Di Kerjakan oleh :
Nama : Dwi Sekar Kinasih (1917150004)
Netania Ginting (19171500)
Semester : V (Lima)
1
Dr. H. Hadiwijono, Buku Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1986), 502
2
Dr. H. Hadiwijono, Buku Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1986), 504
3
Dr. H. Hadiwijono, Buku Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1986), 506-507
Pembahasan :
Di dalam injil Matius, kerajaan Allah biasanya disebut “Kerajaan sorga” (Mat 3:2;
4:17; 5:3). Maksudnya ialah bahwa Allah seolah-olah terlebih dahulu telah mengadakan dan
menentukan “sorga”. Sebagai tempat kehadirannya yang khusus dan istimewa, menurut
gambaran Alkitab dalam penyataannya itu Allah seakan-akan menempuh perjalanan dari
sorga ke bumi dan kembali dari bumi ke sorga. Perhatikanlah bagian kedua dari Pengakuan
Iman Rasuli : Kristus turun dari surga , duduk disebelah kanan Allah. Perhatikan urutan serta
hubungan yang erat antara kedua kalimat di dalam doa “Bapa Kami’ yakni “Datanglah
KerajaanMu” dan “jadilah KehendakMu, di bumi seperti di sorga” (Matius 6:10). Kerajaan
surga sudah menjadi erat dan konkrit di bumi, dimana manusia hidup menurut kehendak
Allah, melalui kepercayaan kepada Kristus. Di dalam Dia “Kerajaan surga” ini telah dekat
kepada kita (Matius 4:17). Apabila Kerajaan Allah disebut Kerajaan surga, maka untuk
menjelaskan artinya, kita kembali kepada kedua garis pembicaraan tentang pengertian
“surga-langit”.4
Pertama : Allah telah mewujudkan KerajaanNya di dalam batas-batas alam semesta
yang diciptakannya ini, tempat kita hidup. Ungkapan “Kerajaan surga” mengandung
penghiburan sebagai berikut : Allah bukan hanya jauh sekali, sehingga Ia tidak dapat dicapai
dalam kesembunyianNya yang kekal, tetapi Ia sungguh-sungguh berada dekat kita dan
bersama kita, kini dan disini. KerajaanNya bukan saja kerajaan dari Allah yang transkendent,
melainkan juga “Kerajaan surga” bermaksud menegaskan, bahwa Kerajaan itu adalah realitas
yang konkrit dalam batas-batas alam semesta tempat kita hidup. Dengan demikian ungkapan
“surga” menekankan adanya hubungan yang sungguh-sungguh antara Allah dengan manusia,
adanya perjumpaan yang sungguh antara Allah dan manusia, adanya keselamatan yang tidak
jauh di atas kita. Melainkan yang sungguh masuk ke dalam hidup kita manusia di dunia
ini,sehingga menjadi realitas dalam hidup kita kini dan disni.5
Kedua : memang “surga” itu tergolong kepada alam semesta yang telah diciptakan,
akan tetapi dilihat dari sudut pandang kita manusia “surga” itu adalah bagian yang lebih
tinggi. Juga hal ini harus kita hubungkan dengan ungkapan “Kerajaan surga” apabila
Kerajaan surga datang kepada kita, maka benar-benar kerajaan Allah yang datang kepada
4
Dr. G. C van Niftrik & Dr. B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2008), 157-158
5
Dr. G. C van Niftrik & Dr. B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2008), 159
kita. Kerajaan yang datangnya “dari atas”, bukan dari dunia ini, melainkan yang lain sama
sekali daripada kerajaan-kerajaan didunia ini. “Kerajaan surga” adalah realitas yang sungguh
baru, yang tidak dapat dibuat oleh menusia, tetapi yang dianugerahkan Allah kepada kita.
6
Dr. G. C van Niftrik & Dr. B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2008), 160
7
Dr. G. C van Niftrik & Dr. B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2008), 161