Anda di halaman 1dari 3

Pada dasarnya agama Katolik menentang adanya perceraian. Namun, secara hukum negara, di Indonesia diatur bahwa: 1.

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. 2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri. (lihat Pasal 39 ayat [1] dan ayat [2] jo Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Mengenai alasanalasan perceraian dapat Anda lihat dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan yaitu: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya; c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain; e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri; f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.

Dalam hal salah seorang pasangan telah berpindah agama, perceraian tetap dilakukan secara Katolik untuk memutuskan perkawinan yang telah dilakukan secara Katolik. Perceraian juga harus dilakukan secara perdata melalui pengadilan negeri untuk memutuskan perkawinan secara hukum negara.

Dalam praktik, permohonan cerai secara Katolik jarang sekali dikabulkan. Tapi, pasangan tersebut tetap dapat bercerai secara perdata, walaupun secara Katolik perceraian tersebut dianggap tidak sah.

Walaupun Hukum Katolik menentang adanya perceraian, namun dalam Katolik dikenal adanya prosedur pembatalan perkawinan (anulasi). Akibat hukum dari pembatalan perkawinan menurut hukum gereja adalah kedua pihak yang telah dibatalkan perkawinannya dapat menikah lagi.

Berikut adalah prosedur pengurusan pembatalan perkawinan dari situs gerejastanna.org:

1.

Untuk mengurus pembatalan perkawinan gerejani, Anda harus datang ke pastor paroki Anda. Kemudian Anda akan dibantu untuk membuat dokumentasi yang perlu sebelum kasus anda dibawa ke pengadilan gerejani.

2.

Pastor paroki Anda akan melihat apakah ada alasan cukup untuk membawa kasus anda ke pengadilan gerejani.

Lebih jauh mengenai perceraian Katolik silahkan simak artikel Perceraian Agama Katolik.

Untuk proses perceraian secara perdata, Anda harus mengajukan gugatan cerai ke pengadilan negeri. Gugatan mengenai hak asuh anak juga dapat diajukan bersamaan dengan gugatan cerai. Pengadilan yang kemudian akan memutus siapa yang berhak atas hak asuh anak ini.

Sejauh yang saya tahu, tidak ada perceraian dalam agama katolik. Artinya, gereja tidak mengakui perceraian suamiistri katolik di pengadilan sesuai ketentuan pasal 39 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perceraian di pengadilan dianggap tidak sah oleh hukum katolik. Secara gerejani, keduanya masih dianggap suami-istri meski masing-masing telah menikah dengan orang lain.

Mengenai hal ini kita bisa menyimak uraian dari Dr. Al Purwa Hardiwardoyo dalam buku Perkawinan Menurut Islam dan Katolik: Implikasinya dalam Kawin Campur berikut: Dalam praktik, kekuasaan untuk menceraikan perkawinan diberikan oleh hukum gereja kepada Paus di Roma. Terutama bila perkawinan itu menyangkut perkawinan yang telah disahkan secara katolik, entah antara dua orang kristen, entah antara seorang kristen dan seorang bukan kristen. Uskup hanya diberi kekuasaan untuk mengizinkan perceraian dari perkawinan non-gerejawi antara dua orang bukan kristen, berdasarkan privilegi Paulus.

Dalam buku yang sama Hardiwardoyo juga menjelaskan bahwa secara teori istri katolik dapat memohon agar Paus di Roma berkenan menceraikannya dari suaminya. Tetapi dalam praktik permohonan itu jarang sekali dikabulkan. Sebab secara prinsip gereja katolik menentang setiap perceraian.

Meski demikian, dalam hukum katolik dikenal prosedur pembatalan perkawinan (anulasi). Akibat hukum dari pembatalan perkawinan menurut hukum gereja adalah kedua pihak yang telah dibatalkan perkawinannya dapat menikah lagi. Berikut adalah prosedur pengurusan pembatalan perkawinan yang kami sarikan dari situs gerejastanna.org:

1.

Untuk mengurus pembatalan perkawinan gerejani, Anda musti datang ke pastor paroki Anda. Kemudian Anda akan dibantu untuk membuat dokumentasi yang perlu sebelum kasus anda dibawa ke pengadilan gerejani. Pastor paroki Anda akan melihat apakah ada alasan cukup untuk membawa kasus anda ke pengadilan gerejani. Untuk menikah lagi secara Katolik, sahnya perkawinan yang pertama musti dibatalkan dulu di pengadilan gereja. Kalau tidak cukup ditemukan alasan, Anda tidak bisa melangsungkan perkawinan lagi secara katolik. Artinya, meskipun sudah cerai secara sipil, secara gerejani Anda tetap masih terikat dengan istri Anda meskipun ia sudah menikah lagi.

2. 3.

4.

Anda mungkin juga menyukai