Disusun Oleh :
Nama Kelompok
1. Alghifari Hibatullah Dini
2. Mersi Sri Rahayu
Puji syukur kehadiran Allah SWT. Karena atas berkat rahmat-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam marilah kita sampaikan kepada junjungan
kita, manusia pilihan dan teladan kita yakni Baginda Rasulullah SAW, beserta para keluarga,
para sahabat, dan para pengikut-pengikut nya yang setia hingga akhir zaman.
Demikian lah yang dapat kami sampaikan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
diri kami maupun bagi pembaca. Aamiin....
KELOMPOK 12
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
.BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Penulisan Makalah....................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Singkat Muhammad Iqbal.....................................................3
B. Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal ............................................................ 4
C. Pemikiran Iqbal Tentang Sumber Hukum Islam............................................6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ilmu kalam (ilm al-kalam) termasuk kajian yang pokok dan sentral. Ilmu ini termasuk
rumpun ilmu ushuluddin (dasar-dasar atau sumber-sumber pokok agama). Begitu sentralnya
kedudukan ilmu kalam dalam Dirasat Islamiyah sehingga ia menawari, mengarahkan sampai
batasbatas tertentu "mendominasi" arah, corak muatan materi dan metodologi kajiankajian
keislaman yang lain, seperti fikih, (al-ahwal al-syakhsyiyah, perbandingan mazdhab, jinayah-
siyasah), ushul fiqh, filsafah (Islam), ulum al-tafsir, ulum al-hadist, teori dan praktik dakwah
dan pendidikan Islam, bahkan sampai merembet pada persoalan-persoalan yang terkait
dengan pemikiran ekonomi dan politik Islam.
Seringkali dijumpai bahwa umat Islam, baik sebagai individu dan lebih-lebih sebagai
kelompok mengalami kesulitan keagamaan -untuk tidak mengatakan tidak siap-ketika harus
berhadapan dengan arus dan gelombang budaya baru ini. Bangunan keilmuan kalam klasik
rupanya tidak cukup kokoh menyediakan seperangkat teori dan metodologi yang banyak
menjelaskan bagaiamana seorang agamawan yang baik harus berhadapan, bergaul,
bersentuhan, berhubungan dengan penganut agama-agama yang lain dalam alam praksis
sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Tokoh pemikir Muslim dalam Ilmu Kalam, Muhammad Iqbal, adalah sebagai filosof
eksistensial besar abad ke-20. Dilahirkan di Sialkot, Punjab, Pakistan pada 9 Nopember
1877. Di dalam kehidupannya Iqbal berusaha secara serius terhadap perumusan dan
pemikiran kembali tentang Islam. Meskipun Iqbal tidak diberi umur panjang tapi lewat
pemikirannya, dia mengkritik sebab kemunduran Islam karena kurang kreatifnya umat Islam.
Konkritnya bahwa pintu ijtihad telah ditutup. Sehingga umat Islam hanya bisa puas dengan
keadaan yang sekarang di dalam Kejumudannya
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan di atas dapat di tarik untuk membuat rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimana Riwayat Muhammadi Iqbal?
2. Apa saja pemikiran – pemikiran ilmu kalam Muhammad Iqbal ?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui riwayat Muhammada Iqbal
2. Agar mahasiswa dapat memahami serta megetahui pemikiran – pemikiran ilmu
kalam dari Muhammad Iqbal.
BAB II
PEMBAHASAN
1
Nasution, op. cit., hlm. 169 dan 171.
2
Khalifah Abd Hakim, "Renainsance in Indo-Pakistan dalam wd. MM. Syarif (Ed), A History of
Muslim Philosof, Welbaden, Otto Harrssowitz, 1966, hlm 1614.
3
Abdul Wahab Azzam, Iqbal Siratuh wa Falsafah wa Syrruh, Ten. Pustaka, Bandung, 1985, him 17.
Nasution, Pembaharuan pcit, hlm. 190.
B. Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal
Dibandingkan sebagai teolong, Muhammad Iqbal sesungguhnya lebih terkenal
sebagai filsuf eksistensialis. Oleh karena itu, kesulitan untuk menentukan pandangan-
pandangannya mengenai wancana-wancana kalam klasik, seperti fungsi akal dan
wahyu, perbutan Tuhan, perbutan manusia, dan kewajiban-kewajiban Tuhan. Itu
bukan berarti ia tidak sama sekali menyingung ilmu kalam. Sebagaimana akan terlihat
nanti, ia sering menyingung beberapa aliran kalam yang pernah muncul dalam sejarah
islam4.
Sebagai seorang pembaharu, Iqbal menyadari perlunya umat islam untuk melakukan
pembahruan dalam islam agar dapat keluar dari kmundurannya. Kemunduran umat
islam, menurutnya disebabkan kebekuan umat islam dalam pemikirann dan
ditutupnya pintu ijtihad. Mereka, seperti kaum konservatif, menolak kebiasaan
berfikir rasional kaum Mu’tazilah karena hal itu dianggapakan membawa pada
disentegrasi umat islam dan membahayakan kestabilan politik mereka 5. Hal inilah
yang dianggapnya sebagai penyimpangan dari semangat islam, semangat dinamis dan
kreatif. Islam tidak statis, tetapi dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Pintu ijtihad tidak pernah tertutup karena ijtihad merupakann ciri dari dinamika yang
harus dilambangkan dalam islam. Lebih jauhb ia menegaskann bahwa syariat pada
prinsipnya tidak statis, tetapi merupakan alat untuk merespons kebutuhan individu
dan masyarakat karena islam selalu mendorong terwujudnya perkembangan 6.
Besarnya penghargaan Iqbal terhadap gerak dann perubahan ini, membawa
pemahaman yang dinamis tentng Al-Quran dan hukum Islam. Tujuan di turunkannya
Al-Quran, menurutnya untuk membangkitkan kesadaran manusia sehingga mampu
menerjemahkan dan menjabarkan nash-nash Al-Quran yang masih global dalam
realitas kehidupan dengan kemampuan nalar manusia dan dinamika masyarakat yang
selalu berubah. Inilah yang dalam rumusan fiqh disebut ijtihad yang oleh Iqbal di
sebut sebagai perinsip gerak dalam setruktur Islam. Oleh karena itu, untuk
mengembalikan semangat dinamika islam, dalam rangka membuang kekakuan dan
kejumudan hukum Islam, ijtihad harus dialihkan menjadi ijtihad kolektif. Menurut
Iqbal, peralihan kekuasaan ijtihad individu yang mewakili mazhab tertentu kepada
4
Azzam, op. cit., hlm. 29. 38 Ibid., hlm. 56
5
Nasution, op. cit., hlm. 191
6
Marshal G.S. Hudgson, The Venture of Islam, Chichago Press, Chichago, 1974, hlm. 39
lembaga legislatif Islam adalah satu-satunya bentuk yang paling tepat untuk
menggerakkan spirit dalam sistem hukum Islam yang selama ini hilang dari umat
Islam dan menyerukan kepada kaum muslim agar menerima dan mengembangkan
lebih lanjut hasil-hasil rasionalisme tersebut.
1. Hakikat Teologi
Secara umum, ia melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi keimanan,
mendasarkan pada esensi tauhid. Di dalam nya memuat jiwa yng bergerak berupa
“persamaan, kesetiakawanan”, dan “kebebaskemerdekaan”. Teologi Asy’ariah
menggunakan cara dan pola berpikir Yunani untuk memperthankan dan
mendefinisikan pemahaman Islam. Mu’tazilah sebaliknya, terlalu jauh bersandar pada
akal sehingga mereka tidak menyadari bahwa dalam wilayah pengetahuan agama,
pemisahan antara pemikiran keagamaan dari pengalaman konkret merupakan
kesalahan besar.
2. Pembentukan Tuhan
Dalam membuktikan eksistensi Tuhan, Iqbal menolak argumen kosmologis ataupun
ontologis. Ia juga menolak argumen teleologis yang berusaha membuktikan eksistensi
Tuhan yang mengatur ciptaan-Nya dari sebelah luar. Dalam “jangka waktu murni”
ada perebuhan, melainkan tidak ada suksesi (penggantian). Kesatuannya seperti
kuman yang di dalamnya terdapat pengalaman nenek moyang para individu, bukan
sebagai suatu kumpulan, tetapi sebagai suatu kesatuan yang di dalamnya setiap
pengalaman menyerap keseluruhannya7.
3. Jati diri manusia
Paham dinamisme Iqbal berpengaruh benar terhadap jati diri manusia. Penelusuran
terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat di lihat dari konsepnya tentang ego,
ide sentral dalam pemikiran filosofisnya. Kata itu diartikan dengan kepribadian. Pada
hakikatnya, menafikan diri bukan ajaran Islam karena hakikat hidup adalah bergerak,
dan gerak adalah perubahan8.
4. Dosa
Iqbal secara tegas menyatakan dalam seluruh kuliahnya bahwa Al Quran
menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Dalam
hubungan ini, ia mengembangkan cerita tentang kejatuhan Adam (karena memakan
buah terlarang) sebagai kisah yang penuh berisi pelajaran tentang "kebangkitan
7
Amin Abdullah, Falsafah Kalam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, hlm 86-87
8
Didin, Pemikiran Modern Dan Postmodern Islam, hal. 44
manusia dari kondisi primitif yang di kuasai hawa nafsu naluriah pada pemilikan
kepribadian bebas yang diperolehnya secara sadar, sehingga mampu mengatasi
kebimbangan dan kecenderungan untuk membangkang" dan "timbulnya ego terbatas
yang memiliki kemampuan untuk memilih" "Allah telah menyerahkan tanggung
jawab yang penuh risiko ini, menunjukkan kepercayaan-Nya yang besar kepada
manusia. Sekarang, kewajiban manusia adalah mem benarkan adanya kepercayaan
ini. Pengakuan terhadap kemandirian (manusia) melibatkan pengakuan terhadap
semua ketidaksempurnaan yang timbul dari keterbatasan kemandirian9.
11
Ibid., hal. 224.
12
Ibid., hal 225
Goldziher. Menurutnya sejak masa awal Islam dam masa-masa berikutnya ,
mengalami proses evolusi, mulai dari sahabat dan seterusnya hingga menjadi
berkembang di mazhab-mazhab fiqih. Iqbal menyimpulkan bahwa dia tidak
percaya pada seluruh hadist koleksi para ahli hadist. Iqbal setuju dengan pendapat
Syah Waliyullah tentang hadist, yaitu cara Nabi dalam menyampaikan Da’wah
Islamiyah adalah memperhatikan kebiasaan, cara-cara dan keganjilan yang
dihadapinya ketika itu. Selain itu juga Nabi sangat memperhatikan sekali adat
istiadat penduduk setempat. Dalam penyampaiannya Nabi lebih menekankan pada
prinsip-prinsip dasar kehidupan sosial bagi seluruh umat manusia, tanpa terikat
oleh ruang dan waktu. Jadi peraturan-peraturan tersebut khusus untuk umat yang
dihadapi Nabi. Pandangan Iqbal tentang pembedaan hadist hukum dan hadist
bukan hukum agaknya sejalan dengan pemikiran ahli ushul yang mengatakan
bahwa hadist adalah penuturan, perbuatan dan ketetapan Nabi saw.yang berkaitan
dengan hukum; seperti mengenai kebiasaan-kebiasaan Nabi yang bersifat khusus
untuknya, tidak wajib diikuti dan diamalkan. 13
3. Ijtihad
Katanya Ijitihad adalah (barsungguh-sungguh dalam membentuk suatu keputusan
yang bebas untuk menjawab permasalahan hukum). Kalau dipandang baik hadist
maupun al-Qur’an mamang ada rekomendasi tentang ijtihad tersebut, disamping
ijtihad pribadi, hukum Islam juga memberinrekomendasi keberlakuan ijtihad
kolektif. Ijtihad inilah yang selama berabad-abad dikembangkan dan dimodifikasi
oleh para ahli hukum Islam dalam mengantisipasi setiap permasalahan masyarakat
yang muncul, sehingga melahirkan aneka ragam pendapat (mazdhab),
Sebagaimana pandangan mayoritas ulama, Iqbal membagi kualifikasi ijtihad
kedalam tiga tingkatan, yaitu :
a) Otoritas penuh dalam menentukan perundang-undangan yang secara praktis
hanya terbatas pada pendiri madzhab-madzhab saja.
b) Otoritas relatif yang hanya dilakukan dalam batas-batas tertentu dari satu
madzhab.
c) Otoritas Khusus yang berhubungan dengan penetapan hukum dalam kasus-
kasus tertentu, dengan tidak terikat pada ketentuan-ketentuan pendiri
madzdab.
13
Ibid., hal. 223.
Muhammad Iqbal lebih memberi perhatian pada derajat yang pertama saja.
Menurut Iqbal, kemungkinan derajat ijtihad ini memang disepakati diterima
oleh ulama ahl-al- sunnah, tetapi dalam kenyataannya telah dipungkiri sendiri
sejak berdirinya madzhab-madzhab. Ide ijtihad ini dipagar dengan persyaratan
ketat yang hampir tidak mungkin dipenuhi. Sikap ini, lanjut Iqbal, adalah
sangat ganjil dalam satu sistem hukum al Qur’an yang sangat menghargai
pandangan dinamis. Dampak dari ketatnya ketentuan ijtihad ini, akhirnya
hukum Islam selama lima ratus tahun mengalami stagnasi dan tidak mampu
berkembang. Ijtihad yang menjadi konsep dinamis hukum Islam hanya tinggal
sebuah teori-teori mati yang tidak berfungsi dan menjadi kajian-kajian masa
lalu saja. Demikian juga ijma’ hanya menjadi mimpi untuk mengumpulkan
para ulama, apalagi dalam konsepnya satu saja ulama yang tidak setuju maka
batallah keberlakuan ijma’ tersebut, hal ini dikarenakan kondisi semakin
meluasnya daerah Islam. Akhirnya kedua konsep ini hanya tinggal teori saja,
konskuensinya, hukum Islam pun statis tak berkembang selama beberapa
abad. Iqbal mendeteksi penyebab kemunduran Islam itu ada tiga faktor :
a. Gerakan rasionalisme yang liar, dituduh sebagai penyebab disintegarasi
umat Islam dengan melempar isu keabadian al – Qur’an.Oleh karena itu,
kaum konservatif hanya memilih tempat yang aman dengan bertaklid
kepada imam-imam mazhab. Dan sebagai alat yang ampuh untuk membuat
umat tunduk dan diam. Disamping itu, perkembangan ini melahirkan
fenomena baru, yaitu lahirnya kecendrungan menghindari duniawi dan
mementingkan akhirat dan menjadi apatis. Akhirnya Islam menjadi lemah
tak berdaya.14
b. Setelah Islam menjadi lemah penderitaan terus berlanjut pada tahun 1258
H kota pusat peradaban Islam diserang dan diporak-porandakan tentara
mongol pimpinan Hulagu Khan.15
c. Sejak itulah lalu timbul disintegrasi. Karena takut disintegrasi itu akan
menguak lebih jauh, lalu kaum konservatif Islam memusatkan usaha untuk
menyeragamkan pola kehidupan sosial dengan mengeluarkan bid’ah-
14
Hakim, op. cit.
15
Taufiq Ada Amal dan Syamsu Rizal Panggabean. Tafsir dan Konturul Al-Quran Sean Karangla
Fortual Mizan, Bandung 1989 him 21-22
bid’ah dam menutup pintu ijtihad. Ironisnya ini semakin memperparah
keadaan dalam dunia Islam16.
16
H.A.R. Gibb, Aliran-aliran Modern dalam Islam, Terj. Machnun Husein, Rajawali Press, Jakarta,
1995, hlm. 131-132
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tokoh muslim Muhammad Iqbal merupakan sosok pemikir multi disiplin. Di dalam
dirinya berhimpun kualitas kaliber internasional sebagai seorang filosof dan mujtahid.
Sebagai pemikir Muslim, Iqbal telah merintis upaya pemikiran ulang terhadap Islam
secara liberal dan radikal.
Agama Islam sebagai Jalan hidup yang lengkap mengatur kehidupan manusia,
ditantang untuk bisa mengantisipasi dan mengarahkan gerak dan perubahan tersebut
agar sesuai dengan kehendak-Nya. Oleh sebab itu hukum Islam dihadapkan kepada
masalah signifikan, yaitu sanggupkah hukum Islam memberi jawaban yang cermat
dan akurat dalam mengantisipasi gerak dan perubahan ini?. Dengan tepat Iqbal
menjawab, “bisa, kalau umat Islam memahami hukum Islam seperti cara berfikir
‘Umar Ibn Al Khathtab”.
DAFTAR PUSTAKA