Anda di halaman 1dari 17

Nama : Erikson Tarigan

NIM : 21. 07. 215


Mata Kuliah : Psikologi Pastoral
Dosen : Dr. Jaharianson Saragih, S.Th, Ph.D
Program : Pascasarjana

Pelayanan yang kreatip (Henry Nouwen)

I. Pendahuluan

Pelayanan Kreatif adalah pelayanan yang berdasar kuat pada kebenaran firman Tuhan,
tetapi dilaksanakan secara kreatif agar kebenaran tersebut dapat mengenai sasaran, yakni orang
yang dilayani, secara lebih efektif dan efisien. Gereja berada di tengah-tengah dunia yang penuh
dengan kreativitas, tetapi masih ada gereja yang mempertahankan cara-cara atau metode yang
kuno yang tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Yang dimaksudkan di sini bukan isi
pelayanannya melainkan bentuk dan cara bagaimana pelayanana itu dilakukan. Gereja
seharusnya memelopori Kreativitas ini, karena gereja adalah persekutuan orang-orang percaya
yang adalah anak-anak Allah Pencipta. Istilah Creator (Pencipta) erat kaitannya dengan
kata Creative (Kreatif). Itu berarti Roh Allah yang tinggal di dalam setiap diri orang percaya
akan memampukannya menjadi insan-insan yang kreatif. Pada kesempatan kali ini saya akan
mencoba memaparkan apa itu pelayanan yang kreatif (Henry Nouwen)1 dan semoga peper ini
memberikan kita pemahaman.
II. Pembahasan
II.1. Tujuan Mempelajari Pelayanan Yang Kreatip

Adapun tujuan kita mempelajari kreativitas adalah:


(a) Untuk mengembangkan potensi yang kita miliki melampaui batasan-batasan intelegensia
yang ada.
(b) Untuk dapat berkompetisi secara sehat dalam pelayanan. Dalam dunia dengan kompleksitas,
perubahan, dan kompetisi yang semakin meningkat, membangkitkan gagasan baru sangatlah
penting untuk pelayanan kita.

1
Henry Nouwen adalah seorang pastor diosesan katolik dari Belanda, dan penulis lebih dari 40 judul buku rohani
yang disukai baik oleh pembaca protestan maupun katolik. Henry dilahirkan 24 januari 1932 di Nijkerk, Belanda.
(c) Untuk dapat mengefektifkan kreativitas SDM yang ada dalam lingkup jemaat.
(d) Untuk berupaya menemukan cara-cara baru dan lebih baik dalam menyelesaikan masalah
dalam pelayanan.
(e) Untuk mengembangkan komunitas di sekitar tempat kita melayani.
(f) Untuk membangun pengetahuan yang alamiah.
(g) Untuk mengembangkan gejala kemanusiaan yang alami, karena kreativitas sangat bersifat
demokratis.
(h) Untuk meningkatkan kesehatan mental, karena kreativitas merupakan aspek penting
kesehatan mental.
(i) Untuk mengembangkan kelompok-kelompok peminat kreativitas dalam pelayanan.
(j) Untuk mengembangkan seluruh aspek kehidupan melalui pelayanan.
(k) Untuk menyumbangkan pemikiran yang lebih baik bagi kepemimpinan yang efektif.
(l) Untuk memperkuat proses pembelajaran jemaat

II.2. Dasar Teologis Pelayanan Yang Kreatif

Setiap hal yang kita lakukan bagi Tuhan dan sesama harus memiliki landasan firman
Tuhan yang kuat. Demikian pula dengan Pelayanan Kreatif ini. Apakah pelayanan itu? Hal ini
harus dipahami terlebih dahulu oleh setiap orang yang mau melayani Tuhan. Secara etimologi,
kata “pelayanan” memiliki makna yang amat kompleks. Dalam bahasa Yunani digunakan
beberapa istilah, yaitu:
1. Doulos – melayani sebagai hamba atau budak! Pada zaman PB, seorang budak dapat
dibeli atau dijual sebagai komoditi. David Watson menyatakan : “Seorang budak adalah
seorang yang sama sekali tidak memiliki kepentingan diri sendiri. Dalam ketaatan penuh
kerendahan hati ia hanya bisa berkata dan bertindak atas nama tuannya. Dalam hal ini
tuannya berbicara dan bertindak melalui dia”. Benar-benar tak berdaya. Sebagai orang
percaya, kita sekalian adalah orang-orang yang telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi
hamba (doulos) kebenaran (Roma 6:18), menjadi hamba Allah (Roma 6:22).
2. Diakoneō) – melayani sebagai pelayan dapur, yang menantikan perintah di sekitar meja
makan (Mat. 8:15; Efs. 4:12). Ini bukan pekerjaan yang menyenangkan, karena seringkali
ia akan menerima dampratan dari orang yang merasa kurang puas dilayani. Dalam arti
luas kata ini menyatakan seseorang yang memperhatikan kebutuhan orang lain, kemudian
berupaya untuk dapat menolong memenuhi kebutuhan itu. Orang bisa saja bekerja
sebagai budak (doulos) dan tidak menolong seorangpun; tetapi jika ia seorang diakonos,
ia berkaitan erat dengan upaya menolong orang lain (Luk 22:27; Yoh. 12:26; 1 Tim.
3:13).
3. Hupérètés – melayani sebagai bawahan terhadap atasannya. Duane Dunham menyatakan
bahwa seorang hupérètés adalah seorang yang segera memberikan tanggapan dan tidak
banyak tanya tentang tugas yang dipercayakan kepadanya. Dalam bidang pelayanan ia
adalah seorang kelasi kapal. Dalam Kisah 24:13 kita melihat sahabat-sahabat Paulus
bertindak selaku hupérètés terhadap Paulus, yaitu menolong hamba Tuhan lain agar
pelayanannya menjadi lebih efektif.
4. Litourgikos – melayani orang lain di depan publik (Kisah 13:2). Pelayanan ini dilakukan
kepada sejumlah orang pada saat yang bersamaan, sehingga harus direncanakan dan terus
ditingkatkan.
Jadi setiap pelayan Tuhan adalah: seorang hamba (budak) Kristus (doulos),
seorang pelayan yang selalu rindu menolong orang lain dalam memenuhi kebutuhannya
(diakonos), seorang yang tidak diperhitungkan namun pelayanannya amat dibutuhkan
(hupérètés), seorang yang disorot oleh banyak orang (litourgikos).

II.3. Kreativitas Pelayanan

Dalam Alkitab terdapat banyak contoh bagaimana pelayanan dilakukan secara kreatif,
baik secara langsung sebagai tindakan Allah sendiri, maupun secara tidak langsung melalui
hamba Tuhan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Pelbagai bentuk ciptaan Allah seperti jenis-jenis binatang, tanaman, dan manusia
menyatakan bahwa Allah itu mahakreatif.
2. Dalam memberikan solusi bagi pelbagai permasalahan yang dihadapi umat Israel dalam
perjalanan dari Mesir ke Kanaan, Allah bertindak secara kreatif: menyibak Laut Taberau,
memberi makan manna dan daging dari burung puyuh, memberikan air minum dari bukit
batu, memimpin, melindungi dan menaungi dengan tiang awan dan tiang api.
3. Dalam menyampaikan pesan-pesan dari Allah, para nabi juga menggunakan cara-cara
yang kreatif, bahkan nabi Hosea menjadikan keluarganya sebagai alat peraga.
4. Dalam berkomunikasi dengan umat-Nya Allah juga kreatif, yaitu menggunakan pelbagai
cara: berbicar alangsung, melalui penglihatan, mimpi, peristiwa alam, dan melalui Yesus
Kristus, Anak-Nya yang Tunggal (Ibr. 1:1-3).
5. Dalam pengajarannya Yesus Kristus menggunakan metode kreatif, seperti: metode
bercerita dengan perumpamaan, menggunakan alat peraga, berdiskusi dan tanya-jawab,
dan sebagainya.2
Bentuk pelayanan yang kreatif dicontohkan secara mendasar oleh Henri M. Nouwen
sebagai penggabungan antara profesionalisme dan spiritualitas, yaitu: (1) pengajaran yang lebih
dari sekedar pengalihan pengetahuan; (2) penyampaian khotbah yang lebih dari sekedar
menceritakan kembali kisah-kisah Alkitab; (3) pelayanan pastoral yang lebih dari sekedar
memberikan respons atau tanggapan yang baik; (4) pengorganisasian yang lebih dari sekedar
menyusun struktur, dan (5) perayaan yang lebih dari sekedar ibadah yang bersifat protektif.3

II.4. Aspek-aspek pengertian Kreativitas

Ada empat unsur penting dalam kreativitas yang dijadikan titik tolak definisi oleh para ahli.
1. Definisi PRIBADI
Kreativitas adalah sesuatu yang muncul dari interaksi pribadi yang unik dengan
lingkungannya. Teori tentang pembentukan pribadi kreatif meliputi 2 (dua) aliran yang paling
berpengaruh, yaitu :
a. Teori Psikoanalisis
Sigmund Freud (1856-1939) – kemampuan kreatif merupakan cirri kepribadian yang
menetap pada lima tahun pertama dari kehidupan.
Ernest Kris (1900-1957) – orang-orang kreatif adalah mereka yang paling mampu
memanggil bahan-bahan dari alam pikiran tidak sadar.
Carl Jung (1875-1961) – Dari ketidaksadaran kolektif (yang diperoleh dari masa lalu
dan ingatan kabur pengalaman seluruh umat manusia) timbi penemuan, teori, seni, dan
karya-karya baru lainnya.
b. Teori Humanistik

2
J. M. Price, Yesus Guru Agung, terj. Jachin Karuniadi (Bandung: Lembaga Literatur Baptis) 34
3
Henry J. M. Nouwen, Creative Ministry (New York, Doubleday & Company INC., 1978) 50
Abraham Maslow (1908-1970) – dalam memenuhi kebutuhannya, terutama kebutuhan
aktualisasi dan estetik, manusia menjadi kreatif.
Carl Rogers (1902-1987) – pribadi yang kreatif: (a) terbuka terhadap pengalaman; (b)
mampu menilai situasi dengan patokan pribadi seseorang; (c) mampu bereksperimen,
untuk “bermain” dengan konsep-konsep
c. Ciri-ciri kepribadian Kreatif
Selalu ingin tahu
Mandiri dan memiliki rasa percaya diri
Lebih berani mengambil resiko (tetapi disertai perhitungan)
Tidak menghiraukan kritik atau ejekan dari orang lain
Tidak takut membuat kesalahan dan tidak takut mengemukakan pendapat
Berani tampil beda, menonjol, membuat kejutan, atau menyimpang dari tradisi.
Memiliki energi, spontanitas, dan kepetualangan yang tinggi
Mempunyai rasa humor yang tinggi
Memiliki kecenderungan pada hal-hal yang rumit dan misterius
Memiliki minat besar terhadap seni, sastra, musik, dan teater

2. Definisi PROSES
Menurut E.P. Torrance (1988), kreativitas adalah:
… the process of 1) sensing difficulties, problems, gaps in information, missing elements,
something asked; 2) making guesses and formulating hypotheses about these deficiencies; 30
evaluating and testing these guesses and hypotheses; 4) possibly revising and retesting them;
and finally 5) communicating the results.
Definisi Torrance ini meliputi seluruh proses kreatif dan ilmiah mulai dari menemukan masalah
sampai dengan menyampaikan hasil. Teori tentang proses kreatif bertumpu pada Teori Wallas
(The Art of Thought – 1926) tentang tahap-tahap proses kreatif (yaitu persiapan, inkubasi,
iluminasi, dan verifikasi), dan teori tentang belahan otak kiri dan kanan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa terutama belahan otak kanan yang berkaitan dengan fungsi-fungsi kreatif.

3. Definisi PRODUK
Menurut Barron (1992), “kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan/
menciptakan sesuatu yang baru”, sedangkan menurut Hefele (1962), “Kreativitas adalah
kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial.”Rogers
mengemukakan criteria untuk produk kreatif, yaitu: (1) produk itu harus nyata (observable); (2)
produk itu harus baru, dan (3) produk itu adalah hasil dari kualitas unik individu dalam interaksi
dengan lingkungannya. Besemer dan Treffinger (1981) memaparkan suatu model, bahwa produk
kreatif dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu berdasarkan kriteria:
(a) kebaruan (novelty)  – jumlah dan luas proses yang baru, teknik baru, bahan baru, konsep
baru yang terlibat, dalam hal di dalam dan di luar lapangan/bidang, dalam hal dampak dari
produk terhadap produk kreatif di masa depan. Selanjutnya produk itu original dalam arti sangat
langka di antara produk-produk yang dibuat oleh orang-orang dengan pengalaman dan pelatihan
yang sama; juga menimbulkan kejutan (surprising) di mana sebelum memberikan penilaian
orang tercengang bahkan kaget; dan produk itu juga germinal dalam hal dapat menimbulkan
gagasan produk orisinal lainnya.
(b) pemecahan (resolution)  – yaitu sejauh mana produk itu memenuhi kebutuhan dari situasi
bermasalah. Produk itu harus bermakna (valuable) menurut para pengamat karena memenuhi
kebutuhan; logis, dengan mengikuti aturan yang ditentukan dalam bidang tertentu;
dan berguna karena dapat diterapkan secara praktis.
(c) kerincian (elaboration) serta sintesis – yaitu sejauh mana produk itu menggabung unsure-
unsur yang tidak sama/serupa menjadi keseluruhan yang canggih dan koheren (bertahan secara
logis). Dalam hal ini produk itu harus:
organis, yaitu mempunyai arti inti seputar mana produk itu disusun
elegan,  yaitu canggih, memiliki nilai lebih dari yang tampak;
kompleks, yaitu berbagai unsure digabung pada satu tingkat atau lebih;
dapat dipahami, karena tampil secara jelas;
menunjukkan ketrampilan atau keahlian yang baik, dikerjakan secara seksama.

4. Definisi “PRESS” / PENDORONG – Kreativitas dapat terwujud karena adanya


dorongan dalam diri individu (motivasi intrinsic) maupun dorongan dari lingkungan
(motivasi ekstrinsik).
Menurut Rogers (dalam Vernon, 1982), pada setiap orang ada kecenderungan atau
dorongan untuk mewujudkan potensinya, untuk mewujudkan dirinya; dorongan untuk
berkembang dan menjadi matang, dorongan untuk mengungkapkan dan mengaktifkan semua
kapasitas seseorang. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu
membentuk hubungan-hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya
sepenuhnya. Sedangkan kondisi eksternal yang mendorong timbulnya kreativitas adalah
keamanan psikologis dan kebebasan psikologis.4

II.5. Pengembangan Kreativitas


Dalam pengembangan kreativitas ada beberapa factor penentu, yaitu peran keluarga,
sekolah/pembinaan, dan masyarakat/gereja.
1. Peranan Keluarga
Menurut Amabile ada beberapa faktor dalam keluarga yang menentukan kreativitas
seseorang: kebebasan, respek, kedekatan emosional yang sedang, prestasi (bukan angka), orang
tua yang aktif dan mandiri, serta menghargai kreatifitas. Faktor lainnya adalah keberadaan orang
tua sebagai model Penelitian menunjukkan bahwa anak kreatif mengidentifikasi diri dengan
banyak orang dewasa dari dua jenis kelamin, dan bahwa komunikasi dengan orang dewasa yang
menarik, aktif, dan berprestasu dapat merangsang kreativitas anak.
(a) Sikap orang tua yang memupuk kreativitas anak ialah:
menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya;
memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal;
membiarkan anak mengambil keputusan sendiri;
mendorong kemelitan anak, untuk menjajaki dan mempertanyakan banyak hal;
meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan, dan apa
yang dihasilkan;
menunjang dan mendorong kegiatan anak;
menikmati keberadaannya bersama anak;
memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak;
mendorong kemandirian anak dalam bekerja;
melatih hubungan kerja sama yang baik dengan anak.

4
https://pelayanankreatif.wordpress.com/2008/04/07/pelayanan-kreatif/, di akses minggu 20.00 Wib, pukul 20.00
(b) Sikap orang tua yang tidak menunjang pengembangan kreativitas anak ialah:
mengaakan kepada anak bahwa ia dihukum jika berbuat salah;
tidak membolehkan anak menjadi marah terhadap orang tua;
tidak membolehkan anak mempertanyakan keputusan orang tua;
tidak membolehkan anak bermain dengan anak dari keluarga yang mempunyai
pandangan dan nilai yang berbeda dari keluarga anak;
anak tidak boleh berisik;
orang tua ketat mengawasi kegiatan anak;
orang tua memberi saran-saran spesifik tentang penyelesaian tugas;
orang tua kritis terhadap anak dan menolak agagasan anak;
orang tua tidka sabar dengan anak;
orang tua dan anak adu kekuasaan; serta
orang tua menekan dan memaksa anak untuk menyelesaikan tugas.

2. Peranan Sekolah
Beberapa faktor penting dalam pembinaan di sekolah (atau di gereja) yang dapat
membangkitkan kreativitas adalah sebagai berikut:
(1)  Sikap Guru – yaitu mendorong motivasi intrinsik. Pendekatan yang terbaik adalah
mengarahkan peserta didik ke tujuan keseluruhan, tetapi mendorong untuk belajar dengan cara
yang menurut mereka terbaik bagi mereka. Penekanannya adalah pada belajar,  dan tidak
pada penilaian.
(2) Falsafah Mengajar – yaitu falsafah yang menyatakan bahwa:
belajar adalah sangat penting dan sangat menyenangkan;
anak patut dihargai dan disayangi sebagai pribadi yang unik;
anak hendaknya menjadi pelajar yang aktif;
anak perlu merasa nyaman dan dirangsang di dalam kelas;
anak harus mempunyai rasa memiliki dan kebanggaan di dalam kelas;
guru merupakan narasumber, bukan polisi atau dewa;
guru memang kompeten, tetapi tidak perlu sempurna;
anak perlu merasa bebas untuk mendiskusikan masalah secara terbuka baik dengan guru
maupun dengan teman sebaya;
kerja sama selalu lebih daripada kompetisi;
pengalaman belajar hendaknya dekat dengan pengalaman dari dunia nyata.
(3) Pengaturan Ruang Kelas – beberapa pengaturan ruang kelas yang bisa membangkitkan
kreativitas:
Kelas bisa bervariasi antara kelas terbuka dan kelas tradisional (tertutup).
Ruang kelas merangsang secara visual, tanpa mengganggu perhatian. Ruang kelas penuh
dengan berbagai produk hasil karya peserta didik yang beragam. Ada lukisan, foto,
karangan, patung, dan karya-karya lain.
Tersedianya bahan pendidikan yang beragam dalam jumlah banyak.
Peserta didik mengusahakan bahan-bahan dari luar untuk kelas mereka.
(4) Strategi Mengajar – yaitu strategi pengajaran dalam hal:
memberikan penilaian (tidak hanya oleh guru tetapi juga melibatkan peserta didik),
pemberian hadiah (yang tidak berupa materi dan berkaitan dengan kegiatan yang sedang
dilakukan), dan
memberi kebebasan kepada peserta didik dalam memilih (misalnya memilih topik
karangannya sendiri, dsb.)
3. Peranan Masyarakat

Menurut Ariet (1976), masyarakat yang mampu berperan dalam pengembangan


kreativitas (disebut masyarakat yang memiliki kebudayaan creativogenis) memiliki karakteristik
sebagai berikut:
tersedianya sarana-prasarana kebudayaan;
keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan;
penekanan pada becoming,  tidak hanya pada being;
kesempatan bebas terhadap media kebudayaan;
kebebasan, dengan pengalaman tekanan dan tintangan sebagai tantangan;
menghargai dan dapat mengintegrasi rangsangan dari kebudayaan yang berbeda;
toleransi dan minat terhadap pandangan yang divergen;
interaksi antara pribadi-pribadi yang berarti; dan
adanya insentif, penghargaan atau hadiah
Dalam lingkup Pelayanan, yang dimaksud dengan masyarakat adalah lingkungan
Pelayanan itu sendiri, misalnya jemaat dan sistem pemerintahan gereja atau manajemen gereja
secara keseluruhan.

II.6. Kendala Kreativitas dan Cara Mengatasinya

Menurut Utami Munandar ada beberapa hal yang bisa menjadi kendala bagi kreativitas
seseorang. Kendala-kendala tersbut bisa bersifat internal yaitu dari individu itu s4endiri, atau
sumber eksternal, baik lingkungan makro (kebudayaan, masyarakat) maupun lingkungan mikro
(keluarga, sekolah, teman sebaya). Utami juga mengutip Shalcross (1985) yang menggolongkan
sumber-sumber kendala sebagai berikut: kendala historis, kendala biologis, kendala fisiologis,
kendala sosiologis, kendala psikologis, dan kendala diri sendiri. Dalam mengembangkan
kreativitas juga menghadapi kendala, yaitu dari evaluasi yang keliru, pemberian hadiah yang
tidak tepat, persaingan yang tidak sehat, dan lingkungan yang membatasi. Adams (1986)
menggunakan istilah conceptual blocks, yaitu dinding mental yang merintangi individu dalam
pengamatan suatu masalah serta pertimbangan cara-cara pemecahannya. Itu harus dihadapi
dengan conceptual blockbusting. 
Berikut ini adalah beberapa bentuk kendala konseptual:
1. Kendala Eksternal
a. Kendala Kultural – kekuatan social-budaya ini mempengaruhi pola perilaku seseorang,
perasaan, sikap, interaksi, system nilai, pendidikan, normakelompok, dan hamper semua
aspek kehidupan, termasuk perilaku kreatif. Beberapa contoh antara lain:
berkhayal atau melamun adalah membuang-buang waktu;
suka atau sikap bermain hanyalah cocok untuk anak-anak;
keharus berpikir logis, kritis, analitis, dan tidka mengandalkan pada perasaan atau
firasat;
menyatakan bahwa setiap masalah dapat dipecahkan dengan pemikiran ilmiah dan
dengan uang banyak;
keterikatan pada tradisi; dan
adanya atau berlakukanya tabu.
a. Kendala Lingkungan Dekat (Fisik dan Sosial) – yang termasuk lingkungan dekat ialah
keluarga dan lingkungan kerja. Contohnya antara lain:
kurang adanya kerja sama dan saling percaya antara anggota keluarga atau antara
sejawat;
majikan (orang tua) yang otokrat dan tidka terbuka terhadap ide-ide bawahannya (anak);
ketidaknyamanan dalam keluarga atau pekerjaan;
ganggunag lingkungan, keributan, kegelisahan, serta
kurang adanya dukungan untuk mewujudkan gagasan-gagasan.
2. Kendala Internal
a. Kendala Perseptual, yang dapat berupa:
kesulitan untuk mengisolasi masalah;
kecenderungan untuk selalu memabatasi masalah;
ketidakmampuan untuk melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang;
melihat apa yang diharapkan akan dilihat, pengamatan stereotip, memberi label terlalu
dini;
kejenuhan, sehingga tidak peka lagi dalam pengamatan; serta
ketidakmampuan untuk menggunakan semua masukan sensoris.
b. Kendala Emosional, yang dapat berupa:
tidak adanya tantangan; masalah tersebut tidak menarik perhatian;
semangat yang berlebih; terlalu bermotivasi untuk cepat berhasil; hanya melihat satu
jalan untuk diikuti;
takut membuat kesalahan; takut gagal; takut mengambil resiko;
tidak tenggang rasa terhadap ketaksaan (ambiguity), kebutuhan yang berlebih akan
keteraturan dan keamanan;
lebih suka menilai gagasan, daripada memberi gagasan, serta
tidak dapat rileks, atau berinkubasi.
c. Kendala Imajinasi, yang dapat berupa:
pengendalian yang terlalu ketat terhadap alam pra-sadar atau tidak sadar;
tidak memberi kesempatan pada daya imajinasil serta
ketidakmampuan untuk membedakan realitas dan fantasi.
d. Kendala Intelektual, yang dapat berupa:
kurang Informasi atau Informasi yang salah;
tidak lentur dalam menggunakan strategi pemecahan masalah; serta
perumusan masalah tidak tepat.
e. Kendala dalam Ungkapan, yang dapat berupa:
keterampilan bahasa yang kurang untuk mengungkapkan gagasan, dan
keterlambatan dalam ungkapan secara tertulis.

3. Cara Mengatasinya

Adams (1986) menyatakan adanya beberapa cara atau strategi yang secara umum dapat
digunakan untuk membantu kita dalam kinerja kreatif:

menggunakan cara-cara yang non-verbal, seperti: berpikir visual (dalam gambaran atau
bayangan), atau yang mengandalkan alat indra lainnya;
mempunyai sikap mempertanyakan (questioning), atau menyelidiki (inquisitive);
memiliki kelancaran dan kelenturan dalam berpikir;
menggunakan teknik-teknik kreatif.

II.7. Teknik – Teknik Kreativitas


Ada beberapa teknik kreativitas yang bisa dikembangkan lebih lanjut.
I. Teknik Kreatif Tingkat Satu
a. Memberikan pemanasan (warming up) atau pemecahan suasana (ice-breaker).

Teknik yang biasa digunakan dalah merangsang pikiran divergen dengan mengajukan
pertanyaan yang mendorong ungkapan pikiran dan perasaan yang berakhir terbuka (open-ended
thoughts and feelings), seperti:

(a) Andaikata …
Andaikata tidak pernah hujan, apa akibatnya?
Andaikata semua orang sama pandainya, apa yang akan terjadi?
(b) Dapatkah memberikan judul lain untuk suatu cerita, sajak, atau lukisan?
(c) Dapatkah menyelesaikan gambar, bentuk, atau cerita yang belum selesai?
(d) Bagaimana dapat memperbaiki buku pelajaran, bangku kuliah, tas, sepatu, ruang kuliah,
halamnan kampus?
(e) Dapatkah memikirkan penggunaan baru untuk benda seharu-hari, seperti: kapur, pensil, bola
tennis, dan lain-lain?

b. Sumbang Saran (Brainstorming)
Jika diajarkan dan diterapkan dengan tepat, maka teknik yang dikembangkan oleh Alex
F. Osborn ini merupakan teknik yang ampuh untuk meningkatkan gagasan. Ia menyatakan
bahwa ada 4 (empat) aturan dasar untuk Sumbang Saran, yaitu:
(a)  Kritik tidak dibenarkan atau ditangguhkan, mislnya: Hal itu sudah seing dilakukan …; Hal
itu belum pernah dilakukan …; Rasanya tidak akan jalan …; Gagasan itu aneh sekali ….
(b) Kebebasan dalam memberikan gagasan.
(c) Gagasan sebanyak mungkin.
(d) Kombinasi dan peningkatan gagasan, misalnya: tentang: “ikat pinggang”
Mobil Anda rusak, dan Anda terdampar di padang pasir. Yang Anda miliki hanyalah
satu koper penuh berisi ikat pinggang. Bagaimana Anda dapat menggunakannya?
Teman-teman Anda akan datang selama satu jam untuk merayakan ulang tahun Anda.
Anda hanya memiliki setumpukan ikat pinggang. Apa yang dapat Anda lakukan?
Andaikan ikat pinggang itu sepuluh kali lebih besar dan lebih kuat, untuk apa saja Anda
dapat menggunakannya?
Sekarang ikat pinggang itu sepersepuluh dari ukuran sebelumnya. Dapat digunakan
untuk apa saja?
Ikat pinggangnya dibuat dari es, kayu, perak atau kertas. Apa saja kemungkinan
penggunaannya?
Kembangkan setidaknya 10 ide untuk hal-hal berikut ini
1.  Suatu makanan  snack baru
2.  Bagaimana cara menenangkan anak-anak yang sedang gaduh di dalam
sebuah bis
3.  Bagaimana memperoleh lebih banyak turis berkunjung ke Indonesia
4.  Bagaimana mempertemukan dua orang sejoli agar nampak romantis
5.  Bagaimana mengurangi biaya perawatan di rumah sakit
6.  Bagaimana mengurangi kepadatan di bandara dan delay pesawat
7.  Sebuah nama sabun  detergent baru
8.  Bagaimana caranya agar kunci mobil aman saat berada di pantai
9.  Suatu mainan baru
10.  Suatu produk elektronik baru
c. Pertanyaan yang memicu gagasan (Idea Spurring Questuions)
Dalam teknik ini banyak digunakan “kata kerja manipulatif” yang dapat membantu
seseorang dalam mengembangkan gagasan kreatif dengan melihat hubungan-hubungan baru,
memanipulasi Informasi dan gagasan untuk menghasilkan ide-ide yang orisinal.
(a) Penggunaan lain – Apa yang dapat Anda lakukan dengan 100 roda dari sepatu roda?
(b) Menyesuaikan – Apa saja yang dapat digunakan sebagai tempat duduk?
(c) Mengubah – Apa saja yang dapat Anda pikirkan agar pergi ke dokter gigi lebih
menyenangkan?
(d) Memperbesar – Bagaimana bila ulang tahun dirayakan tiga kali dan tidak hanya sekali
setahun?
(e) Memperkecil – Bagaimana jika sekolah hanya satu jam sehari? Bagaimana jika orang hanya
30 sentimeter tingginya?
(f) Mengganti – Apa yang akan terjadi jika sepeda dapat terbang di udara dan berlayar di laut?
(g) Menyusun kembali – bagaimana jika Anda belajar di sekolah pada malam hari dan tidur di
sing hari?
(h) Membalik – Bagaimana rasanya jika setiap orang selalu berjalan ke belakang?
(i) Menggabung – Penemuan apa yang dapat Anda hasilkan jika lemari es, radio, dan jendela
digabung?

II. Teknik Kreatif Tingkat Dua

(1) Sinektik
Teknik Sinektik  (synectics) dikembangkan oleh William J.J. Gordon dan merupakan
teknik berpikir kreatif yang menggunakan analogi dan metafor (kiasan) untuk membantu pemikir
menganalisis masalah dan mengembangkan berbagai sudut tinjau. Teknik ini tidak
membutuhkan peralatan, kecuali kertas atau papan tulis untuk mencatat ide-ide. Langkah
pertama ialah merumuskan masalah yang ditulis di papan tulis agar semua dapat melihatnya.
Kegiatan Selanjutnya berlangsung dengan seluruh kelas dipimpin oleh guru atau dalam
kelompok kecil dipimpin oleh siswa. Teknik ini merupakan cara yang menyenangkan untuk
melibatkan siswa dalam diskusi yang imajinatif dan menghasilkan strategi pemecahan masalah
yang tidak lazim tetapi dapat dilaksanakan. Setiap topik dari bidang studi dapat dibahas dalam
kelompok diskusi kecil atau besar. Melalui sinektik siswa dapat belajar strategi yang bermakna
untuk memecahkan masalah.
Ada 3 (tiga) jenis analogi yang digunakan dalam sinektik, yaitu: analogi fantasi,
analogi langsung, dan analogi pribadi.
Dalam Analogi fantasi siswa mencari pemecahan yang ideal untuk suatu masalah,
termasuk solusi yang aneh atau tidak lazim. Semua gagasan diterima, tidak ada yang
dikritik, dan siswa dapat melanjutkan gagasan siswa lain. Setelah menghasilkan sejumlah
gagasan fantasi, guru mengajak siswa melakukan evaluasi praktis dan menganalisa
gagasan untuk menemukan yang mana dapat diterapkan secara praktis. Dalam Analogi
langsung siswa diminta untuk menemukan situasi masalah sejajar dalam situasi
kehidupan nyata. Kalau Analogi Fantasi dapat seluruhnya bersifat fiktif, sedangkan
dalam Analogi Langsung masalahnya dikaitkan dengan kehidupan nyata. Juga di sini
semua gagasan siswa diterima untuk kemudian ditinjau kemungkinan penerapannya
secara praktis. Dalam Analogi pribadii siswa menempatkan dirinya dalam peran masalah
itu sendiri.
Jadi prosedur teknik sinektik adalah sbb.:
1. Analisa dan definisi permasalahan
2. Gagasan solusi spontan
3. Mereformulasi permasalahan
4. Penciptaan analogi langsung
5. Analogi pribadi (identifikasi)
6. Analogi simbolis (kontradiksi)
7. Analogi langsung
8. Analisa analogi langsung
9. Penerapan pada permasalahan
10. Pengembangan solusi-solusi yang mungkin
(2) Futuristik
Dalam teknik ini para siswa diajak melihat ke masa depan. Tujuannya adalah
sebagai berikut:
1. Memberikan siswa cara-cara berpikir tentang masa depan yang lebih baik, lebih
canggih, dan lebih positif.
2. Membekali siswa dengan keterampilan dan konsep yang perlu untuk memahami
system-sistem yang kompleks.
3. Membantu siswa menemukenali dan memahami masalah-masalah utama yang timbul
di masa depan.
4. Membantu siswa memahami perubahan dan bagaimana menghadapinya.
Beberapa keterampilan yang dapat digunakan pada futuristik:
(a) Menulis skenario. Misalnya pengantar skenario mengenai penggunaan waktu luang di masa
depan adalah sebagai berikut:
Dengan tiga hari kerja dalam seminggu saya bingung menemukan kegiatan waktu luang yang
menyenangkan dan dapat dimulai sendiri. Karena itu tugas saya ialah menemukan cara yang
produktif dan bermanfaat untuk menggunakan waktu luang saya. Sekarang robot mengerjakan
pekerjaan rumah tangga, computer dapat melakukan semua pekerjaan, jadi …
(b) Roda masa depan (future wheels), yaitu suatu teknik di mana suatu kecenderungan yang ada
atau yang akan timbul di masa depan diidentifikasi dan menempatkan kecenderungan ini di
pusat, dan kemudian menemukenali hubungan sebab-akibat dari kecenderungan itu. Misalnya
tentang “rekayasa genetik” pada halaman 16.
(c) Trending, yaitu melihat kecenderungan-kecenderungan di masa depan yang berguna
melengkapi teknik Roda Masa Depan. Misalnya, buku Megatrends, karangan John Naisbitt
(1982).
III. Kesimpulan

Seluruh hidup dan karya Nouwen memperlihatkan bahwa ia adalah seorang manusia
yang memiliki minat dan kepekaan mendalam terhadap hidup manusia. Ia berusaha mengenal
dirinya sedalam-dalamnya. Pengalaman-pengalaman pribadinya direfleksikan dalam terang
sabda Allah. Pengenalan diri yang begitu mendalam membuat sadar bahwa pengalaman-
pengalaman pribadinya unik sering juga merupakan pengalaman yang sangat dalam dan berakar
pada kondisi manusiawi yang sangat umum. Berangkat dari pengalaman tersebut, Nouwen
makin tersangkut dengan kondisi manusia pada jamannya. Dengan keyakinan tersebut, dia
berusaha melukiskan keadaan dunia modern yang ditandai oleh masyarakat yang impersonal,
kurang harapan, menderita kesepian, terasing, tercabut dari akar budaya dan pribadinya. Yang
dimaksudkan di sini bukan isi pelayanannya melainkan bentuk dan cara bagaimana pelayanana
itu dilakukan. Gereja seharusnya memelopori Kreativitas ini, karena gereja adalah persekutuan
orang-orang percaya yang adalah anak-anak Allah Pencipta. Istilah Creator (Pencipta) erat
kaitannya dengan kata Creative  (Kreatif).

IV. Daftar Pustaka

https://pelayanankreatif.wordpress.com/2008/04/07/pelayanan-kreatif/,

Nouwen, Henry J. M., Creative Ministry (New York, Doubleday & Company INC., 1978)
Price, J. M., Yesus Guru Agung, terj. Jachin Karuniadi (Bandung: Lembaga Literatur Baptis)

Anda mungkin juga menyukai