Anda di halaman 1dari 6

V.

SAKRAMEN PERKAWINAN
 Iman Katolik melihat dan memahami perkawinan
sebagai panggilan Allah. Allah memanggil pria
dan wanita untuk hidup secara khusus, yaitu
membangun hidup berkeluarga.

 Hidup bekeluarga hendaknya dipahami sebagai


bentuk kehidupan yang sungguh suci dan agung
serta patut disyukuri karena merupakan karya
agung Allah sendiri.
 Perkawinan Katolik dipahami sebagai :
“Perjanjian perkawinan, dengan mana pria dan wanita
membentuk antar mereka kebersamaan seluruh hidup, dari
sifat kodratinya terarah pada kesejahteraan suami isteri
serta pada kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus
Tuhan, perkawinan antara orang-orang yang dibaptis
diangkat ke martabat Sakramen” (KHK, Kan, 1055 par.1)

 Dari rumusan di atas dapat ditegaskan unsur-


unsur paham Gereja mengenai perkawinan :

1. Perjanjian Perkawinan
 Lambang real hubungan antara Tuhan dan umat-Nya
 Sehidup semati
2. Kebersamaan seluruh hidup
 Hubungan pribadi suami istri yang beraspek kualitatif
(bukan kuantitatif) di segala bidang kehidupan.

3. Antara pria dan wanita


 Kebersamaan hidup dalam keluarga sungguh terjadi
antara pria dan wanita (bukan pria dengan pria atau
wanita dengan wanita)

4. Terarah pada kesejateraan suami istri


 Perkawinan bertujuan untuk kebahagiaan lahir batin bagi
suami istri untuk selamanya.
5. Terarah pada anak
 Perkawinan terbuka pada prokreasi (keturunan) yang
terjadi dalam hubungan persetubuhan suami istri, serta
usaha mendidik anak dengan sebaik-baiknya
(khususnya pendidikan iman).

6. Perkawinan sebagai sakramen


 Perkawinan ini terjadi antara dua orang yang dibaptis
(baik baptis Katolik maupun Kristen).

 Sifat hakiki perkawinan : (KHK, Kan. 1056)


1. Monogami (= seorang pria dan seorang wanita)
2. Tak terceraikan (= ikatan perkawinan tidak terputuskan
oleh kemauan suami istri sendiri ataupun kuasa manusia,
mis. Instansi tertentu, kecuali karena kematian
pasangannya / kematian secara wajar).
 Proses menuju perkawinan :
1. Menghadap ketua lingkungan setempat
2. Menghadap pastor paroki 3 bulan sebelum hari pernikahan,
sambil menyelesaikan surat-surat yang dibutuhkan baik oleh
Gereja maupun catatan sipil
3. Menghadap pastor paroki untuk menjalani penyelidikan kanonik
4. Pengumuman di Gereja sebanyak 3 kali (3 minggu)

 Tata peneguhan perkawinan : (KHK, Kan 1108 par 1)


Perkawinan hanyalah sah bila :
1. Dilangsungkan di hadapan ordinaris wilayah (Uskup) atau pastor
paroki atau imam maupun diakon - yang diberi delegasi oleh
salah satu dari mereka itu – yang meneguhkannya,
2. Serta dihadapan 2 orang saksi
 Perkawinan campur :

1. Perkawinan beda Agama


= perkawinan yang terjadi antara seorang yang sudah
dibaptis dalam Gereja Katolik, atau yang sudah
diterima di dalamnya, dengan seorang yang tidak
dibaptis.
Maka untuk mengesahkan perkawinan ini diperlukan
DISPENSASI dari ordinaris wilayah (Uskup)

2. Perkawinan beda Gereja


= Perkawinan yang terjadi antara seorang yang sudah
dibaptis dalam Gereja Katolik, atau yang sudah
diterima di dalamnya, dengan seorang yang dibaptis
dalam Gereja Kristen.
Maka untuk mengesahkan perkawinan ini diperlukan
IZIN dari ordinaris wilayah (Uskup).

Anda mungkin juga menyukai