Anda di halaman 1dari 9

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
rahmat dan kasihnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makala tentang
Hubungan Perkawinan, Keluarga, dan Panggilan Hidup. Makalah ini disusun
sebagai salah satu tugas mata kuliah Agama Katolik.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak,
karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan
dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dan juga kami berterima
kasih pada Dosen mata kuliah Agama Katolik yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan tentang Hubungan Perkawinan, Keluarga dan
Panggilan Hidup.
. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik
dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen
mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih
baik di masa yang akan datang. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Yogyakarta, Desember 2015

Penulis

BAB II
ISI
A. Perkawinan menurut islam dan katolik
I. Hakikat Perkawinan :
1. Pandangan islam
a. Al-quran :
Untuk menunjukkan makna perkawinan, al-quran antara lain
memakai istilah mitsaqon gholidon, artimya perjanjian yang
teguh. Istilah tersebut pertama-tama menunjuk pada perjanjian antara
allah dan para nabi atau para rasul-Nya. Dalam surat Al Ahzab ayat 7,
misalnyya, tertulis sebagai berikut : Dan (ingatlah) ketika kami
mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh,
Ibrahim, Musa dan Isa putra maryam, dan kami telah mengambil dari
perjanjian yang teguh. Istilah itu juga menunjuk pada perjanjian
antara Allah dan umat israel.
Al Quran juga melihat perkawinan sebagai perjanjian timbal
balik, yang menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pada
suami istri. Menurut surat An Nisa ayat 34, Kaum laki-laki adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena allah telah melebihkan
sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. Sebab itu wanita yang saleh ialah yang taat kepada allah dan
memelihara diri dibalik pembelakang suaminya... Ayat 4 dari surat
yang sama menunjukkan bahwa istri mempunyai hak untuk menerima
mas kawin pada waktu ia dinikah: Berikanlah mas kawin (mahar)
kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh
kerelaan.
b. Hadits nabi Muhammad :
Nabi Muhammad menggarisbawahi pandangan Al Quran tentang
perkawinan sperti disebut diatas. Ath Thabrani mencatat bahwa nabi
Muhammad menyebut perkawinan sebagai setengah ibadat.
Perkawinan bukanlah suatu perkara duniawi semata-mata, melainkan
suatu kenyataan yang juga menyangkut tuhan. Karena itu, seperti
dicaatat oleh Ahmad, beliau juga berdoa pada perayaan nikah seorang
muslim, memohon agar Allah berkenan memberkati dan menyatukan
kedua mempelai. Beliau berharap bahwa suami-istri muslim bersedia
menurunkan anak-anak dan mendidik mereka menjadi orang yang
saleh, sehingga pada akhir zaman umat muslim menjadi umat yang
besar jumlahnya.

c. Hukum Islam
Hukum islam menegaskan ajaran Al Quran dan hadits nabi
Muhammad di atas. Selain itu, secara jelas perkawinan juga dilihat
sebagai suatu persekutuan hidup demi pengesahan hubungan seksual
dan anak atau keturunan. Perkawinan diakui sebagai suatu lembaga
hukum, kenyataan yang dilindungi dan diatur oleh hukum. Lembaga
tersebut mendukung kearah hubungan seksual dan pengadaan
keturunan secara sah dan halal.
Hukum pun memberikan hak-hak dan wewenang yang jelas kepada
pria dan wanita yang menikahi secara sah. Dengan wewenang itu,
suami-istri mendapat status sosial yang baru, yang dipandang lebih
tinggi daripada sebelum menikah, terutama pihak wanita. Sebab
dengan pernikahan itu, ia punya hak atas harta benda, nafkah, dan
perlindungan hukum.ia juga punya hak untukk mendidik anakanaknya sendiri.
2. Pandangan Katolik
a. Kitab Perjanjian Lama :
Kitab kejadian bab 1 menggambarkan seolah-olah pria dan wanita
pertama diciptakan oleh Allah dengan sabda semata-mata. Keduanya
kemudian diberkati-Nya dan diberi tugas untuk beranak cucu dan
memelihara dunia. Gmabaran itu mengungkapkan pandangan
penulisnya tentang martabat perkawinan. Perkawinan merupakan suatu
kenyataan luhur karena diberkati oleh Allah sendiri. Setelah Allah
menikahkan pria dan wanita pertama itu, penulis memberikan
kesimpulan sebagai berikut: Maka Allah melihat segala yang
dijadikan-Nya itu sungguh amat baik.
Kitab kejadian bab 2 menyuguhkan gambaran yang lain wanita
pertama dikisahkan seolah-olah dibuat dari tulang rusuk pria pertama.
Lalu, Allah menghadiahkan wanita tersebut menjadi wanita penolong
yang sepadan, bahkan menjadi istri bagi pria itu. Penciptaanya, lalu
bersatu dengan istrinya. Persatuan erat antara suami dan istri pertama
itu dilukiskan dengan ungkapan yang indah: Keduanya menjadi satu
daging. Mereka keduanya telanjang, manusia dan istrinya itu, tetapi
mereka tidak merasa malu.
Menurut kitab nabi Maleakhi bab 2, perkawinan merupakan suatu
perjanjian dengan allah sebagai saksinya. Karena itu penulis kitab
tersebut menolak perceraian dan kawin berbeda agama. Kedua
tindakan tersebut tidak sesuai dengan martabat luhur perkawinan
sebagai perjanjian suci. Perkawinan bahkan dapat menjadi lambang
dari suatu kenyataan yang lebih luhur dari perkawinan itu sendiri.
Menurut penuliis kitab hosea Bab 1-3, hubungan cintakasih antara
Allah dan umatnya. Allah selau setia kepada umat-Nya, walupun umat
itu berulangkali meninggalkan Dia.

b. Kitab Perjanjian Baru


Pandangan yang tercermin dalam kitab-kitab perjanjian Lama
tersebut ditegaskan lagi oleh yesus Kristus dan Paulus. Menurut injil
Yohanes bab 2, Yesus Kristus menhadiri pesta pernikahan slah satu
kenalan-Nya, bahkan lebih daaripada sekedar hadir, beliau malah
membantu keluarga yang punya hajat agar pesta tersebut berhasil.
Ketika mereka kehabisan anggru, Yesus mengubah air menjadi anggur,
sehingga keluarga tersebut tidak menanggung malu.
Kehadiran dan tindakan ajaib Yesus itu kiranya dapat ditafsirkan
sebagai perhatian dan penghargaan beliau atas pernikahan dan
pestanya.
Dalam Injil Markus bab 10, Yang sejajar dengan injil Matius bab
19, kita temukan pandangan Yesus tentang perkawinan. Agak jelas
bahwa beliau mengutip kitab kejadian bab 2 sebagai dasar dari
pandangan-Nya. Menurut beliau dalam perkawinan, suami dan istri
dipersatukan oleh allah sendiri. Dengan tindakan allah itu mereka
menjadi satu daging, artinya: menjadi satu kesatuan yang amat erat.
Perkawinan bukanlah semata-mata urusan antara manusia, melainkan
suatu kenyataan yang juga menyangkut Allah, Dialah yang
menyatukan suami dan istri.
c. Hukum Gereja Katolik:
Dalam tradisi gereja katolik sejak abad 2 sampai 20, martabat
perkawinan selalu dijunjung tinggi. Usaha gereja katolik tersebut
paling nampak pada pengakuannya bahwa perkawinan antara dua
orang kristen merupakan sakramen, perjanjian dan persekutuan hidup
dan cinta mesra.
Dalam kitab hukum gereja katolik yang dipromulgasikan pada
tahun 1983, kanon 1055, perkawinan dirumuskan sebagai perjanjian,
dengan mana pria dan wanita membentuk antar mereka kebersamaan
seluruh hidup...Oleh Kristus Tuhan perkawinan antara orang-orang
yang dibaptis diangkat ke martabat sakramen. Rumusan itu lebih
dapat dipahami bila istilah-istilah yang dipakai dimengerti secara tepat.
Hukum gereja katolik mengakui adanya tujuh sakramen, dan
mengakui bahwa perkawinan antara dua orang yang telah dibaptis
merupakan salah satu dari tujuh sakramen tersebut. Seperti sakramensakramen lain, perkawinan dipandang sebagai perayaan iman gereja
yang membuahkan rahmat. Yang Khas pada sakramen perkawinan
ialah bahwa sakramen tersebut melambangkan dan membuahkan
cintakasih yang erat mesra antara Kristus dan gereja-Nya.
3.

Implikasinya dalam kawin campur


Pandangan Islam dan pandangan Katolik tentang hakikat
perkawinan tidak banyak berbeda. Keduanya Memandang Perkawinan
sebagai suatu kenyataan manusiawi yang bernilai tinggi dan sekaligus

sebagai suatu kenyataan yang suci, yang dikehendaki dan diberkati


oleh Allah. Gereja katolik bahkan memberi nilai yang sedemikian
tinggi tehadap perkawinan antara dua orang kristen, sehingga
mengakuinya sebagai sebuah sakramen,
yakni sebuah perayaan iman gereja yang membuahkan rahmat
berlimpah
Kedua agama mengakui bahwa perkawinan merupakan satussatunya lembaga yang memberi hak moral maupun hak hukum kepad
pria dan wanita untuk hidup bersama, berhubungan seksual, dan
menurunkan anak. Maka keduanya menolak kumpul kebo sebagai
model lama maupun model baru dari kehidupan berkeluarga.
Kumpul kebo tidak memberikan jaminan cintakasih maupun
perlindungan kepada semua pihak yang tersangkut dalam
pembentukan dan pemeliharaan hiidup berkeluarga.
Campur tangan Allah dalam perkawinan diakui dengn tegas oleh
kedua agama. Umat Islam melihat peranan Allah sebagai yang
mempertemukan pria dan wanita pertama menjadi suami istri,
memberkati keduanya, dan memberkati anak-anak mereka. Gereja
Katolik menggunakan bebragai ungkapan untuk menunjukkan campur
tangan Allah itu, seperti: menjodohkan; menikahkan; memberkati;
menjadi saksi; atau mempersatukan suami-istri.
II. Tujuan Perkawinan :
1. Pandangan Islam
a. Al-Quran
Al-Quran mengajarkan bahwa Allah menghendaki pria dan wanita
bersatu dalam perkawinan supaya dari persatuan mereka terciptalah
generasi manusia baru, yang meneruskan aksistensi manusia dibumi.
Dalam surat Yaa siin ayat 36 diwahyukan bahwa allah menciptakan
makhluk berpasang-pasangan.
Tujuan perkawinan yaitu untuk memperoleh ketenangan, cinta, dan
kasih sayang. Dalam surat Ar Ruum ayat 21 tertulis; Dan diantara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa dia menciptakan untukmu
istri-istri dan jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang... dalam ayat itu terungkap pengakuan Al-Quran akan
pentingnya cintakasih dalam hubungan antara suami-istri.

A. Mari, Jadilah Terangku


Pada tanggal 10 september 1946 Yesus mengetuk hati Ibu Kita, Ibu
Teresa dari Kalkuta, yang pada waktu itu seorang biarawati Loreto,
ketika ia sedang bepergian naik kereta api ke Darjeeling di
Pegunungan Himalaya untuk tinggal seorang diri saja dengan Allah,
untuk bersantai dalam hadirat-Nya, dan untuk mendengarkan suaranya.
Mari, jadilah terangku.. panggilan yesus kepada ibu Teresa pada
tahun 1946 adalah terang yang menyinari seluruh hidupnya. Aku tidak
dapat pergi seorang diri. Mereka ( orang- orang miskin ) tidak mengenal
aku, maka mereka tidak memerluhkan aku. Pergilah engkau, datanglah
ditengah-tengah mereka. Bawalah Aku bersertamu Ini adalah
panggilan di dalam panggilan. Yang detail detailnya tetap tersembunyi
dalam kemesraan hubungan dengan Allah sampai saat sesudah Ibu Teresa
meninggal.
Allah berbicara kepada Ibu Teresa tentang dahaga-Nya akan setiap
manusia, tetapi terutama akan mereka yang termiskib dari antara orangorang miskin, mereka yang paling dilupakan di antara anak-anaknya,
Allah menghendaki Ibu Teresa meninggalkan kongregasi Suster-Suster
Loreto, tempat ia menghayati hidup, dan mulai mendirikan sebuat tarekat
hidup membiara yang baru , yang disebut Misionaris Cinta Kasih. Allah
menghendaki Ibu Teresa melakukannya di Kalkuta, India, dengan
mengidentiifikasikan diri sebagai orang India.
Jawaban Ibu Teresa sepenuh hati kepada panggilan Yesus itulah yang
ditempatkan oleh Gereja di hadapan kita sebagai teladan dan ilham pada
kesempatan beatifikasinya. Dengan mengangkat Ibu Teresa sebagai Beata
pada tanggal 19 Oktober 2003, gereja menyatakannya sebagai teladan dan
pengantara. Jawaban kepada panggilan itu telah menjunjung Ibu Teresa
ke tingkat kekudusan yang tinggi bukan terutama karena segala sesuatu
yang dilakukannya, melainkan karena siapa yang terwujud dalam diri
pribadinya. Kekudusan bukanlah barang mewah untuk beberapa orang,
demikian katanya yang kerap kali diulangnya, melainkan kewajiban
sederhana yang harus anda dan saya emban.

Pada akhirnya, pengalamannya pada 1946 mengenai dahaga Yesus yang


tak terbatas pada salib demi cinta kasih dan jiwa-jiwa itulah yang menjadi
akar dan dasar panggilannya dan yang meresapi seluruh periada dan
hidupnya.
Perutusan ibu Teresa ditunjukkan untuk orang-orang yang paling
berkurangan, mereka yang termiskin diantara orang orang miskin. Ibu
Teresa tidak memandang perutusan itu han. Ibu Teresa tidak memandang
perutusan itu hanya, atau bahkan pertama, sebagai pekerjaan social.
Perutusannya tertuju terlebih lebih kepada penyelamatan dan
pengudusan orang-orang yang dilayaninya. Dengan mata iman, ia
memandang realitas kehadiran allah yang tersembunyi dalam diri orang
orang miskin. Ia sungguh-sungguh seorang kontemplatif sejati di jantung
dunia, yang menyentuh Yesus dua puluh empat jam sehari.
Dengan kepedulian dan perhatiannya yang mendalam kepada mereka yang
termiskin dari antara orang-orang miskin, ia telah menjadi lambing cinta
dan belas kasih kepada orang-orang yang terpinggirkan dalam masyarakat
manusia. Hidup dan kerjannya menjadi tanda dan peringatan bahwa
Allah masih mengasihi dunia, dan Ia mengutus anda dan saya untuk
menjadi cinta kasih-Nya kepada orang- orang miskin .
Beatifikasi Ibu Teresa merupakan tantangan bagi kita untuk memandang
lebih dekat dan cermat lagi soal kekudusan dan arti pentingnya dalam
masyarakat dewasa ini. Hidupnya dapat menjadi teladan dalam perjalanan
kita sendiri menuju satu tujuan sejati, yaitu persatuan dengan Allah. Halhal kecil, hal hal biasa yang dilakukan dengan cinta kasih luar biasa ,
hal hal yang dapat kita semua teladani, itulah yang membuat diannya
menyala dengan sangat terang di hadapan semua orang sezamannya.
Beatifikasi Ibu Teresa juga merupakan perangsang bagi kita untuk
menghargai lebih mendalam lagi sifat dasar dan daya kuasa cinta kasih.
Seluruh hidupnya dipusatkan untuk mengasihi Yesus Kristus, Allahnya
yang menjelma menjadi manusia. Oleh karena itu, Ekaristi dan orangorang miskin baginya mewujudkan satu kutub tunggal tempat seluruh
hidupnya berputar. Cinta kasih dinyatakan bukan dalam ungkapan
perasaan, melainkan dalam pelayanan. Ia melakukan hal-hal yang biasa,
yang kecil-kecil tetapi selalu sebagai pernyataan cinta kasihnya dan
pengakuan kepada orang yang dilayaninya.
Ibu Teresa menyadari sejak awal mulai bahwa panggilan Yesus untuk
menjadi Misionaris Cinta Kasighadalah panggilan untuk menjadi orang

kudus. Maka ia berjanji, Saya akan memberikan orang orang kudus


kepada Bunda Gereja; saya akan memberikan martir-martir kepada Bunda
Gereja. Sampai akhir hidupnya, ia mengingatkan kami agar mempunyai
kebulata tekad yang kuat untuk menjadi orang kudus dengan bantuan
Allah. Ia selalu minta kepada kami untuk mengulangi apa yang
dikatakannya, Aku mau, aku berkehendak, dengan berkat Allah, menjadi
kudus. Ia senang mengatakan, Kekudusan bukanlah barang mewah bagi
beberapa orang, melainkan kewajiban sederhana bagi setiap orang. Ia
memahami bahwa kekudusan adalah hak asasi setiap orang. Seorang kudus
adalah seorang manusia yang berkembang sepenuhnya dan hidup
sepenuhnya, yang mempersilakan Allah hidup dalam dirinya dan
mengasihi melalui dirinya.
Ibu Teresa menunjukkan kepada kita bahwa jalan sederhana menuju
kekudusan adalah doa dan cinta kasih kepada Allah melalui cinta kasih
kepada saudara dan saudari kita. Pada waktu kita berdoa, hati kita
dimurnikan dan kita dapat melihat Allah dalam diri saudara dan saudarai
kita yang berkerungan. Bila kita mengasihi mereka, kita masuk ke dalam
hati Allah dan dipenuhi dengan kasih, damaim dan sukacita-nya, sekarang
dan selama-lamanya. Sebab Ia berkata kepada kita, Apa pun yang kamu
lakukan untuk orang yang paling kecil dari antara saudara-saudari Ku,
itu kamu lakukan untuk Aku.
Kami memberikan pelayanan sepenuh hati dan bebas merdeka kepada
mereka yang termiskin dari segi jasmani dan rohani dari antara orangorang miskin tanpa pandang kasta, kepercayaan, dan kebangsaan. Kami
memberikan kepada mereka pelayanan langsung dan efektif selama tidak
ada orang yang membantu mereka dengan:

Memberikan makan orang-orang lapar tidak hanya dengan makanan, tetapi


juga dengan sabda Allah
Memberi minum orang-orang yang tidak hanya haus akan air, tetapi juga
akan pengetahuan, kedamaianm kebenaran, keadilan, dan cinta kasih
Memberi pakaian orang-orang telanjang tidak hanya dengan pakaian,
tetapi juga dengan martabat manusiawi; memberikan mereka naungan
yang tidak hanya terbuat daru batu bata, tetapi hatai yang memahami, yang
mempedulikan, dan yang mengasihi;
Merawat orang yang sakit dan orang yang hampir meninggal dan
emmelihara orang yang lemah dan cacat tidak hanya tubuhnya, tetapi juga
pikiran dan jiwanya

Kami memberikan dengan cuma-Cuma apa yang telah kami terima dengan cuma
Cuma.
Ibu Teresa senang berkata , Karya karya cinta kasih adalah karya-karya
kedamaian. Dalam tindak-tindak cinta kasih kami yang bersahaja dan kecil-kecil,
saudara dan saudari kami yang miskin, sakit, dan menderita mengalami kasih
sayang Allah dan kepeduliaan-Nya atas mereka, dan mereka berpaling kepada
Allah dengan penuh puji syukur dan cinta kasihdan menerima damai sejahtera-nya

Anda mungkin juga menyukai