai perkawinan. Berdasarkan gereja Katolik, ada 3 hal yang
bisa membatalkan perkawinan yaitu halangan menikah, cacat forma kanonika dan cacar
konsensus.

Jika sebelum terjadinya pernikahan ada satu atau lebih cacat yang dimaksudkan diatas,
maka perkawinan tersebut sudah tidak memenuhi syarat perkawinan yang diteguhkan,
sehingga yang bersangkutan berhak untuk melakukan penyelidikan dan pihak Tribunal bisa
mengabulkan permintaan pembatalan perkawinan. Akan tetapi, jika perkawinan tersebut
sudah sah, maka tidak ada pembatalan perkawinan atau diceraikan.

 Hukum Orang Katolik Bercerai Dan Menikah Lagi

Jika berdasarkan Kitab Hukum Kanonik, dalam agama Katolik tidak ada perceraian. Sehingga
juga tidak diperkenankan untuk menikah kembali dikarenakan perceraian yang dilakukan
secara sepihak saja, maka tidak dianggap sebagai perceraian atau masih terikat hubungan
perkawinan yang sah dengan pasangan sebelumnya.

Namun, jika merujuk pada hukum positif di Indonesia, menurut UU Perkawinan, perkawinan
dapat putus salah satunya karena perceraian yang hanya bisa dilakukan di muka pengadilan
sebagaimana telah dijelaskan

 Istilah Rujuk Dalam Perceraian Katolik

Dalam perceraian Katolik tidak ada istilah rujuk, perceraian yang dilakukan secara hukum
negara atau di Pengadilan negeri masih dianggap tidak sah berdasarkan hukum agama
Katolik yang berlaku. Dalam kata lain, walaupun sudah bercerai secara negara namun
perceraian tersebut dianggap tidak ada atau tidak terjadi berdasarkan gereja Katolik.

Jika pasangan Katolik bercerai secara negara, maka pasangan tersebut wajib menikah
kembali sesuai aturan dalam UU Perkawinan agar perkawinan mereka sah secara negara.

Anda mungkin juga menyukai