Anda di halaman 1dari 28

Pertemuan

6
PERKAWINAN DALAM
TRADISI KATOLIK
Pendidikan Agama Katolik

Hedwigis Dian Permatasari, S.Pd, M.Pd

Universitas Mercu Buana Yogyakarta


2021
PENGANTAR

Perkawinan merupakan salah satu bentuk


panggilan hidup manusia.
Perkawinan secara umum dipahami sebagai
sebuah hubungan permanen antara laki-
laki dan perempuan yang diakui sah
oleh masyarakat yang bersangkutan yang
berdasarkan atas peraturan perkawinan
yang berlaku dan bertujuan untuk
membangun sebuah keluarga
Pemahaman Perkawinan secara Umum

1.“Perkawinan ialah ikatan lahir-batin antara


seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suamiistri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang berbahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Mahaesa” (Undang-Undang No. 1 tahun
1974)

2.Membentuk keluarga yang bahagia erat


hubungannya dengan keturunan, yang
merupakan tujuan perkawinan
Makna Perkawinan menurut Pandangan
Tradisional

Dalam pandangan tradisional


perkawinan merupakan suatu
”ikatan”, yang tidak hanya
mengikat seorang laki-laki dengan
seorang wanita, tetapi juga
mengikat kaum kerabat si laki-laki
dengan kaum kerabat si wanita
dalam suatu hubungan tertentu
Makna Perkawinan menurut Pandangan
Hukum (Yuridis)

Dari segi hukum perkawinan sering


dipandang sebagai suatu
”perjanjian”. Dengan perkawinan,
seorang pria dan seorang wanita
saling berjanji untuk hidup
bersama, di depan masyarakat
agama atau masyarakat negara,
yang menerima dan mengakui
perkawinan itu sebagai sah
Makna Perkawinan menurut Pandangan
Sosiologis

Perkawinan merupakan
suatu ”persekutuan hidup”
yang mempunyai bentuk,
tujuan, dan hubungan yang
khusus antaranggota. Ia
merupakan suatu
lingkungan hidup yang khas.
Makna Perkawinan menurut Pandangan
Antropologis

Perkawinan dapat pula dilihat sebagai


suatu ”persekutuan cinta”. Pada
umumnya, hidup perkawinan dimulai
dengan cinta. Ia ada dan akan
berkembang atas dasar cinta. Seluruh
kehidupan bersama sebagai suami-istri
didasarkan dan diresapi seluruhnya
oleh cinta.
Ajaran Kitab Suci Tentang Perkawinan

1. Kejadian 2:18 – 25

2. Mrk 10:2-12; (bdk


Luk 16:18)
Ajaran Kitab Suci Tentang Perkawinan

Kejadian 2:18 – 25
• Wanita diciptakan dari tulang rusuk pria. Secara
kodrati pria dan wanita mempunyai unsur
kesatuan. Pria dan wanita berasal dari bahan
yang sama.
• Wanita dibawa oleh Allah kepada pria. Artinya :
pertemuan wanita dan pria dalam perkawinan
terjadi karena dorongan Allah sendiri.
• Perkawinan juga mendorong suami mampu dan
mau meninggalkan ayah ibunya demikian juga
istrinya, sehingga terjadi kesatuan yang erat
(unitif)
Ajaran Kitab Suci Tentang Perkawinan

1. Mrk 10:1-12; (bdk


Luk 16:18)
Penolakan Yesus terhadap
perceraian
Ajaran Gereja Tentang Perkawinan

 Perjanjian (covenant, foedus)


perkawinan, dengannya seorang laki-laki
dan seorang perempuan membentuk
antara mereka persekutuan (consortium)
seluruh hidup, yang menurut ciri
kodratinya terarah pada kesejahteraan
suami-istri (bonum coniugum) serta
kelahiran dan pendidikan anak, antara
orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus
Tuhan diangkat ke martabat sakramen
(Kitab Hukum Kanonik; 1055)
Lanjutan….

 Kesucian perkawinan dan keluarga Persekutuan


hidup dan kasih suami-isteri yang mesra, yang
diadakan oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan
dengan hukum-hukumnya, dibangun oleh janji
pernikahan atau persetujuan pribadi yang tak
dapat ditarik Kembali.
 Maka dari itu pria dan wanita, yang karena janji
perkawinan “bukan lagi dua, melainkan satu
daging” (Mat 19:6), saling membantu dan melayani
berdasarkan ikatan mesra antara pribadi dan kerja
sama; mereka mengalami dan dari hari ke hari
makin memperdalam rasa kesatuan mereka
Lanjutan….

 Kristus Tuhan melimpahkan berkat-Nya atas cinta


kasih yang beranekaragam itu, yang berasal dari
sumber cinta kasih Ilahi, dan terbentuk menurut
pola persatuan-Nya dengan Gereja
 Kasih sejati suami-isteri ditampung dalam cinta
Ilahi, dan dibimbing serta diperkaya berkat daya
penebusan Kristus serta kegiatan Gereja yang
menyelamatkan, supaya suami-isteri secara nyata
diantar menuju Allah, dan diteguhkan dalam tugas
mereka yang luhur sebagai ayah dan ibu
 keluarga Kristiani harus berasal dari pernikahan
yang merupakan gambar dan partisipasi perjanjian
cinta kasih antara Kristus dan Gereja
Paham dasar Perkawinan

Paham dasar dalam perkawinan Katolik


meliputi hal-hal berikut ini:
a. Perjanjian Perkawinan
b. Kebersamaan seluruh hidup
c. Antara pria dan Wanita
d. Sifat kodrati keterarahan kepada
kesejahteraan suami-istri (Bonum
Coniugum)
e. Sifat kodrati keterarahan kepada anak
f. Perkawinan sebagai Sakramen
a. Perjanjian Perkawinan

Perkawinan  itu dari kodratnya adalah suatu


perjanjian (Covenant, foedus) dan dalam tradisi
Yahudi perjanjian  merupakankan “agreement”
(Persetujuan) yang menciptakan suatu hubungan
sedemikian rupa sehingga mempunyai kekuatan
anne-marie mengikat sama seperti hubungan antara
orang-orang yang mempunyai hubungan darah
konsekuensinya hubungan itu tidak berhenti atau
berakhir sekalipun kesepakatan terhadap perjanjian
itu ditarik kembali.  perjanjian sesungguhnya akan
meliputi relasi antarpribadi seutuhnya yang terdiri
dari hubungan spiritual emosional dan fisik
b. Kebersamaan seluruh Hidup

Dari kodratnya Perkawinan adalah


suatu kebersamaan seluruh hidup
(consortium totius vitae. “consortiu”, con
= Bersama, sors = nasib, jadi
kebersamaan senasib. Totius vitae =
seumur hidup, hidup seutuhnya) Ini
terjadi oleh perjanjian perkawinan. 
suami istri berjanji untuk menyatukan
hidup mereka secara utuh hingga akhir
hayat
c. Antara Pria dan Wanita

Pria dan wanita diciptakan


menurut gambaran Allah dan
diperuntukkan satu sama
lain, saling membutuhkan
saling melengkapi dan saling
memperkaya menjadi “satu
daging” (Kej 2 : 24)
d. Sifat kodrati keterarahan kepada kesejahteraan
suami-istri (Bonum Coniugum)

Selain tiga “bona” (Bonum = kebaikan) perkawinan


yang diajarkan Santo Agustinus yakni
a. Bonum  Prolis   : kebaikan anak bahwa
perkawinan ditujukan kepada kelahiran dan
pendidikan anak 
b. Bonum Fidei : kebaikan kesetiaan menunjuk
kepada sifat kesetiaan dalam perkawinan
c. Bonum sacramenti : kebaikan sakramen
menunjuk pada sifat permanensi perkawinan
Gaudium Et Spes no 48 menambahkan dengan
Bonum coniugum : kebaikan kesejahteraan suami
istri
e. Sifat kodrati keterarahan kepada anak

Perkawinan Katolik hendaknya


mengarah kepada keterbukaan,
dalam perkawinan katolik ada
keterbukaan terhadap kelahiran
anak dan pendidikannya.
KHK 1983 mengedepankan
prokreasi sebagai tujuan pertama
perkawinan.
f. Perkawinan sebagai Sakramen

Perkawinan Kristiani bersifat


sakramental bagi pasangan yang telah
dibaptis ketika mereka saling
memberikan konsensus dalam
perjanjian maka perkawinan mereka
menjadi sah sekaligus sakramen
TUJUAN DAN SIFAT PERKAWINAN DALAM
TRADISI KATOLIK

TUJUAN :
• Kesejahteraan suami-istri (lahir batin),
• prokreasi (menerima anak)
• Edukasi (pendidikan anak secara katolik)

SIFAT :
• Monogam (bukan poligami atau poliandri)
• Tak terceraikan
HALANGAN PERKAWINAN

Dua belas halangan yang melarang dan menghalangi


perkawinan adalah :
• Tiga pokok yang berhubungan dengan perjanjian perkawinan :
• Umur ; pria : 16 th, dan wanita 14 tahun.
• Impotensi, sejak sebelum nikah, bersifat tetap, tak
tersembuhkan
• Ikatan perkawinan sebelumnya.
• Tiga pokok berdasarkan agama
• Agama yang berbeda
• Tahbisan Suci
• Kaul kemurnian
• Dua pokok berdasarkan dosa
• Raptus (penculikan)
• Crimen (pembunuhan)
Lanjutan…

Empat pokok berdasarkan persaudaraan


1. Persaudaraan darah garis lurus (Bapak-anak-
cucu dst), menyamping tingkat II-IV (kakak-adik;
paman-keponakan; cucu-cucu; anak-buyut).
Untuk menyamping tingkat III dan IV bisa
mendapatkan dsipensasi.
2. Persaudaraan kesemendaan dalam garis lurus
semua tingkat yang muncul dari suatu
perkawinan (suami dengan anak bawaan istri,
atau suami dengan orang tua istri)
3. Kelayakan publik dalam garis lurus tingkat 1
(suami –anak tiri atau mertua.
4. Persaudaraan adopsi
GARIS KETURUNAN

AB

C D II

F G III

H I IV
24
DISPENSASI

1. Dispensasi artinya izin resmi untuk melakukan


hal-hal yang dilarang oleh pembuat hukum.
2. Dispensasi sebagai “luka” Undang-Undang.
Semua kekecualian melukai undang-undang.
3. Oleh sebab itu dispensasi menuntut alasan
yang adil dan baik, supaya kekecualian dapat
dipertanggung jawabkan.
4. Dispensasi tak pernah menghapus undang-
undang.
SIFAT PERJANJIAN NIKAH

• Sungguh-sungguh (verus),
bukan bersifat pura-pura.
• Penuh (Plenus), tidak
setengah-setengah
• Bebas (liber), penuh
kebebasan, tanpa paksaan,
dan ketakutan.
SAKRAMEN PERKAWINAN
MENURUT KITAB SUCI

• Menjadi suami – istri berarti perubahan total, bukan


sekedar kontrak atau janji saja tetapi menjadi manusia
baru.
• Ada kesatuan jiwa dan badan.
• Kesatuan Kristus dinyatakan dan dilaksanakan
dalam perkawinan.

• Pokok dalam sakramen adalah


• keselamatan, suami istri dalam kesatuan dengan
Kristus diselamatkan oleh cinta perkawinan
mereka sendiri.
Terima Kasih
Hedwigis Dian Permatasari, S.Pd, M.Pd

Anda mungkin juga menyukai