Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat


menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162) Infeksi HIV/AIDS (Human
Immunodeficiency Virus/Acquired
Immune Deficiency Syndrome) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada
orang dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. Enam tahun kemudian (1989),
AIDS sudah merupakan penyakit yang mengancam kesehatan anak di Amerika. Di seluruh
dunia, AIDS menyebabkan kematian pada lebih dari 8,000 orang setiap hari saat ini, yang
berarti 1 orang setiap 10 detik. Karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian
tertinggi akibat satu jenis agen infeksius. AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh
Oleske, Rubinstein dan Amman pada tahun 1983 di Amerika Serikat. Sejak itu laporan
jumlah AIDS pada anak di Amerika makin lama makin meningkat. Pada bulan Desember
1989 di Amerika telah dilaporkan 1995 anak yang berumur kurang dari 13 tahun yang
menderita AIDS dan pada bulan Maret 1993 terdapat 4.480 kasus. Jumlah ini merupakan l,5
% dari seluruh jumlah kasus AIDS yang dilaporkan di Amerika. Di Eropa sampai tahun 1988
terdapat 356 anak dengan AIDS. Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun
anakanak tertinggi di dunia adalah di Afrika terutama negara-negara Afrika Sub-Sahara.
Sejak dimulainya epidemi HIV, AIDS telah mematikan lebih dari 25 juta orang; lebih dari 14
juta anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya akibat AIDS. Setiap tahun
diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS; 500,000 diantaranya adalah anak di bawah
umur 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang terutama di negara
terbelakang dan berkembang; 700,000 diantaranya terjadi pada anakanak. Dengan angka
transmisi sebesar ini maka dari 37.8 juta orang pengidap infeksi HIV/AIDS pada tahun 2005,
terdapat 2.1 juta anak-anak di bawah 15 tahun. Gejala klinis yang terlihat adalah akibat
adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada di lingkungan anak. Oleh karena itu,
manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik berupa gagal tumbuh, berat badan
menurun, anemia, panas berulang, limfadenopati, dan hepatosplenomegali. Gejala yang
menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya infeksi oportunistik, yaitu infeksi
dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak memberikan penyakit pada
anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama imunitas selular, maka anak
akan menjadi sakit bila terpajan pada organisme tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih
berat serta sering berulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut yang dapat
menyebar ke esofagus, radang paru karena Pneumocystis carinii, radang paru karena
mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana konsep teori penyakit HIV/AIDS pada anak?
Bagaimana konsep asuhan keperawatan HIV/AIDS pada anak?
Bagaimana tinjauan kasus HIV/AIDS pada anak?
Bagaimana pembahasan kasus HIV/AIDS pada anak?
1.3 Tujuan
Mengetahui konsep teori penyakit HIV/AIDS pada anak
Mengetahui konsep asuhan keperawatan HIV/AIDS pada anak
Mengetahui tinjauan kasus HIV/AIDS pada anak
Mengetahui pembahasan kasus HIV/AIDS pada anak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

 Definisi
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency virus (HIV).
(Mansjoer, 2000:162) AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system
kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel
limfosit T (sel-T). (Tambayong, J:2000) AIDS adalah salah satu penyakit retrovirus epidemic
menular, yang disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai
depresi berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok resiko tertentu, termasuk pria
homoseksual, atau biseksual, penyalahgunaan obat intra vena, penderita hemofilia, dan
penerima transfusi darah lainnya, hubungan seksual dan individu yang terinfeksi virus
tersebut. ( DORLAN 2002 ).

 Etiologi
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan memasuki limfosit T
helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan
orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap (Betz dan Sowden, 2002). Infeksi
HIV disebabkan oleh masuknya virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus)
ke dalam tubuh manusia (Pustekkom, 2005).
Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam darah,
dan penularan masa perinatal.

Faktor risiko untuk tertular HIV pada bayi dan anak adalah:
 Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual,
 bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti,
 bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya penyalahguna obat intravena,
 bayi atau anak yang mendapat transfusi darah atau produk darah berulang, anak yang
terpapar pada infeksi HIV dari kekerasan seksual (perlakuan salah seksual), dan anak
remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti pasangan.

Cara Penularan
Penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat melalui:
 Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum)
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang
dikandungnya. Cara transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal. Transmisi
dapat terjadi melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu bayi
terpapar dengan darah ibu.
 Selama persalinan (intrapartum)
Selama persalinan bayi dapat tertular darah atau cairan servikovaginal yang
mengandung HIV melalui paparan trakeobronkial atau tertelan pada jalan lahir.
 Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi
Pada ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina 21%, cairan
aspirasi lambung pada bayi yang dilahirkan. Besarnya paparan pada jalan lahir sangat
dipengaruhi dengan adanya kadar HIV pada cairan vagina ibu, cara persalinan, ulkus
serviks atau vagina, perlukaan dinding vagina, infeksi cairan ketuban, ketuban pecah
dini, persalinan prematur, penggunaan elektrode pada kepala janin, penggunaan
vakum atau forsep, episiotomi dan rendahnya kadar CD4 pada ibu.
Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan meningkatkan resiko transmisi
antepartum sampai dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam sebelum
persalinan. d) Bayi tertular melalui pemberian ASI
Transmisi pasca persalinan sering terjadi melalui pemberian ASI (Air susu ibu). ASI
diketahui banyak mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak. Konsentrasi median sel
yang terinfeksi HIV pada ibu yang tenderita HIV adalah 1 per 10 4 sel, partikel virus ini dapat
ditemukan pada componen sel dan non sel ASI. Berbagai factor yang dapat mempengaruhi
resiko tranmisi HIV melalui ASI antara lain mastitis atau luka di puting, lesi di mucosa mulut
bayi, prematuritas dan respon imun
bayi. Penularan HIV melalui ASI diketahui merupakan faktor penting penularan paska
persalinan dan meningkatkan resiko tranmisi dua kali lipat.

 Patofisiologi
Meskipun HIV dapat ditemukan pada cairan tubuh pengidap HIV seperti air ludah (saliva)
dan air mata serta urin, namun ciuman, berenang di kolam renang atau kontak sosial seperti
pelukan dan berjabatan tangan, serta dengan barang yang dipergunakan sehari-hari bukanlah
merupakan cara untuk penularan. Oleh karena itu, seorang anak yang terinfeksi HIV tetapi
belum memberikan gejala AIDS tidak perlu dikucilkan dari sekolah atau pergaulan.
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang dikandungnya.
Cara transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal. Transmisi dapat terjadi melalui
plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu bayi terpapar dengan darah ibu atau
sekret genitalia yang mengandung HIVselama proses kelahiran, dan post partum melalui ASI.
Transmisi dapat terjadi pada 20-50% kasus (Judarwanto, 2008).
Faktor prediktor penularan adalah stadium infeksi ibu, kadar Limfosit T CD4 dan jumlah
virus pada tubuh ibu, penyakit koinfeksi hepatitis B, CMV atau penyakit menular seksual lain
pada ibu, serta apakah ibu pengguna narkoba suntik sebelumnya dan tidak minum obat ARV
selama hamil. Proses intrapartum yang sulit juga akan meningkatkan transmisi, yaitu lamanya
ketuban pecah, persalinan per vaginam dan dilakukannya prosedur invasif pada bayi. Selain
itu prematuritas akan meningkatkan angka transmisi HIV pada bayi. HIV dapat diisolasi dari
ASI pada ibu yang mengandung HIV di dalam tubuhnya baik dari cairan ASI maupun sel-sel
yang berada dalam cairan ASI (limfosit, epitel duktus laktiferus). Risiko untuk tertular HIV
melalui ASI adalah 11-29%. Bayi yang lahir dari ibu HIV (+) dan mendapat ASI tidak
semuanya tertular HIV, dan hingga kini belum didapatkan jawaban pasti; tetapi diduga IgA
yang terlarut berperan dalam proses pengurangan antigen. WHO menganjurkan untuk negara
dengan angka kematian bayi tinggi dan akses terhadap pengganti air susu ibu rendah,
pemberian ASI eksklusif sebagai pilihan cara nutrisi bagi bayi yang lahir dari ibu HIV (+).
Transmisi melalui perawatan ibu ke bayinya belum pernah dilaporkan (Judarwanto, 2008).
Perkembangan penyakit AIDS tergantung dari kemampuan virus HIV untuk menghancurkan
sistem imun pejamu dan ketidakmampuan sistem imun untuk menghancurkan HIV. Penyakit
HIV dimulai dengan infeksi akut yang tidak dapat diatasi sempurna oleh respons imun
adaptif, dan berlanjut menjadi infeksi jaringan limfoid perifer yang kronik dan progresif.
Perjalanan penyakit HIV dapat diikuti dengan memeriksa jumlah virus di plasma dan jumlah
sel T CD4+ dalam darah. Infeksi primer HIV pada fetus dan neonatus terjadi pada situasi
sistim imun imatur, sehingga penjelasan berikut merupakan ilustrasi patogenesis yang khas
dapat diikuti pada orang dewasa (Judarwanto, 2008).
Infeksi primer terjadi bila virion HIV dalam darah, semen, atau cairan tubuh lainnya dari
seseorang masuk ke dalam sel orang lain melalui fusi yang diperantarai oleh reseptor gp120
atau gp41. Tergantung dari tempat masuknya virus, sel T CD4+ dan monosit di darah, atau
sel T CD4+ dan makrofag di jaringan mukosa merupakan sel yang pertama terkena. Sel
dendrit di epitel tempat masuknya virus akan menangkap virus kemudian bermigrasi ke
kelenjar getah bening. Sel dendrit mengekspresikan protein yang berperan dalam pengikatan
envelope HIV, sehingga sel dendrit berperan besar dalam penyebaran HIV ke jaringan
limfoid. Di jaringan limfoid, sel dendrit dapat menularkan HIV ke sel T CD4+ melalui kontak
langsung antar sel (Judarwanto, 2008).
Beberapa hari setelah paparan pertama dengan HIV, replikasi virus dalam jumlah banyak
dapat dideteksi di kelenjar getah bening. Replikasi ini menyebabkan viremia disertai dengan
sindrom HIV akut
(gejala dan tanda nonspesifik seperti infeksi virus lainnya). Virus menyebar ke seluruh tubuh
dan menginfeksi sel T subset CD4 atau T helper, makrofag, dan sel dendrit di jaringan
limfoid perifer. Setelah penyebaran infeksi HIV, terjadi respons imun adaptif baik humoral
maupun selular terhadap antigen virus.
Respons imun dapat mengontrol sebagian dari infeksi dan produksi virus, yang menyebabkan
berkurangnya viremia dalam 12 minggu setelah paparan pertama (Judarwanto, 2008).
Setelah infeksi akut, terjadilah fase kedua dimana kelenjar getah bening dan limpa menjadi
tempat replikasi HIV dan destruksi sel. Pada tahap ini, sistem imun masih kompeten
mengatasi infeksi mikroba oportunistik dan belum muncul manifestasi klinis infeksi HIV,
sehingga fase ini disebut juga masa laten klinis (clinical latency period). Pada fase ini jumlah
virus rendah dan sebagian besar sel T perifer tidak mengandung HIV. Kendati demikian,
penghancuran sel T CD4+ dalam jaringan limfoid terus berlangsung dan jumlah sel T CD4+
yang bersirkulasi semakin berkurang (Judarwanto, 2008).
Lebih dari 90% sel T yang berjumlah 1012 terdapat dalam jaringan limfoid, dan HIV
diperkirakan menghancurkan 1-2 x 109 sel T CD4+ per hari. Pada awal penyakit, tubuh dapat
menggantikan sel T CD4+ yang hancur dengan yang baru. Namun setelah beberapa tahun,
siklus infeksi virus, kematian sel T, dan infeksi baru berjalan terus sehingga akhirnya
menyebabkan penurunan jumlah sel T CD4+ di jaringan limfoid dan sirkulasi.
Pada fase kronik progresif, pasien rentan terhadap infeksi lain, dan respons imun terhadap
infeksi tersebut akan menstimulasi produksi HIV dan destruksi jaringan limfoid. Transkripsi
gen HIV dapat ditingkatkan oleh stimulus yang mengaktivasi sel T, seperti antigen dan
sitokin. Sitokin (misalnya TNF) yang diproduksi sistem imun alamiah sebagai respons
terhadap infeksi mikroba, sangat efektif untuk memacu produksi HIV. Jadi, pada saat sistem
imun berusaha menghancurkan mikroba lain, terjadi pula kerusakan terhadap sistem imun
oleh HIV (Judarwan, 2008).
Penyakit HIV berjalan terus ke fase akhir dan letal yang disebut AIDS dimana terjadi
destruksi seluruh jaringan limfoid perifer, jumlah sel T CD4+ dalam darah kurang dari 200
sel/mm3, dan viremia HIV meningkat drastis. Pasien AIDS menderita infeksi oportunistik,
neoplasma, kaheksia
(HIV wasting syndrome), gagal ginjal (nefropati HIV), dan degenerasi susunan saraf pusat
(ensefalopati HIV) (Judarwanto, 2008).

 Klasifikasi
Stadium Klinis WHO untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi HIV a, b antara lain:
 Stadium klinis 1
Asimtomatik
Limfadenopati generalisata persisten
 Stadium klinis 2
Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskan
Erupsi pruritik papular
Infeksi virus wart luas
Angular cheilitis
Moluskum kontagiosum luas
Ulserasi oral berulang
Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan
Eritema ginggival lineal
Herpes zoster
Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang (otitis media, otorrhoea, sinusitis,
tonsillitis )
Infeksi kuku oleh fungus
 Stadium klinis 3
Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak berespons secara adekuat
terhadap terapi standara
Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih )
a Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih dari 37.5o C intermiten atau
konstan, > 1 bulan) a Kandidosis oral persisten (di luar saat 6- 8 minggu pertama
kehidupan) Oral hairy leukoplakia Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut
TB kelenjar
TB Paru
Pneumonia bakterial yang berat dan berulang
Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik
Penyakit paru-berhubungan dengan HIV yang kronik termasuk bronkiektasis
Anemia yang tidak dapat dijelaskan (<8g/dl ), neutropenia (<500/mm3) atau
trombositopenia (<50 000/ mm3)
 Stadium klinis 4b
Malnutrisi, wasting dan stunting berat yang tidak dapat dijelaskan dan tidak
berespons terhadap terapi standara
Pneumonia pneumosistis
Infeksi bakterial berat yang berulang (misalnya empiema, piomiositis, infeksi tulang
dan sendi, meningitis, kecuali pneumonia)
Infeksi herpes simplex kronik (orolabial atau kutaneus > 1 bulan atau viseralis di
lokasi manapun)
 TB ekstrapulmonar
Sarkoma Kaposi
Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, atau paru) Toksoplasmosis susunan saraf
pusat (di luar masa neonatus) Ensefalopati HIV Infeksi sitomegalovirus (CMV),
retinitis atau infeksi CMV pada organ lain, dengan onset umur > 1bulan
Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitisMikosis endemik diseminata
(histoplasmosis, coccidiomycosis), Kriptosporidiosis kronik (dengan diarea), Isosporiasis
kronik, Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis diseminata, Kardiomiopati atau nefropati yang
dihubungkan dengan HIV yang simtomatik Limfoma sel B non-Hodgkin atau limfoma
serebral
 Progressive multifocal leukoencephalopathy Catatan:
Tidak dapat dijelaskan ebrarti kondisi tersebut tidak dapat dibuktikan oleh sebab yang lain
Beberapa kondisi khas regional seperti Penisiliosis dapat disertakan pada kategori ini
 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai penyakit berat
yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur muda karena sebagian
besar (>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak. Lima puluh persen
kasus AIDS

anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3 tahun. Meskipun demikian ada juga bayi yang
terinfeksi HIV secara vertikal belum memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10
tahun.Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada
di lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik
berupa gagal tumbuh, berat badan menurun, anemia, panas berulang, limfadenopati, dan
hepatosplenomegali (Judarwanto, 2008).
Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya infeksi oportunistik,
yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak memberikan
penyakit pada anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama imunitas
selular, maka anak akan menjadi sakit bila terpajan pada organisme tersebut, yang biasanya
lebih lama, lebih berat serta sering berulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut
yang dapat menyebar ke esofagus, radang paru karena Pneumocystis carinii, radang paru
karena mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak. Bila anak terserang Mycobacterium
tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat dengan kelainan luas pada paru dan otak. Anak
sering juga menderita diare berulang (Judarwanto, 2008).
Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan pada anak adalah pneumonia interstisialis
limfositik, yaitu kelainan yang mungkin langsung disebabkan oleh HIV pada jaringan paru.
Manifestasi klinisnya berupa hipoksia, sesak napas, jari tabuh, dan limfadenopati. Secara
radiologis terlihat adanya infiltrat retikulonodular difus bilateral, terkadang dengan adenopati
di hilus dan mediastinum (Judarwanto, 2008).
Manifestasi klinis yang lebih tragis adalah yang dinamakan ensefalopati kronik yang
mengakibatkan hambatan perkembangan atau kemunduran ketrampilan motorik dan daya
intelektual, sehingga terjadi retardasi mental dan motorik. Ensefalopati dapat merupakan
manifestasi primer infeksi HIV. Otak menjadi atrofi dengan pelebaran ventrikel dan
kadangkala terdapat kalsifikasi. Antigen HIV dapat ditemukan pada
jaringan susunan saraf pusat atau cairan serebrospinal (Judarwanto, 2008).
Seperti dengan orang dewasa, ada beberapa tanda dan gejala yang seharusnya menimbulkan
kecurigaan bahwa anak terinfeksi HIV. Ini termasuk: berat bada menurun, atau gagal tumbuh;
diare lebih dari 14 hari; demam lebih dari satu bulan; infeksi saluran pernapasan bagian
bawah yang parah atau menetap; batuk kronis; dan infeksi oportunistik sama yang dialami
oleh orang dewasa. Tes HIV umum akan menunjukkan hasil positif selama beberapa bulan
jika ibunya terinfeksi HIV, walaupun anak mungkin tidak terinfeksi. Jadi, jika hasil tes anak
adalah positif, ini bukti bahwa ibunya HIV, dan karena itu, penting ibu diberi konseling
sebelum anaknya dites (Anonim, 2008).

 Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes untuk diagnose infeksi HIV
Pemeriksaan laboratorium menurut Mansjoer (2000), dapat dilakukan dengan dua
cara:
Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan menggunakan
microskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus
adalah dengan polymase chain reaction (PCR). Penggunaan PCR antara lain untuk;
Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga
menghambat pemeriksaan serologis.
Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif Tes pada kelompok rasio tinggi
sebelum terjadi sero konversi Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA
untuk rendah. Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik tes,
misalnya:
ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%), biasanya memberikan hasil positif 2-3 buah
sesudah infeksi. Hasil positif harus di konfirmasi dengan pemeriksaan Western Blot.
Western Blot, spsifitas tinggi (99,6-100%). Namun, pemeriksaan ini cukup sulit,
mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan untuk konfirmasi
hasil pemeriksaan ELISA positif. Imonofivoresceni assay (IFA) Radio Imuno
praecipitation assay (RIPA)
2. Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa dan melacak virus HIV Status imun
Tes fungsi sel CD4 Sel T4 mengalami penurunan kemampuan untuk reaksi terhadap
antigen Kadar imunoglobutin meningkat Hitung sel darah putih normal hingga
menurun Rasio CD4 : CD8 menurun Complete Blood Covnt (CBC) Dilakukan untuk
mendeteks adanya anemia, leukopenia dan thrombocytopenia yang
sering muncul pada HIV. CD4 cellcount Tes yang paling banyak digunakan untuk
memonitor perkembangan penyakit dan terapi yang akan dilakukan.
Blood Culture Immune
Complek Dissociaced P24 Assay Untuk memonitor perkembangan penyakit dan
aktivitas medikasi antivirus. Tes lain yang biasa dilakukan sesuai dengan manifestasi
klinik baik yang general atau spesifik antara lain: Tuberkulin skin testing:
Mendeteksi kemungkinan adanya infeksi TBC. Magnetik resonance imaging (MRI)
Mendeteksi adanya lymphoma pada otak Spesifik culture dan serology examination
(uji kultur spesifik dan scrologi) Pap smear setiap 6 bulan Mendeteksi dini adanya
kanker rahim. Mendiagnosisi infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV
tidak mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat
ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan. Temuan
laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang terinfeksi HIV :
 Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolute
 Penurunan persentase CD4
 Penurunan rasio CD4 terhadap CD3
 Limfopenia
 Anemia, trombositopenia
 Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
 Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)

Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbilli, Haemophilus
influenzae tipe B) Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, yang berusia kurang dari 18 bulan
dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya dua determinasi terpisah dari
kultur HIV, reaksi rantai polimerase-HIV, atau antigen
HIV, maka ia dapat dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, berusia
kurang dari 18bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji tersebut dikatakan “terpajan pada
masa perinatal”. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV, yang ternyata antibodi- HIV negatif
dan tidak ada bukti laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV maka ia
dikatakan “seroreverter”.

 Penatalaksanaan
1. Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain
serta keganasan yang ada.
Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid,
yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke
DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV Mengatasi dampak
psikososial Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan
penyakit, dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis Dalam menangani pasien
HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu memperhatikan perlindungan universal
(universal precaution)
2. Pengobatan
Pengobatan medikamentosa mencakupi pemberian obat-obat profilaksis infeksi
oportunistik yang tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Riset yang luas telah
dilakukan dan menunjukkan kesimpulan rekomendasi pemberian kotrimoksasol pada
penderita HIV yang berusia kurang dari 12 bulan dan siapapun yang memiliki kadar
CD4 < 15% hingga dipastikan bahaya infeksi pneumonia akibat parasit Pneumocystis
jiroveci dihindari. Pemberian Isoniazid (INH) sebagai profilaksis penyakit TBC pada
penderita HIV masih diperdebatkan. Kalangan yang setuju berpendapat langkah ini
bermanfaat untuk menghindari penyakit TBC yang berat, dan harus dibuktikan
dengan metode diagnosis yang handal. Kalangan yang menolak menganggap bahwa
di negara endemis TBC, kemungkinan infeksi TBC natural sudah terjadi. Langkah
diagnosis perlu dilakukan untuk menetapkan kasus mana yang memerlukan
pengobatan dan yang tidak.
Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk antikandida, pirimetamin untuk
toksoplasma, preparat sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan sesuai
kondisi klinis yang ditemukan pada penderita.
Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV. Riset mengenai obat
ARV terjadi sangat pesat, meskipun belum ada yang mampu mengeradikasi virus
dalam bentuk DNA proviral pada stadium dorman di sel CD4 memori. Pengobatan
infeksi HIV dan AIDS sekarang menggunakan paling tidak 3 kelas anti virus, dengan
sasaran molekul virus dimana tidak ada homolog manusia. Obat
pertama ditemukan pada tahun 1990, yaitu Azidothymidine (AZT) suatu analog
nukleosid deoksitimidin yang bekerja pada tahap penghambatan kerja enzim
transkriptase riversi. Bila obat ini digunakan sendiri, secara bermakna dapat
mengurangi kadar RNA HIV plasma selama beberapa bulan atau tahun. Biasanya
progresivitas penyakti HIV tidak dipengaruhi oleh pemakaian AZT, karena pada
jangka panjang virus HIV berevolusi membentuk mutan yang resisten terhadap obat.
3. Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui :
 Saat hamil
Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar vital load rendah
sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk
menularkan HIV.
 Saat melahirkan
Penggunaan antiretroviral(Nevirapine) saat persalinan dan bayi baru dilahirkan dan
persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio caesar karena terbukti
mengurangi resiko penularan sebanyak 80%.
 Setelah lahir
 Informasi yang lengkap kepada ibu tentang resiko dan manfaat ASI

 Penatalaksanaan medis:
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi apabila terinfeksi HIV maka terapinya yaitu:
Pengendalian infeksi oportunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan
pemulihan infeksi oportuniti, nosokomial, atau sepsis, tindakan ini harus
dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan yang kritis. Terapi AZT
(Azitomidin) Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat
enzim pembalik transcriptase. Terapi antiviral baru Untuk meningkatkan aktivitas
sistem immun dengan menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai
reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obatan ini adalah: didanosina, ribavirin,
diedoxycytidine, recombinant CD4 dapat larut. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin
yang digunakan adalah interveron Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat
mengaktifkan sel T dan mempercepat replikasi HIV. Rehabilitasi bertujuan untuk
memberi dukungan mental-psikologis, membantu megubah perilaku resiko tinggi
menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara hidup sehat
dan mempertahankan kondisi hidup sehat. Pendidikan untuk menghindari alkohol
dan obat terlarang, makan makanan yang sehat, hindari sters, gizi yang kurang, obat-
obatan yang mengganggu fungsi imun. Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik
keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak mengidap AIDS dan
kemungkinan isolasi dari masyarakat.

BAB III
TINJAUAN KASUS

KASUS HIV PADA ANAK

Ny. S membawa anaknya ke rumah sakit karena anaknya batuk terus- terusan dan di sertai
sesak napas.menurut Ny S sudah sekitar seminggu batuk anaknya tidak mau berhenti dan dua
hari yang lalu batuknya mulai disertai sesak napas. klien kelihatan tampak sesak.
Ibu klien mengatakan anaknya diare, terus – terusan buang air besar sampai 5 x dalam sehari.
klien tampak lemah,mata cekung.klien demam dan tidak mau menyusui.anak kelihatan agak
kurus dan sudah tidak beraktivitas sebagaimana biasanya. Keluarga klien mengatakan sangat
khawatir dengan kondisi anaknya. Setelah di lakukan pemeriksaan di dapatkan :
TTV:

- TD : 95/60 mmHg
- Suhu : 38,5 º C
-Nadi : 120x/m
-Pernafasan : 28x/mnt

Pengkajian
Identitas Klien:
Nama : An J
Umur : 1 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan :-
Alamat : Kudamati
Tanggal Masuk : 22 November 2021
Tanggal Pengkajian : 22 November 2021
Diagnosa Medis : HIV-AIDS

Identitas Orang Tua

- Ayah

Nama : Tn. B
Umur : 28 tahun

Pendidikan : S1

Pekerjaan : PNS

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Kudamati

Ibu
Nama : Ny. S

Usia : 22 tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Kristen Protestam

Alamat : Kudamati

3. Identitas Saudara Kandung

No. Nama Usia Hubungan Status Kesehatan

1. - - - -

Keluhan Utama
Orangtua klien mengeluhkan anaknya batuk- batuk disertai sesak napas.
Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien terus batuk – batuk sejak satu minggu yang lalu, kemudian dua hari yang lalu mulai
disertai sesak napas.klien juga terkena diare dengan frekuensi BAB cukup tinggi.sejak
semalam klien demam dan di perparah lagi klien tidak mau menyusu, karena itu orang tua
klien membawanya ke rumah sakit.
Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)
Prenatal Care
Pemeriksaan kehamilan 1 kali
Keluhan selama hamil Ngidam, kadang-kadang demam dan lemas − Riwayat terkena sinar
tidak ada
Kenaikan berat badan selama kehamilan 2 kg
Imunisasi 2 kali
Golongan darah Ibu : O /golongan darah ayah : A
Natal
Tempat melahirkan di Puskesmas oleh bidan
Lama dan jenis persalinan: Spontan/normal
Penolong persalinan Dokter Kebidanan
Tidak ada komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan (sedikit perdarahan
daerah vagina).
Post Natal
Kondisi Bayi : BB lahir 2 kg, PB 47 cm
Pada saat lahir kondisi anak baik
Penyakit yang pernah dialami demam setelah imunisasi
Kecelakaan yang pernah dialami: tidak ada
Imunisasi belum lengkap
Alergi belum nampak
Perkembangan anak dibanding saudara-saudara: Anak pertama
Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga: Ibu klien positif HIV

Riwayat Imunisasi
Waktu Reaksi setelah
No. Jenis Imunisasi Pemberian pemberian

1. BCG 1 bulan Demam

2. DPT 1 bulan Demam

3. Polio - -

4. Campak - -

5. Hepatitis Lupa lupa

Riwayat Tumbuh Kembang


Pertumbuhan Fisik
Berat Badan : BB lahir 2 kg, BB masuk RS : 5 kg.
Tinggi Badan : PB lahir 47 cm, PB masuk RS : 45 Cm
Perkembangan tiap tahap Usia anak saat :
Berguling : 5 bulan
Duduk : 8 bulan
Merangkak : 10 bulan
Berdiri : 12 bulan
Berjalan : belum
Senyum kepada orang lain pertama kali: lupa Bicara pertama kali: memanggil ibunya
Berpakaian tanpa bantuan: masih di bantu ibunya secara penuh

VIII. Riwayat Nutrisi


a. Pemberian ASI
1. Pertama kali di susui : setengah jam setelah lahir
2. Cara Pemberian : Setiap Kali menangis dan tanpa menangis
3. Lama Pemberin : 10 - 15 manit
4. Diberikan sampai usia : sampai saat ini
Pemberian Susu Formula: SGM
Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini

Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian

1. 0 - 6 2. 7- saat ASI 10- 15 menit


ini Asi dan susu formula Setiap saat

Riwayat Psiko Sosial


Anak tinggal di rumah
Lingkungan berada di tepi kota
Rumah tidak ada fasilitas lengkap
Di Rumah tidak ada tangga yang berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, anak bebas
bermain di luar dengan teman-temannya
Hubungan antar anggota kelurga baik
Pengasuh anak adalah orang tua

Riwayat spiritual
Anggota Keluarga cukup taat melaksanakan ibadah
Kegiatan keagamaan : jarang mengikuti kegiatan keagamaan
Reaksi Hospitalisasi
Pengalaman Keluarga tentang Sakit dan rawat inap
Orang tua membawa anaknya ke RS karena khawatir dan cemas tentang keadaan anaknya
yang tiba – tiba sesak napas
Dokter menceritakan tentang kondisi anaknya tetapi kelihatannya orang tua belum mengerti
hal ini dibuktikan dengan ekspresi wajah orang tua dan pertanyaan yang timbul sekitar
keadaan anaknya
Orang tua saat masuk di RS sangat merasa khwatir dengan keadaan anaknya dan selalu
menanyakan kondisi anaknya
Orang tua selalu menjaga anaknya bergantian antara ayah, ibu dan dan keluarga yang lain.
Pemahaman anak tentang sakit dan rawat Inap
Anak belum mampu berbicara.
XII. Aktivitas Sehari-hari
Nutrisi

Kondisi Sebelum Sakit Saat sakit

Keinginan Menyusu Baik Kurang


Frekuensi Menyusui 7 kali Kurang sekali Kurang
Susu formula Baik sekali

Cairan

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

1. Jenis minuman ASI Tidak ada

2. Frekwensi Setiap kali haus Sering

minum Tidak diketahui Tergantung


ASI Infuse
3. Kebutuhan
cairan

4. Cara pemberian

Eliminasi (BAB & BAK)

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

1. Tempat Kain sarung Popok

pembuangan
2. BAK= sering BAB BAK = sering, BAB =
Frekwensi/wa = 2 x sehari 4- 5x sehari
kt u
Sering encer
Konsistensi Tidak ada Encer
Kesulitan Tidak pernah Tidak ada
Obat pencahar Digunakan

Istirahat/Tidur

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

1. Jam tidur
Siang 11.00 – 13.00 Jam 12.00-13.00
Malam Jam 20.00- 06.00 Jam 21.00-7.00
Pola tidur Tidur dilaksanakan pada Tidur dilaksanakan pada
siang dan malam hari siang dan malam hari
Menyusu Menyusu

Kebiasaa
n sebelum tidur
4. Kesulita Gelisah Sering terbangun karena
n tidur popoknya basah oleh feses.

Olahraga
Tidak dikaji
Personal Hygiene
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit

1. Mandi
Cara Dikerjakan oleh orang tua 2 Tidak pernah mandi hanya
x sehari dilap badan 1x
sehari/melap badan
Frekwensi

- alat mandi Sabun Pake air hangat

2. Cuci rambut Kadangkadang Tidak belum pernah


frekwensi menentu dilakukan
Cara Dikerjakan oleh orang tua
Setiap kali kuku terlihat
panjang Di kerjakan oleh belum pernah
3. Gunting kuku orang tua dilakukan
frekwensi
Cara

Aktifitas/mobilitas fisik Tidak dikaji


Rekreasi
Tidak dikaji

XIII. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum klien: lemah gelisah dan batuk sesak
Ekspresi wajah biasa kadang tersenyum dan cengeng bila diajak bermain.
Berpakaian bersih karena selalu dijaga oleh ibunya.
Tanda-tanda vital:
Suhu : 38,5 º C
Nadi : 120x/m
Pernafasan : 70 x / m
TD : 95/60 mmHg
Antropometri
- Panjang badan : 50 cm

- Berat badan : 5 kg

- Lingkaran lengan atas : tidak dikaji

- Lingkaran kepala : tidak dikaji

- Lingkaran dada : tidak di kaji

- Lingkaran perut : tidak dikaji

- Skin fold : tidak dikaji

Head To Toe
Kulit: Pucat dan turgor kulit agak buruk
Kepala dan leher: Normal tidak ada kerontokan rambut, warna hitam dan tidak ada
peradangan
Kuku: Jari tabuh
Mata/penglihatan: Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung
Hidung: Tidak ada Peradangan, tidak ada reaksi alergi, tidak ada polip, dan fxungsi
penciuman normal
Telinga: Bentuk simetris kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan
Mulut dan gigi: Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa, terjadi Peradangan dan
perdarahan pada gigi, gangguan menelan (-), bibir dan mukosa mulut klien nampak kering
dan bibir pecahpecah.
Leher: Terjadi peradangan pada eksofagus.
Dada: dada masih terlihat normal
Abdomen: Turgor jelek ,tidak ada massa, peristaltik usus meningkat dan perut mules dan
mual.
Perineum dan genitalia: Pada alat genital terdapat bintik-bintik radang
Extremitas atas/ bawah: Extremitas atas dan extremitas bawah tonus otot lemah akibat tidak
ada energi karena diare dan proses penyakit.
Sistem Pernafasan
Hidung : Simetris, pernafasan cuping hidung : ada, secret : ada
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe di sub mandibula.
Dada :
Bentuk dada: Normal
Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan tranversal = 1 : 1
Gerakan dada: simetris, tidak terdapat retraksi
Suara nafas: ronki
Suara nafas tambahan: ronki
Tidak ada clubbling finger
Sistem kardiovaskuler
Conjungtiva: Tidak anemia, bibir: pucat/cyanosis, arteri carotis: berisi reguler, tekanan vena
jugularis: tidak meninggi
Ukuran Jantung: tidak ada pembesaran
Suara jantung : Tidak ada bunyi abnormal − Capillary refilling time > 2 detik Sistem
pencernaan
Mulut : terjadi peradangan pada mukosa mulut
Abdomen : distensi abdomen, peristaltic meningkat > 25x/mnt akibat adanya virus yang
menyerang usus
Gaster : nafsu makan menurun, mules, mual muntah, minum normal, − Anus : terdapat bintik
dan meradang gatal

Sistem indra
Mata : agak cekung
Hidung : Penciuman kurang baik
Telinga
Keadaan daun telinga : kanal auditorius kurang bersih akibat benyebaran penyakit
Fungsi pendengaran kesan baik
Sistem Saraf
Fungsi serebral
Status mental: Orientasi masih tergantung orang tua
Bicara : -
Kesadaran: Eyes (membuka mata spontan) = 4, motorik (bergerak mengikuti perintah) = 6,
verbal (bicara normal) = 5
Fungsi kranial
Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan dari Nervus I – Nervus XII.
Fungsi motorik : Klien nampak lemah, seluruh aktifitasnya dibantu oleh orang tua
Fungsi sensori : suhu, nyeri, getaran, posisi, diskriminasi (terkesan terganggu)
Fungsi cerebellum : Koordinasi, keseimbangan kesan normal
Refleks : bisip, trisep, patela dan babinski terkesan normal.

Sistem Muskulo Skeletal


Kepala : Betuk kurang baik, sedikit nyeri
Vertebrae : Tidak ditemukan skoliosis, lordosis, kiposis, ROM pasif, klien malas bergerak,
aktifitas utama klien adalah berbaring di tempat tidur.
Lutut : tidak bengkak, tidak kaku, gerakan aktif, kemampuan jalan baik Tangan
tidak bengkak, gerakan dan ROM aktif
Sistem integumen
warna kulit pucat dan terdapat bintik-bintik dengan gatal, turgor menurun > 2 dt,
suhu meningkat 39 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill
time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
Sistem endokrin
Kelenjar tiroid tidak nampak, teraba tidak ada pembesaran

Suhu tubuh tidak tetap, keringat normal,

Tidak ada riwayat diabetes


Sistem Perkemihan
Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam), frekuensi berkurang.
Tidak ditemukan odema
Tidak ditemukan adanya nokturia, disuria , dan kencing batu
Sistem Reproduksi
Alat genetalia termasuk glans penis dan orificium uretra eksterna merah dan gatal
Sistem Imun
Klien tidak ada riwayat alergi
Imunisasi lengkap
Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca tidak ada Riwayat transfusi darah tidak
ada
Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
6 tahun ke atas Tidak di kaji karena klien saat ini masih berumur satu tahun
Terapi Saat ini
Infus RL 20 tts/m
Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai pengganti vaksin
poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV)
Keperawatan: Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan
mencegah kemungkinan terjadi infeksi
Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu
azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus,
sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
Mengatasi dampak psikososial
Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur yang
dilakukan oleh tenaga medis

XVI. Klasifikasi Data


Data Subjektif
Ibu klien mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak
Ibu klien mangatakan anaknya demam tinggi dan terus-menerus
ibu klien mengatakan, klien tidak mau menyusu/tidak minum susu
Ibu klien mengatakan anaknya susah menelan akibat lukalukampada mulutnya
ibu klien mengatakan anaknya sering buang air besar dan encer
ibu klien mengatakan anaknya tidak dapat beraktivitas
ibu klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya, maka dari itu anaknya di
bawa ke RS.
Data Objektif
Klien selama di RS nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak sesak
Klien nampak teraba panas dengan suhu 39 0C, Nadi :
120x/m, P : 28x /m dan TD : 95/60 mmHg
Klien nampak tidak mau disusui, berat badan klien turun dari 6kg menjdi 5 kg
Klien nampak selalu BAB dan diRS terhitung 4-5/kali
Kulit klien nampak kering, nampak cekung pada mata
Klien tampak sangat lemah
Keluarga klien nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi anaknya.
3.1 Analisa Data

No Data Etilogi Masalah

1 DS : Menginfeksi bronkus Pola napas tidak


Keluarga klien mengatakan efektif
anaknya susah bernapas Aktivitas bronkus
DO : berkurang
Klien tampak kelihatan sesak
Peningkatan sekret
bronkial

Penumpukan sekret

Anda mungkin juga menyukai