Anda di halaman 1dari 25

Perkawinan Dalam Tradisi Katholik

 INDIKATOR

1. Bersyukur atas kehadiran Tuhan melalui tradisi kehidupan


perkawinan Katolik
2. Menjelaskan tradisi perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974
3. Menjelaskan makna perkawinan menurut KS Kej 2:18-25, Mrk 10:2-12.
4. Menjelaskan makna dan sifat perkawinan menurut dalam Kan 1055 dan GS
Art. 3a, 48, 52a.
Perkawinan dalam Tradisi Katolik
Perkawinan sebagai suatu karier tidak dapat disamakan dengan

semua karier lain

Sebab ia membutuhkan perpaduan aneka ragam kebajikan dan sifat

khas

dari bermacam-macam karier khusus. Perkawinan menuntut

kesabaran seorang

guru, keahlian seorang psikolog, kegesitan diplomasi seorang

negarawan,

dan rasa adil seorang hakim. Selain itu, dalam perkawinan

dibutuhkan pula seni humor seorang pelawak, semangat berkorban

seorang dokter, keramah-

tamahan seorang pramugari, dan belas kasihan seorang pengampun.


Melihat simbol perkawinan di masyarakat
Perhatikan gambar-gambar berikut ini!
Pendalaman/refleksi

) Gambar-gambar pada nomor 1.a merupakan simbol-simbol

dalam masyarakat yang berkaitan dengan perkawinan. Cobalah


kamu menafsirkan makna dari simbol-simbol itu
a) Apa makna simbol bahtera/kapal berkaitan dengan
perkawinan?
b) Apa makna simbol cincin?
c) Apa makna simbol peraduan burung?
Makna Perkawinan Menurut Peraturan Perundang-undangan

 Sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, di mana sila pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka ‘’

perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja

mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi juga unsur batin/rohani.

 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 1 UU berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan lahir-

batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga)

 yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Membentuk keluarga yang bahagia erat
hubungannya dengan keturunan, yang merupakan tujuan perkawinan.

Pemeliharaan dan pendidikan anak menjadi hak dan

kewajiban orang tua.


Makna Perkawinan menurut Pandangan Tradisional

Dalam masyarakat tradisional perkawinan pada umumnya

masih merupakan suatu “ikatan”. Perkawinan tidak

hanya mengikat seorang laki-laki dengan seorang wanita.

Perkawinan juga mengikat kaum kerabat si laki-laki dengan

kaum kerabat si wanita dalam suatu hubungan tertentu.

Perkawinan tradisional umumnya merupakan suatu proses.

Di mulai dari lamaran, lalu memberi mas kawin (belis),

kemudian peneguhan, dan seterusnya.


Makna Perkawinan menurut Pandangan Hukum (yuridis)
Dari segi hukum perkawinan sering dipandang sebagai
suatu “perjanjian”. Dengan perkawinan, seorang pria dan
seorang wanita saling berjanji untuk hidup bersama, di depan
masyarakat agama atau masyarakat negara, yang menerima
dan mengakui perkawinan itu sebagai sah.
Makna Perkawinan menurut Pandangan Sosiologi

Secara sosiologi,

perkawinan merupakan suatu “persekutuan hidup” yang mempunyai


bentuk, tujuan, dan hubungan yang

khusus antaranggota. Ia merupakan suatu lingkungan hidup

yang khas. Dalam lingkungan hidup ini, suami dan istri

dapat mencapai kesempurnaan atau kepenuhannya sebagai

manusia, sebagai bapak dan sebagai ibu.


Makna Perkawinan menurut Pandangan Antropologis
 Perkawinan dapat pula dilihat sebagai suatu
“persekutuan

cinta”. Pada umumnya, hidup perkawinan dimulai


dengan cinta. Ia ada dan akan berkembang atas dasar
cinta. Seluruh kehidupan bersama sebagai suami-istri
didasarkan dan diresapi seluruhnya oleh cinta.
Ajaran Kitab Suci (Alkitab)
tentang Perkawinan
Kejadian 2:18-25
18 ,TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu
seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya,
yang sepadan dengan dia.”
19,Lalu TUHAN Allah membentuk daritanah segala binatang
hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya
kepada manusia itu untuk melihat, bagaimanaia menamainya;
dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap
makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu.
. Manusia itu memberi nama kepada segala ternakkepada burung-burung di udara dan kepada segala

binatanghutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yangsepadan dengan dia.

21Lalu TUHAN Allah membuat manusia itutidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil

salahsatu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging.

22. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu,dibangun-Nyalah seorang perempuan,

lalu dibawa-Nya kepadamanusia itu.

23 .Lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang daritulangku dan daging dari dagingku. Ia akan

dinamai perempuan,sebab ia diambil dari laki-laki.”

24. Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya,

sehingga keduanya menjadi satu daging.

25 .Mereka keduanyatelanjang, manusia dan istrinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.
Mrk 10:2-12; (bdk Luk 16:18)

, Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobaiYesus mereka bertanya kepada-Nya:

“Apakah seorang suamidiperbolehkan menceraikan istrinya?”:

3, Tetapi jawab-Nya kepada mereka: “Apa perintah Musa kepada kamu?”

4 , Jawab mereka: “Musa memberi izin untuk menceraikannya denganmembuat surat cerai.”

5, Lalu kata Yesus kepada mereka: “Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan

perintah iniuntuk kamu.

6, Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan,

7, sebab itu laki-laki akan meninggalkanayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya,

8, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukanlagi dua, melainkan

satu.
9, Karena itu, apa yang telah dipersatukanAllah, tidak boleh diceraikan
manusia.”

10, Ketika mereka sudah dirumah, murid-murid itu bertanya pula kepada
Yesus tentang hal itu.

11Lalu kata-Nya kepada mereka: “Barang siapa menceraikan istrinya lalu


kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinaan terhadap istrinya itu.

12, Dan jika si istri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki laki lain, ia
berbuat zina.”
Pendalaman/ Refleksi

 Setelah menyimak teks-teks Kitab Suci, cobalah menjawab


 pertanyaan-pertanyaan berikut ini!
 1) Apa maksud teks Kejadian 2:18-25 berkaitan dengan perkawinan?
 2) Apa maksud teks Mrk 10:2-12, berkaitan dengan perkawinan?
Ajaran Gereja tentang Perkawinan

Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki


dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan
(consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada
kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan
pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan
diangkat ke martabat sakramen. Karena itu, antara orang-orang
yang dibaptis tidak dapat ada kontrak perkawinan sah yang tidak dengan
sendirinya sakramen. (Kitab Hukum Kanonik; 1055)
Kesucian perkawinan dan keluarga Persekutuan hidup dan kasih suami-istri yang mesra, yang
diadakan oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan dengan hukum-hukumnya, dibangun oleh janji
pernikahan atau persetujuan pribadi yang tidak dapat ditarik kembali.
Demikianlah karena tindakan manusiawi, yakni saling menyerahkan diri dan saling menerima
antara suami dan isteri,timbullah suatu lembaga perkawinan yang mendapat keteguhannya,
juga bagi masyarakat, berdasarkan ketetapan ilahi. Ikatan suci demi
kesejahteraan suami-istri dan anak maupun masyarakat itu, tidak
tergantung dari manusiawi semata-mata Allah sendiri pencipta
Menurut sifat kodratinya
 lembaga perkawinan dan cinta kasih suami-istri bertujuan untuk

mendapatkan keturunan serta pendidikan. Maka dari itu pria dan wanita, yang karena janji
perkawinan “bukan lagi dua, melainkan satu daging” (Mat 19:6), saling membantu dan melayani
berdasarkan ikatan mesra antara pribadi dan kerja sama; mereka mengalami dan dari hari ke hari
makin memperdalam rasa kesatuan mereka.Persatuan mesra itu, sebagai saling serah diri antara dua
pribadi,begitu pula kesejahteraan anak-anak, menuntut kesetiaan suami istri yang sepenuhnya, dan
tidak terceraikannya kesatuan mereka menjadi mutlak perlu.Kristus Tuhan melimpahkan berkat-Nya
atas cinta kasih yang beranekaragam itu, yang berasal dari sumber cinta kasih Ilahi, dan terbentuk
menurut pola persatuan-Nya dengan Gereja.
 Anak-anak sebagai anggota keluarga yang hidup ikut serta menguduskan orangtua mereka dengan cara
mereka sendiri.

Mereka akan membalas budi orang tua dengan cinta mesra, rasa syukur, ungkapan terima kasih dan
kepercayaan, serta akan membantu orang tua di saat mengalami kesukaran dan menemani mereka dalam
kesunyian di usia lanjut.

 Status janda, sebagai kelangsungan panggilan berkeluarga ditanggung dengan keteguhan hati, dan
hendaknya dihormati oleh semua orang. sebagai kelangsungan panggilan berkeluarga ditanggung dengan
keteguhan hati, dan hendaknya dihormati oleh semua orang.
 . Maka dari itu, keluarga kristiani,

karena berasal dari pernikahan yang merupakan gambar dan partisipasi

perjanjian cinta kasih antara Kristus dan Gereja, akan menampakkan

kepada semua orang kehadiran Sang Penyelamat yang sungguh nyata

di dunia dan hakikat Gereja yang sesungguhnya, baik melalui kasih

suami-istri; kesuburan yang dijiwai semangat berkorban; kesatuan

dan kesetiaan, maupun melalui kerja sama yang penuh kasih antara

semua anggotanya. (GS. 48).


Pengembangan perkawinan dan keluarga merupakan tugas
semua orang

 “Keluarga adalah tempat pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan.

Supaya keluarga mampu mencapai kepenuhan hidup dan misinya,

 diperlukan komunikasi, hati penuh kebaikan, kesepakatan suami-

istri, dan kerja sama orang tua yang tekun dalam mendidik anak- anak

Kehadiran aktif ayah sangat membantu pembinaan mereka

dan pengurusan rumah tangga oleh ibu, terutama dibutuhkan

oleh anak-anak yang masih muda, perlu dijamin, tanpa maksud

supaya pengembangan peranan sosial wanita yang sewajarnya dikesampingkan.


 Melalui pendidikan hendaknya anak-anak dibina sedemikian

rupa, sehingga ketika sudah dewasa mereka mampu dengan penuh

tanggung jawab mengikuti panggilan mereka; dan panggilan religius;

serta memilih status hidup mereka.

Maksudnya, apabila kelakmereka mengikat diri dalam pernikahan, mereka mampu membangun keluarga
sendiri dalam kondisi-kondisi moril, sosial, dan ekonomi

yang menguntungkan. Merupakan kewajiban orang tua atau para pengasuh, membimbing mereka yang lebih
muda dalam membentuk keluarga dengan nasihat bijaksana, yang dapat mereka terima dengansenang hati.
 Hendaknya umat kristiani, sambil menggunakan waktu yang ada

dan membeda-bedakan yang kekal dari bentuk-bentuk yang dapat

berubah, dengan tekun mengembangkan nilai-nilai perkawinan

dan keluarga, baik melalui kesaksian hidup mereka sendiri maupun

melalui kerja sama dengan sesama yang berkehendak baik.

Dengan demikian mereka mencegah kesukaran-kesukaran, dan mencukup

kebutuhan-kebutuhan keluarga serta menyediakan keuntungan-

keuntungan baginya sesuai dengan tuntutan zaman sekarang.

Untuk mencapai tujuan itu semangat iman kristiani, suara hati moril manusia;

dan kebijaksanaan serta kemahiran mereka yang menekuni ilmu-ilmu

suci, akan banyak membantu. (GS.52)


Pendalaman
Setelah menyimak dokumen ajaran Gereja tersebut, cobalah menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

1) Apa makna ajaran Gereja tentang perkawinan dalam Kitab


Hukum Kanonik; 1055?
2) Apa makna ajaran Gereja tentang perkawinan menurut Gaudium
et Spess art 48?
3) Apa makna ajaran Gereja tentang perkawinan menurut Gaudiumet Spess art 3a?
4) Apa makna ajaran Gereja tentang perkawinan menurut Gaudium
et Spess art 52a?
TRIMAH KASIH
TUHAN YESUS MEMBERKATI

Anda mungkin juga menyukai