Perguruan Tinggi
Buku Ajar
PENGANTAR FISIKA
KUANTUM
A.Halim
Fitria Herliana
FKIP Unsyiah
A.Halim | Pengantar Fisika Kuantum ii
Ukuran Buku : 16 cm x 23 cm
530.20
HAL HALIM, A
f Fisika Kuantum oleh A.Halim-Cet.1-Banda Aceh,
Penerbit Syiah Kuala University Press. tahun
2020.vi 318 hal.: Ilus., 23 cm Bibliografi: hlm 317
ISBN 978-623-7780-98-4
Alhamdulillah dengan Rahmat dan Hidayah dari Allah swt telah selesai
penyusunan buku Fisika Kuantum edisi pertama pada tahun 2012. Penyusunan
buku ini salah satu tujuannya adalah untuk mengatasi kekurangan buku teks
Fisika Kuantum berbahasa Indonesia. Tujuan lain agar mahasiswa yang
mengikuti mata kuliah Fisika Kuantum memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang sama tentang konsep-konsep kuantum. Dengan gaya pembahasan yang
mendetail dan sistematis, diharapkan mahasiswa dengan mudah dapat mengikuti
uraian konsep-konsep kuantum yang dipaparkan dalam buku ini.
Isi buku Fisika Kuantum ini mencakup; keterbatasan mekanika klasik,
fenomena kuantum, persamaan Schrodinger, aljabar operator dan prinsip
simetris bola. Secara khusus buku ini diperuntukkan bagi mahasiswa Jurusan
Fisika dan atau Jurusan Pendidikan Fisika semester V dan sedang mengambil
mata kuliah Fisika Kuantum. Buku ini juga dapat digunakan oleh mahasiswa
teknik elektron yang mengambil mata kuliah pengantar elektronika digital.
Untuk kemudahan memahami konsep-konsep kuantum yang diuraikan dalam
buku ini, diharapkan mahasiswa atau pengguna lainnya telah mempelajari buku
Fisika Modern.
Saran dan ide dari teman sejawat dan staf lainnya juga telah mewarnai isi
buku ini. Kepada Drs.Suwarno, M.Si sebagai anggota team mata kuliah dan juga
sebagai ketua jurusan Pendidikan Fisika yang telah memberi banyak masukan,
kami ucapkan banyak terima kasih. Kepada pengguna atau pembaca buku ini,
penulis mengharapkan dapat memberikan kritikan yang bersifat membangun
guna kesempurnaan isi buku ini dimasa yang datang. Semoga semua kebaikan
dari para pembaca mendapat balasan yang setimpal. Amiiin
A.Halim
A.Halim | Pengantar Fisika Kuantum iv
Daftar Isi
Halaman
Kata Pengantar ..................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................... iv
Setelah mahasiswa mempelajari isi bab sejarah fisika kuantum ini secara khusus
diharapkan dapat
(1) Menjelaskan sejarah perkembangan ilmu fisika
(2) Menjelaskan kelemahan dan keterbatasan fisika klasik.
(3) Menjelaskan bidang fisika klasik yang menjadi dasar bagi fisika kuantum.
(4) Menjelaskan asal mula munculnya fenomena kuantum.
Pada awal priode ini (1900 M) sudah terkenal sebagai babak baru
perkembangan fisika modern dan fisika kuantum, hal ini ditandai dengan
penemuan Planck tentang konsep kuantisasi cahaya. Hampir sepanjang
periode ini banyak kajian dilakukan terkait dengan gelombang
elektromagnetik dan juga terkait dengan benda-benda berukuran
mikroskopik. Banyak hukum-hukum mekanika klasik yang telah
disempurnakan dan penggunaannya lebih luas selama periode ini. Namun
dalam priode ini juga beberapa istilah atau besaran baru muncul dan
belum pernah ditemui dalam mekanika klasik. Oleh karena itu,
memerlukan penulisan dimensi, besaran dan satuan yang berbeda dengan
apa yang ada dalam mekanika klasik selama ini. Pada periode ini juga
telah diletakkan dasar-dasar perbedaan yang jelas antara mekanika klasik,
mekanika relativitas, dan mekanika kuantum. Perbedaan ketiga bidang
fisika tersebut didasarkan pada perilaku dan ukuran sistem fisika
(partikel) yang dikaji. Sebagai contoh selama periode ini muncul istilah
kuantisasi nilai h dan ћ, yang memiliki satuan Joule.second, sesuatu yang
berbeda dengan dimensi yang ada. Besaran yang lain adalah energi
ambang bahan dengan lambang W, dimana besaran ini memiliki satuan
(a) (b)
(c.) (d)
Gambar 1.2 Illustrasi pengertian diskrit dan kontinu
(1.1)
(1.2)
P = S.A
Gambar 1.7 Perbandingan jumlah ion positif terhadap selang waktu pada
intensitas lemah dan kuat (Sumber: Sutrisno 2003)
Gambar 1.8 Model cahaya instensitas lemah (a) dan intensitas kuat (b)
(Sumber: Sutrisno 2003)
= h/p = h/mv
Latihan
Gloussarium
Big Bang Salah satu bentuk usulan teori tentang awal mula
penciptaan Alam Semesta. Teori ini mengatakan
Alam Semesta pada mulanya kosong tidak apa-apa,
kemudian dalam hitungan 10-43 detik pada suhu yang
tinggi tebentuk partikel elementer Quark (isi semua
partikel yang telah kita kenal, elektron, proton, dll).
Karena proses penciptaan yang sangat cepat dan
singkat, seolah-olah seperti sebuah ledakan, sehingga
muncul istilah “Big Bang” (ledakan besar).
Daftar Pustaka
Setelah mahasiswa mempelajari isi bab pengantar matematika kuantum ini secara
khusus diharapkan dapat
(1) Memahami metode turunan dan integral fungsi-fungsi komplek
(2) Memahami metode penyelesaiaan persamaan diferensial
(3) Memahami metode aplikasi persamaan diferensial pada kasus getaran atau
gelombang.
(4) Memahami konsep operator dan konsep matrik yang terkait dnegan kasus
kuantum.
(5) Memahami arti fisis setiap persamaan matematika.
(6) Menjelaskan konsep kuantum dalam bahasa matematika.
(7) Menggambarkan konsep kuantum dengan bantuan matematika
(2.1)
(2.2)
Persamaan (2.2) disebut juga dengan persamaan linear dengan koefisien
a dan b bergantung pada x. Persamaan ini akan mudah diselesaikan jika
kita anggap koefisien a(x) dan b(x) sebuah konstanta berupa a dan b saja.
Sedangkan variabel k juga bergantung pada x, jika kita anggap sebuah
konstanta atau sama dengan nol (k = 0), maka persamaan (2.2) dapat
ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana adalah,
(2.3)
Disebut dengan persamaan diferensial orde satu homogen. Dengan kita
konstanta a dan b dengan w = b/a, maka persamaan (2.3) dapat ditulis
kembali menjadi
(2.4)
atau kalau kita kumpulkan masing-masing peubah menjadi,
(2.5)
y = yo.e-wx
(2.6)
Ternyata solusi persamaan diferensial orde satu homogen (2.3) memiliki
bentuk dan karakteristik eksponensial. Dimana pengubah y meluruh
secara eksponesial terhadap posisi x, dimulai dari kondisi awal yO.
Konstanta w disebut juga dengan istilah konstanta peluruhan atau sebuah
konstanta yang nilainya diperngaruhi oleh konstanta a dan b. Fenomena
perluruhan solusi nilai dalam persamaan (2.6) ditunjukkan dalam gambar
2.1 berikut:
Gambar 2.1. Pola peluruhan peubah y terhadap posisi (x) sesuai dengan
persamaan (2.6).
Contoh:
Misal ada suatu persamaan diferensial dimana y sebagai peubah tak
bebas yang bergantung pada peubah bebas x atau suatu fungsi y = f
(x) disebut solusi PDB jika fungsi y = f (x) disubtitusikan ke PDB
diperoleh persamaan identitas.
Contoh:
1) solusi umum
Persamaan diferensial karena
2) solusi khusus
Persamaan diferensial karena
PDB terpisah
PDB yang dapat dituliskan dalam bentuk g(y) dy = f(x) dx
disebut PDB terpisah.
Penyelesaian : integralkan kedua ruas
Contoh :
1) Tentukan solusi umum Persamaan Diferensial berikut:
sehingga c = -3
Maka, solusi khusus PD tersebut adalah
Latihan!
Tentukan solusi persamaan diferensial dibawah ini!
1.
2.
3.
6.
7.
8.
Contoh :
Selesaikanlah solusi persamaan diferensial berikut!
1)
Jawab:
2)
Jawab:
Maka didapatkan,
Diketahui y(1) = 1, sehingga
Contoh:
Periksalah fungsi dibawah ini merupakan fungsi homogen atau
tidak!
A(x,y) = x + y
A(kx,ky) = kx + ky = k (x+y) = k A(x,y)
Maka, A(x,y) = x + y merupakan fungsi homogen dengan
derajat 1.
A(x,y) = x2 + xy
A(kx,ky) = k2x2 + kx ky = k2 (x2+xy) = k2 A(x,y)
Maka, A(x,y) = x2 + xy merupakan fungsi homogen dengan
derajat 2.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2)
Jawab:
Faktor integrasi dari PD diatas adalah:
, kalikan kedua ruas dengan
Sehingga,
, diketahui y(0) = 3
3=1+c
c=2
Jadi, solusi khusus PD diatas adalah
4.
5.
6.
7.
4) Trayektori Ortogonal
Contoh:
Tentukan trayektori orthogonal dari keluarga kurva
Latihan!
Tentukan solusi trayektori orthogonal dari keluarga kurva berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Contoh:
Jadi,
Syarat awal, I = 0 pada saat t = 0, memberikan:
, sehingga:
(2.7)
Persamaan diferensial biasa dikatakan linier, apabila persamaan
diferensial tersebut mempunyai pengubah tak bebas (variabel terikat)
maupun turunannya bersifat linier. Dalam persamaan (2.7) yang
berfungsi sebagai pengubah tak bebas adalah y dan turunannya adalah
dy/dx, sedangkan pengubah bebas adalah x. Persamaan (2.7) dapat
diselesaikan dengan mudah jika kita anggap memenuhi beberapa
persyaratan berikut ini:
(2.8)
Persamaan (2.8) dapat ditulis menjadi bentuk yang lebih populer dan
menarik dengan memasukkan konstanta w = (c/a)1/2, sehingga menjadi,
(2.8a)
y eDx,
(2.8b)
maka persamaan (2.8a) dapat ditulis menjadi,
D2.y + w2.y = 0
atau
(D2 + w2).y = 0
(2.8c)
Suku sebelah kanan persamaan (2.8c) sama dengan nol, agar sama antara
kiri dan kanan, maka suku sebelah kiri juga harus sama dengan nol. Suku
sebelah kiri ada dua bagian, yaitu (D2 + w2) dan y. Variabel y tidak
mungkin sama dengan nol, karena jika kita tentukan nilai x = 0, maka
nilai y 1, inilah nilai y terkecil (sesuai dengan solusi coba-coba y eDx).
Oleh karena itu, satu-satunya alternatif untuk mendapatkan suku sebelah
kiri bernilai nol suku (D2 + w2) harus sama dengan nol atau
(D2 + w2)= 0
(2.8d)
Persamaan (2.8d) mirip dengan persamaan kuadrat dengan koefisien a, b,
dan c, biasa ditulis dalam bentuk,
a.x2 + b.x + c = 0
(2.8e)
(2.8f)
Sifat solusi persamaan (2.8f) ditentukan oleh nilai didalam akar, yaitu;
K = b2 – 4.a.c
(2.8g)
Dengan menggunakan hasil dalam persamaan (2.8g) dan disubtitusikan
ke dalam solusi coba-coba (2.8b), sehingga didapat,
y e±iwx
(2.9)
Ini merupakan solusi dari persamaan diferensial orde dua homogen
(2.8a). Bandingkan solusi (2.9) dengan solusi (2.6), maka kita dapatkan
bahwa solusi (2.9) berbentuk eksponensial dengan pangkat imajiner
Gambar.2.2. Prilaku fungsi Sin dan Cos sesuai dengan persamaan (2.10).
atau,
… (2.12)
Dimana (2.14)
Gambar 2.5
(2.23.b)
(2.23.c)
Dalam teknik pengintegralan terdapat teknik penggantian
variabel, yang mana variabel-variabel pada fungsi integran diganti
menjadi varibel-variabel lain yang merupakan variabel dari fungsi lama,
sehingga dalam bentuk variabel baru tersebut fungsi integrannya berada
dalam bentuk yang sudah kita kenali sebelumnya. Misalkan fungsi yang
akan diintegralkan adalah:
(2.24)
(2.27)
(2.29)
Jika kedua ruas pada persamaan (2.29) kita integrasikan terhadap x
diperoleh persamaan:
(2.30)
(2.33)
(2.36)
Contoh:
Nyatakan bilangan kompleks A = 1+i , B = 1 - i, C = -1 - i dan D
= -1 + i dalam representasi kartesis dan polar. Dalam representasi
kartesis, titik-titik tersebut diberikan oleh A (1,1), B (1,-1), C (-
1,-1), dan D (-1,1) dengan posisi titik-titik tersebut dalam bidang
kompleks diilustrasikan dalam gambar di bawah ini:
(2.41)
Jelas dari sini bahwa untuk memperoleh modulus yang diberikan dalam
persamaan (2.38) dapat dilakukan melalui ungkapan:
(2.42)
Contoh:
Tinjau bilangan kompleks A = 2 + i. Kompleks konjugat bilangan
tersebut adalah A* = 2 – i.
(2.43)
b) Pengurangan
(2.44)
c) Perkalian
(2.45)
d) Pembagian
(2.46)
Contoh:
Tinjau dua bilangan kompleks A = 2 + i dan B = 3 - 2i, maka hasil
pembagian adalah:
Contoh:
Cari pemecahan persamaan kompleks dengan
. Nyatakan persamaan tersebut dalam variabel riil x
dan y sebagai berikut: . Selanjutnya kita jabarkan
persamaan tersebut menjadi: , sehingga di
peroleh persamaan untuk bagian riil dan imajinernya masing-
masing (i) dan (ii) . Dari persamaan (ii)
jika x = 0 maka dari persamaan (i) diperoleh dan
karena y seharusnya merupakan bilangan riil, maka hasil ini
bukan pemecahan persamaan yang kita tinjau. Jika y = 0, maka
diperoleh yang memberikan nilai riil bagi variabel x.
Dengan demikian pemecahan persamaan tersebut adalah
atau .
Jika kita memiliki sebuah sebuah persamaan kompleks
yang memberikan hanya satu persamaan riil atau
dimana , dengan f (z) dan C masing-masing
berharga riil, maka sistem persamaan tersebut akan memberikan
pemecahan dalam variabel x dan y yang saling tergantung,
sehingga menggambarkan suatu kurva dalam bidang x-y
tersebut.
Contoh:
Tinjau deret berikut:
(2.48)
Untuk menentukan konvergensi dari deret pangkat kompleks bolak-
balik ini kita uji terlebih dahulu konvergensi mutlaknya. Dari
dan jelas bahwa deret ini konvergen
karena memenuhi syarat konvergen mutlak. Selanjutnya untuk
mengetahui harga z yang membuat deret tersebut konvergen kita gunakan
uji rasio:
(2.49)
Dengan demikian diperoleh untuk harga deret (2.48)
konvergen. Mengingat tidak lain adalah kurva lingkaran dalam
bidang kompleks, maka untuk semua nilai (x,y) yang berada di dalam
kurva tersebut deret tersebut konvergen. Untuk (x,y) yang berada tepat di
lingkaran yaitu ketika , maka kita harus melakukan uji terpisah
(2.52)
cos y sin y
Bagian imajiner dari ruas kanan persamaan (2.52) tidak lain adalah
uraian Taylor untuk fungsi sin y, sedangkan bagian riilnya dapat
ditunjukkan merupakan uraian Taylor fungsi cos y. Sehingga dengan
demikian kita dapati bahwa bentuk fungsi eksponensial bilangan imajiner
ekuivalen dengan representasi trigonometrik:
(2.53)
Contoh:
Nilai dari
Berdasarkan representasi dalam bentuk polar yang diberikan pada
persamaan (2.40), maka bentuk z = x+iy kini dapat kita nyatakan dalam
bentuk sebagai berikut:
(2.54)
dengan dan , dan berdasarkan rumusan Euler pada
persamaan (2.53) bentuk di atas dapat diubah menjadi:
(2.55)
Contoh Soal:
Nyatakan bilangan kompleks ke dalam bentuk
eksponensial kompleks. Modulus bilangan tersebut adalah
dan argumennya ,
sehingga representasinya dalam bentuk eksponesial kompleks
adalah .
Karena,
Berdasarkan persamaan (2.58) dan dari hasil pembagian dua bilangan
kompleks yang diberikan pada persamaan (2.51.b), maka akar pangkat n
dari bilangan kompleks atau z1/n diberikan oleh:
(2.59)
Contoh Soal:
1. Jika , hitunglah A4.
Telah diketahui , sehingga
atau
.
2. Hitunglah akar-akar persamaan kompleks z4 = 1.
Tinjau , sehingga keempat akar tersebut
adalah dengan m = 1,2,3,4 yang
masing-masing adalah: (i) , (ii)
(2.61.b)
(2.62.b)
Contoh:
Tunjukkan hubungan ,
dengan dan adalah variabel riil. Berdasarkan persamaan (2.61),
melalui manupulasi berikut diperoleh:
(2.63.b)
(2.68)
Atau
Dengan:
.…(2.72a)
….(2.72b)
....(2.72c)
....(2.72d)
….(2.72e)
....(2.72f)
Bila x bukan variabel sudut, maka perlu dikali dengan suatu konstanta
yang hasil perkaliannya memiliki satuan sudut. Jadi parameter tersebut
harus bersatuan :
1.
….(2.73)
2.
3.
....(2.73a)
4. ….(2.73b)
6.
….(2.73d)
Pertama akan kita tunjukkan bahwa (2,73a), (2.73b) dan (2.73c) bentuk
penulisannya demikian. Berdasarkan (2.73d) dapat ditulis:
Subtitusi ke (2.73a):
(1)
a L x -L a L x
(a) (b)
1. = .…(2.74)
; batas cos x
; batas sin x
-L a L x -L a
L
Atau:
Atau:
…..(bukti persamaan)
-L a L x -L a L
Atau :
…………………
A.Halim|Pengantar Fisika Kuantum| 80
Pembuktian persamaan (2.73b) dapat diambil pengganti funsinya:
Sehingga :
…#)
Dan :
Atau :
….##)
.…(2.75a)
Sehingga:
untuk ….(2.75b)
Sehingga:
b. Untuk maka:
dan
Sehingga:
c. Untuk 0,
Tanda integral dapat dipertukar tanpa dengan tanda jumlah, bila dianggap
deret trigonometri tersebut konvergensi, sehingga:
(2) (3)
Karena batas integral simetris dan fungsinya ganjil, maka suku (3) = 0
sehingga (2) dapat diurai:
demikian:
Atau:
Dari deret
+
=
Suku:
1. =
2. = 0 , karena sin
3. = untuk
5. =
6. = 0 menurut definisi (2d)
….
Suku:
Sehingga:
maka
…..
Penyelesaiannya:
...(2.76a)
p=1
.…(2.76b)
….(2.76c)
….(2.77)
(a)
t sin x
Jadi semakin besar nilai n yang diambil, fungsi yang terbentuk semakin
mendekati pola yang diberikan sejak awal.
= sin (n-m) pL
= karena sin
=
A.Halim|Pengantar Fisika Kuantum| 89
=
. , n = lim bulat.
….(2.78)
….(2.79)
.…(2.80)
….(2.78a)
….(2.81)
Karena:
Atau:
….(2.82)
karena dan
Sehingga
Catatan:
1.
=
=
=
2.
3.
.…(2.83)
.…(2.84)
=
=
=
....(2.85)
Selanjutnya bila integral ini dihitung maka akan diperoleh bentuk asal
(yang diberikan dalam soal).
x.P h/4
dan
E.t h/4
Dan
....(2.86)
....(2.86a)
....(2.86b)
Gambar 2.17
A.Halim|Pengantar Fisika Kuantum| 98
Jadi lebar ketelitian pengukuran adalah:
Atau:
Atau:
….(2.86c)
maka dan
Sehingga:
.…(2.86d)
A.Halim|Pengantar Fisika Kuantum| 99
Dalam bentuk p persamaan (2.86a) dapat ditulis,
Daftar Pustaka
DASAR-DASAR KUANTISASI
Setelah mahasiswa mempelajari isi Bab Dasar-dasar Kuantisasi ini secara khusus
diharapkan mahasiswa dapat
(1) Menjelaskan secara ringkas kegagalan konsep cahaya yang dikemukakan oleh
teori elektromagnetik Maxwell
(2) Menjelaskan pengertian radiasi benda hitam sempurna.
(3) Menurunkan dan memahami hukum Rayleigh-Jean tentang pandangan klasik
radiasi benda hitam.
(4) Menurunkan dan memahami hukum Planck tentang pandangan modern radiasi
benda hitam.
(5) Memahami dan menjelaskan fenomena bencana ultraviolet
A . H a l i m | F i s i k a M o d e r n | 102
3.1 Pengantar
Dalam bahagian bab III ini, kita akan kaji peranan benda-benda
mikro dari peristiwa-peristiwa yang ada di alam semesta. Pembahasan
akan diawali dengan penjelasan tentang konsep cahaya, yang dianggap
sebagai sesuatu yang misteri. Teori klasik mengatakan cahaya sebagai
gelombang yang didukung oleh beberapa hasil eksperimen, sementara
teori moderen (kuantum) mengatakan cahaya dapat berperilaku sebagai
partikel, yang juga didukung oleh beberapa hasil eksperimen. Kedua teori
tersebut secara mendetail akan dijelaskan dalam Bab III ini.
[coulomb/m2] (3.1a)
[weber/m2] (3.1b)
[volt/m2] (3.1c)
[amper/m2] (3.1d)
Di mana dan J adalah rapat muatan listrik (coulomb/m2) dan rapat arus
listrik (ampere/m2). Kita dapat hitung parameter B dalam persamaan
(3.1c) dengan melakukan operasi Curl pada komponen E dan B di kedua
sisi persamaan (3.1c).
(3.1e)
(3.1f)
(3.2)
(3,2b)
Dan definisi daya dalam arah z
P = S.A (3.2c)
Gambar 3.3 Model cahaya instensitas lemah (a) dan intensitas kuat (b)
(Sumber: Sutrisno 2003)
dI = i()d (3.4)
I= (3.4a)
(x+Lx, y, z) = (x,y,z)
(x+Lx, y, z) = (x,y,z) (3.5)
(x+Lx, y, z) = (x,y,z)
Lx = nx/kx
Atau
Sehingga jumlah keadaan dalam interval kx dan kx + dkx harus dikali dua,
yaitu dari persamaan (3.5b).
Atau
kx = (2 /Lx) nx
kz = (2 /Lz) nz
(3.6a)
Dalam hal ini adalah jumlah keadaan per satuan volume. Atau
dikatakan juga dengan “Rapat Keadaan (the state density)”. Bila
partikel dalam kotak merupakan kumpulan foton, maka partikel tersebut
bersifat tak TERBEDAKAN dan setiap keadaan BOLEH ditempati oleh
lebih dari satu partikel. Ciri partikel seperti sesuai dengan ciri khas dari
statistik Bose-Einstein. Bila fungsi partitisi untuk gas foton seperti itu
dan ditulis dalam bentuk, maka
Sehingga
(3.6f)
d3 k =
dan
dk = d/c
sehingga
2f(k)(4k2dk) = 2 =
Menyatakan rata-rata foton per satuan volume. Bila kuantitas
tersebut kita kalikan dengan energi per foton, maka kita akan dapatkan;
Energi rata-rata per satuan volume, yang dinotasikan dengan k(w,t),
sehingga didapat:
(3.6d)
Atau
(3.6e)
Bila kita pilih definisi kw/kT = , yang menyatakan perbandingan antara
energi foton dengan energi thermol, maka dapat ditulis:
Untuk daerah yang terpencil atau jauh dari perkotaan dan sukar dilalui
oleh energi listrik konvesional, maka digunakan sel fotolistrik sebagai
energi altenatif. Cahaya matahari dari berbagai ukuran frekuensi
mengenai sel fotolistrik dan memindahkan elektron dari permukaan
logam sel fotolistrik menjadi arus fotolistrik. Melalui satu perubahan
energi matahari dapat dirobah menjadi energi listrik, sehingga dapat
digunakan untuk keperluan sehari-hari. Proses menghasilkan energi
listrik seperti yang berlaku dalam instrumen pada gambar 3.10 berikut,
cahaya dipandang berkelakuan sebagai partikel (yang disebut dengan
3.6.2. Pelangi
Dalam bagian ini kita akan tunjukkan satu fenomena yang biasa terjadi
dalam kehidupan sehari-hari, yaitu terkait dengan pelangi. Fenomena ini
berlaku ketika pelangi berada dihadapan pengamat dan matahari berada
di belakang pengamat, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4,13
berikut.
3.6.4. Tulisan ”
Perpaduan warna adalah salah satu masalah yang sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Cahaya merupakan gabungan dari berbagai warna
dengan merah, hijau, dan biru sebagai warna utama (primary). Manakala
warna sekunder adalah kuning, mangetan, dan kian (cyan). Fenomena
penyerapan dan pantulan cahaya telah membentuk berbagai jenis warna-
f .v
(1)
atau
f
v
(2)
Berdasarkan pada persamaan (1), perubahan kecepatan gelombang
cahaya akan berefek pada panjang gelombang cahaya. Banyak
mahasiswa memahami bahwa perubahan panjang gelombang berbanding
lurus dengan perubahan kecepatan dalam persamaan (2) dan juga disertai
dengan perubahan frekuensi. pemahaman yang benar adalah perubahan
panjang gelombang sebanding dengan perubahan kecepatan, sehingga
frekuensi tidak berubah atau konstan. Ini akan mudah difahami dengan
menunjukkan contoh perhitungan. Untuk masa tertentu panjang
gelombang berubah dari 2, 4, dan 8, sedangkan kecepatan pada masa
yang sama berubah dari 1, 2, dan 4, maka didapati frekuensi tetap sama,
yaitu 2.
Miskonsepsi jenis ini berasal dari fenomena yang tampak bahwa berkas
cahaya melalui media yang berbeda kerapatan akan membengkok
(bending) dari garis normal, seperti dalam gambar 3.17 berikut.
E = h
Bila benda yang dikenai cahaya ukurannya jauh lebih besar dari panjang
gelombangnya, maka efek pembiasan dan pemantulan yang lebih
menonjol. Sebaliknya bila ukuran benda tersebut mendekati panjang
gelombang, maka yang lebih menonjol adalah efek difraksi dan
interferensi. Selanjutnya bila ukuran benda sama dengan panjang
gelombang cahaya, maka saat cahaya mengenai benda (dalam hal ini
sama dengan ukuran atom), maka ia akan diserap dalam bentuk energi
radiasi. Kemudian elektron dalam atom akan memanfaatkan energi
tersebut untuk membebaskan diri dari ikatan pola atom. Bila elektron
berhasil melepaskan diri dari ikatan dengan atom, maka atom tersebut
berubah menjadi ion positif atau atom tersebut terionisasi.
Pada saat cahaya bertumbukan dengan benda berukuran mikro
(seperti atom), maka ia berperilaku sebagai partikel yang dikenal dengan
foton. Sementara saat cahaya bertumbukan dengan benda berukuran
makro (seperti cermin atau air), maka cahaya berperilaku sebagai
gelombang. Dalam bahagian selanjutnya kita akan pelajari beberapa
percobaan yang memerlukan definisi cahaya sebagai kumpulan partikel.
Pada temperatur kamar, benda-benda yang tampak kita lihat
bukanlah karena memancarkan radiasi thermalnya, tetapi karena cahaya
yang dipantulkan oleh benda tersebut dari sumber lain. Jika tidak ada
cahaya yang menyinari, maka kita tidak akan dapat melihatnya. Bila
temperatur benda dinaikkan, maka benda kelihatan merah, kuning, terus
sampai ke warna violet sesuai dengan kenaikan temperatur. Besar
intensitas persatuan luar permukaan benda disebut dengan ”Daya Emisi
monokromatik” dan dinyatakan dengan i().
Percobaan celah-ganda Thomas Young yang dilakukan pada tahun
1801 merupakan suatu percobaan untuk menunjukkan bahwa cahaya
dapat memperlihatkan prilaku gelombang, yaitu sifat interferensi dan
difraksi. Lebih lanjut James Clerk Maxwell pada tahun 1864 telah
memasukkan cahaya kedalam kelompok gelombang elektromagnet dan
berhasil menunjukkan rumuskan formulanya. Bukti sejarah ini telah
mengajak kita untuk mengatakan bahwa cahaya adalah gelombang, yaitu
salah satu gelombang elektromagnetik.
Setelah mahasiswa mempelajari isi Bab Dasar-dasar Kuantisasi ini secara khusus
diharapkan mahasiswa dapat
(1) Menjelaskan secara ringkas kegagalan konsep cahaya yang dikemukakan oleh
teori elektromagnetik Maxwell
(2) Menjelaskan pengertian radiasi benda hitam sempurna.
(3) Menurunkan dan memahami hukum Rayleigh-Jean tentang pandangan klasik
radiasi benda hitam.
(4) Menurunkan dan memahami hukum Planck tentang pandangan modern radiasi
benda hitam.
(5) Memahami dan menjelaskan fenomena bencana ultraviolet
A . H a l i m | F i s i k a M o d e r n | 148
4.1 Pengantar
Sistem mekanika yang memiliki kaitan dengan sistem kuantum
disebut mekanika kuantum. Dalam bab ini kita akan membahas
beberapa bukti percobaan yang menunjukkan perbedaan antara
gelombang dan partikel yang ditinjau dari sistem kuantum. Dalam fisika
klasik, gelombang dan partikel memiliki hukum-hukum yang sangat
berbeda dalam menjelaskan kekhasannya. Gerak peluru memenuhi
hukum mekanika Newton yang berlaku bagi partikel, sedangkan
mekanika Newton yang berlaku bagi partikel tidak dapat menjelaskan
gelombang yang mengalami interferensi dan difraksi. Energi yang
diambil sebuah partikel (dalam hal ini peluru) berpusat dalam ruang batas
partikel, sedangkan energi gelombang tersebar diseluruh ruang pada
muka-muka gelombangnya yang terus mengembang. Berlawanan dengan
perbedaan tegas yang berlaku dalam fisika klasik ini, teori kuantum
mensyaratkan bahwa, dalam lingkup mikroskopik, partikel kerap kali
mematuhi juga hukum-hukum yang berlaku bagi gelombang. Dengan
demikian kita dipaksa untuk membuang pengertian klasik tentang
perbedaan partikel dan gelombang. Agar kita mendapatkan pemahaman
yang masuk akal dan matematis untuk memecahkan dilema yang timbul
akibat mekanika kuantum, kita akan merujuk kepada bukti-bukti
percobaan, analogi dan contoh yang tidak ada dalam fisika klasik.
Pada bagian ini kita akan melihat pandangan lain dari sistem
kuantum, yaitu gelombang. Hal ini berarti kita akan berbicara tentang
sistem kuantum (kita akan mengambil elektron sebagai sampel) yang
dapat menunjukkan sifat-sifat gelombang. Memahami sifat-sifat
gelombang dalam sistem kuantum tentunya membutuhkan lebih banyak
pemikiran dan konsentrasi daripada ketika mempelajari sifat-sifat partikel
dalam sistem kuantum.
= h/p = h/mv
Arti fisis dari persamaan diatas adalah sebuah partikel yang bermassa m
dan bergerak dengan kecepatan v, akan menunjukkan fenomena
gelombang, yang dapat ditentukan oleh panjang gelombangnya atau .
Hal ini hanyalah sebuah hipotesis yang diajukan oleh de Broglie pada
massa itu pada tahun 1923. Saat ini fisikawan telah menamakan dengan
"panjang gelombang de Broglie". Berapa lama atau berapa mikrometer
panjang gelombang de Broglie? Berikut ini adalah contoh perbandingan.
Perlu dipahami bahwa tidak ada satu percobaan pun yang dapat
memberikan gambaran yang benar tentang bentuk foton. Dalam
eksperimen efek fotoelektrik, Einstein tidak pernah menggambarkan
bentuk foton, tetapi ia hanya menemukan bahwa energi kinetik lebih
maksimal dibandingkan dengan frekuensi cahaya. Einstein juga
menemukan bahwa peningkatan intensitas cahaya tidak menyebabkan
emisi elektron dari permukaan target, tetapi lebih meningkatkan jumlah
fotoelektron yang terlewatkan. Peningkatan frekuensi cahaya
menyebabkan arus fotonik mengalir, fenomena ini mendorong Einstein
untuk menerima dalil Planck bahwa energi cahaya adalah diskrit yang
tidak konstan.
Perlu diingat bahwa hasil percobaan yang telah dilakukan saat ini
hanya terkait dengan sifat-sifat foton, bukan dengan bentuk sebenarnya
dari foton. Sebagai contoh efek Compton, yang menggunakan sinar-x
sebagai "pulsa" pada elektron diam, ada ketentuan untuk hukum
kekekalan energi. Hal ini dapat dipahami sebagai interaksi sinar-x
dengan elektron karena tumbukan dua partikel umumnya dikenal dalam
fisika klasik. Jadi dalam percobaan ini Compton menggunakan postulat
Einstein, yang menyatakan bahwa sinar-x dianggap sebagai partikel
foton, yang dalam arti foton berperilaku seperti partikel yang
memudahkan Compton dalam merumuskan pergeseran panjang
gelombang sinar-x sebelum dan sesudah tumbukan.
Perlu dipahami bahwa dua sifat cahaya tidak pernah hadir pada
waktu dan tempat yang sama. Tetapi kualitas-kualitas ini tercermin
dalam waktu dan kondisi yang berbeda. Pernyataan-pernyataan yang
hampir identik dengan makna pernyataan di atas adalah cahaya adalah
gelombang atau cahaya adalah partikel, kedua pernyataan ini juga salah
dalam hal konsep kuantum.
Itu hanya sebagian data atau informasi yang kita dapatkan tentang
elektron. Jika data yang diperoleh dari percobaan hanya itu, apakah layak
A.Halim|Pengantar Fisika Kuantum| 159
untuk mengatakan bahwa elektron adalah gelombang. Oleh karena itu,
pernyataan yang lebih tepat dapat dikatakan bahwa: elektron dapat
berperilaku seperti gelombang atau seperti partikel, bukan menjadi
partikel atau menjadi gelombang.
Pada bagian terakhir ini dapat kita simpulkan bahwa: (i) Konsep
dualisme yaitu sistem partikel kuantum (elektro, neutron, proton, foton,
dll.) dapat menunjukkan sifat-sifat gelombang pada waktu dan tempat
tertentu dan sifat partikel pada waktu dan tempat lain. Sistem kuantum
tidak pernah memperlihatkan sifat-sifat gelombang atau sifat-sifat
partikel dalam waktu dan tempat yang bersamaan. (ii) Sifat fenomena ini
jauh lebih jelas dalam sistem kuantum skala atom daripada pada objek
berukuran makroskopik seperti dalam fisika klasik. (iii) Sifat dualisme
menyebabkan munculnya teori ketidakpastian Heisenberg, di mana posisi
dan momentum sistem kuantum tidak dapat ditentukan secara tepat.
Munculnya teori ketidakpastian Heisenberg bukan karena faktor-faktor
eksternal seperti keterbatasan kemampuan pengukur atau kemampuan
manusia untuk mengamati objek atau sifat mekanik partikel bergerak
atau karena ukurannya terlalu kecil. Jika kita mengatakan bahwa faktor-
faktor eksternal telah menyebabkan munculnya teori ketidakpastian
Heisenberg, tentu saja, dengan kemajuan teknologi saat ini, kita dapat
mengatasi kekurangan dalam faktor-faktor eksternal ini. Tetapi dalam
kasus ini, meskipun kemajuan teknologi dalam instrumentasi fisik sudah
cukup, masih ada ketidakpastian dalam posisi kuantum dan momentum
sistem partikel kuantum.
8. Posisi dan momentum suatu partikel tidak dapat diukur pada saat
yang bersamaan. Prinsip ketidakpastian dalam pengukuran posisi dan
momentum partikel muncul karena ... .
A. Ukuran partikel terlalu kecil, sehingga posisi dan momentumnya
sangat sulit untuk ditentukan
B. Sifat ganda yang dimiliki oleh sistem kuantum telah terintegrasi
dengannya.
C. Partikel-partikel terus bergerak, sehingga sangat sulit untuk
menentukan posisi dan momentumnya secara akurat
Daftar Pustaka
OSILATOR HARMONIS
Setelah mahasiswa mempelajari isi bab osilator harmonik ini secara khusus
diharapkan dapat
(1) Menjelaskan pengertian osilator harmonik kuantum
(2) Menunjukkan contoh osilator harmonik dalam konsep klasik.
(3) Menjelaskan bidang-bidang klasik yang menjadi dasar kuantum.
(4) Menjelaskan asal mula munculnya fenomena kuantum.
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 168
5.1 Pengantar
(5.1)
(5.2)
(5.3)
(5.4)
(5.5)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 169
Persamaan (5.4) mempunyai solusi umum:
(5.6.a)
(5.6.b)
(5.7)
(5.8)
(5.9)
(5.11)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 170
5.3 Persamaan Getaran Osilator Harmonik
(5.12)
Sehingga
(5.13)
(5.14)
(5.15)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 171
Dalam hal ini enyatakan integral untuk gerak selama satu
periode (satu kali gerak melingkar):
Sehingga
(5.16)
Selanjutnya terapkan:
(5.17)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 172
Dimana adalah amplitude yang nilai terkuantisasi, atau:
(5.17.a)
(5.17.b)
Dan
(5.17.c)
Dimana:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 173
(5.18)
Dari (5.18) dapat dipahami solusi singkat energi dalam teori kuantum
lama merupakan kelipatan bilangan bulat.
(5.19)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 174
Dan momentumnya
(5.19.a)
Atau
(5.19.b)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 175
(5.19.c)
(5.20)
(5.20.a)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 176
Persamaan (5.20) menyatakan bahwa, kita dapat memperoleh
bilangan kuantum yang berbeda pada tingkat bilangan yang sama.
Tingkat energi seperti itu dikatakan „tergenerasi”, dengan n=nx+ny+nz
dikatakan sebagai “bilangan kuantum total”. Ilustrasi tingkat energi
ditunjukkan dalam gambar berikut:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 177
5.4 Representatif Solusi Persamaan Getaran OH
(5.21)
(5.21.b)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 178
Atau
(5.21.c)
Misal, , maka:
(5.21.d)
Atau
(5.21.e)
bila pengukuran jarak dan energy dalam satu satuan maka didapat:
(5.21.f)
Dengan , dari
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 179
Untuk melihat perilaku , kita pilih ,
sehingga sehingga persamaan (5.21.f) dapat didekati
menjadi:
(5.22)
Misal, , maka:
D2 = x2
D = x
Atau
(5.23)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 180
Gambar 5.3. Pola Distribusi Asistamik pers. 5.22
(5.23.a)
Meskipun demikian kita tetap berharap bahwa solusi itu juga
terpenuhi pada sembarang nilai x atau didaerah , dengan kata
lain solusi (5.23.a) juga dipenuhi oleh persamaan (5.21f). untuk
membuktikan kebenaran solusi tersebut kita substitusi persamaan (5.23.a)
ke (5.21.f) dan (5.22), yaitu:
(5.23.b)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 181
Perhatikan dengan mengambil solusi (5.23.a) kemudian kita
turunkan dan didapat persamaan (5.22) bila di ambil x>>1, ini berarti
berarti hanya dipenuhi untuk tetapi dalam hal ini kita
kehilangan parameter E. hal seperti ini tidak diinginkan dalam
kenyataannya, karena E dapat dipilih sembarang harga.
Sekarang bagaimana halnnya bila c kita ganti dengan suatu fungsi
yang tergantung pada x. katakanlah sehingga (5.23.a) menjadi
[powall; 1964; 134]:
(5.23.c)
Atau
(5.23.d)
(5.24)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 182
Solusi persamaan (5.24) dapat ditunujukkan dalam deret pangkat yang
tak terhingga, misal:
(5.24.a)
(5.24.b)
Dimana:
Definisi (1):
Sebuah fungsi f(x) dikatakan analitik pada x0, jika deret Taylor disekitar
x0:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 183
Catatan:
a) Semua fungsi polynomial analitik disembarang titik.
Misal:
Definisi (2):
Titik dikatakan “titik ordinare” atau “titik kutub” dari PDB (5.24),
jika fungsi p1 dan p2 pada persamaan (5.24.b) adalah analitik di x0. Jika
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 184
salah satu (keduanya) tidak analitik di x0, maka x0 dikatakan “titik
singular” dari PDB (5.24).
Penjelasan:
a) Fungsi polynomial point a) diatas analitik disemua harga x, ini berarti
semua nilai x adalah titik ordinari dari persamaan (5.24). Hal yang
sama juga berlaku untuk point b) dalam definisi (1).
b) Sementara fungsi p1(x) yang diberikan dalam point c) analitik
disemua x kecuali x=1 dan x=2, dan untuk p2(x) tak analitik di x=3,
ini dapat dikatakan semua nilai x adalah titik ordinary dari PDB
(5.24), kecuali x=1,2, dan 3. Jadi, titik di x=1,2, dan 3 adalah titik-
titik singular dari PDB (5.24).
Untuk contoh kita substitusi fungsi p1(x) dan p2(x) dalam point c)
dalam defenisi (1), yaitu:
(5.25)
Dengan,
(5.25.a)
Theorema (1):
Jika titik x0 adalah suatu titik ordinare dari persamaan (5.24), maka
persamaan (5.24) memiliki dua solusi deret pangkat kelas linear
nontrivial dari bentuk:
(5.25.b)
Dan deret ini konvergen dalam interval disekitar x0.
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 185
Teorema (1) memberi suatu kondisi, dimana solusi persamaan
(5.24) dapat ditulis dalam bentuk deret (5.24.a). Dikatakan bahwa jika x0
adalah suatu titik ordinare dari persamaan (5.24), maka persamaan ini
mempunyai dua solusi deret pangkat atau (x-x0) dan kedua solusi deret
tersebut bebas linear. Jadi, jika x0 terpenuhi menurut teorema (1), maka
kita akan peroleh solusi utama dari persamaan (5.24) sebagai kombinasi
linear dari kedua solusi deret bebas linear tersebut.
Definisi (3)
Misalnya kita anggap fungdi p1, dan p2 dari persamaan (5.24.b) tak
analitik di x0, maka x0 adalah titik singularitas untuk untuk persamaan
DB (5.24). Jika fungsi yang didefinisikan oleh perkalian:
(5.26.a)
dan,
(5.27.a)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 186
2). Ubah persamaan dalam bentuk ternormalisasi
(5.27.b)
Dimana:
(5.27.c)
4). Cek fungsi baru point 4) harga p1(x) dan p2(x) pada titik x-x0
a> Jika
b> Jika,
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 187
Teorema (2)
Jika x0 adalah titik regular singular dari persamaan (5.24.b), maka
persamaan (5.24.b) memiliki paling kurang satu solusi nontrivial yang
berbentuk:
(5.28)
Untuk memperjelas definisi dan teorema diatas kita ambil suatu contoh:
(5.29)
Dengan
(5.29.a)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 188
(2) Cek di fungsi P1 dan P2 analitik.
x1 = 0
x2 = 2
(3) Definisikan fungsi (5.29.a) seperti bentuk (5.26) untuk x0=0 dan
x0=2
(5.29.b)
(5.29.c)
dan
(5.29.d)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 189
(4) Cek! Apakah definisi (5.29.b) analitik di dan definisi (5.29.c)
dan (5.29.d) di
Karena salah satunya tak analitik maka dikatakan
“titik singular irregular” dari persamaan differensial (5.29).
Karena kedua definisi tersebut analitik di x0=2, maka titik x0=2
dihasilkan “titik singular regular” dari persamaan deferensial (5.29).
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 190
Dengan interval:
Dimana
(5.31.a)
(c) Berdasarkan pengujian point (a) dan (b), maka solusi PDB (5.31)
dapat ditulis dalam bentuk theorema (2);
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 191
Karena x0=0, maka daerah solusinya.
Substitusi ke (5.31):
Misal:
tukar mn
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 192
Agar berlaku untuk semua x, maka koefisien dari x harus = 0, sehingga:
(5.32)
Dan
maka harus
(5.32.a)
(5.32.b)
(5.32.c)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 193
Jadi, solusi total ini merupakan kombinasi dua solusi nontrivial yang
bebas llinear.
Kita kembali ke problem kuantum yang dinyatakan oleh persamaan
(5.23.d):
(5.33)
(c) Bersasarkan analisa (a) dan (b), maka solusi persamaan (5.33)
memiliki theorem 1, yaitu:
(5.33.a)
Diferensiasi:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 194
Substitusi hasil ini ke bentuk (5.33):
Misal:
, sehingga:
Tukar bentuk k=m karena “induk dalam”
(4.34)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 195
Atau
Untuk maka:
(5.35)
(5.35.a)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 196
keduanya akan didapat solusi lengkap untuk persamaan diferensial
(5.33).
Atau,
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 197
Persamaan (5.35.d) menyaratkan ke kita, bahwa untuk mencapai fungsi
berbentuk polynomial, maka harus memiliki harga tertentu
(terdiskrit/ terkuantisasi) sesuai dengan hubungan tersebut. Bentuk
(5.35.d) dapat diubah berdasarkan persamaan (5.21.d) halaman 179.
yaitu:
(5.36)
(5.37)
(5.37.a)
(5.37.b)
Konstanta normalisasi didapat (Powell & Grenur p.134).
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 198
Dengan demikian fungsi ligan orjkonormal dari osilator harmonic dalam
1-D dapat ditulis,
(5.37.c)
Atau
(5.38)
Untuk operasi:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 199
Bila uA, uB, dan uC telah dinormalisasi, maka:
Sehingga,
(5.38.b)
Atau,
Sehingga,
Jadi,
(5.38.d)
Atau
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 200
Diferensiasi (5.38.d) dan substitusi ke (5.38):
(5.38.e)
Substitusi ke (5.38):
Atau
Atau
(5.38.f)
(5.39)
(5.39.a)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 201
Misal n=m+1, maka:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 202
(5.39.b)
Akibatnya:
(5.39.c)
Selanjutnya kita tulis kembali persamaan (5.37.b):
Untuk m=n:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 203
(5.39.d)
Misal:
Dengan
dz=dx
sehingga:
Atau
(5.39.e)
Atau,
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 204
(5.39.f)
Bandingkan dengan:
Memberikan,
(5.40)
Dengan demikian fungsi gelombang yang orjkonormal adalah:
(5.40.a)
(5.40.b)
Dan,
(5.40.c)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 205
Dan,
Sehingga:
(5.40.d)
(5.40.e)
(5.40.f)
(5.41)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 206
Untuk memvisualisasi perlu diingat defenisi x.
Atau,
Sehingga:
(5.41.a)
Dengan:
Dimana:
f = frekuensi gerak osilator
m = massa osilator
konstanta, h = konstanta planck
frekuensi sudut (angular)
Parameter Hermiter polynomial dalam bentuk umum ditulis
(H.J.Wospakrik.P.403):
(5.41.b)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 207
b. Osilator Harmonik 2-D
Untuk melihat sifat degenerasi dari sistem osilator Harmonik
perlu ditinjau harus dalam 2-dimensi dan 3-dimensi atau lebih lagi.
Dalam kasus 1-D telah kita dapatkan:
Dalam kasus 1-D jelas, untuk tingkat energy ke-n, yaitu En sesuai
dengan . Jadi kasusnya nondegereate. Ilustrasinya :
(5.42.a)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 208
Untuk kasus 2-dimensi operator laplace dan potensialnya:
(5.42.b)
Atau
(5.42.c)
H = Hx + Hy (5.42.e)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 209
Ternyata pemilihan fungsi gelombang (5.42.f) sesuai dengan hubungan
energi:
(5.43.a)
Sehingga:
(5.43.b)
Dan,
(5.43.c)
Atau,
(5.43.d)
Dengan:
(5.43.e)
Dan begitu juga dengan y:
(5.43.f)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 210
Solusi keduanya tidak tepat sama dengan :
(5.44)
Karena hubungan:
Bukti:
(#)
(##)
(5.44.ii)
Diferensialnya:
(5.44.a)
Dan,
(5.44.b)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 211
Substitusi kebentuk (5.43.c) didapat:
(5.44.c)
Atau bila disubstitusi (5.44.a) dan (5.44.b) kedalam (5.43e) dan (5.43.f)
diperoleh:
(5.44.d)
Dan
(5.44.h)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 212
Uraian dasar deret taylor:
,n pada P1n menyatakan turunan ke-n.
(5.45.a)
tak tergantung dengan x0, artinya berapapun nilai x deret taylornya
akan konvergen dan memiliki nilai tertentu.
Dan,
(5.45.b)
juga analitik disemua nilai x dan konvergen di n=1.
, misal tingkah laku ingin dilihat di x=x0.
Deret taylornya:
Sehingga:
(5.45.c)
deret taylor dapat diuraikan semua nilai x dan semuanya
memiliki dan konvergen. Fungsi ini konvergen di n=3.
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 213
selanjutnya untuk didapat:
(5.45.d)
untuk sembarang x deret taylornya akan memiliki nilai tertentu
dan konvergen di n=3.
Karena fungsi (5.44.e)-(5.44.g) analitik disemua nilai x, maka
fungsi tersebut dikatakan memiliki titik ordinary di semua x dan
bentuknya dikatakan “polynomial”, untuk fungsi koefisien dari suatu
PDB yang polynomial, maka solusi yang dipenuhi adalah:
Dan,
Dan,
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 214
Sehingga harus berlaku:
(5.46)
(5.46.a)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 215
Dalam bentuk umum ditulis:
(5.46.e)
Dan,
Dengan,
(5.46.f)
karena:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 216
Maka,
Sehingga:
(5.46.g)
Atau, (5.47)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 217
Gloussarium
Daftar Pustaka
.
Arya, A.P. 2003. Elementary Modern Physics. California: Addison-
Wesley.
Beiser, A. 2001. Concepts of Modern Physics (3rd edition). New York:
McGraw-Hill Inc.
Halim.,A. (2010). Fisika Modern I. Syiah Kuala University Press.
Kopelma Darussalam-Banda Aceh.Krane, K. 2001. Fisika
Modern.Diterjemahkan oleh Hans J. Wospakrik. 1992. Jakarta,
Indonesia: UI-Press.
Kusminarto. 1993. Pokok-pokok Fisika Modern. Jakarta: DIKTI.
Purwanto, Agus. 2016. Fisika Kuantum. Yogyakarta: Gava Media
Serway, R.A., Moses, C.J. & Moyer, C.A. 2005. Modern Physics (3rd
Edition). United Kingdom: Thomson.
Taylor, J.R., Zafiratos, C.D., Dubson M.A. 2003. Modern Physics for
Scientists and Engineers (2nd Edition). Pearson, London:
Prentice-Hall.
Siregar, E.Rustam. 2018. Fisika Kuantum. Bandung: Penerbit Unpad
Sutrisno. 2003. Fisika Dasar: Fisika Modern. Bandung: Penerbit ITB.
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 218
BAB VI
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 219
6.1. Pengantar
Dalam kasus mekanika klasik, jika kita
menghadapi persoalan yang dicirikan oleh
hadirnya gaya tertentu F. Dengan
menuliskan hukum kedua Newton bagi gaya
tersebut, kita dapat memecahkan
permasalahan matematikanya untuk memperoleh kedudukan dan
kecepatan partikelnya. Dalam kasus elektromagnet, jika kita berhadapan
dengan persoalan yang dicirikan oleh sekumpulan muatan dan arus. Kita
dapat menuliskan persamaan Maxwell dan memecahkan persoalan
matematikanya untuk memperoleh medan listrik dan medan magnetnya.
Dalam kasus fisika kuantum, jika kita mendapatkan persoalan yang
dicirikan oleh fungsi potensial tertentu. Maka. kita dapat menuliskan
persamaan Schrodinger bagi potensial tersebut dan mencari
pemecahannya. Namun, dalam masing-masing kasus memiliki
pemecahannya masing-masing yang hanya berlaku pada situasi tertentu
saja. Jika kita menemukan situasi yang lain, kita perlu mencari
pemecahan baru yang sesuai dengan situasi tersebut. Bab ini akan
menjelaskan tentang persamaan Schrodinger beserta beberapa
pemecahannya dan bagaimana menafsirkan pemecahan tersebut.
(6.1)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 220
atau
(6.2)
dimana
(6.3)
(6.4)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 221
6.3. Partikel Dalam Kotak
(6.6)
Jika partikel terdapat dalam kotak yang panjangnya L, maka syarat batas
memenuhi:
dan
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 222
Maka,
dan (6.7)
(6.8)
diketahui,
Jika k menyatakan bilangan gelombang, maka akan diperoleh:
Sehingga,
(6.9)
Dari persamaan (6.9) dapat dianalisis bahwa panjang kotak agar kita
dapat menemukan partikel yang didefinisikan
dalam sistem tersebut adalah , maka L
harus merupakan kelipatan-kelipatan dari ½
panjang gelombang. Bagaimana mendapatkan
persamaan energi sistem tersebut? Hal ini
dapat dilakukan dengan menentukan fungsi
energi. Kita tinjau harga momentum yang
Gambar 6.2 dimiliki partikel oleh De Broglie dapat
dinyatakan dengan:
(6.10)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 223
Maka,
Sehingga:
(6.11)
dengan
Sehingga:
Sehingga:
(6.11.a)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 224
Pemecahan bagi ψ(x) belum lengkap, karena kita belum
menentukan tetapan A. Untuk menentukannya, kita kembali ke
persamaan normalisasi . Karena ψ=0 kecuali untuk 0 < x <
L, maka (kecuali di dalam kotak) integralnya tidak nol, sehingga berlaku:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 225
dan sebaliknya dari kanan ke kiri. Bila kita berbicara tentang kedudukan,
kita merujuk ke partikel, ketika berbicara tentang gerak dari L/4 ke 3L/4,
kita merujuk ke gelombang.
Contoh:
Jawab:
a.
b. Probabilitas =
=
= 0,0038 = 0,38 persen
c. Probabilitas =
=
= 0,25
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 226
6.4. Partikel Dalam Potensial Tangga
Daerah (II) secara klasik tidak dapat ditembusi arah potensial. Dalam
mekanika kuantum , fungsi gelombang tetap menerobos kedaerah
Barier, pada “jarak tertentu”
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 227
Untuk mempermudah pemahamannya, pembahasan ini dibedakan atas
dua kondisi.
(6.13)
(6.14)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 228
Gambar 6.6. Daerah II (Slim Depth) saat mendekati potensial Barier
Dalam hal ini klasik gejala ini sama seperti electron dari plat katoda
menuju Anoda (contoh sederhana) . Untuk elektron yang energi
kinetiknya maka ia akan sampai pada plat Anoda. Sebaliknya
untuk elektron dengan energi kinetinya akan direfleksi atau tak
akan sampai pada plat anoda.
(6.15)
Dimana V(x) energi potensial. Jika energi total partikel memiliki energi
tertentu E , maka tergantung waktu diberikan oleh:
(6.16)
Karena itu sesuai juga untuk persamaan Schr dinger kebas waktu.
(6.17)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 229
(6.18)
Gambar 6.7. Diagram potensial penghambat V(x) yang bentuknya masih teratur
Dengan,
, sesuai batas (6.18)
Sehingga:
Atau
(6.20)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 230
Dimana A dan B dua konstanta yang memilki informasi tentang amplitud
fungsi gelombang dalam daerah (I). sering disebut dengan konstanta
integrasi.
Dengan,
Atau
(6.22)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 231
Catatan Kontinuitas
Persamaan Schr dinger
dan konjugasi kompleknya.
Atau kita kalikan dari kiri dengan dan dari arah kanan dengan ,
sehingga:
) = )
Atau
Maka
(6.23)
Sehingga:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 232
(6.23.a)
Maka,
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 233
Berdasarkan uraian persamaan kontinuitas maka perumusan
kondisi batas adalah:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 234
(6.27)
(6.27.a)
Atau dilanjutkan A dan B untuk C adalah:
dan
(6.27.b)
(6.27.c)
Untuk (6.28)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 235
Dan,
(6.29)
=
(6.30)
(6.31)
Dari (6.30) dan (6.31) dapat dilihat bahwa solusi diberikan untuk
kedua daerah dan . Fungsi gelombang mengambarkan
gerak gelombang dari arah kiri sebagian diteruskan dan dipantulkan.
Sementara untuk gelombang yang datang dari arah kanan. Keduanya
memilki koefisien transmisi dan refleksi yang sama, yaitu:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 236
b.4. Rapat Arus
rapat arus akan dihitung untuk kedua persamaan (6.30) dan (6.31) dan
dua daerah dan , yaitu:
a. Untuk Y
Rapat arus dalam bentuk umum dinyatakan dengan:
Untuk arah X:
(6.34)
(6.35)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 237
Dari sifat kontinuitas rapat arus yang melewati batas tetap sama satu
aliran kontinu.
Atau
koefisien refleksi dan transmitasi, unuk
gelombang dari kiri kekanan (6.36)
Maka
(6.37)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 238
Gambar 6.8. Pola arus yang ditransmisi dan direfleksi sebagai
fungsi indeks bias maksimum (II).
Ini merupakan pola arus yang ditransmisi dan direfleksi sebagai fungsi
indeks bias maksimum (II). Untuk kasus dan (gelombang dari
kiri ke kanan).
Dimana
b. Untuk
Untuk dan
Atau
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 239
Syarat batas pada
(6.38)
Untuk dan
atau
dan
(6.39)
(6.40)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 240
Kaitan antara koefesien transmitasi dan reflektasi untuk gelombang yang
datang dari kanan ke kiri. Bila daerah (II) dianggap sebagai medium
pertama, maka “Indeks Bias” medium kedua (daerah (I) adalah:
Sehingga:
(6.41.a)
Dan
(6.41.b)
a) Secara klasik
Untuk klasik mudah memahami Y efek penerebosan dengan
mekanika klasik, kita tinjau suatu pegas yang memiliki konstanta.
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 241
Bila partikel A hanya memiliki energi kinetik = Potensial pegas, dapat
ditulis:
dan
artinya gerakan partikel secara total dibalik arah gaya aksi, karena itu
terjadi “ refleksi total” dan transmisi sama dengan nol.
Persamaan Schr dinger untuk suatu partikel yang pindah akan arah x
dinyatakan dengan:
Atau
Atau
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 242
Kemudian didapatkan solusi dari persamaan diatas sebagai berikut:
(6.42)
(6.43)
(6.44)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 243
Dan
dan
dan
Pada
(6.45)
Syarat batas:
(6.45.a)
Dari
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 244
Dengan demikian solusi untuk (6.42) dan (6.44) menjadi:
(6.46)
Atau
d) Rapat arus S
Untuk kasus
(6.47)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 245
Untuk kasus
(6.47.a)
(6.47.b)
Jadi, dari kedua persamaan (6.47.a) dan (6.47.b):
(6.47.c)
Ini merupakan tidak ada rapat arus yang melewati daerah (I) dan (II).
Bila hasil (6.47.c) kita subsitusikan ke persamaan (6.23), kita dapatkan
persamaan:
(6.48)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 246
demikian diharapkan dan ini dikatakan sistem tak
stastioner dan rapat probabilitas setiap saat berubah terhadap waktu, atau:
(6.49)
(6.50)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 247
Probabilitas dari sebagai berikut:
3. Kasus dan
Pada kondisi
(6.51)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 248
Pada kondisi
Dari
maka
Sehingga:
(6.52)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 249
Atau,
dan
Pada
Hal ini tidak bermakna secara fisis, yaitu potensial tangga tingginya tak
terhingga.
Atau 0 (I)
(II) (6.53)
0 (III)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 250
Persamaaan Schr dinger untuk masing-masing daerah:
(I)
(II) (6.54)
(III)
(II)
(III)
a. kasus
(6.55.a)
Deferensiasi:
(I)
(II) (6.57)
(III)
Syarat batas daerah (I) dan daerah (II) dari persamaan (6.56)
dan (6.57) didapat:
(6.57.a)
dan
daerah (I)
daerah (II)
(I)
(II) (6.58)
(III)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 252
Dari
(I)
(II) (6.58.a)
(III)
(6.59.a)
Dan
(6.59.b)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 253
(6.59.c)
Dan
(6.59.d)
(6.59.e)
(6.59.f)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 254
Dengan mengambil definisi:
(6.60)
Atau
Berdasarkan hasil (6.60) dan (6.61) koefesien daerah (II) dapat juga
ditentukan yaitu:
(6.62)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 255
(6.63)
Sehingga:
(6.64)
(II)
(III) (6.65)
b. Kasus
(6.65.a)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 256
Sehingga persamaan (6.58) dan (6.65) menjadi:
(I)
(II)
(6.65.b)
(III)
Dan
(I)
(II)
(III) (6.65.c)
Dimana
(6.65.d)
(6.65.e)
(6.66)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 257
6.6. Partikel Dalam Potensial Sumur
Karena memberi hasil yang sama dari kedua gambar diatas, kita tinjau
saja gambar (a). Persamaan untuk dimensi:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 258
untuk masing-masing daerah:
(I) ;
(II) ; (6.67)
(III) ;
a.) Kasus
Untuk kasus , maka nilai vektor gelombang dalam persamaan
(6.67) menjadi:
(6.67.b)
(I) :
(II) :
(III)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 259
Misal:
=
(6.68)
b.) Kasus
Untuk kasus maka nilai konstanta persamaan (6.67)
menjadi:
(6.69)
dan (6.70)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 260
Fungsi gelombang ( yang nilainya tak terhingga (Infimitit) pada
jarak tak terhingga tidak memiliki arti fisis. Karena itu harus dicegah
agar tak menuju ke tak terhingga. Dengan kata lain suatu fungsi harus
berperilaku baik artinya nilainya akan menuju hal pada jarak tak
terhingga, yaitu:
(6.70.a)
dan (6.71)
(6.72)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 261
Dalam bentuk matrik
Didapatkan:
(6.73)
(6.73.a)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 262
Atau;
2
(6.74)
dan
(6.74.a)
(6.74.b)
didapat
Sehingga:
(6.74.c)
(6.74.d)
(6.75)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 263
(I)
(II) 0 (6.76)
(III) a
Dari hubungannya:
Dengan
(6.77)
Dimana, n=1,2,3
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 264
Solusi persamaan (6.77) dapat diselesaikan dengan metode grafik
dengan cara memisahkan persamaan tersebut menjadi dua persamaan
terhadap fungsi yang sama, yaitu:
(6.77.a)
(6.77.b)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 265
Perhatikan gambar dibawah ini:
Dimana:
Untuk:
(6.79)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 266
Penambahan nilai sama artinya dengan memperdalam kedalaman
potensial sumur dan bilangan tingkat energi yang diinginkan juga
bertambah kasar. Seperti ditunjukkan dalam diagram berikut:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 267
Atau
(6.80)
(6.81)
(6.81.a)
(II) 0 (6.82)
(III) a
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 268
6.5.2. Potensial sumur tak terhingga
V(x) = 0 (6.83)
(6.84)
Bila nilai ini kita terapkan pada persamaan diferensial (6.67) didapat:
Sehingga:
(6.84.a)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 269
Hal ini berarti solusi hanya dikeluarkan dalam daerah (II) dari bentuk
(6.67.a) dapat ditulis:
(6.84.b)
P=0
Dalam hal ini Q menyatakan koefisien gelombang, jadi tidak boleh nol
disetiap titik dalam kotak.
Bila panjang kotak x=L maka dari defenisi persamaan (6.84) didapat:
dengan (6.85)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 270
Gloussarium
Daftar Pustaka
.
Arya, A.P. 2003. Elementary Modern Physics. California: Addison-
Wesley.
Beiser, A. 2001. Concepts of Modern Physics (3rd edition). New York:
McGraw-Hill Inc.
Halim.,A. (2010). Fisika Modern I. Syiah Kuala University Press.
Kopelma Darussalam-Banda Aceh.Krane, K. 2001. Fisika
Modern.Diterjemahkan oleh Hans J. Wospakrik. 1992. Jakarta,
Indonesia: UI-Press.
Kusminarto. 1993. Pokok-pokok Fisika Modern. Jakarta: DIKTI.
Purwanto, Agus. 2016. Fisika Kuantum. Yogyakarta: Gava Media
Serway, R.A., Moses, C.J. & Moyer, C.A. 2005. Modern Physics (3rd
Edition). United Kingdom: Thomson.
Taylor, J.R., Zafiratos, C.D., Dubson M.A. 2003. Modern Physics for
Scientists and Engineers (2nd Edition). Pearson, London:
Prentice-Hall.
Siregar, E.Rustam. 2018. Fisika Kuantum. Bandung: Penerbit Unpad
Sutrisno. 2003. Fisika Dasar: Fisika Modern. Bandung: Penerbit ITB.
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 271
BAB VII
ALJABAR OPERATOR
Setelah mahasiswa mempelajari isi bab aljabar vektor ini secara khusus
diharapkan dapat
(1) Menjelaskan pengertian konsep operator dalam fisika kuantum
(2) Menjelaskan interprestasi dan sifat-sifat operator linear.
(3) Menerapkan konsep operator dalam penyelesaian kasus kuantum.
(4) Menjelaskan pengertian fungsi eigen dalam konteks operator.
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 272
7.1 Pengantar
(7.1)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 273
Adalah suatu hukum (aturan), yang momentum rata rata dari
suatu partikel dan keadaan dapat dihitung. Secara eksak dapat
dikatakan, bayangkan bila suatu esamble yang terdiri dari sistem sistem
dan semuanya memiliki fungsi gelombang yang sama, maka pengukuran
momentum pola tiap tiap anggota akan menghasilkan nilai yang berbeda
dengan nilai rata rata pola persamaan (7.1). Jadi, konsep operator adalah
dasar dari perumusan hukum seperti itu.
Hasil yang diperoleh dari pembentukan operasi matematik dengan
fungsi gelombang ditulis dalam bentuk:
(7.2)
Ini artinya, fungsi merupakan hasil dari operasi parameter
terhadap fungsi , sehingga dapat dicontohkan sebagai berikut:
Maka,
(7.3)
Artinya, hasil perkalian dengan variable kurva x atas. Jika:
Maka,
(7.3.a)
Yaitu merupakan turunan terhadap x. Hasil operasi
digunakan penekanan bahwa adalah simbol-simbol “operasi
matematik” dan berbeda dengan faktor perkalian biasa. Sebagai contoh
diberikan satu operasi sebagai berikut:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 274
Dimana akan berbeda. Untuk A merupakan perkalian
bilangan biasa yaitu:
(7.4.a)
Suatu operasi linear akan memenuhi:
(7.5.a)
(7.5.b)
(i) dan (ii) merupakan syarat utama operator linear.
(7.5.c)
(7.5.d)
(7.5.e)
(7.5.f)
(7.5.g)
(7.5.h)
(7.5.i)
(7.5.j)
Keterangan:
(ii) parameter c dalam (7.5.b) dapat berupa phoristatis real atau
kompleks. Operasi syk itu betul, bila dan tidak
berlaku bila .
(iii) merupakan penjumlah dua operator dan dapat dikerjakan secara
terpisah terhadap masing masing fungsi gelombang.
(iv) Persamaan (7.5.d) s/d (7.5.f) merupakan perkalian dua buah
operator. Bila perkalian (7.5.d) dan (7.5.e) memberi bentuk yang
sama, maka bentuk (7.5.f):
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 275
(7.5.k)
Dan bila sebaliknya berlaku:
(7.5.l)
Untuk kondisi pertama Aop dan Bop dikatakan “saling komit”
atau:
Atau
(7.6)
Sementara untuk kondisi kedua (7.5.l), perkalian keduanya menjadi tidak
sama atau “tak komutative”:
(7.6.a)
Sebagai contoh diberikan:
Dan dari:
(7.6.b)
Bila diambil,
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 276
Jadi sebuah operator yang resiproknya ada, seperti (7.7) dikatakan
bersifat ”non singular”. Sebuah operasi yang non singular dapat
dilakukan dengan cara pembalikan, yaitu dari persamaan (7.2):
, maka menjadi:
Ini hanya bisa dilakukan bila operator Aop memiliki resiprok dan berlaku
untuk setiap fungsi . Jika fungsi tak nol dan memiliki:
Maka, operator Aop berdiri resiprok karena operator Aop adalah “singular”
Dimana : (7.8.a)
Pengertian momentum tunggal dapat dipahami dengan analisis berikut:
(7.8.b)
Dimana: , fungsi memiliki nilai:
(7.8.c)
Atau,
(7.8.d)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 277
partikel berubah terhadap posisi dan waktu untuk momentum tertentu,
yaitu harus memenuhi persamaan (7.8.c). Selanjutnya dengan mengambil
koefisien transformasi Fourier persamaan (7.8.b):
(7.8.e)
Karena hanya bergantung pada momentum dan tak bergantung
pada waktu, maka akan tetap sama mulai dari t=0 s/d t=t, sehingga
dapat ditulis untuk seluruh t dengan:
(7.9)
Ini artinya amplitude momentum partikel bebas berubah, tapi posisi
partikel harus tertentu. Dengan kata lain pada saat momentum partikel
diatur posisinya fungsi gelombang tidak boleh berubah. Sementara untuk
(7.8.b) dapat dikatakan pada saat posisi partikel diukur nilai
momentumnya tidak boleh berubah.
Dalam mekanika kuantum, momentum dinyatakan dalam bentuk
“operator”. Parameter matematik yang bertindak sebagai alat untuk
melakukan operasi pada suatu sistem, definisinya:
(7.10)
(7.10.a)
Bila operator (7.10) bekerja pada sistem , karena dari hasil
suatu nilai. Nilai yang dihasilkan dapat berupa real murni atau imajiner.
Penjelasan berikut akan lebih mudah dipahami. Sifat nilai yang dikaitkan
karena pengukuran momentum tak tergantung pada waktu, maka fungsi
gelombang dapat dipilih pada t=0.
(7.10.b)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 278
Kerjakan operator P pada :
Atau,
(7.10.c)
Sekarang kita lihat apa yang akan terjadi bila nilai eigen operator
P berharga imajiner atau,
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 279
Sehingga, pada:
(7.11.c)
(7.12)
Ini dapat dikatakan parameter dan merupakan nilai eigen
dan fungsi eigen dari operator momentum.
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 280
Operasionalnya:
atau
(7.13)
Dan
(7.13.a)
Persamaan (7.13) dan (7.13.a) memenuhi persyaratan linearitas,
sehingga dikatakan operator momentum adalah “operator linear”. Ini
merupakan salah satu ciri ciri operator dalam mekanika kuantum.
(7.14)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 281
Yang sesuai dengan persamaan (7.14) adalah:
dan dengan
a. Sifat Komut
Sifat komut adalah linear. Sifat operator (7.14) dapat diselidiki
sebagai berikut:
Atau,
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 282
Dikatakan operator x dan p tak komut, artinya
(i) Harga suatu besaran fisis adalah nilai eigen dari operatornya;
(ii) Nilai eigen dari suatu operator besaran fisis berkaitan dengan suatu
fungsi eigen; nilai eigen adalah riil. Dalam persamaan harga eigen
berlaku:
(7.15)
Berdasarkan (i) dan (ii), E adalah harga besaran fisis yakni energi, dan itu
merupakan nilai eigen dari operator Ĥ, dan φ(x) adalah fungsi eigen dari
operator Ĥ tersebut. Karena E adalah harga eigen dari operator Ĥ dengan
fungsi eigen φ(x) maka E adalah energi yang tetap dari partikel,
sehingga (x,t)=φ(x)exp(-iEt/ħ) adalah keadaan stasioner; fungsi eigen
seperti itu disebut fungsi keadaan partikel.
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 283
(iii) Harga rata-rata suatu besaran fisis pada fungsi keadaannya
memenuhi persamaan
(7.16)
Dalam hal ini, adalah operator dari besaran fisis, dan adalah harga
rata-ratanya dengan fungsi gelombang (keadaan) partikel bersangkutan
yang ternormalisasi. Jika fungsi itu belum dinormalisasi, maka harga rata-
rata itu harus diungkapkan sebagai berikut:
(7.17)
(7.20)
Karena harga rata-rata suatu besaran fisis adalah ril maka berlaku:
(7.21)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 284
Persamaan (7.21) merupakan kasus istimewa dari bentuk umum:
(7.22)
Didapatkan nilai eigen dan fungsi eigen dari operator momentum seperti
pada persamaan (7.13.a).
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 285
Gloussarium
Daftar Pustaka
.
Arya, A.P. 2003. Elementary Modern Physics. California: Addison-
Wesley.
Beiser, A. 2001. Concepts of Modern Physics (3rd edition). New York:
McGraw-Hill Inc.
Halim.,A. (2010). Fisika Modern I. Syiah Kuala University Press.
Kopelma Darussalam-Banda Aceh.Krane, K. 2001. Fisika
Modern.Diterjemahkan oleh Hans J. Wospakrik. 1992. Jakarta,
Indonesia: UI-Press.
Kusminarto. 1993. Pokok-pokok Fisika Modern. Jakarta: DIKTI.
Purwanto, Agus. 2016. Fisika Kuantum. Yogyakarta: Gava Media
Serway, R.A., Moses, C.J. & Moyer, C.A. 2005. Modern Physics (3rd
Edition). United Kingdom: Thomson.
Taylor, J.R., Zafiratos, C.D., Dubson M.A. 2003. Modern Physics for
Scientists and Engineers (2nd Edition). Pearson, London:
Prentice-Hall.
Siregar, E.Rustam. 2018. Fisika Kuantum. Bandung: Penerbit Unpad
Sutrisno. 2003. Fisika Dasar: Fisika Modern. Bandung: Penerbit ITB.
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 286
BAB VIII
Setelah mahasiswa mempelajari isi bab sistem potensial bola ini secara khusus
diharapkan dapat:
(1) Menjelaskan penurunan persamaan Schrodinger dalam koordinat bola.
(2) Menjelaskan ruang lingkup berlakunya penggunaan persamaan Schodinger
berbentuk potensial bola.
(3) Menggunakan persamaan Schrodinger potensial bola untuk beberapa potensial
bola, seperti harmonik bola, osilator harmonik bola, dan atom hidrogen.
(4) Menjelaskan arti fisis yang terkandung pada persamaan Schrodinger potensial
bola.
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 287
8.1. Pengantar
Sebelumnya kita telah mempelajari persamaan Schrodinger pada
sistem satu dimensi dan dua dimensi. Selanjutnya, kita akan mempelajari
persamaan Schrodinger pada sistem 3D yang akan dijabarkan melalui
beberapa sub materi diantaranya: Persamaan Schrodinger untuk potensial
Bola, Harmonik Bola, Momentum Anguler, Osilator Harmonik 3D, dan
Atom Hidrogen.
(8.2)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 288
atau
(8.4)
(8.6)
ψ(r,θ,φ)≡ R(r)Y(θ,φ)
(8.7)
(8.8)
(8.9)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 289
Persamaan (8.9) kita kalikan dengan , sehingga menghasilkan:
Atau,
(8.10)
Persamaan (8.10) telah terpisah menjadi dua suku. Persamaan ini hanya
dapat dipenuhi jika masing-masing suku bernilai konstan. Kita ambil
konstanta tersebut . Pemilihan konstanta ini berkaitan dengan
bentuk solusi dari persamaan- persamaan yang dihasilkan. Persamaan
(8.10) kemudian menjadi:
(8.11)
(8.12)
Atau,
(8.13)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 290
(8.14)
(8.15)
(8.16)
Substitusi pers. (8.16) ke dalam pers. (8.13):
(8.17)
(8.18)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 291
(8.18.b)
Atau,
(8.22)
Pers (8.22) merupakan jumlah dari dua persamaan yang tidak saling
mempengaruhi. Persamaan yang pertama adalah fungsi dari θ,
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 292
sedangkan persamaan yang kedua adalah fungsi dari φ. Agar
keduanya selalu sama, maka hanya dipenuhi jika:
(8.22.a)
dan
(8.22.b)
a. Persamaan Azimuth
Pada persamaan (8.23) dapat dilihat bahwa ada bagian yang
hanya bergantung pada sudut azimut dan bagian yang bergantung pada
saja sehingga kedua variabel tersebut dapat dipisahkan dan suku
tengah yang merupakan fungsi azimut saja dimisalkan sama dengan
konstanta - m 2 , yaitu:
(8.23.a)
Atau,
(8.23.b)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 293
sinusoidal jika tetapan negatif. Maka solusi untuk persamaan ini hanya
diambil bagian pangkat positifnya. Selain itu, konstanta B kita biarkan
diserap oleh fungsi Θ(θ). Dengan demikian, persamaan (8.24) menjadi:
(8.25)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 294
(8.28)
m disebut dengan bilangan kuantum magnetik.
b. Persamaan Polar
Penyelesaian persamaan (8.22.a) dapat kita selesaikan
menggunakan persamaan polar dengan mengubah tetapan A dengan m 2.
Persamaan dapat ditulis:
(8.29)
Atau,
(8.30)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 295
Solusi dari persamaan angular diperoleh:
(8.34)
(8.35)
Sehingga:
(8.36.a)
(8.36.b)
Maka, didapatkan:
(8.36.c)
Sehingga:
(8.37)
Dari persamaan (8.20), (8.28), dan (8.37) diperoleh solusi bagian sudut:
(8.38)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 296
Fungsi disebut fungsi harmonik bola (spherical harmonics
function), dan tidak bergantung pada bentuk eksplisit potensial serta
memenuhi ortonormalitas:
(8.39)
3 15
Y , cos Y , sin cosei
10
4 21
8
3 15
Y , sin ei Y , sin2 e2i
8 32
11 22
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 297
Gambar 8.2.
Representasi
Permukaan
Ym ,
(8.41)
(8.42)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 298
(8.43)
(8.44)
(8.45.a)
(8.45.b)
Karena itu,
(8.45.c)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 299
Maka,
(8.46)
(8.47)
(8.48)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 300
Ilustrasi gerak elektronnya diberikan oleh gambar berikut:
Dari gambar 8.3 tampak bahwa kendala bagi arah momentum sudut
adalah:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 301
8.5. Atom Hidrogen
2 2
= 2
p
Ek (8.49)
2me 2m
V(r)= e2 1 (8.50)
40 r
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 302
2 e2 1 (8.51)
2
(r ) E (r )
40 r
2m e
(8.52)
Posisi relatif antara proton dan elektron ada atom hidrogen dapat
diilustrasikan seperti pada gambar dibawah ini:
me
θr
mp
(8.53a)
Dengan:
(8.54)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 303
Pendefinisian variabel baru:
Dan,
(8.55)
(8.56)
(8.57)
Solusi persamaan ini adalah:
(8.58a)
(8.58b)
(8.59a)
Jelas suku dominan ruas kiri adalah suku ketiga dan yang lainnya nol.
Sehingga persamaan menjadi:
(8.59b)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 304
Solusi yang memenuhi persamaan suku dominan ini adalah:
(8.60a)
(8.60b)
(8.61)
(8.62)
(8.63)
(8.64)
(8.65)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 305
Kita pilih ρ0 = 2n, maka as+1 dan seterusnya akan menjadi nol, dan smaks =
n – l – 1. Sehingga, deret (8.63) menjadi:
(8.66a)
Dengan:
(8.66b)
(8.67)
(8.68a)
(8.68b)
(8.69)
Dari indeks fungsi pada pers. (8.68) dan bentuk persamaan (8.67),
didapatkan n – l – 1 > 0. Sehingga untuk q tertentu nilai n – 1 > l.
n → l = 0, 1, 2, …, n-1 (8.70)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 306
Dibawah ini dijabarkan beberapa fungsi Laguerre:
(8.71a)
Dengan:
(8.71b)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 307
Dengan n = 1, 2, 3, … disebut bilangan kuantum utama dan Nn adalah
konstanta normalisasi yang ditentukan dengan prinsip:
(8.74a)
Dimana:
(8.74b)
Dengan a0 adalah radius Bohr seperti yang telah dijelaskan pada pers.
(8.71b). Dengan demikian, solusi lengkap fungsi gelombang radial
adalah:
(8.75)
3 0
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 308
8.5.2. Solusi Eigen dan Spektrum Hidrogen
(8.76a)
(8.76b)
Dengan:
n = 1, 2, 3, …
l = 0, 1, 2, …, n-1
m = 0, +1, +2, …, + l
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 309
Contoh:
Untuk bilangan kuantum n = 4, tuliskan fungsi eigen dengan
semua nilai l dan m yang mungkin!
Jawab:
Untuk n = 4,
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 310
Fungsi gelombang bersifat ortonormal yaitu:
(8.77a)
Dan
(8.77b)
(8.78)
l 0 1 2 3 …..
Notasi spektroskopik s p d f …..
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 311
ii. Untuk nilai l terbesar ( l =n-1), hanya mempunyai satu
gelembung. Sesuai dengan persamaan (8.75):
dipenuhi oleh:
(8.79)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 312
Contoh:
Hitunglah kemungkinan mendapatkan electron berada pada jarak
kurang dari jari-jari Bohr untuk atom Hidrogen dalam keadaan
dasar!
Jawab:
Fungsi radial keadaan daasar atom hidrogen
.
.
.
= 0,323
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 313
(8.80)
Energi ikat keadaan dasar ini dapat diartikan sebagai energi yang
harus diberikan untuk mengeluarkan elektron dari keadaan dasarnya
menjadi electron bebas.
Untuk n=2, maka l = 0 dengan m = 0 dan l = 1 dengan m = -1, 0, 1.
Energi hanya bergantung pada n.
(8.82)
Energi ini merupakan energi elektron dalam empat keadaan
tereksitasi pertama, yaitu:
(8.82a)
(8.82b)
dan
(8.82c)
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 314
Contoh:
Hitunglah energi kinetik rata-rata, energi potensial rata-rata,
elektron dalam keadaan dasar dari atom hidrogen!
Jawab:
Fungsi gel. keadaan dasar hanya bergantung pada jari-jari r,
Maka:
Sehingga:
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 315
Secara prinsip, jika atom hidrogen ditempatkan dalam keadaan
stasioner di ruang bebas maka atom hidrogen akan terus
mempunyai keadaan tersebut selamanya. Situasi menjadi berbeda ketika
atom di tembak dengan atom lain atau di sorot oleh berkas cahaya.
Ketika mengalami gangguan, atom dapat bertransisi menuju keadaan
lebih tinggi dengan menyerap energi atau turun ke keadaan lebih rendah
dengan melepas radiasi.
Selisih energi ketika elektron bertransisi dari keadaan awal ke
keadaan akhir diberikan oleh persamaan:
(8.83)
(8.84a)
Dengan:
(8.84b)
Yang disebut dengan tetapan Rydberg.
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 316
Gambar 8.8. Tingkat energi dan transisi dalam spektrum hidrogen
Latihan Soal!
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 317
Gloussarium
Daftar Pustaka
.
Arya, A.P. 2003. Elementary Modern Physics. California: Addison-
Wesley.
Beiser, A. 2001. Concepts of Modern Physics (3rd edition). New York:
McGraw-Hill Inc.
Halim.,A. (2010). Fisika Modern I. Syiah Kuala University Press.
Kopelma Darussalam-Banda Aceh.Krane, K. 2001. Fisika
Modern.Diterjemahkan oleh Hans J. Wospakrik. 1992. Jakarta,
Indonesia: UI-Press.
Kusminarto. 1993. Pokok-pokok Fisika Modern. Jakarta: DIKTI.
Purwanto, Agus. 2016. Fisika Kuantum. Yogyakarta: Gava Media
Serway, R.A., Moses, C.J. & Moyer, C.A. 2005. Modern Physics (3rd
Edition). United Kingdom: Thomson.
Taylor, J.R., Zafiratos, C.D., Dubson M.A. 2003. Modern Physics for
Scientists and Engineers (2nd Edition). Pearson, London:
Prentice-Hall.
Siregar, E.Rustam. 2018. Fisika Kuantum. Bandung: Penerbit Unpad
Sutrisno. 2003. Fisika Dasar: Fisika Modern. Bandung: Penerbit ITB.
A . H a l i m | F i s i k a K u a n t u m | 318
Dr.A.Halim, M.Si, lahir di Montasik, Aceh Besar tahun 1964. Setelah lulus MAN 1 Banda
Aceh tahun 1984 ia meneruskan Pendidikan S1 pada Program Studi Pendidikan Fisika FKIP
Unsyiah. Pada tahun 1990 ia lulus S1, diangkat menjadi staf Pengajar pada almamaternya
dan meneruskan program S2 bidang Fisika Material pada Jurusan Fisika ITB Bandung.
Setelah selesai S2 dan mengabdi 8 tahun di FKIP Unsyiah ia meneruskan program S3
Pendidikan Sains (Fisika) pada Department of Science Education, Education Faculty,
National University of Malaysia. Di samping sebagai pengajar pada program S1 dan S2 ia
juga aktif meneliti dan dalam tiga tahun terakhir ini ia sedang melakukan Research For
International Collaboration and International Publication dengan Education Faculty,
National University of Malaysia dalam bidang Exsistence of Science and Technology
Culture among Malaysian dan Indonesian Students. Banyak artikel yang telah diterbitkan
dalam jurnal terakreditasi Nasional Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran dan juga pada
jurnal Internasional Journal Sains Malaysiana dan Journal of Malaysia Education. Saat
sekarang ini ia sedang menunggu publikasi dua artikel: Relationship between undergraduate
students’ misconception of atomic models and classical physics dan The exsistence of
science and technology culture among Malaysian and Acehnese students pada Electronic
Journal of Science Education, Southwestern University, US
ISBN: 978-623-7780-98-4