Anda di halaman 1dari 12

PERTEMUAN 11

AUTOKOID 2 : PROSTAGLANDIN DAN LEUKOTRIEN

I. Tujuan Pembelajaran
Tujuan dari pembelajaran ini adalah agar mahasiswa memahami prostaglandin dan
leukotrien serta penggunaan terapinya.

II. Uraian Materi


Beberapa senyawa biologis menjadi focus berbagai usaha riset intensif selama
setengah abad yang lalu seperti autokoid turunan lipid. Dua kelompok autokoid berbeda
yang berasal daro fosfolipid membrane telah diindentifikasi, yaitu: eikosanoid, yang
terbentuk dari asam lemak tak jenuh ganda tertentu (terutama asam arakidonat),
meliputi prostaglandin, protasiklik, tromboksan A2 dan leukotrien; dan modifikasi
fosfolipid, yang diwakili oleh faktor pengaktif platelet (PAF). Eikosanoid tersebar
sangat luas dan ditemukan di hamper setiap jaringan dan cairan tubuh. Produksinya
meningkat sebagai respons terhadap berbagai rangsangan dan efek biologis yang
ditimbulkannya berspektrum luas. Walaupun prekursornya tersebar luas, PAF dibentuk
oleh tipe sel yang jumlahnya lebih sedikit, terutama leukosit dan platelet dalam
peredaran serta sel-sel endotel. Namun, karena distribusi sel-sel ini luas, kerja PAF
dapat muncul di hamper setiap organ dan jaringan tubuh. Lipid ini berperan dalam
sejumlah proses fisiologis dan patologis, antara lain peradangan, tonus otot polos,
hemostatis, thrombosis, pelahiran, dan sekresi gastrointestinal.

A. Eikosanoid
1. Sejarah
Pada tahun 1930, Kurzrok dan Lieb, dua orang ginekolog Amerika, mengamati
bahwa potongan uterus manusia mengalami relaksasi atau kontraksi bila
terpajan semen (sekret dari organ reproduksi jantan) manusia. Beberapa tahun
kemudian, Goldblatt di Inggris dan von Euler di Swedia secara terpisah
melaporkan aktivitas menyebabkan kontraksi otot polos dan vasodrepsor yang
dimiliki cairan semen dan kelenjar reproduksi aksesori. Bahan yang aktif
tersebut diidentifikasi oleh von Euler sebagai suatu asam larut lemak, yang ia
beri nama prostaglandin. Lebih dari sua puluh tahun kemudian barulah
dibuktikan bahwa sebenarnya prostaglandin adalah suatu kelompok yang
terdiri atas senyawa-senyawa yang unik; struktur dua diantaranya yaitu
prostaglandin E1 (PGE1) dan prostaglandin F1α, diuraikan pada tahun 1962.
Tidak lama kemudian lebih banyak prostaglandin yang dikarakterisasi, dan ini,
seperti juga prostaglandin yang lainnya merupakan asam karboksilat tak jenuh
yang terdiri atas 20 atom karbon dengan cincin siklopentana. Ketika struktur
umum kelompok prostaglandin sudah jelas, hubungannya dengan asam lemak
serta van Dorp dan kawan-kawan, secara terpisah berhasil melakukan
biosintesis PGE2 dari asam arakidonat menggunakan homogenate vesikel
semisal domba.
Prostaglandin seperti yang “dikenal secara klasik” ternyata hanya merupakan
Sebagian dari hasil metabolisme arakidonat yang aktif secara fisiologis. Hal ini
disadari dengan ditemukannya tromboksan A2 (TXA2), prostasiklin (PG12) dan
leukotrien. Penemuan Vane, Smith dan Willis pada tahun 1971 yang
mengungkapkan bahwa aspirin dan obat sejenis menghambat biosintesis
prostaglandin, memberikan pemahaman tentang mekanisme kerja obat-obat
tersebut selain juga menjadi sarana penting untuk penyelidikan peranan
autokoid ini.
Kelompok prostaglandin, leukotriene dan senyawa sejenis dinamakan
eicosanoid karena semuanya diturunkan dari asam lemak esensial beratom
karbon 20 yang mengandung tiga, empat atau lima ikatan rangkap; asam
8,11,14-eikosatrienoat (asam dihomo-γ-linolenat); asam 5,8,11,14,17-
eikosapentaenoat. Pada manusia, arakidonat merupakan precursor yang
tersedia paling banyak, berasal dari asam linoleate yang terdapat di makanan
(asam 9,12-oktadekadienoat) atau yang dikonsumsi sebagai salah satu unsur
pokok dalam menu makanan. Asam 5,8,11,14,17-eikosapentaenoat ditemukan
dalam jumlah besar dalam minyak ikan. Arakidonat diesterifikasi menjadi
fosfolipid membran sel atau lipid kompleks lain. Karena konsentrasi arakidonat
bebas di dalam sel sangat rendah, biosintesis eicosanoid terutama bergantung
pada ketersediaan arakidonat untuk enzim-enzim pensintesis eicosanoid;
arakidonat ini dihasilkan dari pelepasannya oleh asilhidrolase; terutama
fosfolipase A2 dari tempat penyimpanan lipid di sel. Peningkatan biosintesis
eikosanoid diatur dengan ketat dan terjadi sebagai respons terhadap berbagai
rangsangan fisik, kimiawi dan hormonal yang sangat berbeda.
Proses metabolisme asam arakhidonat terjadi melalui dua jalur utama, yaitu
siklooksigenase dengan menyintesis prostaglandin juga tromboksan dan
lipooksigenase yang menyintesis leukotrien dan lipoksin.
Jalur utama metabolisme asam arakhidonat, yaitu:
a) Jalur siklooksigenase, produk yang dihasilkan oleh jalur ini adalah
prostaglandin E2 (PGE2), PGD2, prostasiklin (PGI2), dan tromboksan A2
(TXA2). TXA2 adalah pengagregasi trombosit dan vasokonstriktor,
merupakan produk utama prostaglandin dalam trombosit. PGI2 adalah suatu
vasodilator dan inhibitor agregasi trombosit. PGD2 merupakan metabolit
utama jalur siklooksigenase dalam sel mast, bersama dengan PGE2
menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan pembentukan edema.
Prostaglandin juga berperan dalam patogenesis nyeri dan demam pada
inflamasi, PGE2 membantu menigkatkan sensitivitas nyeri terhadap
berbagai rangsang dan berinteraksi dengan sitokin yang menyebabkan
demam.
b) Jalur lipooksigenase, merupakan enzim yang memetabolisme asam
arakhidonat yang menonjol dalam neutrofil. Enzim ini menghasilkan
leukotrien. Leukotrien pertama yang dihasilkan disebut leukotrien A4
(LTA4) yang selanjutnya akan menjadi LTB4 melalui hidrolisis enzimatik.
LTB4 merupakan agen kemotaksis dan menyebabkan agregasi neutrofil.
LTC4 dan metabolit berikutnya, LTD4 dan LTE4 menyebabkan
vasokonstriksi, bronkospasme, dan meningkatkan permeabilitas vaskular.
Kemudian lipoksin A4 (LXA4) yang menyebabkan vasodilatasi dan
menghambat kemotaksis neutrofil.

2. Sifat-sifat Farmakologis Eikosanoid


Tidak ada autokoid lain yang menunjukkan efek sedemikian banyak dan
beragam seperti prostaglandin dan metabolit arakidonat lain.

Sistem kardiovaskular. Prostaglandin. Pada jaringan vascular manusia dan


kebanyakan hewan, PGE merupakan vasodilator kuat. Dilatasi tampaknya
melibatkan arteriol, sfingter prakapiler, dan venula pascakapiler, vena besar
tidak dipengaruhi oleh PGE. Namun, PGE tidak selalu menyebabkan
vasodilatasi; pada tempat-tempat tertentu telah ditemukan efek konstriksi.
PGD2 juga menyebabkan vasodilatasi maupun vasokontriksi; namun, di
Sebagian besar jaringan vascular, termasuk mesenteric, coroner dan ginjal,
vasodilatasi terjadi pada konsentrasi yang lebih rendah daripada vasokontriksi.
Salah satu perkecualian adalah pada peredaran darah paru, disini PGD2 hanya
mengakibatkan vasokontriksi. Respons terhadap PGF2α beragam, tergantung
pada spesies dan jaringan vascular. Zat ini merupakan suatu konstriktor kuat
pada arteri maupun vena pulmonal manusia.
Tekanan darah sistemik umumnya turun sebagai respons terhadap PGE,
sedangkan aliran darah ke Sebagian besar organ tubuh meningkat, termasuk ke
jantung, mesenteri dan ginjal. Efek-efek ini terutama menonjol pada beberapa
pasien hipertesi. Pada beberapa hewan percobaan, pemberian PGF2α
menyebabkan tekanan darah meningkat akibat vasokontriksi; tetapi pada
manusia, PGF2α tidak menyenbabkan perubahan tekanan darah.
Prostaglandin seri E dan F umumnya meningkatkan curah jantung. Efek
inotropic langsung yang lemah telah teramati pada berbagai preparat yang
diisolasi. Namun pada hewan utuh, peningkatan daya kontraksi dan
peningkatan denyut jantung, secara garis besar merupakan akibat refleks dari
penurunan tekanan perifer total.
Endoperoksida prostaglandin memiliki berbagai efek yang beragam di dalam
jaringan vascular. Efek utamanya merupakan hasil aktivitas vasokontriksi
intrinsik yang dirangkai dengan vasodilatasi akibat konversi cepat menjadi
PGI2, yang merupakan suatu vasodilator. PGH2 dengan cepat diubah menjadi
PGI2 selama melintasi paru.
Pemberian PGI2 secara intravena menyebabkan hipotensi yang menonjol;
dalam menimbulkan efek ini, PGI2 sekitar lima kali lebih kuat daripada PGE2.
Penurunan tekanan darah ini disertai dengan suatu kenaikan refleks denyut
jantung. Senyawa ini merelaksasi otot polos vascular, dan diduga merupakan
modulator fisiologis tonus vascular yang berfungsi untuk melawan kerja
vasokonstriktor.

Tromboksan A2. Tromboksan A2 merupakan salah satu vasokontriktor kuat. Zat


ini menyebabkan kontraksi otot polos vaskular in vitro serta merupakan
vasokonstriktor pada jaringan vaskular hewan utuh dan jaringan vascular yang
diisolasi.
Leukotrien. Pada manusia, LTC4 dan LTD4 menyebabkan hipertensi. Hal ini
Sebagian mungkin disebabkan oleh berkurangnya volume intravaskular dan
kontraktilitas jantung yang merupakan akibat penurunan yang besar pada aliran
darah coroner yang diinduksi leukotrien. Walaupun LTC4 dan LTD4 hanya
sedikit berefek pada kebanyakan arteria tau vena yang besar, arteri coroner dan
segmen distal arteri pulmonal berkontraksi pada konsentrasi nanomolar
senyawa-senyawa ini. Pembuluh darah ginjal resisten terhadap kerja
konstriktor ini, tetapi pembuluh darah mesentrik tidak.
Leukotrien memiliki efek yang menonjol pada mikrovaskulatur, LTC4 dan
LTD4 tampak bekerja pada lapisan endotel venula pascakapiler sehingga
menyebabkan eksudasi plasma; dalam hal ini, senyawa-senyawa leukotrien
tersebut lebih dari seribu kali lebih kuat daripada histamin. Pada konsentrasi
lebih tinggi, LTC4 dan LTD4 mengkontriksi arteriol dan mengurangi eksudasi
plasma.

Darah. Eikosanoid mengubah fungsi unsur-unsur darah yang terbentuk; dalam


beberapa hal, kerja ini mencerminkan peranan fisiologisnya. Prostaglandin dan
produk yang terkait memodulasi fungsi platelet. PGI2 menghambat agregasi
platelet manusia in vitro pada konsentrasi antara 1 dan 10 Nm. Fakta ini dan
pengamatan bahwa PGI2 disintesis oleh endothelium vascular menimbulkan
pemikiran bahwa PGI2 mengendalikan agregasi plateet in vitro dan berperan
pada sifat-sifat antitrombogenik dinding pembuluh darah yang utuh.

Otot polos. Prostaglandin menyebabkan kontraksi atau relaksasi banyak otot


polos selain otot polos pembuluh darah. Leukotrien (misal LTD4)
menyebabkan kontraksi Sebagian besar otot polos.

Otot bronkus dan trakea. Pada umumnya, PGF dan PGD2 mengkontraksi dan
PGE merelaksasi otot bronkus dan trakea. Walaupun PGE1 maupun PGE2 dapat
menimbulkan bronkodilatasi bila diberikan dengan aerosol kepada pasien.
Kadang-kadang teramati terjadinya bronkokonstriksi. Endoperoksida
prostaglandin dan TXA2 mengkontriksi otot polos bronkus manusia. PGI2
menyebabkan bonkodilatasi pada kebanyakan spesies; jaringan bronkus
manusia terutama sensitive, dan PGI2 mengantagonis bronkokonstriksi yang
diinduksi oleh obat lain.
LTC4 dan LTD4 merupakan bronkokonstriktor pada banyak spesies, termasuk
manusia. Kerjanya terutama pada otot polos di saluran napas perifer dan seribu
kali lebih kuat dari histamin, baik in vitro maupun in vivo. Senyawa-senyawa
ini juga merangsang sekresi mukus bronkial dan menyebabkan edema mukosa.

Uterus. Potongan uterus wanita yang tidak hamil terkontraksi oleh PGF dan
TXA2 tetapi terelaksasi oleh PGE. Respons kontraktil paling menonjol terjadi
sebelum mentruasi, sedangkan relaksasi paling besar pada pertengahan siklus.

Otot gastrointestinal. Otot longitudinal dari lambung ke kolon dikontraksi baik


oleh PGE maupun PGF, sedangkan otot sirkular umumnya akan berelaksasi
sebagai respons terhadap PGE dan berkontraksi sebagai respons terhadap PGF.
Enoperoksida prostaglandin, TXA2 dan PGI2 menimbulkan kontraksi pada otot
polos gastrointestinal tetapi kurang aktif dibandingkan PGE ayau PGF.
Leukotrien memiliki efek kontraktil yang kuat. Prostaglandin mengurangi
waktu transit di usus kecil dan kolon. Diare, kram, dan refluks empedu telah
teramati sebagai respons terhadap PGE oral; ini merupakan efek samping yang
lazim (disertai mual dan muntah) pada pasien yang diberi prostaglandin untuk
aborsi.

Sekresi lambung dan usus. PGE dan PGI2 menghambat sekresi asam lambung
yang dirangsang oleh makanan, histamin atau gastrin. Volume sekresi,
keasaman dan kandungan pepsin semuanya berkurang, mungkin karena suatu
kerja langsung pada sel pensekresi. Selain itu, prostaglandin juga merupakan
vasodilator pada mukosa lambung, dan PGI2 mungkin terlibat dalam
pengaturan aliran darah setempat. Sekresi mucus di lambung dan usus halus
ditingkatkan oleh PGE. Efek-efek ini membantu mempertahankan integritas
mukosa lambung yang disebabkan oleh berbagai senyawa ulserogenik dan
mempercepat penyembuhan tukak duodenum dan tukak lambung. PGE dan
PGF merangsang pergerakan air dan elektrolit ke dalam lumen usus. Efek inilah
yang kemungkinan menjadi penyebab diare berair yang menyertai pemberian
prostaglandin secara oral atau parenteral. Sebaliknya, PGI2 tidak menyebabkan
diare; obat ini justru mencegah diare yang ditimbulkan oleh prostaglandin lain.

Ginjal dan pembentukan urin. Prostaglandin mempengaruhi ekskresi garam


dan air dari ginjal dengan mengubah aliran darah ginjal dan melalui efek
langsung pada tubulus ginjal. PGE2 dan PGI2 yang langsung diinfuskan ke
dalam arteri ginjal anjing meningkatkan aliran darah ginjal dan mencetuskan
diuresis, natriuresis, dan kaliuresis; hanya terjadis edikit perubahan pada laju
filtrasi glomerulus. TXA2 mengurangi aliran darah ginjal, menurunkan laju
filtrasi glomerulus dan berpartisipasi dalam umpan balik tubuloglomerulus.
PGE menghambat reabsorpsi air yang diinduksi oleh hormone antidiuretic
(ADH). PGE2 juga menhambat reabsorpsi klorida di bagian menaik tebal pada
ansa Henle kelinci. Selain itu, PGI2, PGE2, dan PGD2 menyebabkan sekresi
renin dari korteks renal, rupanya melalui suatu efek langsung pada sel-sel
jukstaglomerular granular.

Sistem saraf pusat. Walaupun telah dilakukan banyak pengamatan terhadap


efek prostaglandin di sistem saraf pusat (SSP), masih belum ada bukti tentang
adanya peranan fisiologis yang jelas.
Telah dilaporkan adanya efek stimulant maupun depresan prostaglandin
terhadap SSP, setelah injeksi prostaglandin ke dalam ventrikel serebral; laju
inisiasi impuls saraf masing-masing sel otak dapat naik atau turun setelah
pemberian senyawa ini secara iontophoresis. Pelepasan PGE2 di otak mungkin
dapat menjelaskan terjadinya demam yang diinduksi oleh pyrogen. PGD2 telah
dikemukakan sebagai mediator yang menyebabkan tidur.

Saraf aferen dan nyeri. PGE menyebabkan nyeri bila disuntikkan secara
intradermal; efek ini umumnya tidak sesegera atau sekuat yang diakibatkan
oleh bradikin atau histamin, tetapi berlangsung lebih lama daripada yang
disebabkan oleh kedua autokoid lain tersebut. PGE dan PGI2 mensensitisasi
ujungs araf aferen terhadap rangsangan kimia atau mekanis dengan cara
menurunkan ambang rangsang nosiseptor. LTB4 juga menimbulkan
hyperalgesia. Dengan demikian, pelepasan prostaglandin ini dan LTB4 selama
proses peradangan berfungsi sebagai suatu sistem amplifikasi untuk
mekanisme nyeri.

Sistem endokrin. Berbagai jaringan endokrin memberikan respons terhadap


prostaglandin. Pada sejumlah spesies, pemberian PGE2 sistemik meningkatkan
konsentrasi ACTH, hormone pertumbuhan, prolactin dan gonadotropin dalam
peredaran.

Efek Metabolik. PGE menghambat laju lipolisis basal dari jaringan adiposa in
vitro dan juga lipolisis yang dirangsang oleh pemajanan terhadap katekolamin
atau hormon lipolitik lain. Efek tersebut juga telah teramati in vivo pada
berbagai spesies, termasuk manusia, tetapi lebih berubah-ubah. PGE memiliki
sedikit efek mirip insulin terhadap metabolisme karbohidrat dan mendorong
munculnya efek mirip hormone paratiroid yang mengakibatkan mobilisasi Ca2+
dari tulang pada kultur jaringan.

3. Mekanisme kerja eikosanoid


Keanekaragaman efek prostanoid dapat dijelaskan dengan adanya sejumlah
reseptor berbeda yang memerantarai kerjanya. Salah satu skema untuk
mengelompokkan berbaga reseptor mastanoid di dalam platelet dan otot polos
terutama didasarkan pada pola efek dan potensi relatif agonis alami maupun
sintetik. Skema ini dirangkum dalam Tabel 1. Reseptor-reseptor tersebut diberi
nama menurut prostaglandin alami yang afinitas nyatanya dengan reseptor
tersebut paling besar dan telah dibagi dalam lima tipe utama, yang diberi nama
DP (PGD2), FP (PDF2), IP (PGI2), TP (TXA2) dan EP (PGE2). Reseptor EP
dikelompokkan lebih lanjut menjadi EP1, EP2, EP3, dan EP4, berdasarkan
informasi kloning fisiologis dan molekular.
Reseptor leukotrien. Reseptor untuk LTB4 maupun leukotriene sisteinil LTC4
dan LTD4 sudah diidentifikasi di berbagai sel dan jaringan. Paling sedikit
terdapat dua golongan reseptor untuk leukotrien sisteinil cysLT1 dan cysLT2.
Reseptor leukotriene terkopel dengan protein G dan aktivasinya meningkatkan
konsentrasi Ca2+ intrasel.
Tabel 1. Ciri-ciri Reseptor Prostaglandin (PG)*

B. Penggunaan Terapi
1. Aborsi terapeutik
Telah banyak perhatian terhadap efek prostaglandin pada sistem reproduksi
wanita. Kerjanya sebagai abortifasien bila diberikan pada awal kehamilan
sudah jelas. Namun, harapan awal bahwa senyawa ini dapat menjadi salah satu
cara “kontrasepsi” pasca implantasi yang sederhana dan nyaman, yang
barangkali dapat diberikan dalam bentuk supositoria vaginal, ternyata belum
dapat terpenuhi. Selain itu, kerja abortifasien prostaglandin kemungkinan tidak
konstan, seringkali tidak lengkap dan mungkin disertai efek samping. Namun,
prostaglandin tampaknya bermanfaat dalam missed abortion (retensi fetus
dengan bobot kurang dari 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 20
minggu yang telah mati didalam uterus) dan gestasi molar, serta telah
digunakan secara luas untuk induksi aborsi pada pertengahan trimester.
Meskipun PGE2 atau PGF2α dapat menginduksi persalinan pada waktunya,
senyawa ini dapat lebih bermanfaat ketika digunakan untuk mempermudah
persalinan dengan meningkatkan pematangan dan dilatasi serviks.
Di Amerika Serikat, PGE2, atau dinoproston, telah disetujui oleh FDA untuk
digunakan pada pematangan serviks dalam bentuk gel servikal (PREPIDIL)
yang mengandung 0,5 mg PGE2 per 3 g gel. PGE2 juga disetujui untuk induksi
aborsi terapeutik pada pertengahan trimester adalm bentuk supositoria vaginal
yang mengandung 20 mg PGE2.
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pemberian suatu analog PGE1,
misoprostol, secara sistemik atau intravaginal yang dikombinasi dengan
mifepristone atau metotreksat sangat efektif dalam menghentikan pada awal
kehamilan.

2. Sitoproteksi lambung
Kemampuan beberapa analog prostaglandin untuk mensupresi ulserasi
lambung merupakan sifat terapeutik yang penting. Di antara sneyawa-senyawa
ini, misoprostol merupakan salah satu analog PGE1 yang tersedia untuk
pemakaian umum.
Bila diberikan dalam dosis yang dapat mensupresi sekresi asam lambung,
misoprostol ternayat dapat menyembuhkan tukak lambung sama efektifnya
dengan antagonis H2. Namun, misoprostol belum dapat meringankan nyeri
ulserogenik dan menyembuhkan tukak duodenal secara konsisten. Dalam hal
yang dapat dianggap sebagai terapi substitusi, obat ini kini terutama dipakai
untuk pencegahan tukak yang sering timbul selama pengobatan jangka panjang
dengan obat antiradang non steroid. Pada keadaan ini, misoprostol tampaknya
seefektif inhibitor pompa proton omeprazole. Efek merugikan utama
misoprostol cepat diabsorpsi, dengan konsentrasi puncak dalam darah tercapai
dalam waktu 30 menit. Obat ini dikonversi menjadi bentuk aktif yaitu asam
misoprostol dengan waktu paruh 30 hingga 60 menit. Misoprostol tersedia
untuk pemberian oral untuk mencegah tukak lambung pada pasien yang
berisiko mengalami tukak selama terapi jangka Panjang obat antiradang
nonsteroid. Dosis yang dianjurkan adalah 200 μg empat kali sehari. Obat ini
tidak boleh diberikan kepada wanita hamil karena memiliki aktivitas
uterotonic. Dalam hal ini, misoprostol terbukti efektif sebagai abortifasien, baik
tunggal atau dikombinasi dengan mifepristone atau metotreksat.

3. Impotensi
PGE1 (alprostadil) dapat digunakan pada pengobatan impotensi. Injeksi PGE1
secara intrakaverna menyebabkan ereksi sempurna atau parsial pada pasien
impoten yang tidak mengalami gangguan sistem vascular atau kerusakan pada
corpus kavernosum. Ereksi dapat bertahan selama satu hingga tiga jam dan
cukup untuk melakukan hubungan seksual. PGE1 lebih efektif daripada
papaverine. Obat ini tersedia sebagai bubuk steril yang direkontitusi dengan air
untuk injeksi.

4. Mempertahankan patensi duktus arteriousus


Duktus arteriosus pada neonates sangat sensitive terhadap vasodilatasi oleh
PGE1. Patensi duktus mungkin perlu dipertahankan pada beberapa neonates
yang menderita penyakit jantung bawaan. PGE1 sangat efektif untuk terapi
paliatif, tetapi tidak untuk terapi definitif, untuk mempertahankan patensi
sementara sampai dapat dilakukan pembedahan. Alprostadil lazimnya
diberikan melalui infus intravena dengan laju awal 0,05 sampai 0,1 μg/kg per
menit, selanjutnya dikurangi hingga dosis terendah yang tetap dapat
memberikan respons. Apnea teramati pada sekitar 10% neonatus yang diobati
dengan cara ini, terutama bila bobot bayi ketika lahir kurang dari 2 kg.

5. Hipertensi pulmonal primer


Hipertensi pulmonal primer merupakan suatu penyakit idiopatik langka yang
terutama muncul pada orang dewasa muda, yang dapat menyebabkan gagal
jantung kanan dan seringkali fatal. Sebelumnya, penyakit ini diobati dengan
transplantasi paru atau paru-jantung. Terapi jangka Panjang dengan PGI2 baru-
baru ini terbukti sangat efektif dan berhasil menunda ataupun meniadakan
keharusan tranplantasi pada sejumlah pasien. Selain itu, banyak penderita
menunjukkan perbaikan gejala yang mencolok setelah mendapat pengobatan
dengan PGI2. Obat ini diberikan secara infus intravena kontinu melalui suatu
kateter vena sentral dengan menggunakan pompa infus portable. Efek yang
merugikan antara lain mual, muntah, sakit kepala, dan kemerahan pada wajah.

III. Tugas
-

IV. Referensi
- Indijah, S.W & Fajri, P. 2016. Farmakologi. Kemenkes RI.
- Mycek, M.D, et al. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya
Medika.
- Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.
- Hardman J.G, et al. 2017. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi Volume
2, Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai