Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KELOMPOK TEOLOGI PAULUS

“Konsep Paulus mengenai Kawin, Cerai dan Nikah kembali menurut I


Korintus 7:1-16; 39”

Dosen Pengampuh:

Dr. Jammes J. Takaliuang

Oleh:

Ester Nanda Putri M.


Fenni Dwi Kristiani
Miranda Tatengkeng
Stephen Laoli
Yosua Mangapul

INSTITUT INJIL INDONESIA

FAKULTAS TEOLOGI

Batu, November 2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap orang Kristen selayaknya menyadari benar bahwa perkawinan
itu bukan sesuatu yang remeh dan bisa dipermainkan, karena, Perkawinan
adalah penetapan atau kehendak Allah sendiri sejak awal kejadian serta
berdasarkan sifat atau kodrat manusia sebagai ciptaan Allah. Allah
menciptakan manusia (laki-laki dan perempuan) dengan kemampuan untuk
perkawinan (Kej. 1:27-28; Mrk. 10:6-8). Allah menciptakan manusia dengan
sifat yang memerlukan perkawinan (Kej. 2:28). Dari kedua hal ini
memberikan makna bahwa: Allah menghendaki agar kebanyakan manusia
kawin (1 Kor. 7:2, 8-9).1 Namun Faktanya banyak juga orang Kristen yang
kurang memahami tentang Makna Pernikahan sehingga banyak yang
menikah kemudian bercerai dengan baerbagai macam alasan dan akhirnya
menikah kembali dengan orang lain. Oleh sebab itu kelompok akan
membahas tentang kawin, cerai, dan menikah kembali menurut Paulus.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Dasar Perkawinan dan Perceraian
2. Pandangan Paulus mengenai Kawin, Cerai dan Nikah
3. Konsep Paulus tentang Perkawinan, Perceraian Dan Pernikahan kembali

1
Lembaga Literatur Baptis, Ajaran Alkitab tentang Perkawinan (Bandung: LLB, 1986) 2-
6b.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dasar
1. Definisi Perkawinan
Perkawinan adalah hubungan yang paling erat antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan. Perkawinan juga adalah terikatnya dua
manusia (laki-laki dan perempuan) ke dalam suatu perjanjian (kesepakatan
antara dua pihak berdasarkan janji).2 Perbedaan antara perkawinan dan
pernikahan adalah perkawinan lebih tepatnya sebuah ikatan sosial atau
ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan
kekerabatan sebagai suatu pranata dalam budaya setempat yang
meresmikan hubungan intim atau seksual. Sedangkan pernikahan, biasanya
lebih digunakan untuk manusia. Yakni, sebuah upacara pengikatan janji
nikah yang dilakukan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan
perkawinan secara hukum agama, adat dan negara. Umumnya, perkawinan
dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan, lalu perkawinan dijalani
dengan maksud membentuk keluarga.3
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri, pernikahan
atau nikah adalah sebuah ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai
dengan ketentuan hukum dan ajaran agama., yang artinya hidup sebagai
suami istri tanpa—merupakan pelanggaran terhadap agama. Kemudian,
perkawinan atau kawin menurut KBBI berarti membentuk keluarga dengan
lawan jenis; bersuami atau beristri; menikah.4

2. Perceraian
Perceraian secara terminologi berasal dari kata dasar cerai yang berarti
pisah. Perceraian adalah pisah atau terputusnya suatu hubungan/ikatan
sebagai suami-istri yang telah disahkan oleh hukum (baik tata gereja

2
https://www.weddingku.com, Diakses pada tanggal 21 November 2021
3
https://www.weddingku.com, Diakses pada tanggal 21 November 2021
4
____., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,
2008), 689
maupun hukum gereja), baik atas kehendak kedua belah pihak maupun atas
kehendak salah satu pihak atau sebab-sebab lain ataupun disebabkan oleh
salah satu di antara keduanya itu meninggal dunia.5

B. Pandangan Paulus mengenai Kawin, Cerai dan Nikah


Teks 1 Kor 7 merupakan jawaban berupa nasihat Paulus kepada
Jemaat Korintus tentang perkawinan. Jemaat di Korintus mengalami
degradasi moral akibat maraknya praktek-praktek asusila atau percabulan
dalam hidup perkawinan. Dosa dalam jemaat Korintus yang sangat
mengerikan seperti yang telah diketahui umum selain penyembahan berhala
adalah percabulan (lih. 1Kor 5;1).6 Di sisi lain, jemaat hidup dalam situasi
bimbang menentukan hak dan kewajiban dalam perkawinan. Situasi
dilematis inilah yang memungkinkan jemaat menulis surat kepada Paulus.
Yang mungkin dibawa oleh Stefanas, Fortunatus dan Akhaikus (I Kor.
16:17).7 Dalam balasannya, Paulus menguaraikan mengenai perkawinan,
perceraian dan pernikahan kembali.

1. Tentang Perkawinan
Dari I Korintus 7:1-9, dapat dilihat pandangan Paulus mengenai
Perkawinan dimana: pertama, Perkawinan adalah suatu hal yang diizinkan,
tetapi bukan suatu keharusan. Paulus tidak memerintahkan agar setiap
orang menikah dan ia tidak pula melarangnya. 8 Paulus, secara pribadi
mengatakan alangkah baiknya kalau seseorang tidak menikah, tetapi baiklah
setiap orang menjalankan panggilannya masing-masing. Ada yang dipanggil
untuk menikah dan ada yang dipanggil untuk tidak menikah. Jadi pernikahan
bagi Paulus merupakan suatu kelonggaran, suatu hal yang diizinkan, tetapi
bukan suatu keharusan. Sebagai suatu kelonggaran karena mengingat

5
Endang Sumiarti, Problematika Hukum Perceraian Kristen dan Katolik,
(Yogyakarta:____, 2005), 85
6
D. A Carson & Douglas J. Moo, An Introduction To The New Testament, (Malang:
Gandum Mas, 2016), 479
7
ibid.,
8
J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Korintus Pertama, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup,
1998), 138
bahaya dosa percabulan.9 Kedua, Perkawinan adalah peraturan Allah yang
ditetapkan-Nya dalam Kejadian 2:18 dan juga suatu kedudukan terhormat
(Ibr. 13:4). Perkawinan itu menggambarkan hubungan Kristus dan jemaat-
Nya. Perkawinan itu perlu untuk memajukan dan menyempurnakan sifat
kedua orang itu. Paulus tidak memandang perkawinan sebagai suatu
keadaan yang kurang baik. Tetapi dalam ayat-ayat ini Paulus menuntut
seseorang laki-laki mempunyai seorang istri dan seorang istri mempunyai
seorang suami.10 Jelaslah disini Paulus memandang bahwa perkawinan itu
bersifat monogamy.
Ketiga, Perkawinan menciptakan kebahagiaan pasangan. Dalam ayat 3
Paulus berkata agar masing-masing suami dan istri belajar untuk memenuhi
kewajibannya. Konteks yang sempit dari ayat ini menunjuk kepada
kebutuhan seksual. Dalam suatu pernikahan yang sehat, kebutuhan seksual
harus saling tercukupi. Tuhan merancang hubungan seksual sebaga hal
yang sangat indah, tetapi tidak berarti semu orang memerlukan hal tersebut.
Dalam konteks yang luas suami atau istri belajar untuk memenuhi kebutuhan
pasangannya – berarti suatu perintah untuk menjalani suatu kehidupan yang
tinggal bersama-sama baik secara fisik maupun roh. Menguasai tubuh juga
artinya bukan menjadikan tubuh sebagai objek eksploitasi seksual demi
kenikmatan (hedonisme) melainkan demi kebahagiaan (Eudaimonia) kedua
pasangan. Saling berkuasa atas tubuh harusnya menjadi bukti pengorbanan
suami istri di dalam tindakan saling memberi.
Keempat, Perkawinan tidak boleh saling diceraikan. Kalimat yang
digunakan Paulus adalah “bukan aku, tetapi Tuhan” , maksudnya ada
ketetapan yang telah disampaikan oleh Tuhan Yesus sendiri (bdk. Mat 5;32
Mat 19;6).11 Paulus memakai ajaran Yesus dimana Perkawinan merupakan
persekutuan yang tidak boleh dipisahkan sampai mati.

9
Billy Kristanto, Ajarlah Kami Bertumbuh, (Surabaya: Momentum, 2006),100
10
J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Korintus Pertama, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup,
1998), 138
11
ibid 139.,
2. Tentang Perceraian
Menurut Craig S. Keener, perceraian merupakan hal yang sangat
umum di jemaat Korintus. Dalam I Korintus 7:10-16 membahas mengenai
masalah-masalah perceraian dimana: pertama pandangan Paulus mengenai
perceraian terhadap orang sesama orang percaya. Paulus mengungkapkan
dengan jelas bagaimana pengajaran Yesus mengenai pernikahan (7:10-11).
Dalam Matius 5:31-32, Yesus memberikan ajaran mengenai perceraian.
Melalui ajaran Yesus inilah, Paulus memberikan pengajaran. Prinsip umum
Yesus adalah “Jangan menceraikan.”12 Dapat disimpulkan bahwa
pandangan Paulus mengenai perceraian didasarkan pada tradisi atau
pengajaran Yesus mengenai pernikahan. Paulus menegaskan bahwa baik
suami ataupun istri tidak boleh mengusahakan perceraian di antara mereka.
Dari semua persekutuan atau ikatan di dalam dunia ini hanya satu yang tidak
boleh diubah sampai mati, yaitu perkawinan. Setiap orang berhak untuk
menikah. Perkawinan bukan hanya persatuan antara dua pribadi, melainkan
juga persatuan antara dua roh. Tuhan Yesus dalam ajaran-Nya dan Paulus
dalam ayat 10-11 sekali-kali tidak mengizinkan mereka yang sudah bercerai,
menikah lagi.
Kedua, perceraian terhadap perkawinan campur (ay. 12-16).
Konteksnya disini adalah suatu pernikahan di mana suami dan istri tidak
percaya kepada Tuhan, kemudian salah satu dari mereka bertibat (ayat ini
sama sekali tidak mendukung pernikahan dengan seseorang yang tidak
seiman).13 Kalau ada pernikahan yang demikian, Paulus mengatakan bahwa
janganlah orang yang bertobat itu menceraikan pasangannya yang belum
percaya namun bisa merangkul pasangannya itu untuk bertobat dan hidup
dalam cinta kasih Kristus. Tetapi jika pasangannya yang tidak seiman itu
mau bercerai, hendaklah bercerai namun yang telah bertobat itu tidak terikat
dengannya sehingga ia bisa menikah sesuai dengan kehendak Allah. Di sini

12
Craig S. Keener, 1–2 Corinthians (New York: Cambridge University Press, 2005), 64-
65.
13
Billy Kristanto, Ajarlah Kami Bertumbuh, (Surabaya: Momentum, 2006), 102
juga dapat dilihat bahwa dalam memilih pasangan haruslah pasangan yang
seimbang dan seiman (2 Kor. 6:14).
Paulus juga mengemukakan pandangannya yang konsisten (I Kor.
7:39). Perkawinan adalah hubungan yang hanya dapat diceraikan oleh
kematian. Perkawinan kedua memang diperbolehkan apabila salah satu
pasangan dari mereka telah meninggal. Bruce mengaitkan bagian ini dengan
Roma 7:2 yang berbicara mengenai hukum perkawinan yang mengatakan,
“Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya
itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang
mengikatnya kepada suaminya itu.”14

3. Tentang Pernikahan Kembali


Sudah sangat jelas seseorang yang bercerai tidak diizinkan untuk
menikah kembali dengan orang lain. Hal ini dengan tegas dinyatakan oleh
Yesus (Mat. 5:32, 19:9) dan Paulus (1 Kor. 7:10-11). Pilihan untuk orang
yang bercerai adalah hidup tanpa pasangan atau kembali berdamai dengan
pasangannya. Jika orang tersebut tetap menikah dengan orang lain, hal
tersebut dikategorikan sebagai zinah. Pernikahan kembali hanya boleh
dilakukan setelah pasangan meninggal karena ikatan janji pernikahan sudah
selesai dan tidak berlaku lagi (2 Kor. 7:39). Namun pernikahan kembali
bukanlah sebuah keharusan bagi seseorang yang pasangannya meninggal.
Paulus juga berkata bahwa kalau suaminya telah meninggal, ia bebas
untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, “asal orang itu adalah
seorang yang percaya.” Berarti bahwa ia boleh menikah hanya dengan orang
Kristen, yaitu orang percaya kepada Tuhan Yesus.15 Dari ayat ini dapat
disimpulkan bahwa perkawinan adalah suatu perjanjian yang paling teguh di
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang tidak dapat
diputuskan kecuali oleh kematian. Kematian salah seorang dari antara
mereka membebaskan yang lain untuk menikah lagi. Namun Palus berkata

14
F.F Bruce, The New Century Bible Commentary: I & II Corinthians, (Grand Rapids:
WM. B. Eermans Publ, 1992), 79
15
J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Korintus Pertama, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup,
1998), 147
alagkah lebih berbahagia jika ia tidak menikah lagi setelah pasangannya
meninggal.

C. Rangkuman Konsep Perkawinan, Perceraian Dan Pernikahan


kembali
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan diatas, bahwa konsep
mengenai perkawinan menurut Paulus adalah:
1. Perkawinan adalah suatu hal yang diizinkan, tetapi bukan suatu
keharusan.
2. perkawinan itu bersifat monogamy.
3. Perkawinan menciptakan kebahagiaan pasangan
4. Perkawinan merupakan persekutuan yang tidak boleh dipisahkan sampai
mati.
Mengenai konsep perceraian menurut Paulus adalah:
1. Paulus tidak mengizinkan perceraian/perceraian tidaklah boleh
dillakukan. Baik suami ataupun istri tidak boleh mengusahakan
perceraian di antara mereka.
2. Untuk perkawinan campur, Paulus menegaskan untuk tidak bercerai tapi
boleh membawa pasangannya untuk dapat percaya juga. Tapi tidak
dengan pakasaan, dan kalau bercerai ia tidak terikat kepada
pasangannya yang tidak seiman.
Mengenai konsep pernikahan kembali menurut Paulus adalah:
1. Paulus tidak mengizinkan pernikahan kembali kecuali karena
pasangannya telah meninggal.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkawinan adalah suatu perjanjian yang paling teguh di antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang tidak dapat diputuskan
kecuali oleh kematian. Perkawinan bukan hanya persatuan antara dua
pribadi, melainkan juga persatuan antara dua roh. Dalam ajarannya Paulus
menekankan bahwa perkawinan itu bersifat monogamy dan saling terikat
satu sama lain yang tidak boleh dipisahkan kecuali maut. Perkawinan
bersifat kudus karena itu merupakan kehendak Allah.
DAFTAR PUSTAKA
_________.,
2008 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional

_________.,
1986 Lembaga Literatur Baptis, Ajaran Alkitab tentang Perkawinan,
Bandung: LLB

Brill, J. Wesley.,
1998 Tafsiran Surat Korintus Pertama, Bandung: Yayasan Kalam
Hidup

Bruce, F.F.,
1992 The New Century Bible Commentary: I & II Corinthians, Grand
Rapids: WM. B. Eermans Publ

Keener, Craig S.,


2005 1–2 Corinthians, New York: Cambridge University Press

Kristanto, Billy.,
2006 Ajarlah Kami Bertumbuh, Surabaya: Momentum

Moo Douglas J & D. A Carson.,


2016 An Introduction To The New Testament, Malang: Gandum Mas

Sumiarti, Endang.,
2005 Problematika Hukum Perceraian Kristen dan Katolik,
Yogyakarta:____

Sumber Lain:
____.,
Apa Sih Perbedaan antara Pernikahan dengan Perkawinan?
https://www.weddingku.com, Diakses pada tanggal 21 Noveamber
2021

Anda mungkin juga menyukai