Anda di halaman 1dari 11

“MENJADI KELUARGA IDAMAN”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DEWASA


PROGRAM SARJANA PENDIDIKAN (S.Pd.)

Dosen Pengampu:
Dra. Ester Widiyaningtyas, S.P., M.Mis., M.Th

Oleh:

Stefanni Maranatha

8621319008

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI TABERNAKEL INDONESIA

SURABAYA

2021
PENDAHULUAN

Dewasa ini memiliki keluarga idaman yang penuh dengan kebahagiaan seakan
menjadi slogan yang begitu mustahil ketika melihat banyaknya prahara dan problema
kompleks yang terjadi dalam kehidupan pernikahan. Pernikahan yang berakhir dengan
perceraian seolah menjadi hal yang sudah biasa saja di jaman sekarang ini. Fenomena ini pun
tidak luput terjadi dalam pasangan suami-isteri Kristen, yang mana sudah memiliki prinsip
yang jelas dalam sebuah pernikahan berdasarkan Alkitab. Dalam Matius 19:6 Tuhan Yesus
dengan tegas mengatakan “apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan
manusia.”

Untuk membentuk keluarga idaman memang tidak mudah, namun bukan berarti tidak
bisa dimiliki. Sebuah keluarga terbentuk ketika terdapat dua insan yakni pria dan wanita yang
memiliki kesepakatan bersama untuk hidup bersama dalam ikatan pernikahan yang sah.
Sehingga keberhasilan sebuah pernikahan sangat ditentukan oleh keputusan yang diambil
oleh dua insan ini. Lantas apakah yang menjadi landasan dan tolok ukur untuk mencapai
keluarga idaman melalui sebuah pernikahan dan bagaimanakah cara untuk merealisasikannya
sesuai dengan prinsip kebenaran Firman Tuhan yang berdasar atas Alkitab. Mari kita melihat
dalam ulasan pada bab ini.

PEMBAHASAN

A. Pernikahan Kristen
Pernikahan merupakan inisiatif dari Allah sendiri yang menghendaki
perkawinan manusia ketika Ia menciptakan laki-laki dan perempuan sedari awal (Kej.
1: 27; 2: 18-24). Dan Allah telah menciptakan suami dan isteri dalam rangka
penciptaan alam semesta (Kej. 1: 26-28 bnd. Mat. 19: 4-6)1 Oleh sebab itu pernikahan
Kristen tidak terjadi semata-mata karena keinginan dua insan untuk menyatukan diri
dalam sebuah pernikahan saja, melainkan harus didasari oleh kehendak Allah. Artinya
disini pernikahan tidak boleh dianggap remeh. 2 Sebelum masuk ke dalam jenjang
pernikahan dua insan harus melibatkan Tuhan di dalamnya. Tidak asal suka sama
suka saja, namun benar-benar mengerti dasar serta prinsip dalam suatu pernikahan
Kristen.

1
Lahaye, Kebahagiaan Pernikahan Kristen (Jakarta: Gunung Mulia. 2002), hlm. 2.
2
Gerhard E.S, Elohim YHWH sebagai dasar pernikahan Kristen menyikapi pro kontra pemberkatan pernikahan
beda agama/imam (Tinjauan teologis pernikahan menurut Kejadian 1-6). Jurnal Teologi dan Pendidikan
Kristiani, ISSN 2621-7732, vol 3, no 2, Desember 2020, hlm. 122.

1
Pernikahan bukan hanya persekutuan badani, namun juga persekutuan rohani
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk suatu keluarga.
Oleh sebab itu pernikahan baru dikatakan sah ketika sepasang dua insan yang
mengikat komitmen ini telah diberkati dalam suatu gereja oleh seorang pemimpin
gereja (pendeta) dan juga dinyatakan legal oleh negara. Karena kita hidup dalam
sebuah pemerintahan, maka tentunya sebagai warga negara yang baik, pernikahan
bagi orang Kristen harus juga tercatat dalam legalitas negara. Sah secara agama dan
sah secara hukum adalah syarat mutlak dalam pernikahan Kristen.3
Pernikahan merupakan cara untuk membentuk keluarga yang mana merupakan
lembaga pertama yang diciptakan oleh Allah sehingga pernikahan memiliki sifat yang
kudus sebab Pribadi yang memprakarsai pernikahan adalah kudus. 4 Itu artinya
pasangan suami isteri benar-benar mengerti tujuan utama dalam pernikahan, yaitu
bukan hanya sekedar untuk menyalurkan kebutuhan biologis (seks) saja, namun
merupakan rencana agung dan ilahi Allah untuk menghasilkan keturunan Ilahi bagi
kemuliaan nama-Nya. Sehingga dapat dengan jelas dipahami bahwa keluarga
merupakan lembaga pertama yang diciptakan oleh Allah untuk melayani Dia di muka
bumi ini.
Oleh sebab itu sebelum laki-laki dan perempuan masuk ke dalam pernikahan,
harus mengerti terlebih dahulu apa makna sebenarnya dari pernikahan itu sendiri. Apa
prinsip dan dasar, serta bagaimana calon pasangan suami isteri dapat saling mengerti
dan memahami perbedaan mendasar yang terdapat pada karakteristik masing-masing
dan bagaimana mencari solusi yang tepat untuk mengatasi perbedaan tersebut hingga
menghasilkan sebuah pernikahan berbahagia yang menjadi idaman semua pasangan
yang sudah menikah.
a. Prinsip Pernikahan Kristen
Alkitab dengan sangat jelas menyatakan sejak dari permulaan penciptaan
bahwa manusia diciptakan sesuai dengan citra diri Allah agar manusia dapat
meneladani Allah. Berbicara tentang dasar, maka merujuk pada fondasi atau
pegangan yang kuat agar suatu pernikahan dapat bertahan. Keluarga harusnya
menjadi komunitas kecil yang dapat merefleksikan Pribadi Allah di dalamnya. 5

3
Weinata Sairin, J.M. Pattiasina, Pelaksanaan UU Perkawinan dalam perspektif Kristen (Jakarta: Gunung Mulia.
1996 ), hlm. 1.
4
Jeane Paath, Yuniria Zega, Ferdinan Pasaribu, Kontruksi Pernikahan Kristen Alkitabiah. Jurnal Scripta Teologi
dan Pelayanan Kontekstual. ISSN 2722-8231, volume 8, nomor 02. 2020, hlm. 182.
5
Stephen Tong, Kehidupan keluarga Kristen yang Berbahagia (Surabaya: Momentum. 1991), hlm. 12.

2
Pernikahan menjadi bagian penting untuk dapat merealisasikan kehendak Allah
tersebut dalam keluarga.
Bagaimana kehidupan pernikahan yang dijalankan oleh pasangan suami-isteri
menjadi cerminan apakah amanat yang Allah berikan terwujud atau tidak. Oleh
sebab itu suami dan isteri harus memiliki sumber yang tepat dalam menjalankan
kehidupan rumah tangga mereka. Ketika dalam pernikahan sumbernya tepat,
maka hasil akhirnya juga akan berhasil. Namun jika sumbernya adalah hal-hal
yang emosional terlebih lagi begitu tergantung dengan rasio dan perasaan pribadi,
maka pernikahan akan menjadi tidak kondusif.
Almarhum Dr. M.R. DeHaan, seorang guru Alkitab dan juga dokter,
mengatakan bahwa Sorga dapat tercermin dalam dunia ini melalui keluarga
Kristen dan rumah tangga dimana suami dan istri, orangtua dan anak-anak, hidup
bagi Allah dan bagi satu sama lain dalam kasih dan damai. 6 Jelas bahwa satu-
satunya dasar yang paling tepat dalam pernikahan Kristen adalah kehendak Allah,
bukan berdasar pada hal-hal yang lain sebab jika berdasar pada sesuatu yang
remeh, maka dasar tersebut tidak akan mampu untuk menjadi penopang dalam
kompleksitas pernikahan. Jadi setiap pasangan yang memutuskan untuk memasuki
dunia pernikahan harus memiliki pemikiran bahwa mereka sedang melakukan
kehendak Allah.
b. Harmoni Perbedaan Perempuan dan Laki-Laki
Memasuki dunia pernikahan merupakan proses mempersatukan dua pribadi
yang memiliki karakteristik berbeda untuk diselaraskan menjadi satu kesatuan
yang saling memperlengkapi. Dalam pernikahan harus memfokuskan kepada
menghargai akan adanya perbedaan, dimana mampu untuk saling memberi dan
menerima.7 Sudah menjadi hal yang wajar jika pasangan suami dan isteri
menemui beberapa perbedaan, sebab karakteristik antara pria dan wanita sudah
berbeda. Perbedaan pendapat maupun perbedaan yang lain bukanlah masalah
besar yang harus dibesar-besarkan, namun sesuatu yang harus dikomunikasikan
untuk menemukan jalan keluarnya.
Memang Alkitab menyatakan bahwa Allah menciptakan laki-laki dan
perempuan menurut peta dan keteladananNya, dan masing-masing memiliki

6
M.R. DeHaan, The Christian Home (Michigan: Grand Rapids, 1999), hlm. 3.
7
Seri Antonius, Pernikahan Kristen dalam Perspektif Firman Tuhan, Jurnal Pionir LPPM Universitas Asahan,
ISSN 2655-3201, Volume 06, Nomor 2, Mei 2020, hlm. 232.

3
kelebihan, kekurangan, dan kekhususannya sendiri.8 Laki-laki yang lebih dominan
pada rasio dan mementingkan otoritas, sementara perempuan yang lebih
menggunakan perasaannya dan lebih mementingkan cinta kasih menjadi
perbedaan mendasar dari karakteristik laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu
mengapa Alkitab mengatakan hormatilah suami mu dan hargailah isterimu dan
bukan sebaliknya, karena Allah mengetahui kebutuhan mendasar yang dimiliki
oleh seorang pria dan seorang wanita.
Tentunya bukan hal yang mudah untuk mengatasi perbedaan yang mendasar
ini, oleh sebab itu sangat diperlukan pengorbanan oleh kedua pasangan yang
sudah menikah. Pernikahan bisa dikatakan sebagai suatu pelayanan yang melatih
penyangkalan diri secara terus-menerus dari proses yang pahitnya seperti getah
tanaman thyme, namun dari pahit itu dapat menghasilkan madu kekudusan hidup
yang manis.9 Artinya kesepahaman dalam pernikahan tidak akan pernah
didapatkan jika pasangan masih mempertahankan egosentrismenya masing-
masing. Memiliki kerelaan untuk lebih mementingkan apa yang menyenangkan
pasangannya sekalipun diluar habit yang biasa dilakukan merupakan pengorbanan
terbesar yang dapat dilakukan pasangan untuk membuktikan cintanya.
Melalui pernikahan orang belajar bagaimana untuk mengorbankan
kesenangannya sendiri. Baik pria maupun wanita dalam sebuah pernikahan harus
memiliki kerelaan untuk dikoreksi sekaligus mengoreksi diri sendiri. Bukan
berarti mengoreksi pasangan tidak diperbolehkan, justru sangat diperlukan. Hanya
saja jangan sampai hal itu menjadi fokus seorang suami ataupun isteri, yakni
mencari-cari kesalahan dan kelemahan pasangannya.10 Dalam pernikahan tidak
boleh jika suami atau isteri kemudian memutlakkan pendapatnya sendiri tanpa
mempertimbangkan pendapat pasangannya, sebab yang seperti ini akan
menyebabkan kekakuan dan menjadikan relasi suami dan isteri menjadi dingin.
Sebab dengan demikian, barulah pasangan suami isteri dapat menerima segala
perbedaan yang ada dengan rendah hati.
c. Tujuan Pernikahan Kristen
Ketika Allah menciptakan Adam, Allah mengetahui juga bahwa Adam
membutuhkan seorang penolong. Pernyataan ini bukan berarti bahwa Hawa
8
Stephen Tong, Kehidupan keluarga Kristen yang Berbahagia, hlm. 67.
9
Gary L. Thomas, Sacred Marriage (Yogyakarta: Yayasan Gloria. 2011), hlm. 11.
10
Desefentison W. Ngir, Bukan Lagi Dua Melainkan Satu – Panduan Konseling Pranikah & Pascanikah
(Bandung: PT. Visi Anugerah Indonesia. 2013), hlm. 43.

4
diciptakan karena Allah melihat Adam kesepian lalu merasa harus menciptakan
Hawa untuk menemani Adam. Saya tegaskan bahwa bukan seperti itu yang
dimaksudkan. Hawa sudah ada sejak awal ada dalam rencana penciptaan Allah,
artinya ketika Allah menciptakan Adam, Allah juga mengetahui kebutuhan Adam
untuk memiliki seorang “pendamping.” Sebab rencana Allah adalah sempurna dan
matang, sehingga Allah tidak secara mendadak memunculkan sosok Hawa
ataupun seperti melihat ada kekurangan dalam ciptaan-Nya sehingga Ia perlu
melengkapinya, sekalipun secara manusia kita seringkali memahaminya seperti
itu.
Dan sudah kita sepakati bersama pada pembahasan sebelumnya bahwa
pernikahan diciptakan oleh Allah dengan didasari oleh kehendak Allah, sehingga
jelas disini bahwa tujuan dari pernikahan pun juga harus sesuai dengan kehendak
Allah. Ketika Allah membangun sebuah keluarga melalui pernikahan tujuannya
jelas, sebagaimana dicatat dalam Kejadian 1:28 Allah memberkati mereka, lalu
berfirman keada mereka untuk beranakcucu dan bertambah banyak agar dapat
memenuhi bumi dan menjadi penanggungjawab dari ciptaan Allah yang lain. 11
Allah ingin supaya dari pernikahan-pernikahan yang diberkati lahir keturunan-
keturunan ilahi yang mempermuliakan Tuhan (Maleakhi 2:15).
Banyak pasangan Kristen yang akhirnya terjebak dalam pandangan yang
mendoktrinkan bahwa tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan kehidupan
yang lebih bahagia. Sehingga tidak sedikit pasangan yang akhirnya kecewa
dengan pernikahan yang dijalaninya karena ternyata tidak seindah yang
diharapkan. Hingga akhirnya menjadi penyebab terbesar dari perceraian yaitu
karena sudah tidak mendapatkan kebahagiaan lagi. Maka dari itu harus memulai
pernikahan dengan tujuan yang benar. Kebahagiaan dalam pernikahan merupakan
akibat dari pernikahan yang mengalami pertumbuhan. Jika masing-masing
pasangan bertumbuh maka implikasinya adalah mereka akan mendapatkan
kebahagiaan. Maka tujuan dari pernikahan bukanlah kebagaiaan tetapi
pertumbuhan.12
B. Mewujudkan Keluarga Idaman

11
Derisna Hutagalung, Pernikahan Dini Ditinjau dari Iman Kristen, Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen,
Volume 01, Nomor 01, April 2020, hlm. 19.
12
Ibid., 20.

5
Keluarga merupakan lembaga pertama yang dibentuk oleh Allah sendiri untuk
manusia yang diciptakan-Nya memulai proses kehidupan. Keluarga memberikan
dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan pada anak.13 Dalam hal
ini khususnya pada ayah dan ibu yang menjadi penanggungjawab didalamnya.
Melihat begitu pentingnya keluarga banyak pasangan yang mempersiapkan
pernikahannya dengan semaksimal mungkin. Namun inipun belum tentu menjadi
jaminan akan memberikan hasil yang maksimal pula dalam keluarga karena sepanjang
perjalanan rumah tangga diperhadapkan pada berbagai tantangan dan permasalahan.
Perbedaan-perbedaan alami yang mendasar seringkali menjadi pemicu pertikaian dan
akan menimbulkan ketegangan dalam rumah tangga.14 Jika masalah ini tidak segera
diselesaikan, maka cinta kasih perlahan akan memudar dan datanglah rasa benci dan
berkuranglah kesempatan untuk mengalami keluarga bahagia seperti yang menjadi
idaman banyak keluarga.
Tentunya tidak akan pernah ada keluarga yang tidak menghadapi permasalahan
hidup. Ada banyak faktor yang dapat memicu terjadinya permasalahan yang berujung
pada pertikaian dalam keluarga, misalnya hubungan pribadi suami dan isteri, masalah
ekonomi, masalah yang timbul akibat perilaku anak, dan masih banyak lagi. Namun,
keluarga yang membiarkan Kristus memerintah sebagai Tuhan atas kehidupan
keluarga dan rumah tangga mereka pati dapat menyelesaikan semua permasalahan
yang dihadapi.15
a. Peran Suami dan Isteri dalam Rumah Tangga
Allah menciptakan dua jenis kelamin yang berbeda dengan karakteristik dasar
yang juga berbeda agar saling melengkapi. Allah ingin laki-laki dan wanita
bersatu dalam pernikahan untuk membentuk keluarga dalam tugas dan
tanggungjawabnya memenuhi dan memelihara bumi melalui keturunan mereka.
Rumah tangga yang harmonis tentunya akan menciptakan sebuah keluarga yang
bahagia. Akan sangat menyenangkan jika dalam keluarga masing-masing anggota
dapat mengerti peran dan tanggung jawabnya.
Cinta kasih seorang suami pertama-tama harus dinyatakan pada istrinya
terlebih dahulu, barulah kemudian ia akan dapat mencintai anak-anak yang
dimilikinya. Cinta yang dimiliki suami tentunya harus berdasar pada cinta Tuhan
13
Adinia Mendrofa, Membangun Keluarga Kristen yang Bahagia Menurut Efesus 5:22-23, Jurnal Teologi dan
Pendidikan Kristen, Volume 01, Nomor 01, April 2020, hlm. 1.
14
Ibid., 4.
15
Kenneth Chafin, Is There a Family in the House, (New York: Oxford University Press. 1966), hlm. 39.

6
Yesus.16 Tuhan Yesus mengorbankan dirinya diatas kayu salib bagi gereja-Nya.
Sehingga seorang suami yang nantinya juga menjadi seorang pemimpin, juga
harus membuktikan cintanya dalam sebuah pengorbanan. Artinya suami harus
mengorbankan waktu, tenaga, serta perhatiannya untuk dicurahkan bagi
keluarganya. Suami tidak bisa hanya memikirkan kesenangan diri sendirinya saja,
namun fokusnya sudah harus berubah yaitu untuk istri dan anak-anaknya.
Sebagai kepala keluarga, seorang suami/ayah memiliki peran sebagai seorang
imam dalam keluarga yang memimpin dan mengajarkan kebenaran Firman Tuhan
kepada keluarga. Kepala keluarga memiliki tanggungjawab untuk menjaga
kerohanian keluarganya di hadapan Allah.17 Imam secara general memiliki peran
sebagai perantara umat Allah dengan Allah. Sehingga seorang suami harus tunduk
pada otoritas Allah, mengerti kebenaran Firman dan hidupnya senantiasa
melakukan kehendak Tuhan. Suami yang tunduk pada otoritas Allah barulah ia
dapat menjadi pemimpin yang baik bagi keluarganya.
Disamping seorang suami yang memimpin, terdapat pula isteri yang menjadi
penolong suami dalam menjalankan kepemimpinannya dalam sebuah rumah
tangga. Maksud Allah memberikan kepada Adam, istri yang menjadi penolong
yang sepadan dengan dia, tentunya harus diartikan bahwa walaupun fungsinya
berbeda dengan suami tetapi martabatnya dan kedudukannya dimata Tuhan sama
dengan suaminya.18 Jadi posisi suami dan isteri ini adalah sama hanya peran dan
tanggungjawabnya saja yang berbeda dalam keluarga.

b. Keluarga Bertumbuh dalam Kristus


Sejatinya pernikahan bukanlah final goal dalam hidup, justru ketika memasuki
dunia pernikahan disana akan muncul berbagai tantangan. Mulai dari awal
perkenalan, memasuki kehidupan sebagai suami-isteri, hingga memiliki anak-anak
akan selalu ada permasalahan di dalamnya. Nyatanya keluarga Kristen juga tidak
pernah lepas dari permasalahan tersebut. Namun tentu ada yang membedakan
antara keluarga Kristen dengan keluarga-keluarga lainnya. Keluarga Kristen

16
Yakub Hendrawan, dkk, Kajian Teologis Peran kepala Keluarga Kristen, Shamayim: Jurnal Teologi dan
Pendidikan Kristiani, ISSN 2746-9026, Vomume 01, Nomor 02, Mei 2021, hlm. 162.
17
Talizaro Tafonao, Peran Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga terhadap perilaku Anak, Edudikara: Jurnal
Pendidikan dan pembelajaran, volume 03, nomor 2, 2018.
18
Fereddy Siagian, Figur Istri yang Bijak dalam Membina Rumah Tangga Kristen Bahagia menurut Amsal
31:10-30, Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, ISSN 2548-1398, Volume 04, Nomor 12, Desember 2019,
hlm. 105.

7
bukan sekedar label ataupun sebutan semata, namun merupakan keluarga yang
dalam seluruh keberadaannya menunjukkan penghayatan dan pemahamannya
pada ajaran Kristus.19 Keluarga Kristen harus melibatkan Kristus dalam segala
aspek kehidupan rumah tangga. Hal ini menegaskan bahwa Kristus adalah Tuhan
atas keluarga-keluarga Kristen yang mampu meneduhkan gelombang dan badai
permasalahan yang kerap kali menghantui keutuhan sebuah pernikahan dan rumah
tangga.
Kristus haruslah menjadi teladan yang sempurna bagi keluarga Kristen yang
menjadi landasan bagi suami dan isteri dalam menjalin relasi di dalamnya. Kristus
mengajarkan tentang kesetiaan, belaskasihan, pengampunan, penerimaan tak
bersyarat, dan esensi dari suatu komitmen. Keluarga Kristen haruslah menghayati
nilai-nilai yang Kristus telah berikan kepada gereja-Nya, sehingga dengan
demikian saling anggota keluarga dapat menerapkan kasih Kristus dalam sesama
anggota keluarga. Ketika sesama anggota keluarga bersatu hati untuk memiliki
pengenalan yang benar dan mendalam akan Kristus dalam pengajaran iman
Kristen, maka akan terjadi pertumbuhan rohani didalam keluarga yang
memampukan anggota keluarga untuk hidup sesuai dengan teladan Kristus.

Daftar Pustaka

1. Lahaye, Kebahagiaan Pernikahan Kristen (Jakarta: Gunung Mulia. 2002).


2. Weinata Sairin, J.M. Pattiasina, Pelaksanaan UU Perkawinan dalam perspektif
Kristen (Jakarta: Gunung Mulia. 1996 ).
3. Stephen Tong, Kehidupan keluarga Kristen yang Berbahagia (Surabaya: Momentum.
1991).
4. M.R. DeHaan, The Christian Home (Michigan: Grand Rapids, 1999).
5. Gary L. Thomas, Sacred Marriage (Yogyakarta: Yayasan Gloria. 2011).
6. Desefentison W. Ngir, Bukan Lagi Dua Melainkan Satu – Panduan Konseling
Pranikah & Pascanikah (Bandung: PT. Visi Anugerah Indonesia. 2013).
7. Kenneth Chafin, Is There a Family in the House, (New York: Oxford University
Press. 1966).
8. Kelompok kerja PAK-PGI, Seluruh Siswa Bertumbuh dalam Kristus (Jakarta: Gunung
Mulia. 2007).
19
Kelompok kerja PAK-PGI, Seluruh Siswa Bertumbuh dalam Kristus (Jakarta: Gunung Mulia. 2007), hal. 80.

8
9. Gerhard E.S, Elohim YHWH sebagai dasar pernikahan Kristen menyikapi pro kontra
pemberkatan pernikahan beda agama/imam (Tinjauan teologis pernikahan menurut
Kejadian 1-6). Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, ISSN 2621-7732.
10. Jeane Paath, Yuniria Zega, Ferdinan Pasaribu, Kontruksi Pernikahan Kristen
Alkitabiah. Jurnal Scripta Teologi dan Pelayanan Kontekstual. ISSN 2722-8231.
11. Seri Antonius, Pernikahan Kristen dalam Perspektif Firman Tuhan, Jurnal Pionir
LPPM Universitas Asahan, ISSN 2655-3201.
12. Derisna Hutagalung, Pernikahan Dini Ditinjau dari Iman Kristen, Jurnal Teologi dan
Pendidikan Kristen, Volume 01, Nomor 01, April 2020.
13. Adinia Mendrofa, Membangun Keluarga Kristen yang Bahagia Menurut Efesus 5:22-
23, Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen, Volume 01, Nomor 01, April 2020.
14. Yakub Hendrawan, dkk, Kajian Teologis Peran kepala Keluarga Kristen, Shamayim:
Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, ISSN 2746-9026.
15. Talizaro Tafonao, Peran Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga terhadap
perilaku Anak, Edudikara: Jurnal Pendidikan dan pembelajaran, volume 03, nomor 2,
2018.
16. Fereddy Siagian, Figur Istri yang Bijak dalam Membina Rumah Tangga Kristen
Bahagia menurut Amsal 31:10-30, Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, ISSN
2548-1398.

9
10

Anda mungkin juga menyukai