Anda di halaman 1dari 9

PERTEMUAN 13

FARMAKOLOGI OBAT MATA

I. Tujuan Pembelajaran
Tujuan dari pembelajaran ini adalah agar mahasiswa memahami farmakologi obat
mata.

II. Uraian Materi


Mata adalah organ sensori khusus yang relatif terpisah dari jangkauan sistemik
melalui sawar darah-retina, darah-aqueous, dan darah-vitreus. Mata terlindungi oleh
kelopak mata dan rongga mata, suatu rongga bertulang pada tengkorak yang memiliki
banyak fisura da foramen yang mengelilingi saraf, otot dan pembuluh darah. Dalam
rongga mata, jaringan ikat (yaitu kapsul Tenon), jaringan adiposa dan enam otot
ekstraokular menunjang dan Bersatu dengan mata untuk penglihatan. Daerah di
belakang mata (atau bola mata) disebut daerah retrobulbar.pemahaman mengenai
anatomi mata dan rongga mata penting untuk penghantaran obat periocular secara
aman, termasuk injeksi subkonjungtiva, sub-Tenon, dan retrobulbar. Kelopak mata
memiliki beberapa fungsi, yang terpenting adalah persarafan sensorinya yang rapat dan
bulu mata yang melindungi mata dari cedera mekanis dan kimiawi. Berkedip, suatu
Gerakan yang terkoordinasi pada orbicularis okuli, levator palpebra, dan otot Muller
berfungsi menyebarkan air mata ke kornea dan konjungtiva. Pada manusia, laju kedipan
rata-rata 15 sampai 20 kali per menit. Permukaan luar kelopak mata dilindungi oleh
lapisan kulit yang tipis; permukaan dalam dibatasi oeh bagian palpebral konjungtiva,
yang merupakan membra mukosa yang berpembuluh darah dan tersambung dengan
konjungtiva bulbar. Pada refleksi konjungtiva palpebral dan bulbar terdapat suatu ruang
yang disebut forniks, yang terletak lebih tinggi di belakang kelopak mata atas dan lebih
rendah di belakang kelopak mata bawah. Obat-obat topical biasanya dioleskan pada
forniks inferior, juga dikenal sebagai cul-de-sac onferior.
Gambar 1. Anatomi bola mata dalam hubungannya dengan rongga mata dan
kelopak mata

Sistem lakrimal terdiri atas unsur kelenjar sekresi dan saluran ekskresi. Sistem
sekresi tersusun atas kelenjar lakrimal utama, yang terletak di bagian luar temporal
rongga mata, dan kelenjar tambahan yang juga dikenal sebagai kelenjar Krause dan
Wolfring (lihat Gambar 1), terletak didalam konjungtiva. Kelenjar lakrimal dipersarafi
oleh sistem saraf otonom (Lihat Tabel 1). Persarafan parasimpatik secara klinis
berkaitan; pasien kemungkinan mengeluhkan gejala mata kering jika menggunakan
obat yang memiliki efek samping antikolinergik, seperti antidepresan, antihistamin dan
obat yang digunakan dalam pengobatan penyakit Parkinson. Kelenjar meibomian (lihat
Gambar 1), yang mensekresi minyak yang memperlambat penguapan lapisan air mata,
terletak tepat di belakang bulu mata. Kelainan pada fungsi kelenjar, seperti pada akne
rosarea dan meibomitis, dapat sangat mempengaruhi stabilitas lapisan air mata.
Secara konsep, air mata berfungsi sebagai sawar lubrikasi trilaminar yang
melapisi konjungtiva dan kornea. Lapisan anterior terutama terdiri atas lemak yang
disekresi oleh kelenjar meibomian. Pada bagian tengah merupakan lapiasn aqueous
yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal utama dan kelenjar lakrimal tambahan (yaitu
kelenjar Krause dan Wolfring), merupakan sekitar 98% lapisan air mata. Melekat pada
epitelium kornea, lapisan posterior adalah suatu campuran musin yang dihasilkan oleh
sel-sel piala dalan konjungtiva. Air mata juga mengandung nutrient enzim dan
immunoglobulin untuk mendukung dan melindungi kornea.
Sistem drainase air mata dimulai melalui punkta kecil yang terletak ditengah-
tengah pada kelopak mata atas dan bawah (Gambar 2). Dengan berkedip, air mata
memasuki punktum dan terus keluar melalui kanalikulus, kantung lakrimal, duktus
nasolakrimal, dan kemudian masuk ke hidung. Hidung dibatasi oleh epitelium mukosa
yang banyak mengandung pembuluh darah; akibatnya, obat-obat topikal pada mata
yang melewati sistem nasolakrimal ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik.

Gambar 2. Anatomi sistem lakrimal

Tabel 1. Farmakologi otonom mata dan struktur yang berkaitan


Tabel 2. Efek senyawa-senyawa farmakologis terhadap pupil

Obat Mata
A. Berbagai cara pemberian obat mata, sebagai berikut:
• Topikal: diserab, nyaman, ekonomis, relatif aman.
• Subkonjuntiva, retrobulbar: diserab atau tertumpuk; utk infeksi segmen
anterior, uveitis posterior, edema makular; waspada trauma dan perforasi.
• Intraokuler: diserab; utk bedah segmen anterior; toksik terhadap kornea
• Intravitreal: absorpsi sedikit, efek segera; utk retinitis dan endophthalmitis;
toksik terhadap retina
B. Obat tetesmata
• Umumnya dalam bentuk larutan air, gel, salep, diteteskan di fornix/cul-de-sac
inferior.
• Kinetiknya: larut, menyebar, diserab, dimetabolisme, dan dikeluarkan melalui
ductus nasolacrimal
• Kecepatan dan jumlah obat yang diserab ditentukan oleh jumlah protein
airmata, yang berdifusi melintasi kornea dan air mata.
• Efek samping sistemik terjadi karena obat diserap melalui mukosa hidung.
• Formulasi ikut menentukan lama obat dalam cul-de-sac.
• Kadar obat tetesmata dapat meningkat bila tutup kemasannya sering terbuka
C. Absorpsi obat tetesmata
• Absorpsi obat melintasi kornea, konjungtiva dan sklera diinginkan untuk
menghasilkan efek yang setempat.
• Diperlukan waktu (lag time) antara penetesan obat dan ketersediaannya dalam
bilik mata.
• Penetrasi terjadi melalui difusi pasif
• Penetrasi di kornea melintasi tiga lapis dinding lemak-air-lemak: sediaan yg
baik adakah mudah larut dalam air dan lemak sekaligus.
• Makin tinggi kadar obat dalam airmata makin banyak yang diserap
D. Distribusi obat tetesmata
• Distribusi sistemik utama melalui absorpsi mukosa hidung. Lainnya melalui
kornea dan konjungtiva, masuk bilik mata, masuk sirkulasi sistemik melalui
jaringan trabekuler
• Beberapa obat midriatikum (atropin dan fenilefrin) terikat melanin,
menumpuk, dan memberi efek yg lama disana.
• Epitel berpigmen di retina mengikat chloroquin, menimbulkan maculopathy,
mengeruhkan lensa dan kornea.
E. Metabolisme obat tetesmata
• Jaringan mata menghasilkan banyak enzim yang dpt memetabolisisr obat
mata.
• Beberapa obat mata merupakan prodrug yg lebih mudah diserap dan dalam
jaringan mata dirubah menjadi obat aktif (misalnya latanoprost dan dipivefrin,
obat antiglaukoma).
• Obat yang masuk kedalam sirkulasi sistemik dimetabolisir dihati dan
diekskresi di ginjal.
F. Efek samping/toksikologi obat tetesmata
• Karena diserab ke dalam sirkulasi, efek samping sistemik dapat timbul.
• Efek samping lokal adalah reaksi hipersensitifitas dan efek toksik langsung
terhadap kornea, konjungtiva, kulit sekitar mata, dan mukosa hidung.
• Zat pengawet seperti benzalkonium klorida, benzalkonium klorida,
chlorobutanol, thoimersal, dll dapat menimbulkan keratopati.
G. Penggolongan obat mata, yaitu:
• Anestetik lokal
• Antiseptik/desinfektan
• Antibiotika
• Antivirus
• Antijamur, antiparasit
• Sitostatik
• Kolinomimetik
• Antikolinergik
• Antikolinesterase
• Simpatomimetik
• Simpatolitik
• Prostaglandin F2 prodrug
• Antiinflamasi
• Zat pewarna
• Airmata buatan
• Antihistamin
• Immunosuppresan
• Pengganti vitreosa
• Hemolitik dan Trombolitik
• Botox
H. Farmakoterapi infeksi bakteri mata
• Sediaan topikal dan sistemik
• Pilihan ditentukan berdasarkan gejala klinik dan hasil kultur
• Formula khusus ulkus kornea, keratitits dan endophthalmitis
• Indikasi: profilaksis bedah, dacryocystitis, hordeolum, blepharitis,
conjugtivitis, keratitis, dan endophthalmitis
• Penyebab infeksi: H influenzae, S aureus, Streptococci, Actinomyces,
Neisseria, P aeruginosa
I. Endophthalmitis
• Infeksi ganas introkuler
• Panophthalmitis, bila seluruh mata
• Sebab: bakteri atau jamur
• Pascabedah, pascatrauma, ‘immu pascatrauma, ‘immunocompromized’
• intravitr Antibiotik intravitreal
• Antibiotik intravena, bila infeksi sistemik
J. Farmakoterapi penyakit virus mata
• Obat anti virus herpes: idoxuridine, trifluridine, vidarabine, acyclovir,
valacyclovir
• Obat anti cytomegalovirus: foscarnet, ganciclovir, formivirsen, cidoforvir
• Diberikan topikal, oral, parenteral, intravitreosa
• Indikasi: keratitis virus (herpes simplex, varicella zoster), herpes zoster
ophthalmicus, ophthalmicus, CMV, EBV, retinitis virus
• Bila keratitis stroma berulang, beri acyclovir oral 1 tahun
• Bila HZ ophthalmicus, acyclovir oral sedini mungkin
• Bila uveitis, beri intravena atau intravitreal
K. Farmakoterapi penyakit jamur mata
• Obat antijamur: amphotericin B, natamycin, fluconazole, ketoconazole,
miconazole
• Penyakit jamur: keratitis, sclerosis, mucormycosis, endophthalmitis,
canaliculitis.
• Pengobatan setelah biakan dan uji sensitifitas
• Jamur penyebab: candida, actinomycetes, tinea
L. Farmakoterapi penyakit parasit mata
• Manifestasi klinis: uveitis, Manifestasi klinis: uveitis, konjungtivitis, keratitis,
retinitis.
• Contact-lens keratitis disebabkan Acanthamoeba. Acanthamoeba. Diobati
dengan Diobati dengan kombinasi kombinasi polymixin, bacitracin,
neomycin; kadang dengan imidazole.
• Toxoplasma gondii penyebab uveitis anterior dan posterior. Pengobatan:
steroid plus pyrimethamin, sulfadiazine, clindamycin, asam folinat
M. Kegunaan obat otonom pada mata
• Asetilkolin dan karbakol untuk myosis pada pembedahan.
• Pilokarpin, fisostigmin, echothiophate untuk glaucoma.
• Atropin, scopolamin, homatropin, cyclopentolate, tropicamide (antagonis
muskarinik) timbulkan midriasis (sikloplegia): untuk funduskopi dan
retinoslopi.
• Dipivefrin, epinefrin, apraclonidin, dan brimonidin (simpatomimetik): untuk
glaukoma.
• Kokain, hidroksiamfetamin: untuk evaluasi anisokoria.
• Nafazolin dan tetrahidrozolin: untuk dekongestan.
• Betaxolol, carteolol, dan timolol (simpatolitik beta): untuk glaukoma.
• Dapiprazole (simpatolotik alfa): untuk tiadakan midriasis
N. Farmakoterapi glaukoma
• Tujuan pengobatan: menurunkan tekanan intraokuler, mencegah n opticus
rusak
• Dimulai dengan simpatolitik beta: betaxolol, carteolol, atau timolol. Cara
kerjanya: hambat produksi humor aqeous di corpus ciliare.
• Bila ada efek samping/kontraindikasi simpatolitik beta, ganti dgn latanoprost
(analog prostaglandin F2alfa). Cara kerjanya: tingkatkan outflow melalui
uveoscleral pathways.
• Tersedia kombinasi analog prostaglandin F2alfa dan simpatolitik beta
O. Farmakologi radang mata
• Steroid digunakan untuk alergi berat, uveitis anterior, radang mata luar, radang
pascabedah intraokuler, radang pascabedah glaukoma, uveitis posterior
dengan suntikan dibawah kapsul Tenon, neuritis opticus secara oral dan
parenteral
• Toksisitas: katarak subkapsular posterior, infeksi sekunder, glaukoma sudut
terbuka, peningkatan tek. Intraokuler reversibel
• Antiradang nonsteroid digunakan untuk cegah miosis intraoperatif (suprofen),
radang pascabedah (diclofenac), dan edema makular cystoid (diclofenac), dan
edema makular cystoid (ketorolac, (ketorolac, diclofenac)
P. Farmakoterapi alergi mata
• Tetesan pheniramine atau antazolin (antagonis reseptor H1) dikombinasikan
dikombinasikan dengan nafazolin (vasokonstriktor) utk konjungtivitis alergika
• Na kromolin cegah lepasnya histamin/autacoid lain dari mast cell utk cegah
konjungtivitis vernalis
• Banyak lagi obat antihistamin baru dan mast cell stabilizer (lodoxamide,
nedocromil, ketotifen, azelastine, dan epinastine).

III. Tugas
-
IV. Referensi
- Indijah, S.W & Fajri, P. 2016. Farmakologi. Kemenkes RI.
- Mycek, M.D, et al. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya
Medika.
- Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.
- Hardman J.G, et al. 2017. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi Volume
2, Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai