Gangguan Proses Pikir: Waham B. Proses Terjadinya Masalah 1. Pengertian Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses iteraksi atau informasi secara akurat (Yosep, 2009). Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 2010). Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespon stimulus internal dan ekternal melalui proses interaksi atau informasi secara akurat (Keliat, 2009). 2. Faktor Predisposisi Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan isi pikir, yaitu: a. Faktor perkembangan Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stres dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif. b. Faktor sosial budaya Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya waham. c. Faktor psikologis Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan. d. Faktor biologis Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic. e. Faktor genetic 3. Faktor Presipitasi Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir: waham, yaitu : a. Faktor sosial budaya Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau diasingkan dari kelompok. b. Faktor biokimia Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi penyebab waham pada seseorang. c. Faktor psikologis Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang menyenangkan. 4. Mekanisme Koping 1. Klien : identifikasi koping kekuatan dan kemampuan yang masih dimiliki klien. 2. Sumber daya dan duungan sosial : pengetahuan keluarga, finansial keluarga, waktu dan tenaga keluarga yang tersedia, kemampuan keluarga memberikan asuhan. 5. Proses terjadinya Menurut Yosep (2009), adapun proses terjadinya waham, yaitu: a. Fase lack of human need Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik maupun psikis.Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas.Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakuakn kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara reality dengan self ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang yang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dan diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life span history). b. Fase lack of self esteem Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya.Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut.Padahal self reality-nya sangat jauh.Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat rendah. c. Fase control internal external Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi mengahadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal.Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adequate karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain. d. Fase environment support Ada beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (Super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong. e. Fase comforting Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering diserati halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya.Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindari interkasi sosial (isolasi sosial). f. Fase improving Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan- kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang).Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk menggung kayakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya kayakinan religiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta konsekuensi sosial. 6. Klasifikasi, Jenis dan Sifat Masalah Proses berpikir meliputi 3 aspek yaitu bentuk pikiran, isi pikiran dan arus pikiran. Menurut Kaplan, berfikir merupakan aliran gagasan, symbol dan asosiasi yang diarahkan oleh tujuan, dimulai oleh suatu masalah atau tugas dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi pada kenyataan. a. Gangguan Bentuk Pikir Dalam kategori ini termasuk semua penyimpangan dari pemikiran rasional, logic dan terarah pada tujuan. 1) Dereisme/ pikiran dereistik Titik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi antara proses mental individu dan pengalamannya yang sedang berjalan. Proses mentalnya tidak sesuai dengan atau tidak mengikuti kenyataan, logika atau pengalaman. 2) Pikiran otistik Menandakan bahwa penyebab distorsi arus asosiasi adalah dari dalam pasien itu sendiri dalam bentuk lamunan, fantasi, waham, atau halusinasi. Cara berfikir seperti ini hanya akan memuaskan keinginannya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan seitarnya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya. Hidup dalam alam pikirannya sendiri. 3) Bentuk pikiran non realistic Bentu pikiran yang sama sekali tidak berdasaran pada kenyataan, mengambil sesuatu kesimpulan yang aneh dan tidak masuk akal. b. Gangguan Arus Pikir Yaitu tentang cara dan lajunya proses asosiasi dalam pemikiran yang timbul dalam berbagai jenis : 1) Perseverasi : berulang-ulang menceritakan suatu ide, pikiran atau tema secara berlebihan. 2) Asosiasi longgar : mengatakan hal-hal yang tidak ada hubungannya satu sama lain, misalnya “saya mau makan semua orang dapat berjalan-jalan”. Bila ekstrim, maka akan terjadi inkoherensi. 3) Inkoherensi : gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu kalimat pun sudah sulit ditangap atau diikuti maksudnya. 4) Kecepatan bicara : untuk mengutarakan pikiran mungkin lambat sekali atau sangat cepat. 5) Benturan : piiran tiba-tiba berhenti atau berhenti di tengah sebuah kalimat. Pasien tidak dapat menerangkan mengapa ia berhenti. 6) Logorea : banyak bicara, kata-kata dikeluaran bertubi-tubi tanpa kontrol, mungkin koherent atau incoherent. 7) Pikiran melayang (flight of ideas) :perubahan yang mendadak lagi cepat dalam pembicaraan, sehingga satu ide yang belum selesai diceritakan sudah disusul oleh ide yang lain. 8) Asosiasi bunyi : mengucapkan perkataan yang mempunyai persamaan bunyi, misalnya pernah disengar “saya mau makan” diutarakan seakan berontak. 9) Neologisme : membentuk kata-kata baru yang tida dipahami oleh umum, misalnya : saya radiitu, semua partinum. 10) Irelevansi : isi pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan atau dengan hal yang sedang dibicarakan. 11) Pikiran berputar-putar (circumstantiality) : menuju secara tidak langsung kepada ide pkok dengan menambahan banyak hal yang remeh-remeh yang majemuk dan tidak relevan. 12) Main-main dengan kata-kata : membuat sejak secara tidak wajar. 13) Afasi : mungkin sensori (tidak atau sukar mengerti biacara orang lain) atau motorik (tidak dapat atau sukar bicara), sering kedua- duanya sekaligus dan terjadi kerusakan otak. c. Gangguan Isi Pikir Dapat terjadi baik pada isi pikiran nonverbal maupun pada isi pikiran yang diceritakan misalnya : 1) Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy) : dapat timbul secara mengambang pada orang yang normal selama fase permulaan narkosa (anastesi umum) 2) Fantasi : isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diharapkan/ diinginkan, tetapi dikenal sebagai tidak nyata. 3) Fobia : rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahui bahwa hal itu irasional adanya. 4) Obsesi : Isi pikiran yang kukuh (persisten) timbul, biarpun tidak dikendalikannya dan diketahui bahwa hal itu tidak wajar atau tidak mungkin. 5) Preokupasi : Pikiran terpaku hanya pada sebuah ide saja yang biasanya berhubungan dengan keadaan yang bernada emosional yang kuat. 6) Pikiran yang tak memadai (Inadequate) : pikiran yang ekstrinsik, tidak cocok dengan banyak hal, terutama dalam pergaulan dan pekerjaan seseorang. 7) Pikiran bunuh diri (Suicide thoughts / ideation) : mulai dari kadang-kadang memikirkan hal bunuh dari sampai terus menerus memikirkan cara bagaimana ia dapat membunuh dirinya 8) Pikiran hubungan : pembicaraan orang lain, benda-benda, atau sesuatu kejadian dihubungkan dengan dirinya. 9) Rasa terasing (aleanasi) : perasaan bahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda asing, umpamanya heran, siapakah dia itu sebenarnya, rasanya ia berbeda sekali dengan orang lain. 10) Pikiran isolasi sosial (social isolation) : rasa terisolasi, tersekat, terkunci, terpencil dari masyarakat, rasa ditolak, tidak disukai orang lain, rasa tidak enak bila berkumpul dengan orang lain, lebih suka menyendiri. 11) Pikiran rendah diri : Merendahkan, menghinakan dirinya sendiri, menyalahkan dirinya tentang suatu hal yang pernah atau tidak pernah dilakukannya. 12) Merasa dirugikan oleh orang lain : menghina atau menyangka ada orang lain yang telah merugikannya, sedang mengambil keuntungan dari dirinya, atau sedang mencelakakannya. 13) Merasa dirinya dalam bidang seksual : acuh tak acuh tentang hal seksual, kegairahan seksual berkurang secara umum (hiposeksualitas). 14) Rasa salah : sering mengatakan ia telah bersalah; ini bukanlah waham dosa. 15) Pesimisme : mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak hal pada bidangnya. 16) Sering curiga : mengutarakan ketidakpercayaannya kepada orang lain; buan waham curiga. 17) Waham : keyakinan tentang sesuatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaannya, biarpun dibutikan kemustahilan hal itu. Menurut Direja (2011) dan Azizah (2011), adapun jenis-jenis waham, yaitu : a) Waham Kebesaran Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus atau berlebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. b) Waham Agama Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. c) Waham Curiga Keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. d) Waham Somatik Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. e) Waham Nihilistik Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. f) Waham Dosa Keyakinan klien terhadap dirinya telah atau selalu salah atau berbuat dosa atau perbuatannya tidak dapat diampuni lagi. g) Waham yang bizar terdiri dari: 1) Sisp pikir yaitu keyakinan klien terhadap suatu pikiran orang lain disisipkan ke dalam pikiran dirinya. 2) Siar pikir/broadcasting yaitu keyakinan klien bahwa ide dirinya dipakai oleh/disampaikan kepada orang lain mengetahui apa yang ia pikirkan meskipun ia tidak pernah secara nyata mengatakan pada orang tersebut. 3) Kontrol pikir/waham pengaruh yaitu keyakinan klien bahwa pikiran, emosi dan perbuatannya selalu dikontrol/dipengaruhi oleh kekuatan di luar dirinya yang aneh. 7. Penatalaksanaan Medis Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan medis pada gangguan proses pikir yang mengarah pada diagnosa medis skizofrenia, khususnya dengan gangguan proses pikir: waham, yaitu: a. Psikofarmakologi Menurut Hawari (2009), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2 golongan yaitu: 1) Golongan generasi pertama (typical) Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya: Chorpromazine HCL (Largactil, Promactil, Meprosetil), Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), dan Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace). 2) Golongan kedua (atypical) Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone (Risperdal, Rizodal, Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine (Seroquel), dan Clozapine (Clozaril). b. Psikotherapi Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan apabila klien dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik.Psikotherapi pada klien dengan gangguan jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok (TAK). c. Terapi somatik Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik (Riyadi dan Purwanto, 2009).Beberapa jenis terapi somatik, yaitu: 1) Restrain Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan Purwanto, 2009). 2) Seklusi Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan khusus (Riyadi dan Purwanto, 2009). 3) Foto therapy atau therapi cahaya Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih terang dari sinar ruangan) (Riyadi dan Purwanto, 2009). 4) ECT (Electro Convulsif Therapie) ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik (Riyadi dan Purwanto, 2009). d. Rehabilitasi Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana terjadi interaksi antara sesama penderita dan dengan para pelatih (sosialisasi). 8. Rentang Respon Sosial Menurut Stuart and Sundeen (2010) waham merupakan salah satu respon persepsi paling maladaptif dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Respon Adaptif Respon maladaptif
Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan proses
pikir / delusi / waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosi Sulit berespon emosi dengan pengalaman berlebihan atau kurang Perilaku sesuai Perilaku aneh atau Perilaku disorganisasi tidak biasa Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial
Dari rentang respon neurobiologik diatas digambarkan bahwa bila
klien/individu mendapat suatu stressor maka individu akan berespon menuju respon adaptif maupun respon maladaptif.Bila individu berespon adaptif, cenderung dapat berpikir logis, persepsi akurat, emosi konsisten dengan pengalaman, perilaku sesuai dan dapat berhubungan sosial. Bila individu berespon antara respon adaptif dan maladaptif maka akan menimbulkan pemikiran kadang – kadang menyimpang, ilusi, reaksi emosional berlebihan atau berkurang, perilaku ganjil dan menarik diri. Namun bila individu berespon maladaptif maka cenderung mengalami kelainan pemikiran/delusi/waham, halusinasi, ketidakmampuan untuk mengalami emosi, ketidakteraturan dan isolasi sosial. C. Pohon Masalah Menurut Fitria (2009) dan Yosep (2009), pohon masalah pada pasien dengan waham adalah sebagai berikut: Risiko Perilaku Kekerasan Effect
Gangguan proses Pikir: Waham Core Problem
Isolasi Sosial Causa
Harga Diri Rendah Kronik
D. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gangguan isi pikir: waham (Fitria, 2009), adalah: a. Gangguan proses pikir: waham b. Risiko perilaku kekerasan c. Isolasi sosial d. Harga diri rendah kronik Sedangkan data yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan isi pikir: waham (Fitria, 2009 dan Yosep, 2009), adalah: a. Data subyektif 1) Klien mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling hebat 2) Klien mengatakan bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus. b. Data obyektif 1) Klien terus berbicara tentang kemampuan yang dimilikinya. 2) Pembicaraan klien cenderung berulang-ulang 3) Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan. E. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan Proses Pikir: Waham b. Risiko perilaku kekerasan c. Isolasi sosial d. Harga diri rendah kronik F. Intervensi Keperawatan
Tgl No. Dx. Perencanaan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Dx Keperawatan Gangguan Isi TUM : 1 Pikir : Waham. Klien dapat mengontrol 1. Setelah 2x interaksi klien : 1. Bina hubungan saling percaya dengan wahamnya. Mau menerima menggunakan prinsip komunikasi kehadiran perawat di terapeutik : sampingnya. Beri salam. TUK 1 : Mengatakan mau Perkenalkan diri, tanyakan nama Klien dapat membina menerima bantuan serta nama panggilan yang disukai. hubungan saling percaya perawat. Jelaskan tujuan interaksi. dengan perawat. Tidak menunjukkan Yakinkan klien dalam keadaan aman tanda-tanda curiga. dan perawat siap menolong dan Mengijinkan duduk di mendampinginya. samping. Yakinkan bahwa kerahasiaan klien akan tetap terjaga. Tunjukkan sikap terbuka dan jujur. Perhatikan kebutuhan dasar dan beri bantuan untuk memenuhinya.
TUK 2 : 2. Setelah 2x interaksi klien : 2. Bantu klien untuk mengungkapkan
Klien dapat Klien menceritakan perasaan dan pikirannya. mengidentifikasi perasaan ide-ide dan perasaan Diskusikan dengan klien yang muncul secara yang muncul secara pengalaman yang dialami selama ini berulang dalam pikiran berulang dalam termasuk hubungan dengan orang klien. pikirannya. yang berarti, lingkungannya kerja, sekolah,dsb. Dengarkan pernyataan klien dengan empati tanpa dukungan atau menentang pernyataan wahamnya. Katakan perawat dapat memahami apa yang diceritakan klien.
TUK 3: 3. Setelah 2x interaksi klien : 3. Bantu klien untuk mengidentifikasi
Klien dapat Dapat menyebutkan kebutuhan yang tidak terpenuhi serta mengidentifikasi stressor kejadian-kejadian kejadian yang menjadi faktor pencetus atau pencetus wahamnya sesuai dengan urutan wahamnya. ( triggers factor ). waktu serta harapan / 3.1 Diskusikan dengan klien tentang kebutuhan dasar yang kejadian-kejadian traumatik yang tidak terpenuhi seperti menimbulkan rasa takut, ansietas, : harga diri, rasa maupun perasaan tidak dihargai. aman, dsb. 3.2 Diskusikan kebutuhan / harapan yang Dapat menyebutkan belum terpenuhi. hubungan antara 3.3 Diskusikan dengan klien cara-cara kejadian traumatis / mengatasi kebutuhan yang tidak kebutuhan tidak terpenuhi dan kejadian yang traumatik. terpenuhi dengan 3.4 Diskusikan dengan klien apakah ada wahamnya. halusinasi yang meningkatkan pikiran / perasaan yang terkait wahamnya. 3.5 Diskusikan dengan klien antara kejadian-kejadian tersebut dengan wahamnya. TUK 4: 4. Setelah 2x interaksi klien : 4. Bantu klien mengidentifikasi Klien dapat menyebutkan perbedaan keyakinanya yang salah tentang situasi mengidentifikasi pengalaman nyata dengan yang nyata ( bila klien sudah siap ). wahamnya. pengalaman wahamnya. Diskusikan dengan klien pengalaman wahamnya tanpa berargumentasi. Katakan kepada klien akan keraguan perawat terhadap pernyataan klien. Diskusikan dengan klien respon perasaan terhadap wahamnya. Diskusikan frekuensi, intensitas, dan durasi terjadinya waham. Bantu klien membedakan situasi nyata dengan situasi yang dipersepsikan salah oleh klien. TUK 5 : 5. Setelah 2x interaksi : klien 5.1 Diskusikan dengan klien pengalaman- Klien dapat menjelaskan gangguan pengalaman yang tidak mengidentifikasi fungsi hidup sehari-hari menguntungkan sebagai akibat dari konsekuensi dari yang diakibatkan ide-ide / wahamnya seperti : wahamnya. pikirannya yang tidak Hambatan dalam berinteraksi dengan sesuai dengan kenyataan keluarga. seperti : Hambatan dalam berinteraksi dengan Hubungan dengan orang lain. keluarga. Hambatan dalam melakukan Hubungan dengan orang aktivitas sehari- hari. lain. Perubahan dalam prestasi kerja / Aktivitas sehari-hari. sekolah. Pekerjaan. 5.2 Ajak klien melihat bahwa waham Sekolah. tersebut adalah masalah yang
Prestasi, dsb. membutuhkan bantuan dari orang lain.
5.3 Diskusikan dengan klien orang / tempat ia minta bantuan apabila wahamnya timbul / sulit dikendalikan. TUK 6 : 6. Setelah 2x interaksi klien : 6.1 Diskusikan hobi / aktivitas yang Klien dapat melakukan klien melakukan aktivitas disukainya. teknik distraksi sebagai yang konstruktif sesuai 6.2 Anjurkan klien memilih dan cara menghentikan pikiran dengan minatnya yang melakukan aktivitas yang yang terpusat pada dapat mengalihkan fokus membutuhkan perhatian dan wahamnya. klien dari wahamnya. keterampilan fisik. 6.3 Ikut sertakan klien dalam aktivitas fisik yang membutuhkan perhatian sebagai pengisi waktu luang. 6.4 Libatkan klien dalam TAK orientasi realita. 6.5 Bicara dengan klien topik-topik yang nyata. 6.6 Anjurkan klien untuk bertanggung jawab secara personal dalam mempertahankan / meningkatkan kesehatan dan pemulihannya. 6.7 Beri penghargaan bagi setiap upaya klien yang positif. TUK 7 : 7.1 Setelah 2x interaksi 7.1 Diskusikan pentingnya peran serta Klien mendapat dukungan keluarga dapat keluarga sebagai pendukung untuk keluarga. menjelaskan tentang : mengatasi waham. Pengertian waham. 7.2 Diskusikan potensi keluarga untuk Tanda dan gejala membantu klien mengatsi waham. waham. 7.3 Jelaskan pada keluarga tentang : Penyebab dan akibat Pengertian waham. waham. Tanda dan gejala waham. Cara merawat klien Penyebab dan akibat waham. waham. Cara merawat klien waham. 7.2 Setelah ….x interaksi 7.4 Latih keluarga cara merawat klien keluarga dapat waham. mempraktekan cara 7.5 Tanyakan perasaan keluarga setelah merawat klien waham. mencoba cara yang telah dilatihkan. 7.6 Beri pujian kepada keluarga atas keterlibatannya merawat klien di rumah sakit. TUK 8 : 8.1 Setelah 2 x interaksi klien 8.1 Diskusikan dengan klien tentang Klien dapat memanfaatkan menyebutkan : manfaat dan kerugian tidak minum obat dengan baik. Manfaat minum obat. obat, nama, warna, dosis, cara, efek Kerugian tidak minum terapi dan efek samping penggunaan obat. obat. Nama, warna, dosis, 8.2 Pantau klien saat penggunaan obat. efek terapi dan efek Beri pujian jika klien menggunakan samping obat. obat dengan benar. 8.2 Setelah 1x interaksi klien 8.3 Diskusikan akibat berhenti minum obat mendemonstrasikan tanpa konsultasi dengan dokter. penggunaan obat dengan Anjurkan klien untuk konsultasi benar. kepada dokter / perawat jika terjadi 8.3 Setelah 1x interaksi klien hal-hal yang tidak diinginkan. menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter. G. Implementasi Tindakan Keperawatan Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi H. Evalusasi Keperawatan 1. Klien akan mampu membina hubungan saling percaya 2. Klien akan mampu memenuhi kebutuhan yang tidak tepenuhi 3. Klien mampu berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki 4. Klien akan mengungkapkan tidak adanya waham I. Intervensi Berdasarkan SP Pasien dan Keluarga Pasien Keluarga SP 1 SP 1 1. Mengorientasikan realita 1. Mendiskusikan masalah yang 2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak dirasakan keluarga terpenuhi 2. Menjelaskan waham 3. Membantu memenuhi kebutuhan 3. Menjelaskan cara merawat keluarga yang tidak terpenuhi dengan waham 4. Membuat ke dalam jadwal kegiatan SP 2 SP 2 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan (SP 1) 1. Melatih keluarga cara merawat pasien 2. Berdiskusi tentang kemampuan yang dengan waham dimiliki 2. Melatih keluarga melakukan cara 3. Melatih tentang kemampuan yang merawat pasien dengan waham dimiliki 4. Membuat ke dalam jadwal kegiatan SP 3 SP 3 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan (SP 1 1. Membantu keluarga membuat jadwal dan SP 2) kegiatan harian termasuk minum obat 2. Berdiskusi tentang kemampuan yang 2. Menjelaskan follow up setelah pasien dimiliki pulang 3. Melatih tentang kemampuan yang dimiliki 4. Membuat ke dalam jadwal kegiatan DAFTAR PUSTAKA Azizah, L. M. (2016). Keperawatan Jiwa: Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Direja, A.H.S. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Medikal Book. Fitria, N. (2014). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika. Keliat, B.A. (2014). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Riyadi, S. dan Purwanto, T. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu. Stuart & Sundden. (2015). Principle & Praktice of Psychiatric Nursing, ed. Ke-5. St Louis: Mosby Year Book. Townsed, M. C. (2014). Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3. Jakarta: EGC. Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama.