LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusun
P27820821047
JURUSAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
A. Anamesa
1. Identitas Klien
Nama : Tn. S Penanggung Jawab Klien.
Jenis Kelamin : Laki-laki Nama : Ny. T
Umur : 58 th Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sidoarjo Hubungan dg Klien : Anak
Agama : Islam Umur : 29 th
Suku : Jawa Alamat : Gresik
Kependudukan : Indonesia Pekerjaan : Swasta
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan : Tamat SLTA
No.RM : 12.99.xx.xx
Tgl. MRS : 06 Desember 2021
Tgl. Pengkajian : 08 Desember 2021
Tgl. KRS : 10 Desember 2021
B. Keluhan Utama
1. Keluhan Utama
Nyeri pada bagian lutut kanan bekas operasi akibat kecelakaan 2 tahun lalu.
2. Riwayat Keluhan Utama
Pada tahun 2019 bulan Februari akhir, klien mengatakan bahwa mengalami
kecelakaan lalu lintas tunggal saat berangkat bekerja. Klien mengatakan sudah
mengalami operasi tiga kali di kaki kanan akibat permasalahan yang berbeda-beda di
RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Pada bulan Desmeber 2021, kali ini klien akan rencana
operasi dari dr. Orthopedi keempat dengan diagnosa medis Bone Exposed Tibia.
3. Upaya yang telah dilakukan
Klien dan keluarga mengatakan tidak pernah melakukan upaya pemeriksaan atau
pengobatan herbal, tradisional ataupun terapi dan penanganan lainnya selain
penanganan medis di rumah sakit. Tidak pernah pula mengkonsumsi obat-obatan
herbal, jamu dan lain sebagainya kecuali obat resep dokter.
4. Terapi / operasi yang pernah dilakukan
- Pada saat kejadian kecelakaan, pasien membawa ke IGD RS. Royal Surabaya dan
dirujuk di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
- Pasien operasi pertama di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada bulan Maret 2019.
- Pasien operasi kedua (Skingraft) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada bulan Juni
2020.
- Pasien operasi ketiga (pembersihan infeksi) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada
Agustus 2020.
- Pasien berencana dioperasi keempat (Bone exposed) di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya pada bulan Desember 2021.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab pada tanggal 6/12/2021 sebagai persiapan operasi.
*Hasil lab yang dicantumkan hanya sebagian indikator yang perlu diperhatikan.
Tgl Nilai
Indikator Hasil Satuan Keteragan
Pemeriksaan Rujukan
6 / 12 / 2021 PCR Negatif - Negatif -
HCT 49,8 41,3 – 52,1 Kritis
WBC 7,50 3,37 - 10,0 Kritis
Na 143,22 136 - 145 Kritis
GDA 101,34 100 - 126 Kritis
BUN 8 7 - 18 Kritis
Mahasiswa,
Assesment risiko jatuh pada pasien dewasa menggunakan Morse Fall Scale (Skala jatuh morse)
sebagai berikut :
Nama Klien : Tn. S
No. RM : 12.99.xx.xx
Diagnosa : CF Tibia Plateau + Bone Exposed.
Kategori
Risiko Tinggi : ≥ 45
Risiko Rendah : 25-44
Tidak ada risiko : 0-24
3.2 ANALISA DATA
3.2.1 Patofisiologi CF Tibia Teori
CF Tibia Plateau atau fraktur tibia plateau merupakan fraktur pada aspek
proksimal atau metafisis os tibia dan sering juga melibatkan permukaan sendi. Patah
tulang tibia plateau disebabkan oleh gaya varus atau valgus yang dikombinasikan
dengan gaya axial.
Tibia adalah tulang yang menahan beban utama dari kaki, yaitu sekitar 85% dari
seluruh beban tubuh. Tibia plateau terdiri dari permukaan articular medial dan lateral
atas yang merupakan kartilaginosa menisci. Medial plateau lebih besar dan concave
pada sagital dan coronal axes. Lateral plateau meluas lebih tinggi dan convex pada
bidang sagital dan koronal.
Tibia plateau normal adalah menyerong 10 derajat posteroinferior. Kedua plateau
dipisahkan satu sama lain oleh area interkondilaris, yang nonarticular dan yang
berfungsi sebagai lampiran tibialis dari ligamentum cruciatum. Tiga tulang
prominences ada 2-3 cm sebelah distal tibia plateau. Fraktur media plateau
berhubungan dengan cedera yang lebih berat dan lebih sering mencederai jaringan
lunak.
Mekanisme cedera biasanya berupa trauma adduksi atau juga biasanya berupa
pukulan langsung pada bagian lateral tungkai kaki terfiksasi pada permukaan tubuh.
Trauma menekan lutut ke arah valgus medial dan mendorong patah tulang sebelum
ligamen kolateral medial lutut robek. Lutut akan mengalami pembengkakan dan
mungkin mengalami deformitas. Memarnya biasanya luas dan jaringan terasa seperti
adonan / kebas karena hemartrosis. Hemartrosis yang besar, tegang dan nyeri harus
diaspirasi dalam keadaan aseptik. Pemeriksaan secara hati-hati (atau peeriksaan
dibawah anastesi) dapat menunjukkan ketidakstabilan medial atau lateral. Kaki dan
ujung kaki harus diperiksa dengan cermat untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda
cedera pembuluh darah atau neurologi.
3.2.2 Pathway CF Tibia dan Masalah Keperawatan Teori Trauma tidak langsung Osteoporosis
Kecelakaan pada tanggal 6/12/2021. Osteomielitis
Jatuh Keganasan, dll.
Trauma langsung Tekanan pada tulang
Hantaman, dll. pada tanggal
Berdasarkan tiga diagnosa utama yang diambil dalam asuhan keperawatan teori maka
intervensi keperawatan yang akan diterapkan adalah mengacu pada SDKI, SIKI dan SLKI
kemudian yang akan dikembangkan pada asuhan keparwatan kasus yang bersumber pada
beberapa jurnal sebagai evidancebased intervensi keperawatan.
Diagnosa
Intervensi Keperawatan
Keperawatan
D.0077 Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x3 jam Manajemen Nyeri
b/d trauma diharapkan tingkat nyeri menurun. (1.08238)
Kriteria hasil :
CF tibia d/d Observasi :
Cukup Cukup
mengeluh Memburuk Sedang Membaik
Memburuk Membaik
nyeri kaki 1 Frekuensi nadi
kanan hilang 1 2 3 4 5
2 Pola napas
timbul.
1 2 3 4 5
Cukup Cukup
Meningkat Sedang Menurun
Meningkat Menurun
3 Keluhan nyeri
1 2 3 4 5
4 Meringis
1 2 3 4 5
5 Gelisah
1 2 3 4 5
6 Kesulitan tidur
1 2 3 4 5
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x3 jam Reduksi Ansietas
D.0080
diharapkan tingkat ansietas menurun. (1.09314)
Ansietas b/d Kriteria hasil : Observasi :
Cukup Cukup
kurang Memburuk Sedang Menurun Identifikasi saat tingkat
Memburuk Menurun
terpapar ansietas berubah.
1 Konsentrasi
informasi 1
2 3 4 5
pembedahan
2 Pola tidur
d/d klien 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
mengeluh Meningkat Menurun
3 Perilaku gelisah
cemas pre-
1 2 3 4 5
operasi. 4 Verbalisasi kebingungan
1 2 3 4 5
5 Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi
1 2 3 4 5
6 Perilaku tegang
1 2 3 4 5
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x3 jam Dukungan Mobilisasi
D.0054
diharapkan mobilitas fisik meningkat. (1.05173)
Gangguan
Kriteria hasil : Observasi :
mobilitas
Cukup Identifikasi adanya nyeri
fisik b/d Cukup Meningka
Menurun Sedang Meningka atau keluhan fisik lainnya.
trauma CF Menurun t
t Identifikasi toleransi fisik
tibia d/d
1 Pergerakan ekstermitas melakukan pergerakan.
klien
Monitor kondisi umum
mengeluh 1 2 3 4 5
selama melakukan
kaki
2 Kekuatan otot monilisasi.
kanannya
Terapeutik :
tidak kuat 1 2 3 4 5
Fasilitasi aktivitas
untuk Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
mobilisasi dengan alat
digunakan Meningkat Menurun
saat berdiri. bantu.
Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu.
Fasilitasi keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan.
Terapeutik :
Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi.
Anjurkan melakukan
mobilisasi mandiri.
Anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk
ditempat tidur)
3 Nyeri
1 2 3 4 5
4 Kaku sendi
1 2 3 4 5
5 Gerakan terbatas
1 2 3 4 5
6 Kelemahan fisik
1 2 3 4 5
3.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Diagnosa
Tanggal Implementasi Hasil Paraf
Keperawatan
Nyeri akut b/d 08/12/21 Observasi :
trauma CF tibia Mengidentifikasi vital sign. TD : 128/89 mmHg, HR : 86
d/d mengeluh x/mnt, RR : 20 x/mnt.
nyeri kaki kanan Mengidentifikasi lokasi, Klien mengatakan nyeri hilang
hilang timbul. karakteristik, durasi, frekuensi, timbul pada lutu kaki kanannya.
kualitas, intensitas nyeri.
Mengidentifikasi skala nyeri. Skala nyeri :
P : Luka bekas operasi CF Tibia
Plateau 2 tahun lalu + Bone
exposed.
Q : Nyeri seperti ditusuk – tusuk
dengan jarum panas.
R : Ekstermitas posterior destra.
S:2
T : hilang timbul sejak operasi
ketiga dan tidak berlangsung
lama.
Mengidentifikasi respon nyeri Klien tampak meringis saat
non verbal. mengangkat kaki kanannya.
Mengidentifikasi faktor yang Klien mengatakan jika
memperberat dan memperingan digunakan menekuk pada lutut
nyeri. kanannya terasa nyeri kembali.
Mengidentifikasi pengetahuan Klien mengatakan lebih senang
dan keyakinan tentang nyeri. dikompres jika nyeri timbul.
Memonitor efek samping Klien mengatakan tidak pernah
penggunaan analgetik. mengkonsumsi obat antinyeri
sebab masih bisa menahan nyeri
dan mengkompresnya.
Terapeutik : Klien mengikuti selama 5 menit
Memberikan terapi dan mengatakan rasa nyeri
nonfarmakologis untuk berkurang.
mengurangi rasa nyeri (terapi
napas panjang).
Edukasi : Klien mengatakan lebih rileks
Menjelaskan strategi meredakan dengan menggunakan teknik
nyeri. nafas panjang.
P Intervensi dihentikan.
Gangguan mobilitas fisik b/d 08/12/21 S Klien mengatakan kaki kanan bekas operasi
trauma CF tibia d/d klien belum bisa dibuat tumpuan saat berdiri dan
mengeluh kaki kanannya tidak berjalan sehingga harus menggunakan alat bantu
kuat untuk digunakan saat jalan/krek.
O - Kekuatan otot kaki kanan tetap (belum
berdiri.
membaik).
- Gerakan terbatas
- ROM 5 5
4 5
- Terdapat luka bekas operasi close fraktur tibia.
- Klien menggunakan alat bantu jalan/krek untuk
aktivitas termasuk toileting.
A Masalah belum teratasi.
1. Nyeri Akut
Salah satu penatalaksanaan fraktur adalah dengan operatif (pembedahan). Setelah
dilakukannya tindakan pembedahan, pasien akan merasakan nyeri akibat insisi pembedahan.
Penatalaksanaan nyeri yang efektif adalah aspek yang penting dalam asuhan keperawatan.
Sehubungan dengan penanganan nyeri, disarankan untuk menggunakan kombinasi dengan
terapi non farmakologi, baik itu digunakan salah satu secara sendiri atau kombinasi
keduanya.Terapi non farmakologis adalah teknik yang digunakan untuk mendukung teknik
farmakologi dengan metode sederhana, murah, praktis dan tanpa efek samping yang
merugikan. Dalam pelaksanaan terapi non farmakologi, tenaga kesehatan yang memiliki
peran dominan adalah perawat karena merupakan tugas mandiri perawat dalam memberikan
intervensi keperawatan. Terdapat hasil telaah jurnal (1) yang menyatakan teknik
nonfarmakologis napas dalam mampu mengurangi nyeri pada pasien pasca operasi fraktur.
Prosedur teknik napas dalam yang bisa dianjurkan adalah adalah ciptakan lingkungan
yang tenang, usahakan tetap rileks dan tenang, menarik napas dalam dari hidung dan
mengisi paruparu dengan udara melalui hitungan 1,2,3, perlahan-lahan udara dihembuskan
melalui mulut sambil merasakan ekstremitas atas dan bawah rileks, anjurkan bernapas
dengan irama normal 3 kali, menarik napas lagi melalui hidung dan menghembuskan
melalui mulut secara perlahan-lahan, membiarkan telapak tangan dan kaki rileks, usahakan
tetap konsentrasi atau mata sambil terpejam, pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah
yang nyeri, anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang. waktu
penggunaan teknik napas dalam yang bisa dianjurkan untuk nyeri pada pasien pasca operasi
fraktur adalah pada jam 1, 2, 4, 8, 12, 24 setelah operasi dan saat merasakan nyeri. Pada
jurnal lainnya (2) juga juga menyatakan bahwa dari hasil penelitiannya menunjukan variabel
peneliti pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan skala nyeri pada pasien
fraktur di RSI Siti Khadijah Palembang (pvalue=0,001). Hal ini berarti terjadi penurunan
skala nyeri sesudah mendapatkan perlakuan teknik relaksasi nafas dalam pada pasien
fraktur, yaitu rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam adalah 4
dan setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam adalah 2,80. Keadaan ini
menggambarkan bahwa teknik relaksasi nafas dalan mempengaruhi skala nyeri pada pasien
fraktur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tindakan teknik relaksasi nafas dalam yang
dilakukan sesuai dengan aturan dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien fraktur.
Tidak hanya teknik nafas dalam untuk meredakan nyeri ternyata ada jurnal lain (3) yang
menyatakan terapi musik juga dapat mengurangi nyeri. Terapi musik adalah suatu bentuk
terapi dibidang kesehatan yang menggunakan musik dan aktivitas musik untuk mengatasi
masalah dalam berbagai aspek fisik, psikologis, kognitif dan kebutuhan sosial individu.
Musik dapat mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologis, seperti respirasi, denyut jantung, dan
tekanan darah. Musik juga merangsang pelepasan hormone endofrin, hormone tubuh yang
memberikan perasaan senang yang berperan dalam penurunan nyeri sehingga musik dapat
diguanakan untuk mengalihkan rasa nyeri sehingga pasien merasa nyerinya
berkurang.Terapi musik dirancang untuk mengatasi permasalahan yang berbeda serta
maknanya juga akan berbeda pada setiap orang. Untuk itu terapi musik digunakan secara
lebih komprehensif termasuk untuk mengatasi rasa sakit, manajemen stress dan nyeri.
Mendengarkan musik akan mengalihkan perhatian terhadap nyeri (distraksi) dan
memberikan rasa nyaman dan rilek (relaksasi), musik dapat digunakan sebagai terapi musik
untuk meningkatkan kemampuan manusia terhadap berbagai jenis penyakit dan dapat
dimanfaatkan sebagai aktivitas distraksi. Tekhnik distraksi dengan terapi musik akan
membantu melepaskan endorphin yang ada dalam tubuh, sehingga dapat menghambat
transmisi nyeri. Endhorphin merupakan substansi seperti morphin yang diproduksi oleh
tubuh dan mempunyai konsentrasi kuat dalam sistem syaraf, endhorphin ini berfungsi
sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri yang memblok transmisi impuls dalam otak dan
medulla spinalis. Kesimpulannya terapi ini mampu memberikan pengaruh positif untuk
mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri pasca operasi. Selanjutnya terdapat jurnal (4)
yang menyatakan bahwa pelaksanaan mobilisasi dan ambulasi dini dapat mampu meredakan
nyeri.
Terjadinya fraktur mengakibatkan adanya kerusakan syaraf dan pembuluh darah yang
menimbulkan rasa nyeri. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi. Nyeri yang timbul pada fraktur bukan semata-mata karena frakturnya
saja, namun karena adanya pergerakan fragmen tulang. Untuk mengurangi nyeri tersebut,
dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan teknik imobilisasi (tidak
menggerakkan daerah yang fraktur). Penatalaksanaan nyeri dilakukan membantu meredakan
rasa nyeri dengan pendekatan farmakologi dan non farmakologi dengan cara lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif, kendalikan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap nyeri. Latihan ambulasi dini dan mobilisasi berfungsi
untuk mengembalikan fungsi tubuh dan mengurangi nyeri karena dapat meningkatkan
sirkulasi darah yang akan memicu penurunan nyeri
2. Gangguan Mobilitas Fisik
Salah satu tindakan yang dilakukan pasien post operasi pemasangan O.R.I.F. (Open
Reduction and Internal Fixation). pada fraktur ekstremitas bawah adalah mobilisasi dini,
yaitu untuk mencegah terjadinya kontraktur. Mobiliasi dini merupkan suatu pergerakan
tubuh yang dilakukan oleh pasien yang sudah sadar dari penggunaan anestesi, pergerakan
yang dimaksud antara lain: latihan miring kanan-miring kiri, duduk, berdiri, serta berjalan.
Menurut jurnal (9), Mobilisasi dini merupakan pergerakan yang dilakukan pasien post
pembedahan, yang meliputi latihan gerak ringan di atas tempat tidur, seperti miring kanan-
miring kiri, menggerakkan kaki hingga dapat berdiri dan berjalan disekitar tempat tidur.
Mobilisasi bertujuan untuk memenuhi kabutuhan dasar manusia seperti: melakukan aktivitas
seharihari, melindungi serta mempertahankan diri dari trauma, mempertahankan keyakinan
diri, serta mengekspresikan emosi dengan gerakan tubuh nonverbal. Dalam masalah
keperawatan gangguan mobilitas fisik sangat diperlukan dari tenaga medis untuk melatih
pasien dalam mobilisasi sesuai standard oprasional prosedur. Mobilisasi sangat penting
dilakukan pada pasien pasca operasi untuk mengembalikan fungsi tubuh. Pada jurnal ini (10)
peneliti menentukan efek self-efficacy pasien pasca operasi dengan ORIF dalam latihan
mobilisasi ekstremitas bawah. Hasil penelitian membuktikan bahwa self efikasi cukup
berpengaruh dan signifikan terhadap perilaku latihan mobilisasi ekstremitas bawah pada
pasien post operasi ORIF. Sehingga dengan meningkatkan kemampuan self efikasi pasien
dengan memberikan pengetahuan yang cukup dan mendorong motivasi pasien serta
mendukung pasien selama menjalani tahap pemulihan selama di rumah sakit setelah
menjalani operasi ORIF untuk mandiri akan dapat membentuk self efikasi yang baik pada
pasien dan nantinya akan dapat meningkatkan perilaku positif dalam latihan mobilisasi
ekstremitas bawah. Self-efficacy adalah keyakinan dalam kemampuan seseorang untuk
mengatur dan melaksanakan program tindakan yang diperlukan untuk mengelola situasi
yang akan terjadi. Self-efficacy dinilai mampu memprediksi perilaku positif yang akan
ditampakkan seseorang. Self efficacy merupakan prediktor yang signifikan untuk
menentukan perilaku positif latihan mobilisasi post operasi pasien dengan pembedahan
ektremitas bawah. Upaya peningkatan self-efficacy dapat dilakukan melalui pemberian
edukasi. Edukasi merupakan proses interaktif yang mendorong terjadinya pembelajaran, dan
pembelajaran merupakan upaya penambahan pengetahuan baru melalui penguatan praktik
dan pengalaman tertentu. (11) Fraktur terjadi jika tulang dikenai tekanan yang lebih besar
dari yang dapat diabsorbsinya. Setelah tindakan post ORIF masalah yang biasanya timbul
adalah nyeri, deformitas, atrofi otot, keterbatasan Range of Motion (ROM) dan penurunan
kekuatan otot yang berakibat pada gangguan fungsional.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas terapi latihan dalam
meningkatkan kemampuan fungsional tungkai bawah pada kasus post ORIF fraktur cruris
dextra. Metode yang digunakan adalah studi kasus tunggal berbasis bukti, dengan
memberikan intervensi fisioterapi pada seorang laki-laki berumur 25 tahun. Terapi latihan
yang diberikan adalah latihan AROM, Hold-relax, HSE, QSE, selama 2 minggu dengan 5
kali evaluasi. Penilaian intensitas nyeri menggunakan VAS, penilaian lingkup gerak sendi
(LGS) menggunakan goniometer, penilaian kekuatan otot menggunakan MMT, serta untuk
menilai perkembangan fungsional pasien dilakukan pengukuran menggunakan parameter
LEFS (Lower Extremity Fuctional Scale). Terdapat penurunan nilai VAS nyeri gerak diakhir
sesi terapi, terdapat peningkatan LGS regio lutut serta pergelangan kaki, terdapat
peningkatan MMT, dan peningkatan kemampuan fungsional dengan dari nilai 15 menjadi
59, yang menunjukkan bahwa terdapat peningkatan terhadap kemampuan fungsional pasien
sebanyak 55%.
Studi ini menunjukan bahwa metode terapi latihan dapat meningkatkan kemampuan
fungsional pada kasus fraktur yang diukur menggunakan parameter LEFS. (12) Berdasarkan
standar operasional prosedur penatalaksaan pasien post operasi ORIF ekstremitas bawah,
pada 24 jam pertama sebaiknya dilakukan mobilisasi dini bertujuan untuk memperbaiki
sirkulasi, mengurangi komplikasi imobilisasi post operasi, mempercepat pemulihan
peristaltik usus sehingga mempercepat pemulihan pasien paska operasi. Melakukan
mobilisasi sedini mungkin dapat mencegah terjadinya kontraktur, tromboplebitis, dekubitus,
konstipasi sehingga penting dilakukan secara kontinyu. Sebagian besar pasien di rumah sakit
harus menjalani mobilisasi, dimanapasien harus tirah baring karena terapi atau penyakit
yang diderita.
DAFTAR PUSTAKA
4. Dewanto, George. Dkk. 2016. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Syaraf. Jakarta:
EGC
5. Padila. 2017. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
10. Nanda NIC NOC, 2015-2017. Edisi 10:Intervensi dan implementasi keperawatan.
17. Riyadina Woro, Suhardi & Meda Perman. 2016. Pola dan Determinan
Sohodemografi Cidera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia.
18. Sayono. Mekar, DA. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Bidang
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
19. Nazir, M. 2015. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
20. Nursalam. 2015. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Imu Keperawatan
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen, Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Salemba
Medika