Anda di halaman 1dari 12

NAMA : Yehuda Pramana P

NIM : PS201901047
Dosen : Chanda Kirana Luhur, M.Pd

TUGAS AKHIR ETIKA TERAPAN


PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN KEMBALI MENURUT GEREJA

1. Beberapa pandangan tokoh gereja/ sinode yang memiliki pertimbangan lain


dan temukan alasannya

 Pendeta Samuel T Gunawan (Pendeta dan Gembala di Gereja Bethel Apostolik


Profetik (GBAP) Bintang Fajar, Palangkaraya dan Dosen Filsafat dan Apologetika
Karismatik di STT AIMI, Solo)

Perceraian dalam ideal Allah tidak pernah dibenarkan, bahkan sekalipun oleh karena
perzinahan. Perzinahan adalah dosa dan Allah tidak menyetujui dosa maupun
terputusnya pernikahan. Apa yang disatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh
manusia (matius 19:6). Pengampunan melalui pengakuan dosa membatalkan status
keadaan yang berdosa dari orang yang diceraikan (Bandingkan Yeremia 1,14).
Satu-satunya alasan mereka masih hidup dalam dosa setelah perceraian adalah
bahwa perceraian itu merupakan suatu dosa. Dan selama mereka tidak mengakui
dosa perceraian, mereka masih hidup dalam dosa. Tetapi jika mereka mengakui
dosa mereka, Allah akan mengampuni seperti dosa yang lainnya (1 Yohanes 1:9).
Sekalipun perceraian tidak pernah dibenarkan, kadang-kadang hal itu diijinkan dan
selalu ada pengampunan untuk itu. Karena itu, mereka yang mengakui dosa
perceraian dan bertanggung jawab untuk itu, harus diperbolehkan untuk menikah
kembali. Tetapi pernikahan kembali mereka lakukan haruslah untuk seumur hidup.
Jika mereka gagal lagi, tidaklah bijaksana memperbolehkan mereka untuk terus
mengulangi kesalahan ini. Hanya mereka yang condong untuk memelihara
komitmen seumur hidup yang boleh menikah dan tidak merencanakan pernikahan
kembali.
Pernikahan adalah lembaga yang sakral dan tidak boleh dicemarkan oleh
perceraian, khususnya oleh perceraian yang terjadi berulang kali (bandingkan Ibrani
13:4). Dan orang Kristen harus melakukan segala sesuatu dengan sekuat tenaga
untuk mengangungkan standar Allah mengenai pernikahan monogami seumur
hidup, karena ini adalah idealnya Allah (Matius 19:5-6).

Akhirnya, orang percaya yang bercerai dan atau menikah kembali jangan merasa
kurang dikasihi oleh Tuhan bahkan sekalipun perceraian dan pernikahan kembali
tidak tercakup dalam kemungkinan klausa pengecualian dari Matius 19:9. Tuhan
sering kali menggunakan bahwa ketidaktaatan orang-orang Kristen untuk mencapai
hal-hal yang baik.1

 Pdt Dr Rubin Adi Abraham (08 Maret 2014). "Pernikahan, Perceraian, Pernikahan


Kembali". Forum Teolog GBI:

A. Dasar Alkitab
Pernikahan
Rencana semula Allah ketika mendirikan lembaga keluarga:
1. Matius 19:4. Pernikahan monogami – seorang lelaki dan seorang perempuan
(Kejadian 1:27; 2:18, 21-23). Bukan poligami/poliandri atau pernikahan
homoseksual.
2. Matius 19:5. Mereka harus meninggalkan orang tua dan menjadi satu daging
(Kejadian 2:24).
3. Matius 19:6. Apa yang telah disatukan Allah ini tidak boleh diceraikan
manusia. Allah membenci perceraian (Maleakhi 2:16).
4. Tujuan Pernikahan:
a. Untuk kemuliaan Tuhan (Yesaya 43:7); melakukan misi Allah di bumi.
b. Persatuan erat suami-istri (saling mengasihi dan tolong
menolong, Kejadian 2:18, Efesus 5:31-33 melambangkan Kristus
dan Gereja-Nya)
c. Melahirkan keturunan ilahi (Kejadian 1:28; Maleakhi 3:15)
d. Pemenuhan kebutuhan seksual secara benar (untuk mencegah
dosa, 1 Korintus 7:2-5).
Perceraian
1
https://artikel.sabda.org/perceraian_dan_pernikahan_kembali
https://wartakota.tribunnews.com/2018/09/06/tulisan-pendeta-ini-beri-alasan-penganut-kristen-
protestan-bisa-menikah-lagi-usai-cerai-hidup.
Karena dosa dan kekerasan hati manusia maka perceraian terjadi:
1. Matius 19:8, 9. Perceraian diperbolehkan bila ada perzinahan. (Perzinahan
sebagai “habit”, “ketagihan”, pola hidup). Pengampunan (70×7 kali) harus
diutamakan, walau terjadi perzinahan. (Katolik menerima perzinahan sebagai
alasan perpisahan, bukan perceraian). Pikirkan efeknya secara spiritual,
psikologikal, sosial, ekonomi, terhadap anak. Perlu bijaksana. Disarankan
perceraian tidak datang dari yang orang yang benar tapi dari yang berdosa.
Bila bukan karena perzinahan, seorang pria/wanita dianggap berzinah bila
menikah lagi.
2. 1 Korintus 7:10-16. Perceraian diperbolehkan bila seorang menerima
ultimatum dari pasangan tidak beriman: pilih Kristus atau suami/istri. Jelas
kita harus memilih Kristus, walaupun akan diceraikan. Perceraian harus
datang dari yang tidak beriman. Setelah perceraian, seorang menjadi bebas
(untuk menikah lagi).
Bagaimana bila terjadi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)? Maleakhi 2:16.
Tidak menganjurkan perceraian sebagai alternatif penyelesaian masalah. Dalam
situasi abusif pun hanya dianjurkan perpisahan. Buat perjanjian dengan para saksi,
bila terjadi kekerasan lagi maka akan dilaporkan kepada pihak berwajib yang berhak
untuk menahan orang dalam penjara. Rujuk disarankan setelah ada perubahan
kepribadian (1 Korintus 7:11), walaupun hal itu biasanya sangat sulit.
Pernikahan Kembali
1. Bisa dilakukan bila pasangan telah meninggal (Roma 7:2-3). Janda muda
yang ditinggal mati oleh suaminya disarankan kawin lagi. Bila tidak, akan
menimbulkan berbagai masalah dalam jemaat (1 Timotius 5:13-14).
2. Bila cerai sebaiknya tidak menikah lagi atau rujuk dengan pasangannya (1
Korintus 7:1). Rujuk tidak diperkenankan lagi bila yang bercerai sudah
menikah dengan orang lain (Ulangan 24:1-4).
3. Pertimbangan untuk menikah kembali bisa dilakukan bagi mereka yang:
a. Diceraikan resmi oleh pasangan yang tidak seiman (1 Korintus 7:15).
b. Bercerai resmi karena pasangannya berzinah (Matius 19:6), apalagi
bila pasangan telah menikah dengan orang lain.
c. Kasus perceraian lain (mis: karena tidak cocok, ribut terus) sedapat
mungkin tidak dilakukan pernikahan kembali, melainkan rujuk.
B. Dasar Hukum
Pengertian Perkawinan
Menurut Undang-Undang RI No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 1:
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sahnya Perkawinan
Pasal 2
 Ayat 1: Perkawinan adalah sah, apabila dilaksanakan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
 Ayat 2: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang
berlaku.
Bilamana suatu perkawinan tidak dicatat sekalipun perkawinan tersebut sah
menurut ajaran agamanya, perkawinan itu tidak diakui oleh Negara, begitu pula
segala akibat yang timbul dari perkawinan itu, karena perkawinan merupakan
perbuatan hukum yang menimbulkan akibat-akibat hukum.
Bilamana hari pernikahan gereja dan catatan sipil berbeda, maka yang dianggap
sebagai hari perkawinan oleh Negara adalah yang tercatat pada Akta Nikah di
Catatan Sipil, bukan tanggal perkawinan di gereja.
Syarat-syarat Perkawinan
a. Persetujuan dari kedua calon mempelai (tidak ada paksaan).
b. Pria minimal 19 tahun, wanita 16 tahun. Diperlukan ijin kedua
orangtua/wali bagi yang belum berumur 21 tahun.
c. Tidak terikat tali perkawinan dengan pihak lain. (Catatan: Gereja Roma
Katolik tidak mengenal perceraian. Ikatan perkawinan masih tetap ada
meskipun mereka telah diceraikan oleh kuasa sipil).
d. Tidak ada hubungan darah yang terlalu dekat.
Syarat Formal Perkawinan
a. Pemberitahuan rencana perkawinan kepada pegawai pencatat sipil,
minimal 10 hari sebelumnya oleh calon mempelai/orang tua/wali.
b. Pelaksanaan perkawinan menurut agamanya.
c. Pencatatan perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan.
Syarat yang dibutuhkan untuk Gereja, antara lain:
a. Mengisi formulir permohonan nikah yang disiapkan Gereja, berisi
keterangan mengenai calon mempelai. Formulir ditandatangani kedua
calon mempelai + pas foto. (Bagi yang berusia 21 tahun ke bawah juga
harus dilengkapi dengan surat persetujuan yang ditandatangani oleh
orangtua masing-masing).
b. Bila salah satu pihak yang tidak memiliki surat baptisan atau surat
keanggotaan jemaat, harus membuat surat pernyataan khusus
bermeterai bahwa yang bersangkutan beragama Kristen atau sedang
mengikuti pelajaran agama Kristen.
c. Penting sekali calon nikah mengikuti bimbingan dan konseling pra nikah
dengan bahan yang terstruktur (sekitar 6-8 sesi). Bila calon belum
dibaptis harus diawali dengan bimbingan pra baptisan.
d. Bagi calon mempelai yang pernah menikah harus melampirkan: surat
nikah terdahulu, akta kematian pasangan atau akta perceraian.
Syarat yang dibutuhkan untuk Catatan Sipil, antara lain:
a. Surat keterangan dari Kelurahan tentang nama, alamat, status: tidak
pernah menikah atau sudah pernah menikah, nama orangtua, dan lain-
lain.
b. Fotokopi surat lahir/akta kenal lahir, pas foto.
c. Surat baptisan atau surat keterangan anggota Gereja.
Harta dalam Perkawinan
Pasal 35-37. Harta yang diperoleh selama perkawinan adalah menjadi harta
bersama. Sedangkan harta bawaan, suami isteri mempunyai hak sepenuhnya
terhadap masing-masing benda (mis. harta warisan atau hibah dari orang tua)
harus ada perjanjian harta terpisah di hadapan Notaris. Bila cerai, harta bersama
seyogyanya dibagi dua: 50%-50%. Sedangkan harta bawaan kembali kepada
yang berhak.
Alasan Perceraian
Peraturan Pemerintah No 9 tahun 1975 mengatur alasan perceraian sebagai
berikut:
a. Salah satu pihak berzinah atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi yang
sukar disembuhkan (habitual/ketagihan).
b. Meninggalkan pasangannya selama 2 tahun tanpa ijin dan tanpa alasan
yang sah.
c. Dipenjara 5 tahun atau lebih.
d. Kekejaman/penganiayaan berat.
e. Cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai suami/isteri.
f. Perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan hidup rukun lagi. 2

 Pdt. Budi Asali, M. Div (Reformed)


Kalau anda bertanya kepada pendeta/hamba Tuhan, maka kebanyakan dari mereka
akan mengatakan bahwa cerai dilarang secara mutlak. Jadi, tidak peduli ada
perzinahan, tetap tidak boleh bercerai. Mereka bahkan tetap berkeras dengan
pandangan ini, sekalipun diberi ayat-ayat seperti Matius 5:32 dan Matius 19:9!
Tetapi kalau saudara membaca buku-buku tafsiran, maka kebanyakan (hampir
semua) penafsir mengatakan bahwa perceraian memang dilarang tetapi dengan
satu perkecualian, yaitu kalau terjadi perzinahan fisik.
Dalam kasus seperti itu, bukan hanya boleh bercerai, tetapi bahkan pihak yang tidak
bersalah boleh menikah lagi. Matius 5:32 dan Matius 19:9 menjadi dasar pandangan
ini.
Apa kesimpulan yang bisa didapatkan dari sini? Kesimpulannya adalah: kebanyakan
pendeta-pendeta yang mempunyai pandangan bahwa cerai mutlak dilarang adalah
pendeta-pendeta yang tidak pernah belajar buku! Tidak heran pandangannya kacau
balau! Yang belajar akan mempunyai pandangan seperti yang saya berikan dalam
tulisan ini.

Sekarang, bagaimana dengan kasus Ahok??? Jangan terlalu cepat menyalahkan


atau membenarkan dia. KALAU istri Ahok tidak berzinah, maka alasan apapun yang
Ahok pakai untuk menceraikan istrinya, dia tetap salah. Tetapi kalau istri Ahok
berzinah, maka Ahok berhak menceraikan istrinya, dan bahkan berhak untuk
menikah lagi. Catatan: perhatikan kata ‘kalau’ yang saya gunakan. Saya tidak
menuduh siapapun!!! MATIUS 5:31-32 DAN MATIUS 19:9 (PERCERAIAN KARENA
PERZINAHAN)3

2
https://dbr.gbi-bogor.org/wiki/Pernikahan,_perceraian,_dan_pernikahan_Kembali_(Teologia_GBI)
3
https://teologiareformed.blogspot.com/2018/01/perceraian-karena-perjinahan.html
2. Pandangan doktrin Gereja Isa Almasih
Perceraian
Sebelum kita membahas soal perceraian, kita harus sadar terlebih dahulu akan
prinsip bahwa kita semua adalah manusia yang tidak sempurna. Setiap manusia
bisa dan berpotensi melakukan kesalahan dalam kehidupan ini. Tidak ada manusia
yang sempurna.
Dalam segala hal terdapat 3 hal:
1. ALLAH BERKEHENDAK/BERENCANA
2. ALLAH MENGIJINKAN
3. ALLAH MEMBIARKAN
Untuk konteks pernikahan, Allah memiliki kehendak dan rencana semula, bahwa
tidak boleh ada perceraian. Yang Allah kehendaki, yang Allah benar-benar
rencanakan adalah
Kej 2: 24
Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging
Matius 19:5
Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging

Firman Tuhan tidak pernah salah dan tidak pernah keliru. Permasalah sekarang
adalah manusianya. Oknum yang menafsirkan atau melakukan firman inilah yang
bermasalah.
Di injil Matius, orang-orang bertanya,
Kata mereka kepada-Nya: "Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan
untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya? (8) Kata Yesus
kepada mereka: ‘Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan
isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian.”.

Kata-kata ‘karena ketegaran hatimu’ disoroti dan ditafsirkan bahwa perceraian


karena perzinahan itupun diijinkan karena ketegaran hati manusia. Alkitab memang
mencatat bahwa hati yang keras bisa Tuhan lunakkan namun dalam hal ini bukan
seperti ini.
Dalam hal ini Allah memberikan free will, jika manusia mau mengikuti kehendak
Allah maka seharusnya manusia akan menikah tanpa bercerai. Jika memang terjadi
perceraian maka tentu ada hati yang keras. Yang perlu dicermati adalah ada
langkah-langkah penanganan seperti pengampunan dan konseling. Namun sekali
lagi jika hati sudah keras, maka keadaan akan berubah menjadi semakin sulit.
Yang perlu diperhatikan lagi adalah efek jika manusia tetap melakukan perceraian
a. Kesaksian Kristennya akan hancur melalui perceraian
b. Akan ada efek psikologis bagi anak-anaknya.
Jadi dalam hal perceraian GIA ISA ALMASIH PRINGGADING MENOLAK ADANYA
PERCERAIAN DENGAN ALASAN APA PUN

Contoh KASUS:
Bagaimana jika kasusnya istrinya disiksa hingga babak belur?
Bagaimana jika mungkin pasutri mengalami kendala-kendalan tertentu seperti
istri/suami tidak pernah mau diajak berhubungan seksual?
Bagaimana jika ternyata Suami tidak jujur dalam hal keuangan hingga tiba2 hutang
membengkak dan sudah masuk ranah Kriminal, jika tidak bercerai maka istri akan
ikut terseret ke Bui?
Apakah jika ada case-case tertentu seperti contoh di atas, perceraian
diperbolehkan?
JAWAB
Patokannya tetap:
1. Kehendak allah yang semula - yaitu anti perceraian
2. Ada kasus-kasus khusus – gereja akan membantu dalam penanganan melalui
pergumulan doa dan konseling intensif dan sejumlah waktu untuk memberikan
pengampunan, penerimaan, perubahan. Pasangan bukan menuntut orang lain
berubah melainkan menolongnya untuk berubah.
3. Kekerasan hati orang yang menjalaninya - mereka bisa tetap pada pendirian mau
bercerai, hamba Tuhan (gereja) tidak bisa berbuat apa2 karena sudah maksimal
menolong di butir 2 di atas. Jika keputusan sudah bulat, selama gereja sudah
melakukan bagiannya, maka keputusan tetap diserahkan ke pasangan masing-
masing.
Oleh sebab itu jauh lebih baik mencegah dengan cara memberikan bimbingan yang
intensif kepada generasi muda yang belum menikah. Bahkan - kalau bisa - saat
pendampingan di waktu pacaran - hamba Tuhan dapat memberi arahan untuk tidak
melanjutkan dalam pernikahan karena melihat adanya kemungkinan terjadi sesuatu
yany buruk. Itu pun biasanya tidak dipedulikan sebab kekuatan gejolak cinta
biasanya lebih kuat.

Pernikahan kembali.
1. Jika seandainya ada orang non Kristen yang menikah dengan non Kristen, lalu
bercerai, Kemudian ternyata orang tersebut ingin bertobat dan masuk Kristen, lalu
kemudian cocok dengan salah satu jemaat, Apakah orang tersebut boleh menikah
lagi? Apakah gereja kita akan memberkati?
2. Apakah diperbolehkan jika jemaat gereja lain yang kemudian bercerai, ingin
menikah lagi dengan jemaat GIA Pringgading
3. Apakah gereja kita memperbolehkan pasangan menikah lagi, jika pasangan salah
satunya meninggal dunia?
JAWAB
1. Boleh. Asalkan ada Surat Cerai Resmi dari Pemerintah atau Lembaga
Keagamaan dimana dulu mereka menikah.
Dasarnya adalah bahwa ketika mereka dulu menikah di luar Kristus tidak berada
pada jalur sebagai orang benar. Jika kemudian ia menerima Kristus, ia berpindah
dari maut kepada hidup, dari orang berdosa menjadi orang benar.
Tetapi ada dua hal yang perlu diperhatikan: 1. Ia harus menjalani katekisasi
Baptisan Air serta Konseling Pranikah secara privat agar bisa dicheck apakah
benar-benar lahir baru dalam Kristus. 2. Agar tidak menimbulkan efek sosial
(social effect), maka sebaiknya pemberkatan dilakukan sederhana dengan hanya
dihadiri oleh keluarga. Etika Praktis biasanya tidak hanya memperhatikan standar
kebenaran firman Allah tetapi juga pertimbangan sosial.
2. Sama seperti poin no 1, namun diperlukan penanganan khusus yang lebih
spesifik. Sebab hal ini cukup berbeda, karena orang yang menjalaninya
seharusnya sudah tahu kebenaran Firman Tuhan tentang pernikahan dan
perceraian. Untuk itulah diperlukan penanganan lebih khusus untuk kasus ini.
3. Jelas, GIA Pringgading akan melayani peneguhan nikah bagi seorang duda atau
janda yang akan menikah kembali setelah pasangannya meninggal. Namun
dalam hal ini yang perlu dipertimbangkan adalah: 1. Durasi waktu antara
sepeninggal pasangannya yang lama dengan rencana pernikahan dengan
pasangan yang baru seyogyanya minimal 2 tahun. 2. Relasi yang harus dijaga
bukan hanya orang itu dengan pasangannya yang baru, tetapi harus dilakukan
konseling terhadap anak-anak yang diperoleh dari pasangan yang lama.
Sekalipun sebenarnya anak-anak tidak berhak melarang orang tuanya menikah
kembali, tetapi alangkah indahnya jika mereka memberikan penerimaan yang bai
terhadap ayah atau ibu baru mereka.

3. Pendapat saya pribadi


Pendapat saya pribadi tentang perceraian sebenarnya sama dengan doktrin yang
diajarkan oleh gereja saya. Pada dasarnya saya percaya bahwa Allah tidak
menghendaki adanya perceraian. Pernikahan yang Allah rancangankan bagi
manusia adalah sebuah ikatan dan sakramen yang kudus sehingga tidak boleh
dirusak oleh manusia.
Sekali lagi hukum Tuhan tidak mungkin salah, kehendakNya tidak mungkin keliru.
Hanya saja manusia yang memiliki free will inilah yang biasanya semena-mena dan
seenaknya sendiri. Manusia selalu mencari zona abu-abu atau batas batas
kompromi demi keinginannya sendiri.
Saya masih berpegang dengan ayat-ayat ini
Kej 2: 24
Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging
Matius 19:5
Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging
Matius 19:6
Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah
dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”

Namun sekali lagi, manusia tidak sempurna akan selalu ada keadaan-keadaan
khusus dimana mungkin salah satu pasangan berzinah, atau mungkin kasar, hingga
melakukan tindakan kriminal. Dalam hal seperti ini sangat sulit memutuskan apakah
sebenarnya kita boleh bercerai. Jika kita membahas kasus per kasus maka saya
yakin jawaban dan penanganannya akan berbeda-beda tergantung keadaan, kondisi
seseorang dan faktor-faktor lainnya.
Dalam hal perceraian dan pernikahan kembali kita bisa berdebat banyak hal. Namun
saya tetap mengikuti doktrin gereja saya yang mana tidak setuju dengan perceraian
dan dalam urusan pernikahan kembali, tidak segera mengkonfirmasi namun
diperlukan langkah-langkah tertentu.

Yang menjadi sorotan saya dan mungkin pendapat saya adalah persiapan atau
mungkin bisa dikatakan pencegahannya. Sebab saya berpikir bahwa tidak akan
mungkin ada bencana jika kita sudah bisa mencegah itu. TIDAK AKAN MUNGKIN
ADA PERCERAIAN JIKA KITA SUDAH MEMBANGUN HUBUNGAN KITA DENGAN
DASAR YANG BENAR.
Untuk membicarakan ini, maka kita harus mulai dari langkah sebelum pernikahan
yakni
“SINGLENESS” ATAU TAHAP KESENDIRIAN.
Sebelum kita menemukan pasangan atau berbagi kasih dengan seseorang. Ada
baiknya kita mengisi hidup kita dengan kebenaran Firman Tuhan. Ada baiknya kita
juga membereskan hal-hal yang sekiranya belum beres. Misal kepahitan dengan
orang tua, trauma masa lalu, luka masa lalu, pelecehan dan lain sebagainya. Jika
dalam masa kita sendiri saja kita belum utuh dan penuh, maka kita tidak akan bisa
berbagi kasih dengan orang lain. Prinsipnya
Kita tidak akan bisa memberikan apa yang tidak kita punyai. Jika anda tidak pernah
merasakan kasih sayang, tidak mungkin anda akan bisa memberikan kasih sayang.
Jika anda tidak pernah merasa diterima, maka anda tidak akan bisa menerima orang
lain. Jika mungkin anda adalah anak broken home atau anak yang sering dipukuli
oleh orang tua, maka anda harus bereskan itu. Sebab jika tidak maka kemungkinan
besar anda akan melakukan hal yang sama kepada keluarga yang nantinya anda
akan bangun.
MENCARI PASANGAN-PERNIKAHAN.
Menurut saya perlu ditanamkan value dan nilai-nilai kebenaran firman Tuhan serta
nilai-nilai praktis tentang hubungan yang benar. Dari sejak kita memilih pasangan,
kita harus memiliki prinsip kebenaran firman Tuhan
Jangan sampai kita salah memilih, jangan sampai kita hanya memilih berdasarkan
apa yang kelihatan saja.
Selain itu pemahaman tentang hubungan pacaran dan pernikahan sangat penting
untuk dibahas dalam gereja. Terutama di lingkungan anak muda. Sebab banyak
orang melakukan perceraian karena tidak paham prinsip-prinsip dalam berpacaran.
Banyak orang berpikiran bahwa pacaran adalah segalanya dan banyak yang jatuh
dalam dosa perzinahan. Dan banyak orang yang berpikiran bahwa pernikahan
adalah sesuatu yang menyenangkan saja. Padahal ada hal-hal yang perlu kita
ketahui, ada hal-hal prinsip yang perlu kita pelajari dalam berpacaran maupun
menuju ke jenjang pernikahan. Jangan sampai kita hanya menikah karena kesepian
atau ingin disayang.
Konsep-konsep yang salah, hati-hati yang keras, manusia-manusia yang buta oleh
cinta tanpa mau belajar dan memahami inilah yang nantinya menjadi benih-benih
perceraian yang justru melukai hati Tuhan.
Tuhan tidak menghendaki perceraian, kadang kenapa Tuhan ijinkan kita mengalami
kegagalan atau mungkin perceraian, bukan karena Tuhan menghendaki, bukan
karena Tuhan jahat, namun coba renungkan sejenak
Tuhan sudah mencoba memperingatkan melalui firmanNya dalam Alkitab yang kita
baca setiap hari.
Tuhan sudah memberi tahu mungkin lewat orang-orang terdekat kita, baik itu
saudara, sahabat, orang tua, pembina rohani, gembala kita, dan lain sebagainya
Tuhan mungkin sudah memberikan peringatan-peringatan kepada kita. Namun
sekali lagi karena KEDEGILAN HATI kita, kita mengabaikannya dan malah
mengeraskan hati.
Tuhan tetap menyertai namun Tuhan juga adalah ALLAH yang adil, dimana akan
selalu ada konsekuensi di setiap pilihan kita.

Anda mungkin juga menyukai