Anda di halaman 1dari 14

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

DI SUSUN OLEH :
YUNIKA SARI PURBA (20160005)
TAMI R SITANGGANG (20160010)
NUNUUT MARDAHAI (20160001)

MATA KULIAH ETIKA

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN
2023
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Manusia tidak akan berkembang tanpa adanya perkawinan. Karena perkawinan
menyebabkan adanya keturunan dan keturunan yang menimbulkan keluarga yang
berkembang menjadi masyarakat, di mana masyarakat adalah suatu wadah dari bentuk
kehidupan bersama yang di dalamnya individu atau kelompok sebagai anggotanya saling
mengadakan interaksi untuk kelangsungan hidupnya, oleh karena itu manusia disebut sebagai
makhluk sosial, yaitu sebagai makhluk yang pada dasarnya selalu mempunyai keinginan
untuk berkumpul dengan manusia yang lainnya, sehingga manusia dikatakan di samping
sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk social dan untuk melangsungkan
kehidupannya itu manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan baik yang bersifat lahiriah
maupun kebutuhan yang bersifat batiniah.
Perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan menarik untuk dibicarakan,
karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia saja, tetapi juga
menyentuh suatu lembaga yang luhur yaitu rumah tangga, karena lembaga ini merupakan
benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai kehidupan yang luhur.
Pernikahan adalah penyatuan dua pribadi yang melibatkan bukan hanya dua pribadi
yang berbeda tetapi juga keluarga masing-masing. Bukan pula hanya mendapatkan izin dari
kedua orangtua, diberkati oleh pendeta, diakui oleh negara, tetapi juga direstui oleh Tuhan.
Setiap orang percaya, terlebih para pemimpin gereja, harus bisa memberikan jawaban dan
solusi yang baik dan tepat, bukan sekedar dari buku-buku yang mereka pelajari, pendapat
para ahli, atau pengalaman dan pelayanan mereka yang panjang, tetapi bagaimana Alkitab
memberikan jawaban atas hal itu semua
Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Pernikahan bukan sakramen, baik undang-undang
negara maupun dari terang firman Tuhan, pernikahan bukan sekedar pertemuan dan
kesepakatan antar manusia, tetapi berdasarkan KeTuhanan. Pernikahan sering kali tidak
mudah dan kadang membuat nyali ciut. ini semua karena setiap dari kita adalah pribadi yang
tidak sempurna. Dan ketidak sempurnaan kita cenderung terus tumbuh kecuali kita benar-
benar mau mengenalinya, memahaminya dan mengoreksinya. Itulah satu dari banyak alasan
mengapa tidak baik bagi laki-laki hidup seorang diri (Kejadian 2:18).Pernikahan yang sehat
akan memberi banyak manfaat. Salah satunya adalah menjadi cermin untuk masing-masing
pribadi pasangan. Sejak semula sebelum manusia jatuh kedalam dosa, Allah sudah
merencanakan dan menghendaki adanya perkawinan suatu rumah tangga bagi setiap kita
manusia. Firman Tuhan berkata dalam Kitab Kejadian 2 : 18 – 25 : “ Tuhan Allah berfirman :
“ tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan seorang penolong
baginya yang sepadan dengan dia” Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak,
ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya , lalu menutup tempat
itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu di
bangunNyalah seorang perempuan lalu dibawaNya kepada manusia itu. Lalu berkatalah
manusia itu “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku, Ia akan dinamai
perempuan, sebab ia di ambil dari laki laki .Sebab itu seorang laki – laki akan meninggalkan
ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Mereka keduanya telanjang, manusia dan istrinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.
Bahkan dapat kita melihat dimana Yesus juga ikut menghadiri pesta perjamuan kawin yang
ada di Kana (Yohanes 2:1-11). Perkawinan Kristen seharusnya bersifat monogamy dan
heteroseksual, penulis menolak adanya pernikahan poligami maupun pernikahan poliandri
ataupun pernikahan sesame jenis. Apa yang sudah di satukan oleh Allah tidak boleh ada yang
ingin mencoba menceraikan manusia itu karena Allah membenci akan perceraian (Malaikhi
2:16). Kita dapat melihat prinsip pernikahan merupakan lambang hubungan antara Allah dan
UmatNya atau Kristus dengan jemaatNya yang terungkap dalam Kitab terutama kitab Kidung
Agung, kitab Hosea dan kitab Wahyu.
Pasangan suami istri terkadang kurang bahkan tidak memikirkan
danmemperhitungkan segala akibat dan konsekwensi yang terjadi saat mereka
memutuskanmelakukan perceraian. ‘Yang penting bercerai dulu, urusan lainnya dipikirkan
belakangansambil jalan’, kata-kata itu mungkin yang ada dalam pikiran pasangan yang
hendak bercerai.Mereka menganggap segala permasalahan baru yang akan terjadi pasca
perceraian akan dapatdiselesaikan, padahal kenyataan yang ada tidak sesederhana itu.
Perceraian bukan saja akanmerugikan beberapa pihak namun perceraian yang ada didalam
lingkungan keluarga kristenjuga sudah jelas dilarang oleh agama, tetapi pada
kenyataannya perceraian dikalanganmasyarakat terus saja terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Perkawinan

1. Pernikahan Kristen
Secara harafiah pernikahan Kristen selain melibatkan Tuhan sebagai
dasar pernikahan, pernikahan Kristen adalah suatu keputusan dua pribadi
menjadi satu,menyatukan dua emosi jadi satu dan saling berfungsi meski kedua
pribadi memegang teguh jati diri masing-masing, tidak melihat dan menjadikan
perbedaan sebagai suatu yang harus dipermasalahkan (Kej 2 : 24). Pernikahan
merupakan suatu lembaga yangsudah diatur dan diciptakan oleh Allah sendiri
untuk dapat memelihara, dan dapat memenuhi rencana atau maksud Allah
dalam penciptaan-Nya, supaya dapat berlanjur seumur hidup dengan kudus dan
penuh sukacita Tuhan adakan dengan tujuan danjuga sebagai gambaran bahwa
Allah yang penuh kasih.

a) Pernikahan Menurut Persepektif Alkitab


Menurut Alkitab, pernikahan merupakan suatu kovenan dan komiteman yang
mengikat, bersifat permanen dan seumur hidup (Matius 19:5-6). Kovenan
pernikahan ini dinyatakan dengan gamblang oleh nabi Maleakhi ketika ia
menulis “TUHAN telah menjadi saksi antara engkau dan isteri masa mudamu
yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan
isteri seperjanjianmu” (Maleakhi 2:14). Kitab Amsal juga berbicara tentang
penikahan sebagai suatu “kovenan” atau “perjanjian” satu sama lain. Kitab ini
mengutuk seorang yang berzinah “yang meninggalkan teman hidup masa
mudanya dan melupakan perjanjian Allahnya” (Amsal 2:17).
Sebuah kovenan menurut Alkitab, adalah sebuah hubungan yang sakral antara
dua pihak, disaksikan oleh Allah, sangat mengikat, dan tidak dapat dibatalkan.
Kedua belah pihak bersedia berjanji untuk menjalani kehidupan sesuai dengan
butir-butir perjanjian itu. Kata Ibrani yang digunakan untuk “kovenan” adalah
“berit” dan kata Yunaninya adalah “diathêkê”. Istilah kovenan yang seperti
inilah yang digunakan Alkitab untuk melukiskan sifat hubungan pernikahan.
Allah juga menghendaki bahwa pernikahan sebagai komitmen seumur hidup.
Dengan demikian, pernikahan itu bersifat permanen. Sifat permanennya suatu
pernikahan dengan jelas dan tegas dikatakan Kristus, “Apa yang telah
dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Matius 19:6). Jadi Allah
dari sejak semula menetapkan bahwa pernikahan sebagai ikatan yang
permanen, yang berakhir hanya ketika salah satu pasangannya meninggal
(bandingkan Roma 7:1-3; 1 Korintus 7:10-11). Paulus juga menegaskan hal
ini ketika ia berkata “Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada
suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati,
bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. Jadi selama
suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain;
tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah
berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain” (Roma 7:2-3).

b) Kehendak Allah akan Pernikahan


Bolehkah orang Kristen menikah?
Ya, orang Kristen di tuntut untuk beranak cucu dan bertambah banyak untuk
menguasai dan menaklukkan bumi. Hal ini menandakan bahwa Allah
menghendaki orang Kristen untuk menikah atau memiliki sebuah keluarga.

Sebuah Keluarga merupakan suatu unit kecil yang lengkap dari masyarakat.
kalau sebuah keluarga berfungsi dengan baik, maka Gereja, Negara dan
Bangsa bahkan dunia pun akan berfungsi dengan baik pula. Mengingat bahwa
unit keluarga itu sangat penting, maka penting pula untuk kita ketahui apa
yang Alkitab katakan tentang keluarga.Keluarga atau rumah tangga
merupakan lembaga pertama yang Allah adakan untuk kepentingan manusia.
Oleh karena itu didirikan langsung oleh Allah, maka padanya terlihat sifat
kudus tersendiri. Kalau kita mengakui hal ini, maka barulah kita menjadi
lebih siap untuk mengerti apa yang Alkitab yakni Firman Allah katakan
tentang rumah tangga. Pernikahan adalah sebuah lembaga Allah, dan penting
bagi kita untuk mengerti bagaimana Ia telah merencanakannya dan untuk
tujuan apa Ia mendirikannya. Barulah kita tidak akan mengalami kesukaran
untuk mengerti apa yang Alkitab ajarkan secara keseluruhan tentang pokok
ini. Allah bersifat tidak berubah, Ia tidak dapat mengubah jalan atau
perinsipNya untuk kemudian mencocokkannya dengan kemauan orang.
Hanya terdapat suatu perubahan rupanya hanya suatu perubahan yang oleh
orang meloloskan diri dan membenarkan perceraian. Sejak pernikahan itu
diberikan oleh Allah dan sejak ia didirikan dosa masuk ke dalam dunia, maka
ia berdasarkan kepada peraturan Allah yang paling suci. Perceraian yang
sudah menjadi suatu peristiwa yang biasa pada masa kini, akan merusakkan
kesucian yang telah didirikan dan dinyatakan oleh Allah. Ketika Allah
menciptakan Adam dan Hawa, Ia telah menciptakan baik laki-laki maupun
perempuan menurut rupaNya sendiri (kejadian 1: 27). Hubungan antara laki-
laki dan istrinya dalam kondisi tampa dosa dan sempurna ini sama sucinya
seperti hubungan antara ketiga Oknum dari Allah Tritunggal – Bapa, Anak
dan Roh Kudus. KetigaNya itu satu adanya. Demikian pula dalam pernikahan,
Allah berkata bahwa seorang laki-laki dan seorang perempuan akan menjadi
satu (Kejadian 2:24). Pernikahan merupakan suatu hubungan yang paling
halus dan kudus dalam kehidupan manusia. Keduanya menjadi satu daging,
demikian Allah berkata dalam Kejadian 2:24. Hal ini menyatakan bahwa satu
pihak akan menjadi pelengkap dan teman yang seimbang dengan pihak
lainnya. Itulah perinsip dan fondasi Allah untuk rumah tangga keduanya
menjadi satu daging. Allah telah menerangkan bahwa pernikahan itu adalah
sesuatu yang terhormat : “Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap
perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur,sebab orang-
orang sundal dan pezinah akan di hakimi Allah (Ibrani 13:4). Alkitab berkata
bahwa seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu
dengan istrinya (Kejadian 2:24). Allah mengadakan nikah untuk menekan
percobaan tentang effek yang tidak baik dan untuk menyokong ketertiban
social sehingga melalui keluarga-keluarga yang tertib maka kebenaran dan
kekudusan dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya. Bahkan
damai dan sejatera suatu bangsa bergantung kepada kekudusan dalam rumah
tangga. Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam
taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Lalu Tuhan
Allah memberi perintah ini kepada manusia : “Semua pohon dalam taman ini
boleh kau makan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang
yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari
engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kejadian 2: 15-17). Tuhan
Allah memberikan perintah dan mandat kepada Adam untuk mengusahakan
dan memelihara Taman itu, situasai yang di gambarkan dalam Firman Allah
di atas menolong kita untuk memahami tujuan Allah atas pernikahan.
Penetapan Allah atas pernikahan terkait erat dengan tanggung jawab yang
Allah berika kepada Adam untuk mengusahakan dan mengelola Taman itu.
Allah menjadikan penolong yang sepadan dengan Adam Allah membangun
instusi pernikahan, agar Adam semakin efektif mengerjakan tanggung
jawabnya untuk mengusahakan dan memelihara Taman Eden. Di sini kita
melihat dengan jelas, bahwa pernikahan bukanlah sebuah tujuan, tetapi sarana
untuk mencapai tujuan ilahi.

c) Dasar Pernikahan Kristen


Alkitab mengajarkan bahwa menikah itu untuk menjadi satu bukan menjadi
sama, sebagaimana Tuhan Yesus juga berdoa agar setiap orang percayaNya
menjadi satu bukan menjadi sama. 7 Pernikahan adalah bersatunya seorang
laki-laki dengan seorang wanita secara jasmani dan moral yang telah di
sahkan dan di berkati oleh Allah terhadap pasangan suami istri yang pertama
Adam dan Hawa. Namun, pernikahan juga di mengerti antara lain : Pesta
perayaan dari kedua pasangan suami istri, misalnya, pernikahan itu di lakukan
secara sipil atau agama dan sesudah itu di ikuti acara pesta pernikahan.
Keberadaan dari hubungan suami istri yang sudah menikah dengan kata lain
yaitu pengalaman hidup mereka yang sudah berumah tangga.Dahulu istilah
pernikahan hanya di mengerti sebagai ikatan perkawinan saja yang di sebut
dalam bahasa Inggris “ Wedlock ” atau “ Matrimony.” Namun lambat laun
kata ini berkembang dan di mengerti juga sebagai Upacara Pernikahan. Kata
Matrimony berasal dari dua kata dari bahasa Latin yaitu : “matris ”dan “
munus” yang berarti : Martabat seorang ibu dalam hai ini di maksudkan
adalah seorang lakilaki ( suami ) bersatu dengan seorang wanita ( istrinya )
supaya sang wanita tersebut memiliki hak khusus untuk menjadi ibu yang sah.
Sebelum menikah, dua orang pasangan yang akan menikah sebaiknya harus
melakukan bimbingan pra nikah terlebih dahulu supaya mereka tahu hal hal
apa saja yang perlu di persiapkan sebelum menikah
d) Tinjauan Teologis terhadap Pernikahan, Perceraian & Pernikahan
Kembali
Pernikahan adalah ide dan ciptaan Allah, karena itu Allah menetapkan
peraturan di dalam pernikahan :
1.Monogami, seorang laki – laki hanya di perbolehkan menikah dengan
seorang wanita ( Kej 1: 28,2: 22 ) Prinsip ini menentang dosa poligami dan
poliandri.
2. Heteroseksual, Seorang laki – laki harus menikah dengan seorang
perempuan (Kej 1:2628; 2: 21-25). Prinsip ini menentang dosa homoseksual.
Pernikahan sejenis merupakan penyimpangan yang sangat mendasar dalam
pernikahan, janganlah engkau tidur dengan laki – laki secara orang
bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian dan Firman Tuhan
juga berkata Jangan sesat Orang cabul, penyembah berhala, orang berjinah,
banci, orang pemburit tidak akan mendapat bagian dari kerajaan Allah (I Kor
6:9,10 )
3. Suci, Seorang laki – laki hanya boleh bersatu dengan istrinya, begitu pula
sebaliknya (Kej 2: 24). Prinsip tersebut menolak dosa percabulan dan
perjinahan (1 Kor 7 : 1- 5 )
4. Seumur hidup, Pernikahan hanya dapat di pisahkan oleh kematian (Roma
7:2,3). Prinsip ini menentang dosa perceraian (Mal 2 : 16). Pernikahan itu
harus seumur hidup tetapi tidaklah kekal, karena di Sorga tidak ada
perkawinan (Mark 12 : 18)
5. Seiman. Keduanya harus sama – sama mengasihi Tuhan Yesus dan
memiliki visi yang sama (2 Kor 6:14) Prinsip ini menolak pernikahan yang
berbeda agama
6. Meninggalkan dan menyatu, Dalam pernikahan, laki – laki dan perempuan
harus meninggalkan ketergantungannya kepada orang tua, dan menyatu
dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging (Kej 2: 24). Allah
terlebih dahulu memberkati Adam dan Hawa, baru ada perintah untuk
beranak cucu (Kej 1:28). Berarti persetubuhan hanya boleh di lakukan setelah
di berkati.
7. Setara dan Saling Melengkapi, Seorang laki-laki memiliki kedudukan yang
sama dengan perempuan di hadapan Allah. Eksistensinya sama, hanya fungsi
dan tanggungjawab nya berbeda (Kej 1 : 26 – 27 , Ef 5 : 22,23). Suami
sebagai kepala dan istri sebagai penolong. Prinsip ini menentang perbedaan
level gender satu lebih tinggi dari yang lain.
Prinsip pernikahan :
1. Seorang pria harus menikah dengan seorang wanita yaitu Kejadian 1:26-
28 yaitu Allah memberikan penolong kepada Adam hanya satu orang
yaitu Hawa, ( tidak diberikan dua orang atau tidak diberikan yang sejenis
dengan Adam.
2. Mengikat perjanjian dihadapan Tuhan yaitu dimana Tuhan telah menjadi
saksi dalam pernikahan ( Maleakhi 2:14, Amsal 2:17) yaitu mengutuk
seseorang yang berzinah yang melupakan perjanjian AllahNya.
3. Memelihara kekudusan dan kesetiaan seumur hidup apapun yang terjadi,
(Mat 19:6) apapun yang dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan
oleh manusia.
4. Suami harus mengasihi isteri dan isteri tunduk kepada suami seperti yang
disampaikan dalam Firman Allah ( Efesus 5:22-2)
5. Bertekad untuk mendidik anak sesuai dengan ajaran dan nasehat Tuhan,
karna disampaikan Firman yaitu “ didiklah mereka dalam ajaran dan
nasehat Tuhan (Efesus 6:1-4)
6. Semua persoalan diselesaikan berdasarkan kebenaran firman Allah,
karena keluarga yang bahagia bukan keluarga yang tanpa masalah tetapi
menyelesaikan masalah itu berdasarkan Firman Tuhan, yaitu Firman-Mu
pelita bagi kakiku terang bagi jalanku (Maz :119:105)

Tentang Pernikahan Kembali


1. Bisa di lakukan bila pasangan telah meninggal dunia ( Roma 7 : 2,3 ) 1 Tim
5 : 14 menganjurkan janda muda yang di tinggal mati oleh suaminya untuk
kawin lagi.
2. Bila bercerai sebaiknya tidak menikah lagi ( I Kor 7 : 11a )
3. Bila ingin menikah lagi , rujuk atau berdamai dengan pasangannya (1Kor
7:11b).
4. Rujuk tidak di perkenankan bilamana pasangan yang telah bercerai itu
sudah menikah dengan orang lain (Ul 24:1-4).
5. Walaupun bukan merupakan kehendak Allah yang sempurna, namun
keinginan untuk menikah kembali bisa di pertimbangkan bagi mereka yang
6. Telah diceraikan secara resmi oleh pasangan yang tidak seiman Karena
setelah diceraikan ia tidak terikat, berarti boleh menikah lagi ( I Kor 7 : 15 )
7. Bercerai resmi karena pasangannya terus menerus hidup dalam perzinahan
( Mat 19 : 6 ). Apalagi bila pasangannya yang berzinah itu telah menikah
dengan orang lain. Namun bila pasangan yang tidak bersalah ini yang ingin
menikah lagi dia juga diijinkan ( Mat 19 : 9 ). Pihak yang berzinahlah yang
sebetulnya tidak boleh menikah lagi karena do lihat dari konteks PL dia harus
di rajam sampai mati.
8. Pernikahan dan perceraian terjadi sebelum kedua orang itu mengenal
Yesus, ketika dia masih dalam agama / kepercayaan lain.

B. Defenisi Perceraian
1. Perceraian Menurut Undang-Undang di Indonesia
Kata "cerai" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: (kata kerja),
1.pisah; 2.putus hubungan sebagai suami istri; talak. Kemudian, kata
"perceraian" mengandung arti: (kata benda), 1.perpisahan; 2.perihal bercerai
(antara suami istri); perpecahan. Adapun kata "bercerai" berarti: (kata kerja),
1.tidak bercampur (berhubungan, bersatu) lagi; 2.berhenti berlaki-bini (suami
istri). Istilah "perceraian" terdapat dalam Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 yang
memuat ketentuan fakultatif bahwa "Perkawinan dapat putus karena kemati-
an, perceraian, dan atas putusan Pengadilan". Jadi, istilah "perceraian" secara
yuridis berarti putusnya perkawinan, yang putusnya hubungan sebagai suami
istri atau berhenti berlaki-bini (suami istri) sebagaimana diartikan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia di atas.
Istilah perceraian menurut UU No. 1 Tahun 1974 sebagai aturan hukum Positif
tentang perceraian menunjukkan adanya: a. tindakan hukum yang dapat
dilakukan oleh suami atau istri untuk memutus hubungan perkawinan di antara
mereka; b. peristiwa hukum yang memutuskan hubungan suami dan istri, yaitu
kematian suami atau istri yang bersangkutan, yang merupakan ketentuan yang
pasti dan langsung ditetapkan oleh Tuhan yang Maha Kuasa; c. putusan
hukum yang dinyatakan oleh pengadilan yang berakibat hukum putusnya
hubungan perkawinan antara suami dan istri.

2. Perceraian dalam Pandangan Kristen


Pandangan Kristen mengenai perceraian merupakan akhir dari sebuah ikatan
pada sebuah pernikahan yang awalnya diharuskan berjalan seumur hidup, ini
bisa saja terlaksana apabila pasangan sudah tidak ingin meneruskan kehidupan
bersama sebagai sepasang suami istri.
Perceraian sendiri tidak hanya akhir dari sebuah hubungan antara dua insan,
namun dalam artian luas yang meiputi anak, harta benda serta lembaga gereja,
pemerintah dan Allah sendiri, semua yang sudah terlibat ini juga akan
menanggung resiko dari perceraian tersebut yang umumnya menciptakan
sebuah konflik berkepanjangan menuju kehancuran secara langsung atau tidak.
Perceraian bisa dilihat dari 2 perpektif yang berbeda yaitu :
1. Cerai hidup, umumnya terjadi atas dasar ketidakcocokan atau ada
ketidaksamaan seperti perzinahan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),
pertengkaran, masalah ekonomi dan berbagai masalah lain yang dijadikan agar
perceraian terjadi.
2. Cerai mati, terjadi karena salah satu pasangan sudah meninggal dunia,
namun jika memutuskan masih ingin tetap setia, maka ini bisa menjadi bukti
nyata dari ikatan mulia berdasarkan kasih tulus dan murni sehingga dibawa
sampai mati dengan langkah tidak akan menikah lagi.
Apabila sebuah perceraian sudah dilakukan maka ini sudah melukai
pemberian dan juga penyatuan yang sudah diberikan oleh Allah dan ini
melanggar sebagai tujuan hidup orang Kristen merupakan kesalahan serta dosa
di mata Allah. Penegasan larangan perceraian sebuah pernikahan harus selalu
dipegang dan Tuhan Yesus berkata dengan sangat jelas pada Matius 19:4-6,
“Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula
menjadikan mereka laki-laki dan perempuan dan firmanNya: sebab itu laki-
laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya,
sehingga keduanya menjadi satu daging, Demikianlah mereka bukan lagi dua,
melainkan satu. Karena itu apa yang sudah dipersatukan oleh Allah, tidak
boleh diceraikan manusia” (Lembaga Alkitab Indonesia, 2005).
Dalam Firman Tuhan juga menjelaskan dan menafsirkan bahwa perceraian
sangat dibenci sama Tuhann Yesus, karena itu lebih mendekatkan dirilah
kepada Tuhan dan rajin beribadah serta sharing kepada para hamba Tuhan
agar memberikan nasihat dan saran untuk menjadi pernikahan yang sejati.
Yang berarti hidup harus bersama hingga tua dan menjadikan keluarga yang
diayomi akan firman Tuhan Perceraian sama sekali tidak dilegalkan dalam
pernikahan kristen. Tuhan Yesus sangat jelas sekali menekankan bahwa apa
yang sudah dipersatukan Allah tidak dapat diceraikan oleh manusia (Markus
10:9). Perceraian tidak pernah menjadi keinginan Allah, dan selalu merupakan
hasil dari dosa. Manusia tidak mempunyai wewenang atau hak untuk dapat
menggagalkan perjanjian pernikahan antara Tuhan dan pasangan. Oleh karena
itu pemahaman awal mengenai pernikahan yang sesuai dengan kehendak
Allah perlu dipahami secara mendalam oleh masing-masing pasangan.Paulus
pun berkata kepada jemaat korintus tentang perceraian, paulus menjelaskan
bahwa apabila ada pasangan yang tidak beriman yang ingin menceraikan
orang percaya, maka biarlah ia bercerai. Paulus mengijinkan terjadinya
perceraian tersebut karena pernikahan keduanya tidaklah dimulai dengan
sebuah perjanjian pernikahan di dalam Tuhan. Namun pada dasarnya
berpasangan dengan orang yang tidak beriman bukanlah alasan untuk bercerai
tapi orang kristen dianjurkan untuk hidup berdamai dengan pasangannya
walaupun bukan orang yang beriman hingga memenangkannya ke dalam iman
pada Kristus. Sebagai umat kristiani, sudah seharusnya kita mematuhi perintah
Allah bahwa perceraian itu bukanlah maksud Allah yang sesungguhnya dari
pernikahan kristen. Sebaiknya sebagai pengikut kristen danmerupakan orang-
orang percaya ketika hubungan pernikahan yang kita bina berada di ambang
perceraian kita harus mempertimbangkan bahwa perceraian itumenyalahi
perintah Allah serta tidak sesuai dengan kehendak-Nya, perceraian hanya akan
mengganggu kelangsungan hidup kita danmembawa pengaruh buruk pada
orang lain, terutama anak-anak hasil pernikahan tersebut dan perceraianhanya
akan menambah masalah baru bagi kita dan bukan merupakan solusi dari
masalah. Solusi yang dapat diberikan agar pernikahan kristen jauh dari
perceraian adalah bahwa mulailah berusaha dari diri sendiri, mencari jalan
keluar dengan penuh kerendahan hati dan dengan semangat mengampuni, dan
kedua adalah dengan meminta serta mengikuti dengan serius, bimbingan
pernikahan Kristen dari pusat bimbingan Kristen atau dari Pendeta.
Di dalam 1 Korintus 7:1-15, tertulis mengenai Pandangan Paulus yang sangat
tidak setuju jika orang percaya kepada Tuhan Yesus melakukan perceraian dan
dalam situasi apapun. Pernikahan terjadi sebab pernikahan merupakan sesuatu
yang kudus dan juga sakral. . Sebab jika perceraian hanya dibatasi dari sex
bebas, maka akan sangat banyak orang yang akan bercerai hanya karena hawa
nafsu saja.

3. Perceraian yang Terjadi di Lingkungan Sosial


Dalam hal ini saya sudah mewancarai seorang ibu pedagang sayur kaki lima
yang tinggal berdekatan dengan rumah saya. Kami berdiskusi mengenai
perceraian yang terjadi pada ibu ini, dan mengapa bisa terjadi akan hal
tersebut. Dalam pembahasan, ibu itu menjelaskan dia bercerai karena
suaminya yang tidak mau untuk bekerja mencari nafkah, taunya hanya
menghamburkan uang dan tidak bertanggungjawab kepada anaknya. Setiap
soremalam selalu pergi ke kedai tuak untuk bersenang-senang tanpa
memikirkan nasib anakanak dan istrinya di rumah. Bukan hanya itu, setiap
hari selalu meminta uang untuk bermain judi dan membeli tuak di kedai tuak,
jika saya tidak kasih maka saya selalu dipukuli di rumah, sehingga saya harus
memberikan uang kepada suami saya yang seharusnya uang tersebut
dipergunakan untuk membeli beras 1 minggu ke depan. Saya selalu merasakan
yang namanya KDRT sehingga anak saya juga takut untuk melihat ayahnya
dan tidak mau untuk berkomunikasi dengan ayahnya (Nasbianto, 1999). Dari
kisah ini,saya menarik kesimpulan bahwa perceraian yang sering terjadi di
lingkungan sosial dikarenakan adanya KDRT, tidak bertanggung jawab,
kesadaran akan kebutuhan, dan tidak peduli akan istri dan anakanaknya. Oleh
sebab itu,ketika kita sudah melakukan yang namanya pernikahan maka kita
harus siap untuk bertanggung jawab dan peduli dalam keadaan apapun.

4. Faktor-faktor Penyebab Perceraian


Dari pemahaman yang saya dapat dan pelajari, saya menyimpulkan bahwa
faktorfaktor penyebab terjadinya perceraian adalah sebagai berikut:
1. Ketidaksetiaan/Adanya Perselingkuhan. Alkitab menunjukkan bahwa
“ketidaksetiaan dalam pernikahan” adalah satu-satunya alasan Alkitabiah yang
mendapat izin Tuhan untuk bercerai dan menikah kembali. Banyak Pandangan
berbeda yang ada di antara ajaranajaran Kristen mengenai definisi yang tepat
dari “ketidaksetiaan dalam pernikahan” ini. Kata Yunani untuk ketidaksetiaan
dalam pernikahan ini ditemukan di dalam Matius 5:32 dan Matius 19:9, yang
bila diterjemahkan berarti segala bentuk imoralitas seksual termasuk
perzinahan, prostitusi, percabulan, pornografi dan inses. Karena kesatuan
seksual adalah suatu bagian penting dari perjanjian pernikahan, melanggar
ikatan tersebut menjadi sebuah landasan Alkitabiah untuk bercerai.
2. Masalah Ekonomi Masalah ekonomi juga merupakan salah satu penyebab
perceraian yang sering dialami oleh masyarakat. Hidup dalam Kemiskinan
sangat membuat stres, dan tekanan finansial dapat menyebabkan pertengkaran
yang dapat mengakibatkan perceraian. Masalah lain yang berhubungan dengan
uang yang dapat memicu pertengkaran adalah posisi istri yang menjadi wanita
karier sukses dalam pernikahannya. Dalam hal ini, sering kali pihak suami
merasa kurang percaya diri karena sang istri bisa menyumbangkan lebih
banyak pengasilan daripada dirinya. Meskipun begitu, tidak semua pasangan
mempunyai pandangan yang sama tentang hal ini. Ada pula pasangan yang
tidak masalah dan menganggap kontribusi masingmasing pihak adalah sebuah
kerja sama dalam tim.
3. Kurangnya Kesadaran akan TanggungJawab Terkadang banyak para suami
dan istri tidak ada kesadaran akan tanggungjawab mereka terhadap keluarga
dan anak-anak mereka. Mereka hanya tahu untuk mementingkan
kepentingannya sendiri,tanpa melihat Pertumbuhan mental dan fisik dari anak
mereka.
4. Ketidakcocokan Penyebab perceraian yang sering terjadi berikutnya adalah
adanya ketidakcocokan. Bagi pasangan yang mempunyai banyak perbedaan
tentu bisa menjadi pemicu berbagai masalah dalam hubungan. Baik dari segi
agama, nilai-nilai kehidupan, hingga prinsip atau pemikiran. Jika masalah ini
tidak dapat dikompromikan dengan baik, tentu bisa menjadi ancaman dalam
hubungan pernikahan. Dengan begitu, banyak orang yang berpendapat bahwa
penting untuk membicarakan segala hal sebelum menuju pernikahan. Hal ini
dilakukan agar dapat meminimalisir ketidakcocokan yang bisa muncul dan
menjadi masalah dalam hubungan.
5. Komunikasi antara Suami,Istri dan Anak Apa artinya hidup bersama jika
tak pernah berkomunikasi? Terutama jika salah satu pasangan tinggal jauh dari
rumah karena alasan pekerjaan. Buruknya komunikasi pun bisa membuat
sebuah rumah tangga jadi hancur. Karena jika tidak ada komunikasi antara
istri dan anak maka hubungan yang harmonis juga kan susah diwujudkan,yang
datang malah pertengkaran setiap harinya.

5. Pencegahan Perceraian dalam Keluarga


Cara agar tidak terjadi perceraian dalam keluarga dapat dilakukan dengan
upaya sebagai berikut: 1. Jalin komunikasi yang baik, 2. Belajar memaafkan
dan melupakan, 3. Timbulkan kesadaran akan tanggungjawab kepada
Keluarga, 4. Dekatkan Hubungan keluarga kepada Tuhan Yesus, 5. Hilangkan
sikap Egoisme antara Suami dan Istri, 6. Memiliki Tujuan yang sama.

6. Pandangan dan Sikap Etis terhadap Perceraian


Secara umum, bila diperhatikan ada beberapa sikap gereja dan kalangan
Kristen terhadap perceraian. Pertama, menentang dengan keras perceraian apa
pun alasan dan kondisi yang dihadapi; Kedua, berupaya mencegah perceraian,
namun dalam kasus-kasus tertentu kadang mengijinkan perceraian sesuai
dengan kebijakan yang dianut; Ketiga, gereja menyerahkan keputusan kepada
pasangan masing-masing setelah gereja memberikan bimbingan yang optimal;
Dan keempat, ada yang mendukung perceraian khususnya pada beberapa
kasus yanga apabila dipandang memang sudah tidak bisa lagi "diperbaiki."23
Ada dua alasan yang bisa diterima untuk memperbolehkan perceraian dan
menikah lagi, yaitu alasan adanya pihak yang tidak setia terhadap
pasangannya, dan hubungan pernikahan ditinggalkan oleh pasangan yang
tidak beriman. Meski demikian, perceraian secara alkitabiah tetaplah dianggap
suatu pelanggaran, yaitu melanggar perjanjian pernikahan antara suami istri
yang di mana Allah sendiri yang menjadi saksi atas pernikahan mereka. Hal
ini didasar pada dua pernyataan dalam Perjanjian Baru. Pertama, perintah
Yesus dalam Matius 19:9 (bdk. 5:32) yang mengatakan, ”Aku berkata
kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah
(pelangaran pernikahan), lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.”
Kedua, nasihat yang disampaikan oleh Paulus dalam 1 Korintus 7:15 yang
mengatakan, ”Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah
ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudarai tidak terikat; Allah
memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera.” Meski demikian
Simanjuntak menunjukkan bahwa sikap orang Kristen terhadap perceraian dan
pernikahan lagi akan ditentukan oleh keyakinan orang Kristen tersbut terhadap
hubungan dalam pernikahan itu sendiri.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan menarik untuk dibicarakan,
karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia saja, tetapi juga
menyentuh suatu lembaga yang luhur yaitu rumah tangga, karena lembaga ini merupakan
benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai kehidupan yang luhur.
Setiap orang percaya, terlebih para pemimpin gereja, harus bisa memberikan jawaban
dan solusi yang baik dan tepat, bukan sekedar dari buku-buku yang mereka pelajari, pendapat
para ahli, atau pengalaman dan pelayanan mereka yang panjang, tetapi bagaimana Alkitab
memberikan jawaban atas hal itu semua Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.
Tujuan pernikahan tersebut hanya mungkin dicapai jika di antara suami dan
istri saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material.
Pernikahan Kristen Secara harafiah pernikahan Kristen selain melibatkan
Tuhan sebagai dasar pernikahan, pernikahan Kristen adalah suatu keputusan dua
pribadi menjadi satu,menyatukan dua emosi jadi satu dan saling berfungsi meski kedua
pribadi memegang teguh jati diri masing-masing, tidak melihat dan menjadikan perbedaan
sebagai suatu yang harus dipermasalahkan (Kej 2 : 24).
Pernikahan merupakan suatu lembaga yang sudah diatur dan diciptakan oleh Allah
sendiri untuk dapat memelihara, dan dapat memenuhi rencana atau maksud Allah dalam
penciptaan-Nya, supaya dapat berlanjur seumur hidup dengan kudus dan penuh sukacita
Tuhan adakan dengan tujuan danjuga sebagai gambaran bahwa Allah yang penuh kasih.
Perceraian dalam Pandangan Kristen Pandangan Kristen mengenai perceraian
merupakan akhir dari sebuah ikatan pada sebuah pernikahan yang awalnya diharuskan
berjalan seumur hidup, ini bisa saja terlaksana apabila pasangan sudah tidak ingin
meneruskan kehidupan bersama sebagai sepasang suami istri.
Perceraian sendiri tidak hanya akhir dari sebuah hubungan antara dua insan, namun
dalam artian luas yang meiputi anak, harta benda serta lembaga gereja, pemerintah dan Allah
sendiri, semua yang sudah terlibat ini juga akan menanggung resiko dari perceraian tersebut
yang umumnya menciptakan sebuah konflik berkepanjangan menuju kehancuran secara
langsung atau tidak.
Apabila sebuah perceraian sudah dilakukan maka ini sudah melukai pemberian dan
juga penyatuan yang sudah diberikan oleh Allah dan ini melanggar sebagai tujuan hidup
orang Kristen merupakan kesalahan serta dosa di mata Allah.
Penegasan larangan perceraian sebuah pernikahan harus selalu dipegang dan Tuhan
Yesus berkata dengan sangat jelas pada Matius 19:4-6, “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang
menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan dan
firmanNya: sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan
istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging, Demikianlah mereka bukan lagi dua,
melainkan satu.
Dalam Firman Tuhan juga menjelaskan dan menafsirkan bahwa perceraian sangat
dibenci sama Tuhann Yesus, karena itu lebih mendekatkan dirilah kepada Tuhan dan rajin
beribadah serta sharing kepada para hamba Tuhan agar memberikan nasihat dan saran untuk
menjadi pernikahan yang sejati.
Yang berarti hidup harus bersama hingga tua dan menjadikan keluarga yang diayomi
akan firman Tuhan Perceraian sama sekali tidak dilegalkan dalam pernikahan kristen.
DAFTAR PUSTAKA

https://sugiantomanurung.blogspot.com/2015/03/pernikahan-dan-perceraian
menurut.html
http://www.sarapanpagi.org/perceraian-dalam-firman-tuhan-vt9717.html
https://berkatrohani14.blogspot.com/2022/03/pandangan-etika-kristen-terhadap.html

Geisler, Norman. Etika Kristen: Pilihan dan Isu Kontemporer. Malang: Saat, 2010.

Maiaweng, Peniel C. D. “Perceraian Dan Pernikahan Kembali.” Jurnal Jaffray (2017).

Prawirohamidjojo, S. (1988). Pruralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan di


Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press.

H.EPP, Theodore. Pernikahan, Perceraian Dan Pernikahan Kembali. Mimery Press,


n.d.

Manalu, Parluhutan. Pernikahan. Jogjakarta: Andi, n.d.

Wijanarko, Jarot. Pernikahan. Suara Pemulihan,

Anda mungkin juga menyukai