Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ADAB AL-ISLAMY

Tentang
TEMA-TEMA POKOK SASTRA ISLAM

Disusun Oleh :

Nur Annisa Hasibuan: 1911010055


Siti Aminah Hasibuan: 1811010040
Nur Khaliza: 1811010031

Dosen Pengampu:
Dr. Sofyan Hadi, M.Ag, M. Hum

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wataala yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga makalah dengan judul “Tema-tema Pokok Sastra Islam” ini dapat
diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam kita kirimkan kepada nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi Wasallam yang telah membawa kita dari Zaman Jahiliyah ke Zaman
Islamiyah seperti yang kita rasakan sekarang ini. Semoga kita senantiasa berada dalam jalan-
Nya yang lurus di atas jalan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan jalan
Shalafush-shaleh. Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah adab al araby
pada semester lima di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang, serta dapat
memberi informasi lebih dalam kepada mahasiswa mengenainya. Adapun makalah ini masih
terdapat kekurangan baik dari referensi, penjelasan atau yang lainnya sebab ilmu penyusun
dalam hal ini belum diperoleh secara gamblang dari sang pakar(ahli ilmu). Oleh karena itu,
penyusun mengucapkan terimakasih atas kritik dan saran yang diberikan sehingga dapat
meningkatkan kualitas atau kuantitas pengetahuan mengenai Praanggapan. Ucapan
terimakasih penyusun sampaikan pada ustadz dosen pengampu mata kuliah ini. Serta
penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama
proses penyusunan makalah ini. Segala kekurangan dalam makalah ini adalah datang dari
penyusun, dan segala kelebihahn hanya pada Allah Subhanahu Wataala. Semoga hati kita
senantiasa di bawah naungan kaidah Allah dan berpegang teguh pada al-Quran dan Sunnah.
Aamiin.

Padang lawas, 26 September 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tema-tema pokok sastra Islam adalah bagian-bagian dalam Islam yang perlu di
terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa tema-tema pokok islam, diantaranya:
1. Nilai Moral Dalam Alquran
2. Fiqih syariat dalam ibadah Muamalat dan transaksi
3. Kisah perjalanan Rasulullah dan sahabat
4. Sejarah Islam

4. Bid’ah dan Takhayul


Nilai Islam dapat diartikan pula sebagai sesuatu yang berguna dan bersifat menyempurnakan
kehidupan manusia sesuai dengan hakekatnya, tentunya yang berasal dari ajaran-ajaran
agama Islam. Ajaran-ajaran Islam secara prinsipnya banyak tercantum dalam kitab suci Al-
Qur’an, serta praktik-prektik kehidupan NabiMuhammad yang dituliskan melalui hadis-hadis.
Oleh karena itu, nilai-nilai Islam merupakan segala sesuatu yang berguna dan berfungsi
menyempurnakan kehidupan manusia sesuai dengan fitrahnya berdasarkan ajaran-ajaran
Islam yang berasal dari Al Qur’an dan sunah nabi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana nilai moral dalam Al-Qur'an dan Sunnah ?
2. Bagaimana yang dimaksud dengan Fiqihi Syari'at dalam beribadah, Muamalat dan
transaksi ?
3. Bagaimana kisah perjalanan Perjalanan Rasulullah dan sahabat ?
4. Bagaimana Sejarah islam tersebut ?
5. Bagaimana yang dimaksud Bid’ah dan Takhayul ?

C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk menguraikan dan membahas
apa saja yang ada didalam rumusan masalah. Semoga bisa menjadi acuan untuk
menambah wawasan pembaca dan penulis.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Nilai Moral dalam Al-Qur’an dan Hadist
a. Nilai-nilai Islam
Nilai-nilai keIslaman dalam sebuah karya sastra tak sedikit selalu mendapat
sorotan bahkan menjadi suatu perdebatan. Ada dua hal yang penting yang perlu
disadari dalam menyikapi masalah Islam yang merupakan satu agama yang bersifat
universal.
Nilai Islam dapat diartikan pula sebagai sesuatu yang berguna dan bersifat
menyempurnakan kehidupan manusia sesuai dengan hakekatnya, tentunya yang
berasal dari ajaran-ajaran agama Islam. Ajaran-ajaran Islam secara prinsipnya banyak
tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an, serta praktik-prektik kehidupan
NabiMuhammad yang dituliskan melalui hadis-hadis. Oleh karena itu, nilai-nilai
Islam merupakan segala sesuatu yang berguna dan berfungsi menyempurnakan
kehidupan manusia sesuai dengan fitrahnya berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang
berasal dari Al Qur’an dan sunah nabi.1

Nilai-nilai ajaran Islam dapat dibedakan ke dalam tiga jenis, yaitu nilai-nilai
ibadah, nilai-nilai akidah dan nilai-nilai akhlak. Nilai akidah mengajarkan manusia
atas adanya Allah yang Maha Esa dan Maha Kuasa. Sedangkan nilai-nilai ibadah
mengajarkan pada manusia agar dalam setiap perilakunya di dasarkan hanya untuk
mendapatkan ridlo Allah semata. Adapun nilai-nilai akhlak mengajarkan kepada
manusia untuk senantiasa berperilaku dan bersikap baik yang sesuai dengan norma
dan adab yang benar dan baik, sehingga dapat mengarahkan kepada kehidupan yang
aman, sejahtera, harmonis dan penuh kedamaian.

1
Titin Nur Hidayati, proses Penyebaran Nilai-nilai Islam Dalam Masyarakat Tradisi Masyarakat Jawa”. Jurnal
Falasifa, Vol. 1 No. 2 September 2010, 76.
Dengan demikian nilai-nilai penting yang merupakan pokok dalam ajaran
Islam adalah yang dapat diterima oleh masyarakat diantaranya nilai kearifan, nilai
kejujuran, nilai ketakwaaan, nilai kesucian, dan nilai moral.
b. Moralitas dalam Sastra
Nilai etika atau moral dalam sastra yang baik haruslah karya sastra yang
mampu memberikan wawasan terhadap pencerahan pemikiran dan mendidik. Di
dalamnya mempunyai etika bagi perkembangan perilaku para pembaca. Islam
dijadikan sebagai sumber pedoman hidup tentu merupakan sumber etika dan estetika.
Ayat-ayat al-Qur’an dan teks-teks hadits serta realitas kehidupan keberagamaan di
Indonesia merupakan sumber penulisan karya sastra. Oleh karena itu diperlukan
adanya apresiasi terhadap karya sastra sebagai sarana dalam menumbuh-kembangkan
semangat penulisan karya sastra yang bersifat Islami yang bersumberkan dari dalil
naqli dan aqli ataupun realitas kehidupan.2
1. Prinsip-prinsip Moral
Moral merupakan suatu peraturan yang sangat penting untuk ditegakkan
dalam suatu masyarakat karena dapat menjadi pelindung bagi masyarakat itu sendiri.
Prinsip-prinsip moral yang membentuk akhlak terpuji berdasarkan ajaran Islam di
antaranya;
1). Selalu berlaku adil terhadap siapapun baik terhadap kawan maupun lawan,
2). Senantiasa mengingat Allah, agar selalu dapat mengarahkan kepada kebenaran
dalam berpikir, berkata dan berperilaku,
3). Tidak gentar dalam perang atau menghadapi kejahatan,
4). Seluruh hayat diisi dengan perbuatan baik, seperti bergaul dengan orang-orang
yang baik, bersalaman saat bertemu, selalu bersyukur, selalu mengutamakan sikap
damai, ucapan dan perbuatan selalu dapat dipercaya, senang memberi, menjaga dan
memelihara ibadah, serta bersikap kasih kepada sesama mahluk dan bertanggung
jawab,
5). Sedia membantu jika dibutuhkan, dapat berperan aktif dalam mengajak orang
terhadap kebajikan untuk meninggalkan hal-hal yang tidak berguna,
6). Menutupi aib, dapat memberi dan menerima nasihat, serta patuh terhadap hukum
Allah, negara, dan masyarakat, dsb.

2. Nilai-nilai Moral
Nilai moral ketuhanan merupakan nilai moral yang menyangkut hubungan
manusia dengan Tuhan. Nilai moral ini meliputi nilai moral ketuhanan positif dan
nilai moral ketuhanan negatif. Nilai moral ketuhanan positif meliputi sikap ikhlas,
tawakkal, dan takwa kepada Allah. Nilai moral ketuhanan negatif seperti shalat
karena takut pada petugas keamanan, kemudian tergesa-gesa dalam berdoa.
Sedangkan nilai moral individual merupakan nilai moral yang menyangkut hubungan
manusia dengan kehidupan pribadi disebut pula bahwa nilai moral individual tersebut
merupakan cara manusia dalam memperlakukan dirinya sendiri. Nilai moral
individual yang positif meliputi; kedisiplinan, kerja keras, kesederhanaan, kebulatan
tekad, dan prasangka baik. Sedangkan yang negatif meliputi; pelanggaran terhadap
disiplin waktu, melanggar disiplin dalam berpakaian, berkeinginan berkenalan dengan
santri putrid, berkeinginan melihat bioskop, berbohong, dan yang lainnya.3

2
Moh. Karmin Baruadi, Sendi Adat dan Eksistensi Sastra: Pengaruh Islam dalam Nuansa Budaya Lokal
Gorontalo”, el-Harakah Vol.14, No. 2 Tahun 2012, 303. Diakses pada 27 Mei 2015.
3
Nur Kholis Hidayah, A. Syukur Ghazali, Roekhan, “Nilai-nilai Moral dalam novel Negeri Lima Menara Karya A.
Fuadi”, Ibid.3
Manusia tidak dapat melepaskan diri dari orang lain. Manusia pasti melakukan
hubungan dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkungan
keluarga, masyarakat, maupun bernegara. Hal tersebut yang disebut dengan nilai
moral sosial. Nilai moral sosial terdiri atas nilai moral sosial positif dan negatif. Nilai
moral sosial positif meliputi, berbakti kepada kedua orang tua, menghormati guru,
persahabatan, persaudaraan, dan keadilan. Adapun nilai moral negatif meliputi
berlaku kasar terhadap kedua orang tua, melawan kehendak orang tua, membuat
orang tua berduka, dan membantahnucapan orang tua.
3. Etika dan Moral dalam Karya Sastra
Terdapat dua terma penting yang selalu dan harus ada dalam suatu karya
sastra. Pertama adalah moral yaitu kualitas dalam perbuatan manusia yang
menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas dapat
mencakup pengertian tentang baik-buruknya perbuatan manusia. Karena moral
memberikan makna bahwa manusia bebas dan bertanggung jawab, mampu memilih
tindakan-tindakannya. Dalam hal ini pengaruh skeptisisme sangatlah besar. Kedua
adalah etika yaitu sama dengan kata kesusilaan, yang berarti norma kehidupan. Etika
berarti menyangkut kelakuan yang menuruti norma-norma kehidupan yang baik. Etika
dan moral akan menunjukkan cara berbuat yang menjadi adat karena persetujuan atau
praktek sekelompok manusia.
33
B. Fiqih Syariat dalam beribadah, muamalah dan transaksi
a. Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam adalah hasil daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat
Islam sesuai dengan keutuhan masyarakat. Jadi hukum Islam adalah hukum yang
terus hidup sesuai dinamika masyarakat, ia mempunyai gerak yang tetap dan
berkembang terus menerus.
b. Pengertian Ushul, Fiqh dan Syari’ah

Ushul fiqh terdiri dari dua yaitu: kata ushuldanfiqh. Jadi Ushul secara
etimologi adalah bentuk jama’ dari kata al-Ashl: Ashula-Yashulu-Ashalatan yang
berarti dasar, pokok, akar suatu pohon yang kuat. Sedangkan kata ushul adalah
perundangundangan dan ketentuanyang meneguhkan aspek pengetahuan.
Fiqh secara etimologi berasal dari kata Faqaha-Yafqahu, fiqhan yang berarti
memahami, mengerti.
Jadi Ushul fiqh adalah pengertian atau pengetahuan. fiqh adalah Ilmu
pengetahuan tentang kaidah-kaidah dan pembahasan (metode)yang menjadi sarana
dalam menggali hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan manusia (amaliyah) yang
bersumber pada dalil-dalil yang terperinci atau kumpulan kaidah-kaidah dan
pembahasan (metode penelitian)yang menjadi sarana dalam menggali hukum syara’
mengenai perbuatan manusia (amaliyah) dari dalildalil yang terperinci.
Sedangkan Fiqh secara terminologi adalah ilmu yang menerangkan tentang
hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan amaliyah manusia
(para mukallaf yang dikeluarkan (diambil)dari dalil-dalil yang terperinciatau
kumpulan hukum-hukum syara’ tentang tentang perbuatan manusia yang diambil dari
dalil-dalil yang terperinci.3Fiqh juga dapat diartikan sebagai pengetahuan yang
bersumber dari Allah dan rasul-Nya berupa al-Qur’an dan hadis, atsar shahabat, ijma
dan qiyas dengan syarat tidak ada keterangan dari nash (Quran dan hadis). (Shalil bin
Muhammad, Iqadu Himam Ulil Abshar, 1997).Sedangkan Al-Juwaini menambahkan
dan mengatakan secara singkat, bahwa fiqh adalah pengetahuan tentang hukum-
hukum syari’ah.
Adapun Syari’ah adalah peraturandan dasar pokok (hukum) yang disyari’atkan
Allah SWT kepada manusiaagar dijadikan sebagai pegangan, baik aturan tentang
hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan saudaranya, manusia dengan
muslim yang lain, dan manusia dengan alam dan kehidupan.
Syari’ah adalahsetiap hukumyang disyari’atkan oleh Allah kepada
Hambahambanya yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang berkaitan
dengan tata cara beri’tiqad (Akidah) yang secara khusus menjadi kajian ilmu kalam,
ilmu tauhid, dan tata caraberamal yang secara khusus menjadi kajian ilmu fiqh.
Pertanyaannya yang muncul, apa hubungan antara fiqh dan syari’at?. Dalam hal ini
penulis menjelaskan, Fiqh dan syariat sangat erat kaitannya sehingga tidak bisa
dipisahkan. Syariat merupakan sumber atau landasan fiqh, sedangkan fiqh merupakan
pemahaman syariat. Meskipun tidak dapat dipisahkan namun ada perbedaan antara
fiqh dan syariat, antara lain sebagai berikut:
1. Syariat berasal dari Allah dan rasul-Nya, sedangkan fiqh berasal dari pemikiran
manusia.
2. Syariat terdapat dalam al-Qur’an dan kitab-kitab hadis sedangkan fiqh terdapat
dalam kitab-kitab fiqh.
3. Syariat bersifat fundamental dan mempunya cakupan yang lebih luas, karena oleh
sebagian ahli dimasukan juga dalam akidah dan akhlak, sedangkan fiqh bersifat
instrumental dan cakupannya terbatas pada hukum yg mengatur perbuatan manusia.
4. Syariat mempunya kebenaran yang mutlak (absolut) dan berlaku abadi, sedang fiqh
mempunyai kebenaran yang relatif dan bersifat dinamis.
5. Syariat hanya satu sedang fiqh lebih dari dari satu seperti terlihat dalam madzhab-
madzhab fiqh.
6. Syariat menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedang fiqh menunjukkan keragaman
islam.
c. Pengertian Ibadah
Ibadah merupakan bentuk penghambaan diri seorang manusia kepada Allah
SWT, dan ibadah dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Ibadah Secara Etimologi
Kata Ibadah bentuk isim mashdar atau kata benda yang berasal dari bahasa Arab
yakni ‘Abada-Ya’budu’-‘Ibadatan wa ‘Ubudiyyatan, yang memiliki arti beribadah,
menyembah, mengabdi kepada Allah SWT. Atau dengan kata lain alTanassuk dengan
arti beribadah.
2. Ibadah Secara Terminologi
Ibadah secara terminologi sebagaiman disebutkan oleh Yusuf al-Qardhawi
yang mengutip pendapat Ibnu Taimiyah bahwa ibadah adalah puncak ketaatan dan
ketundukan yang di dalamnya terdapat unsur cinta yang tulus dan sungguhsungguh
yang memiliki urgensi yang agung dalam Islam dan agama karena ibadah tanpa unsur
cinta bukanlah ibadah yang sebenar-benarnya. “Bertaqarrub (mendekatkan diri)
kepada Allah dengan jalan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya serta mengamalkan segala apa yang diizinkan Allah”.
a. Dasar Hukum Ibadah-Ibadah yang dilakukan oleh setiap muslim harus bersumber
pada al-Qur’an dan sunnah al-Maqbulah (sunnah yang diterima). Adapun perintah
ibadah sebagaimana firman Allah yang: Hai mausia, sembahlah Tuhan kamu yang
telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, semoga kamu menjadi
orang yang bertaqwa”.(QS. AlBaqarah 2: 21)
d. Pengertian Mu’amalah
secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu ‘Amala-
Yu’amiluMu’amalatan wa ‘Imalan,yang memiliki arti berinteraksi, bekerja.
Sedangkan pengertian muamalah secara terminologi memiliki beberapa pengertian,
yaitu:
1. Muamalah adalah hubungan antara manusia dalam usaha mendapatkan alat-alat
kebutuhan jasmaniah dengan cara sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran-ajaran dan
tuntutan agama.
2. Muamalah adalah hukum yang mengatur hubungan individu dengan individu lain,
atau individu dengan negara Islam, dan atau negara Islam dengan negara lain.
3. Muamalah adalah peraturan-peraturan yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup
bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.

e. Pengertian Jual Beli Jual beli


secara terminologi berasal dari bahasa Arab; Ba’a-Yabi’u-Bai’an, memiliki
arti penjualan atau melakukan transaksi, tukar menukar. Secara terminologi jual beli
adalah tukar menukar barang dengan harta dengan cara suka rela, atau memindah
kepemilikan (barang yang dimiliki) dengan pengganti berdasarkan cara-cara yang
dibolehkan. Sedangkan yang lain berpendapat bahwa jual beli secara umum adalah
akad tukar menukar barang yang dilakukan oleh kedua belah pihak, baik penjual
maupun pembeli dimana salah satu dari keduanya saling menyerahkan (barang)
kepada yang lain. Jadi secara ringkas, jual beli adalah tukar menukar harta dengan
harta.
Jual beli Jual beli disyariatkan berdasarkan al-Qur’an dan sunnah. Jual beli termasuk
akad yang harus diperhatikan dan diketahui hukum-hukum dalam segala mencari
kebutuhan hidup, sebab seorang mukallaf tidak akan bisa lepas dari jaul beli.
Jual beli hukum asalnya adalah boleh dan kadang-kadang bisa menjadi wajib jika
seorang terpaksa melakukan transaksi jual beli makanan dan minuman, pakaian, obat
dan lain-lain untuk menjaga jiwa dari kebinasaan. Diharamkan bagi orang yang dalam
keadaan seperti itu namun ia tidak melakukan transaksi jual beli untuk menjaga
jiwanya dari kebinasaan. Adapun dalil hukum jual beli adalah al-Quran dan al-Sunah,
sebagaimana firman Allah SWT:Yang artinya:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
ssepertberdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al-Baqarah
2: 275).

C. Kisah perjalanan Rasul SAW dan Sahabat.


Penulisan riwayat hidup ( sirah ) Nabi Muhammad SAW Telah dimulai
setidaknya sejak 100 Tahun pascawafatnya beliau. Ibnu Ishaq (704-768 M) disebut-sebut
sebagai sejarawan Muslim pertama yang menulis sirah Rasulullah SAW secara
komprehensif. Untuk menyusun biografi tokoh utama dalam Islam itu, ulama kelahiran
Madinah tersebut mengandalkan sumber lisan dari para sahabat dan generasi di
bawahnya.
Terkait itu, salah satu kitab fenomenal yang terus dibaca hingga saat ini adalah
Jami' Sirah karya Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Buku tersebut telah diterjemahkan ke
dalam puluhan bahasa. Adapun edisi bahasa Indonesia dari karya tersebut diterbitkan.
Jami' Sirah merupakan sebuah kitab yang komprehensif. Secara keseluruhan,
karya itu terdiri atas dua bagian, yakni sirah Nabi Muhammad SAW dan profil para
sahabat beliau. Uraian tentang riwayat Rasulullah SAW disajikan begitu lengkap. Mulai
dari kelahiran, perjuangannya baik sebelum maupun sebelum diangkat menjadi utusan
Allah SWT, hingga wafatnya. Bahkan, dijelaskan pula dasar kenabian beliau shalallahu
'alaihi wasallam serta mengapa risalah diturunkan.
cara padat dan bernas, tanpa mengurangi substansi fakta sejarah sedikit pun. Jami'
Sirah menunjukkan karakteristik sebuah buku ensiklopedia dengan alur kronologis.
Misalnya, perkara apakah Rasulullah SAW melihat Allah SWT tatkala mengalami
perjalanan isra dan miraj? Ibnu Qayyim menjelaskan, para sahabat Nabi SAW berbeda
pendapat mengenai hal itu.
Menurut riwayat yang sahih dari Ibnu Abbas, beliau tidak melihat Tuhannya. Dan,
menurut riwayat yang sahih juga dari tokoh yang sama, Rasul SAW melihat Tuhannya
dengan mata hati beliau. Abu Dzar pernah bertanya kepada Nabi SAW, “Apakah Anda
melihat Tuhan Anda?” Beliau bersabda, “Cahaya yang aku lihat.”
Ibnu Qayyim mengutip penjelasan dari gurunya, Ibnu Taimiyah, mengenai hal
tersebut. Ucapan Ibnu Abbas bahwa “sesungguhnya Rasulullah SAW tidak melihat
Tuhannya” dan “sesungguhnya beliau melihat Tuhan dengan mata hati” tidak
bertentangan.
Sebab, Nabi SAW diketahui pernah mengatakan dalam riwayat yang sahih, “Aku
melihat Tuhanku Yang Mahasuci lagi Mahatinggi.” Namun, hal itu tidak terjadi dalam
peristiwa isra miraj, melainkan di Madinah tatkala beliau ketiduran. Nabi SAW dalam
mimpinya melihat Allah SWT.
Oleh karena itu, Imam Ahmad berkesimpulan, “Sungguh, Rasulullah SAW benar-
benar melihat Tuhannya karena mimpi yang dialami para nabi adalah kebenaran.”
Namun, lanjut Ibnu Taimiyah, Imam Ahmad tidak pernah mengatakan, “Sungguh,
Rasulullah SAW melihat Tuhannya dengan sepasang mata kepalanya dan dalam keadaan
terjaga.”
Bagian kedua Jami' Sirah memuji kemuliaan para sahabat Nabi SAW.
Beberapa sahabat yang dibahas dalam kitab-kitab tersebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq,
Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, 'Aisyah, Hasan, Husain, dan
lain-lain. Para sahabat Rasulullah SAW merupakan pemimpin para ulama. Mereka
mencintai Nabi SAW, begitu pula antara satu dan lainnya. Rasulullah SAW merupakan
pemimpin para ulama. Mereka mencintai Nabi SAW, begitu pula antara satu dan lainnya.
Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, disebutkan sebuah hadis dari
Abdullah bin Mas'ud. Nabi SAW bersabda, “Sebaik-baik manusia (generasi) adalah pada
masaku, kemudian masa, kemudian masa setelah mereka.” Maknanya, Rasulullah SAW
sendiri menyatakan keutamaan para sahabat beliau dan dua generasi sebelumnya, yakni
tabiin dan tabiit tabiin.
Sepeninggalan Nabi SAW, para sahabat yang memulai perjuangan syiar Islam dan
ilmu. Mereka mengajar dan masyhur dengan spesialisasi keilmuan tertentu. Sebagai
contoh, Umar bin Khattab pernah menyampaikan kepada khalayak, “Barangsiapa ingin
bertanya tentang ilmu faraidh (waris) datanglah kepada Zaid bin Tsabit. Barangsiapa
ingin bertanya tentang ilmu fikih, datanglah kepada Mu'adz bin Jabal.”
Di samping itu, Aisyah binti Abu Bakar juga dikenal sebagai terdepan dalam
pengajaran hukum Islam. Sehingga, berkatalah Urwah bin az-Zubair, “Tidaklah aku
duduk bersama seseorang yang lebih paham tentang hukum, tidak juga tentang hadis,
daripada Aisyah. Dan juga bukan seorang pun yang lebih indah dalam syair, lebih paham
tentang faraidh dan kedokteran daripada dirinya.”

D. Sejarah Islam
a. Pengertian Sejarah
Pengertian sejarah secara etimologi berasal dari kata Arab syajarah artinya
“pohon”. Dalam bahasa Inggeris peristilahan sejarah disebut history yang berarti
pengetahuan tentang gejala-gejala alam, khususnya manusia yang bersifat kronologis.
Oleh karena itu dapat dipahami bahwa sejarah itu adalah aktivitas manusia yang
berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu yang tersusun secara kronologis.
Pengertian sejarah juga berarti ilmu pengetahuan yang berikhtiar untuk melukiskan
atau menjelaskan fenomena kehidupan sepanjang terjadinya perubahan karena adanya
hubungan antara manusia terhadap masyarakatnya.4
Pengertian sejarah lainnya adalah yang tersusun dari serangkaian peristiwa masa
lampau keseluruhan pengalaman manusia.5
Dari beberapa pengertian sejarah di atas dapat diketahui bahwa sejarah itu adalah ilmu
pengetahuan yang berusaha melukiskan tentang peristiwa masa lampau umat manusia
yang disusun secara kronologis untuk menjadi pelajaran bagi manusia yang hidup
sekarang maupun yang akan datang. Itulah sebabnya, dikatakan orang bahwa sejarah
adalah guru yang paling bijaksana.

4
Nourouzzaman Shiddiqi, Pengantar Sejarah Muslim (Yogyakarta: Cakra
Donya. 1981), h. 7.
5
Siti Maryam, dkk., Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Modern
c. 3. (Yogyakarta: LESFI, 2009), h. 4.
b. Makna Islam
Islam yang diturunkan di Jazirah Arab telah membawa bangsa Arab yang semula
terkebelakang, bodoh, tidak dikenal dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi
bangsa yang maju dan berperadaban. Ia sangat cepat bergerak mengembangkan dunia
membina suatu kebudayaan dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah
manusia hingga sekarang. Bahkan kemajuan bangsa Barat pada mulanya bersumber
dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol.6

c. Periode Sejarah dalam Islam


Menurut Nourouzzaman Shiddiqy Sejarah Islam dibagi menjadi tiga periode;
pertama, periode klasik (+650–1258 M); kedua, periode pertengahan (jatuhnya
Baghdad sampai ke penghujung abad ke-17 M) dan periode modern (mulai abad ke-
18 sampai sekarang).
Sedangkan menurut Harun Nasution Sejarah Islam dibagi menjadi tiga periode:
pertama, periode klasik (650–1250 an); kedua, periode pertengahan (1250 – 1800 an)
dan periode modern (1800 sampai sekarang).
1. Periode Klasik
Periode klasik merupakan masa kemajuan, keemasan dan kejayaan Islam dan
dibagi ke dalam dua fase.
Pertama, adalah fase ekspansi, integrasi dan pusat kemajuan (650 – 1000 M). Di
masa inilah daerah Islam meluas melalui Afrika utara sampai ke Spanyol di
belahan Barat dan melalui Persia sampai ke India di belahan Timur. Daerah
daerah itu tunduk kepada kekuasaan Islam. Di masa ini pulalah berkembang dan
memuncak ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun umum dan
kebudayaan serta peradaban Islam.
Kedua, fase disintegrasi (1000 – 1250 M). Di masa ini keutuhan umat Islam dalam
bidang politik mulai pecah. Kekuasaan khalifah menurun dan akhirnya Baghdad
dapat dirampas dan dihancurkan oleh Hulagu Khan di tahun 1258 M. Khalifah
sebagai lambang kesatuan politik umat Islam hilang.

2. Periode Pertengahan
Periode pertengahan juga dibagi ke dalam dua fase.
Pertama, fase kemunduran (1250 – 1500 M). Di masa ini desentralisasi dan
disintegrasi bertambah meningkat.
Kedua, fase tiga kerajaan besar (1500 – 1700 M) dan masa kemunduran (1700 –
1800 M). Tiga kerajaan besar tersebut adalah kerajaan Usmani di Turki, kerajaan
Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India.

3. Periode Modern
Periode modern (1800 – sekarang) merupakan zaman kebangkitan umat Islam.
Jatuhnya Mesir ke tangan Barat menginsafkan dunia Islam akan kelemahannya
dan menyadarkan umat Islam bahwa di Barat telah timbul peradaban baru yang
lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi umat Islam. Raja-raja dan para pemuka
6
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1993), h. 2.
Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam
kembali.

Dari uraian di atas dapat dilihat perjalanan sejarah naik turunnya peradaban
Islam mulai dibentuk pada masa Nabi, mengalami pertumbuhan di masa Daulah
Umaiyah Suria, dan
masa puncak di masa Dinasti Abbasiyah Baghdad dan Dinasti Umayah Spanyol,
serta memasuki masa kemundurannya pada periode pertengahan, hal itu
menimbulkan kesadaran bagi umat Islam untuk kembali bangkit di periode
modern.
E. Bid’ah dan Tkhayyul
Para cendekiawan telah sepakat tentang bahaya yang ditimbulkan oleh praktik
bid'ah yang tidak berdasar terhadap kebenaran pelaksanaan ritual peziarah, dan mereka
menghubungkan perbuatan takhayul oleh beberapa peziarah dengan budaya agama yang
lemah, kondisi pendidikan sosial, fanatisme sektarian, peniruan tanpa kepastian. ,
mengikuti hadits-hadits yang lemah dan palsu, dan peran budaya beberapa masyarakat
termasuk yang diselimuti kepercayaan dan persepsi dalam konsolidasi mitos dan legenda.
Mereka menyarankan sejumlah solusi dan pengobatan yang akan mengatasi
penyebaran bid'ah, termasuk bertanya kepada para ulama tentang apa yang merisaukan
jamaah haji, kampanye yang menyertai di mana para siswa dan ulama hadir, dan program
kesadaran yang diselenggarakan oleh beberapa negara untuk orang-orang mereka tentang
haji dan nya. ritual, sebelum para peziarah pergi ke Tanah Suci. Pesan” menyederhanakan
masalah kepada para ulama, dan mereka menguraikan pandangan mereka tentang rincian
penyelidikan berikut:
Pada awalnya, Yang Mulia, Mufti Besar Kerajaan dan kepala Otoritas Riset dan
Ifta, Sheikh Abdulaziz bin Abdullah Al-Sheikh, menjelaskan bahwa bid'ah ini tidak
memiliki dasar dalam agama dan bahwa orang harus bertanya kepada orang yang berilmu
di ritual haji dan bahwa mereka mematuhi Kitab dan Sunnah. Haji adalah salah satu
rukun Islam dan orang-orang harus memperhatikan ini. Rukun itu, dan bahwa mereka
mempelajari semua rukun dan kewajibannya, dan mereka harus menjauh dari mitos dan
ajaran sesat yang kita lihat musim ini.
1. Keutamaan Haji
Sementara itu, anggota Majelis Ulama Senior, Syekh Abdullah bin Manea,
menegaskan bahwa haji adalah salah satu ibadah besar yang disyariatkan Allah bagi
hamba-Nya dan menjadikannya salah satu rukun Islam. dzikir kepada Allah di masa
informasi, rasa persamaan hukum dan tidak adanya pembedaan antara kulit putih dan
hitam, atau Arab dan non-Arab, atau miskin dan kaya, atau raja dan yang dimiliki
kecuali dengan takwa, dan dalam haji keputusan besar lainnya dan hibah besar.
2. peran kesadaran
Al-Manea menunjukkan bahwa haji telah dipengaruhi oleh apa yang terjadi
pada berbagai ibadah lain dalam Islam, di mana berbagai inovasi diperkenalkan di
dalamnya dan pelanggaran mengerikan dipraktikkan di dalamnya sejak lama.
Dia menambahkan bahwa orang-orang yang berilmu masih melarang orang
dari bid'ah dan memperingatkan mereka terhadap konsekuensinya, dan tentang peran
kesadaran Islam dalam haji pada khususnya; Dia menjelaskan bahwa tugas terpenting
yang dipercayakan kepadanya dalam bidang ini adalah untuk memperingatkan orang-
orang dan memperingatkan mereka agar tidak jatuh ke dalam bid'ah dan pelanggaran
ini sehingga mereka tidak jatuh ke dalam larangan tersebut di atas dan tidak merusak
haji mereka yang mereka korbankan dengan mahal. dan berharga.
3. Alasan bid'ah
Dan ustadz Syekh Muhammad al-Hadi menjelaskan bahwa penyebab jemaah
haji terjerumus ke dalam bid'ah dan tahayul adalah karena keadaan masyarakat dan
keadaan didikan agama peziarah, serta para sahabat perjalanan haji, dan kurangnya
budaya keagamaan yang diturunkan dari kurikulum Rasulullah, semoga Allah
memberkati dia dan memberinya kedamaian.Ritual haji didasarkan pada fondasi yang
benar, dan dia memberikan contoh tujuan yang dia maksud, menunjuk pada
pengaktifan peran pengkhotbah di lembaga arung jeram internal dan eksternal dan
pekerjaan kursus yang disederhanakan untuk peziarah sebelum memulai ritual haji.
Melalui mana ia diajarkan dan dibimbing untuk melakukan ritual haji sesuai dengan
petunjuk Syariah.
4. fanatisme sectarian
Sementara itu, pengawas umum situs web “What a Religion”, Syekh Sultan
Al-Omari, mengatakan bahwa alasan utama terjadinya takhayul yang telah menjadi
lazim di zaman kita terutama karena ketidaktahuan yang meluas di antara banyak
peziarah, karena beberapa tidak mengetahui rukun haji atau mungkin pengetahuannya
tentang itu terbatas dan dangkal, dan ini mungkin menggoda dia dan membenarkan
dia meniru apa yang dia lihat di hadapannya dari peziarah lain tanpa kepastian, di
samping fanatisme sektarian bahwa banyak peziarah jatuh ke dalam, dan mereka
melihatnya sebagai pembenaran untuk melakukan ritual dari sudut pandang doktrinal
yang sempit.
Ia menambahkan, memberikan kesadaran merupakan salah satu kebutuhan,
agar jamaah dapat mengikuti tuntunan Nabi, semoga Allah memberkatinya dan
memberinya kedamaian, dan meninggalkan bid'ah dan takhayul, dan diakhiri dengan
memohon kepada Tuhan untuk melindungi para peziarah agar tidak terjerumus ke
dalam dosa. pelanggaran.

Ia menambahkan bahwa sangat disayangkan bahwa sebagian orang meniru


nenek moyang mereka tanpa bukti atau bukti, menambahkan bahwa ada kelompok
yang mengikuti hadits yang lemah dan palsu, dan merenungkan penerapannya tanpa
berpikir, dan kelompok lain yang menyetujui beberapa tindakan tanpa memastikan
mereka. otentisitas dengan mengacu pada Al-Qur'an dan Sunnah atau bertanya kepada
orang yang berilmu.Keheningan sebagian ulama tentang pernyataan kebenaran
merupakan salah satu alasan penyebaran bid'ah, selain berlebihan yang muncul
seputar pentingnya berbuat sesuatu. perbuatan seperti melebih-lebihkan dalam
mengelap Ka'bah dan memotong sebagian pakaian Ka'bah, dan melempar batu
dimana hal-hal aneh terjadi karena kepercayaan terhadap halilintar setan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Nilai-nilai keIslaman dalam sebuah karya sastra tak sedikit selalu mendapat
sorotan bahkan menjadi suatu perdebatan. Ada dua hal yang penting yang perlu
disadari dalam menyikapi masalah Islam yang merupakan satu agama yang bersifat
universal.

Nilai Islam dapat diartikan pula sebagai sesuatu yang berguna dan bersifat menyempurnakan
kehidupan manusia sesuai dengan hakekatnya, tentunya yang berasal dari ajaran-ajaran
agama Islam. Ajaran-ajaran Islam secara prinsipnya banyak tercantum dalam kitab suci Al-
Qur’an, serta praktik-prektik kehidupan NabiMuhammad yang dituliskan melalui hadis-hadis.
Oleh karena itu, nilai-nilai Islam merupakan segala sesuatu yang berguna dan berfungsi
menyempurnakan kehidupan manusia sesuai dengan fitrahnya
Hukum Islam adalah hasil daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai
dengan keutuhan masyarakat. Jadi hukum Islam adalah hukum yang terus hidup sesuai
dinamika masyarakat, ia mempunyai gerak yang tetap dan berkembang terus menerus.

Daftar Pustaka
https://www.al-madina.com › ...
‫ فحملوا وزر الممارسات الخاطئة !! – المدينة‬..‫ حجاج جاءوا للمغفرة‬..‫البدع والخرافات‬
Nimpuno, HB dkk (2014) Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Baru, Pandom
Media, hal. 410
KBB Online https://kbbi.web.id/karakter, dan Echols, J.M, & Shadily, H. (1980)
Kamus Inggris Indonesia, cet.VIII, Jakarta:Gramedia, hal.107.
ourouzzaman Shiddiqi, Pengantar Sejarah Muslim (Yogyakarta: Cakra Donya.
1981), h. 7.
Siti Maryam, dkk., Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Modern, c. 3.
(Yogyakarta: LESFI, 2009), h. 4.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1993), h. 2.
Titin Nur Hidayati, proses Penyebaran Nilai-nilai Islam Dalam Masyarakat Tradisi
Masyarakat Jawa”. Jurnal Falasifa, Vol. 1 No. 2 September 2010, 76.

Anda mungkin juga menyukai