Anda di halaman 1dari 38

STASE KEPERAWATAN DASAR

LAPORAN PENDAHULUAN

CF TIBIA PLATEAU (D) POST ORIF + BONE EXPOSED TIBIA

PADA PASIEN DI RUANG FLAMBOYAN RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Penyusun

SEVITA FASHA QUSNUL QOTIMAH

P27820821047

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA

TAHUN AJARAN 2021 / 2022


ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

CF TIBIA PLATEAU (D) POST ORIF + BONE EXPOSED TIBIA

3.1 PENGKAJIAN
A. Anamesa

1. Identitas Klien
Nama : Tn. S Penanggung Jawab Klien.
Jenis Kelamin : Laki-laki Nama : Ny. T
Umur : 58 th Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sidoarjo Hubungan dg Klien : Anak
Agama : Islam Umur : 29 th
Suku : Jawa Alamat : Gresik
Kependudukan : Indonesia Pekerjaan : Swasta
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan : Tamat SLTA

No.RM : 12.99.xx.xx
Tgl. MRS : 06 Desember 2021
Tgl. Pengkajian : 08 Desember 2021
Tgl. KRS : 10 Desember 2021

B. Keluhan Utama
1. Keluhan Utama
Nyeri pada bagian lutut kanan bekas operasi akibat kecelakaan 2 tahun lalu.
2. Riwayat Keluhan Utama
Pada tahun 2019 bulan Februari akhir, klien mengatakan bahwa mengalami
kecelakaan lalu lintas tunggal saat berangkat bekerja. Klien mengatakan sudah
mengalami operasi tiga kali di kaki kanan akibat permasalahan yang berbeda-beda di
RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Pada bulan Desmeber 2021, kali ini klien akan rencana
operasi dari dr. Orthopedi keempat dengan diagnosa medis Bone Exposed Tibia.
3. Upaya yang telah dilakukan
Klien dan keluarga mengatakan tidak pernah melakukan upaya pemeriksaan atau
pengobatan herbal, tradisional ataupun terapi dan penanganan lainnya selain
penanganan medis di rumah sakit. Tidak pernah pula mengkonsumsi obat-obatan
herbal, jamu dan lain sebagainya kecuali obat resep dokter.
4. Terapi / operasi yang pernah dilakukan
- Pada saat kejadian kecelakaan, pasien membawa ke IGD RS. Royal Surabaya dan
dirujuk di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
- Pasien operasi pertama di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada bulan Maret 2019.
- Pasien operasi kedua (Skingraft) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada bulan Juni
2020.
- Pasien operasi ketiga (pembersihan infeksi) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada
Agustus 2020.
- Pasien berencana dioperasi keempat (Bone exposed) di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya pada bulan Desember 2021.

C. Riwayat Keperawatan (Nursing History)


1. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Nyeri hilang timbul pada lutut kaki kanan bekas operasi sebelumnya. Aktivitas
terbatas karena menggunakan krek.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tahun 2019 bulan Februari akhir, klien mengalami kecelakaan lalu lintas tunggal
saat akan bekerja. Kemudian klien dibawa ke IGD RS. Royal Surabaya tetapi melihat
keadaan patah tulang (open fraktur) yang parah, dokter merujuk klien ke RSUD Dr.
Soetomo Surabaya. Kemudian klien dirujuk dan dirawat diruang Flamboyan RSUD
Dr. Soetomo Surabaya. Klien dijadwalkan operasi pada awal bulan Maret 2019.
Setelah sembuh dan melakukan perawatan dirumah, klien mengeluh adanya luka
bewarna hitam di lutut kanan bekas operasi. Kemudian Dokter kembali menjadwalkan
operasi Skingraft pada lutut klien yang diambil dari kulit pada paha atas kanan klien
dikarenakan jaringan kulit pada luka bekas operasi pertama telah mati (nekrosis)
dibulan Juni 2020. Setelah operasi, klien mendapatkan perawatan luka di rumah oleh
perawat dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya tapi belum juga membaik. Klien mengeluh
nyeri pada tulang alhasil klien tidak kunjung bisa berjalan meski sudah berlatih.
Kemudian kaki klien juga muncul seperti cairan di dalam daging yang rasanya nyeri
dan kaki kanan yang semakin hari semakin membengkak. Setelah dikontrol kembali,
dokter mengatakan bahwa ada infeksi pada kaki kanan bekas operasi ke dua. Sehingga
dokter menjadwalkan operasi kembali untuk membersihkan infeksi tersebut. Operasi
ketiga berjalan lancar dan tidak ada keluhan. Namun pada bulan Agustus 2020, klien
kembali mengeluh nyeri hilang timbul pada kaki kanannya, saat dikontrolkan kembali
dokter mengatakan tulang tibia klien mengalami kematian jaringan sehingga harus
kembali di operasi pada bulan Desember 2021. Rencananya tulang tibia kanan yang
mati akan diambilkan dari tulang panggul klien. Hari Senin, 6 Desember 2021 pukul
16.36 WIB klien MRS di ruang Flamboyan RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan
dijadwalkan operasi pada hari Rabu tanggal 8 Desember 2021.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan tidak memiliki penyakit penyerta, tidak memiliki penyakit
komorbid tetapi memiliki penyakit asam urat dan kolesterol.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak memiliki penyakit turunan dari keluarga seperti diabetes
miletus atau hipertensi, HIV, TBC dan lain sebagainya.
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Klien dan mengatakan tinggal di area perumahan Sidoarjo selama 2 tahun dan
sebelumnya tinggal di rumah kontrakan di Surabaya. Di rumah klien yang baru ini,
klien dan mengatakan bahwa lingkungan tempat tinggal bersih, namun kurang
tumbuhan hijau sehingga jika musim panas akan sangat terasa panas. Lokasi
pembuangan limbah rumah tangga ada di depan rumah yang setiap hari di angkut oleh
petugas sampah setiap pagi. Ukuran rumah klien 6x12 meter dengan ventilasi cukup
bagus dan aliran got air lancar, air bersih menggunakan PDAM dan sumur.
Belakangan musim hujan, tidak didapati kasus DBD, diare, muntaber pada klien dan
keluarga juga tetangga sekitar.
6. Riwayat Kesehatan Lainnya
(pasien bukan seorang ibu (keluarga berencana))
Alat bantu yang dipakai
Gigi palsu : ( ) Ya ( √ ) Tidak
Kacamata : (√ ) Ya ( ) Tidak
Pendengaran : ( ) Ya ( √ ) Tidak
Lain-lain (sebutkan): Klien menggunakan alat bantu jalan, krek/tongkat jalan.
7. Riwayat psikososial
Klien mengatakan semenjak kecelakaan, klien tidak lagi dapat bekerja membantu istri
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, klien selalu membantu istri dirumah
saat memasak atau menerima pesanan cathering.

D. Pola Fungsi Kesehatan

1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup


a. Kebiasaan
Merokok : (√ ) Ya, 3-5 btg/hari ( ) Tidak
Penggunaan tembakau : ( ) Ya ( √ ) Tidak
Penggunaan alkohol : ( ) Ya ( √ ) Tidak
Olahraga/gerak badan : (√ ) Ya ( ) Tidak
- Lamanya 15 menit/ hari.
- Frekuensi satu kali/hari.
b. Status ekonomi
Klien mengatakan tidak bekerja semenjak kecelakaan. Dan membantu istrinya
bekerja di rumah yaitu menerima cathering. Pendapatan istri untuk klien dan istri
(berdua dirumah) sekitar tiga ratus ribu/hari atau tergantung dengan ada atau tidak,
banyak sedikitnya pesanan.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
a. Pemenuhan nutrisi
Waktu Jenis Makanan/Cairan Jumlah
Pagi Diiet TKTP -
Siang Diiet TKTP -
Malam Diiet TKTP -
b. Minum 1,5 Liter/hari.
c. Kesulitan menelan ( ) Ya ( √ ) Tidak
d. Keadaan yang mengganggu nutrisi : Tidak ada.
( ) Alergi ( ) Neusea ( ) Pantangan
( ) Anoreksia ( ) Kelelahan ( ) Vomitting
( ) Nyeri kronis ( ) Atomatitis
e. Status gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh :
Postur tubuh : Gemuk (√ ) Ya Kurus ( ) Tidak
Keadaan rambut : Bersih, pendek dan rapi. Rambut sudah beruban.
BB/TB : 90kg/160cm. IMT 35,16 (Gemuk)
Perkembangan berat badan : Tetap, klien selama sakit tidak mengalai
penurunan atau penambahan berat badan.
Diit : TKTP dari tim gizi.
Pengetahuan tentang nutrisi : Klien mengatakan bahwa tahu untuk perlu
mengelola diit makanan mengingat IMT dan faktor
usia namun klien mengaku belom ada motivasi
dalam melakukan upaya tersebut.
3. Pola Eliminasi
a. Kebiasaan defekasi sehari-hari
Selama dua tahun klien sakit, klien tidak mengalami perubahan defekasi seperti
sebelum sakit. Defekasi normal dengan ;
Frekuensi : 1 – 2 kali sehari pada pagi hari bangun tidur.
Kesulitan defekasi : tidak ada.
Feses konsistensi : padat, warna : kuning khas, bau : normal khas.
b. Kebiasaan miksi sehari-hari
Selama dua tahun klien sakit, klien tidak mengalami perubahan miksi seperti
sebelum sakit. Miksi normal dengan ;
Frekuensi : 3 – 5 kali sehari.
Kesulitan miksi : tidak ada.
Urine konsentrasi : jernih.
Warna : kuning jernih.
Kualitas/jumlah : ± 50 – 100cc/miksi.
Upaya mengatasi kesulitan : tidak ada.
4. Pola Tidur dan Istirahat
a. Lamanya tidur : ± 6 – 7 jam.
b. Jatuh tidur dalam waktu : antara pukul 22.00 – 23.00 WIB.
c. Suasana lingkungan : tidak ada spesifik, asal nyaman.
d. Keluhan verbal : tidak ada.
e. Merasa nyaman setelah tidur : tidur malam lebih awal agar pagi hari bisa
beraktivitas fisik ringan.
f. Gangguan selama tidur : apabila cuaca panas.
g. Kebiasaan tidur : tidak ada spesifik.
h. Upaya mengatasi kesulitan tidur : tidak ada.
5. Pola Aktivitas
a. Aktivitas sehari-hari : Klien membantu istri memasak untuk pesanan.
b. Aktivitas untuk penggunaan waktu senggang : Klien sering diajak tetangga untuk
berkumpul melihat tontonan sepak bola, ngopi bersama di pos RT setempat.
c. Kebutuhan gerak dan latihan
Kebiasaan latihan : Klien melakukan aktivitas fisik ringan seperti
senam pagi didepan rumah selama 15 menit.
Upaya pergerakan sendi : Senam kaki dan senam pagi 15 menit sehari.
Kekuatan otot :5 5
4 5
Kesulitan yang dihadapi : terbatas karena menggunakan krek / tongkat jalan
karena kaki kanan klien masih belum bisa digunakan untuk berjalan normal.
6. Pola Hubungan dan Peran
a. Hubungan kerja : Semenjak klien sakit, klien tidak lagi bekerja.
Namun klien membantu istri klien dalam berjualan makanan.
b. Interaksi dengan orang lain : Klien mengatakan interkasi dengan tetangga dan
orang sekitarnya baik dan masih terus aktif dalam kegiatan RT dirumah.
c. Interaksi dengan keluarga : Klien mengatakan selama sakit, klien dijaga oleh
istri dirumah dan kedua anaknya rajin menjenguk bersama keluarganya masing-
masing. Selama berobat / kontrol di rumah sakit, klien ditemani oleh istri dan anak
pertamanya (perempuan) dan diantar jemput oleh anak keduanya (laki-laki). Klien
dan keluarga merasa senang jika bisa berkumpul bersama walaupun untuk
mengantar Klien ke rumah sakit. Klien mempunyai hubungan yang baik dan akrab
terhadap sanak saudaranya dilihat dari persiapan operasi, sanak saudaranya
bergantian memberikan dukungan melalui video telfon dan juga mengirim
makanan atau bingkisan, baik pada operasi pertama dahulu sampai operasi
keempat ini.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
a. Body Image
- Respon verbal dan non verbal yang negatif disebabkan perubahan fungsi dan
struktur tubuh : ( ) Ya ( √ ) Tidak , klien mengatakan sudah menerima
segala hal yang terjadi pada dirinya. Klien juga tidak merasa kapok untuk
keempat kalinya dilakukan operasi kembali. Klien mengatakan tenang dan
menikmati proses pengobatannya.
- Pasien tidak mau melihat bagian badannya : ( ) Ya ( √ ) Tidak
- Pasien tidak menyentuh bagian badannya : ( ) Ya ( √ ) Tidak
- Menyembunyikan / overxpousing bagian badannya : ( ) Ya ( √ ) Tidak
- Perubahan dari kegiatan sosialnya : ( ) Ya ( √ ) Tidak , Klien
mengatakan interkasi dengan tetangga dan orang sekitarnya baik dan masih terus
aktif dalam kegiatan RT dirumah. Walaupun klien tidak bisa beraktivitas jauh
namun masih aktif dalam kegiatan sosial di lingungkan rumah.
- Perasaan negatif
Tidak berdayaan : ( ) Ya ( √ ) Tidak , Klien mengatakan tetap
bisa melakukan aktivitas dan menikmatinya walaupun kini terbatas dan
menggunakan alat bantu berjalan.
Merasa tidak punya harapan : ( ) Ya ( √ ) Tidak , Klien selalu terus
berharap bahwa kakinya dapat sembuh. Klien mengatakan jikalau tidak bisa
dibuat berjalan setidaknya kaki klien tidak ada infeksi saja, klien sangat
bersyukur.
b. Self Esteen
- Verbalisasi perasaan negatif pada dirinya : ( ) Ya ( √ ) Tidak , klien
selalu mengucapkan kalimat positif saat membahas mengenai kondisi kaki yang
dialaminya.
- Ekspresi rasa malu : ( ) Ya ( √ ) Tidak , klien selalu bersemangat saat
membicarakan jadwal dan persiapan operasi agar cepat sembuh dan terlewati.
- Evaluasi diri bahwa dirinya tdak cakap melakukan sesuatu : ( ) Ya (√)
Tidak
- Merealisasikan diri dan menolak feed back yang positif tentang kelemahan :
( ) Ya ( √ ) Tidak
- Merasa canggung untuk encoba hal-hal baru atau situasi baru : ( ) Ya (√)
Tidak
- Terdapat riwayat seringnya ketidaksuksesan dalam hidupnya : ( ) Ya (√)
Tidak
- Banyak bergantung pada pendapat orang lain : ( ) Ya ( √ ) Tidak
- Kontak mata jarang dilakukan : ( ) Ya ( √ ) Tidak
- Perilaku tidak asertif : ( ) Ya ( √ ) Tidak
- Terlalu banyak minta perlindungan orang lain : ( ) Ya ( √ ) Tidak
c. Identitas Disfusion (Kekacauan Identitas)
- Tidak adanya pegangan moral : ( ) Ya ( √ ) Tidak , klien tetap
melaksanakan sholat 5 waktu sebagaimana biasanya dengan duduk dikursi
semenjak sakit.
- Mempunyai perasaan yang kosong : ( ) Ya ( √ ) Tidak , klien selalu
merasa tenang dan menikmati setiap proses untuk kesembuhannya dengan
dukungan dari keluarga besar yang sangat besar.
- Mempunyai kebingungan terhadap terhadap jenis kelamin : ( ) Ya (√)
Tidak
- Kecemasan derajat tinggi : ( ) Ya ( √ ) Tidak , klien selalu merasa tenang dan
menikmati setiap proses untuk kesembuhannya dengan dukungan dari keluarga
besar yang sangat besar.
- Tidak bisa merasakan empati terhadap orang lain : ( ) Ya ( √ ) Tidak , klien dan
keluarga mempunyai acara keluarga setiap hari jum’at yakni bagi – bagi
makanan gratis terhadap kuli bangunan di daerah rumah keluarga.
- Problem dalam hubungan intim : ( ) Ya ( √ ) Tidak
- Mengidealkan ciri secara tidak realistis : ( ) Ya ( √ ) Tidak
8. Pola Sensori dan Kognitif
a. Sensori : Semua indra sensori masih dapat berfungsi dengan normal.
b. Kognitif : Proses berpikir klien lancar, isi poikiran klien logik, daya ingat klien
sedang (faktor usia), klien tidak ada waham.

9. Pola Reproduksi Seksual


a. Klien mengatakan hubungan dengan istri sudah lebih seperti sahabat. Sehingga
pola hubungan klien dan istri kini adalah saling support dan sentuhan, kualitas
waktu bersama.
b. Jumlah anak klien adalah dua orang. Anak pertama perempuan dan yang kedua
laki-laki. Semua sudah menikah dan masing-masing memiliki anak yang masih
balita.
c. Klien dan istri menikah di umur yang cukup yakni saat berusia 24 tahun dan sang
istri berusia 23 tahun.
10. Pola Penanggulangan Stress
a. Penyebab stress : Klien mengatakan tidak takut terhadap operasi
keempat ini, namun klien merasa sedikit cemas karena klien khawatir pasca
operasi apakah panggulnya dapat dibuat duduk lagi atau tidak karena tindakan
operasinya adalah dengan pengambilan tulang panggul klien untuk ditempel di
tulang kaki kanan.
b. Mekanisme terhadap stresor : Klien mengatakan lebih tenang jika berdiskusi
dengan keluarga seputar operasinya karena klien merasa dengan berdiskusi sambil
bercanda dapat membuat klien lebih merasa tenang.
c. Adaptasi terhadap stress : Klien merasa lebih tenang saat mendekati jadwal
operasi dikarenakan klien sudah merasa siap.
11. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Klien menganut agama Islam, tetap menjalankan sholat 5 waktu sebagaimana biasanya
dengan duduk dan tetap menjalankan puasa. Dengan tetap sholat dan puasa klien
merasa lebih tenang terhadap segala upaya pengobatan klien dan keadaan klien selama
dua tahun akhir ini.

E. Pemeriksaan Fisik (Persistem B1-B6)


1. B1 (Breathing)
- RR : 20 x/mnt, spontan tanpa oksigen tambahan.
- SPO2 : 98%, spontan.
- Tidak ada suara nafas tambahan.
- Jalan nafas clear.
2. B2 (Blood)
- TD : 128/89 mmHg.
- HR : 88 x/mnt, reguler, kuat.
- Perfusi jaringan : HKM (hangat, kering, merah).
- CRT : < 2 detik, tidak ada sianosis.
- Klien mendapat terapi cairan RL 500cc/24 jam/IV sehari sebelum tindakan operasi
dimulai.
- Tidak mendapat terapi oral/injeksi apapun selama pre-op di ruangan.
- Suara S1 dan S2 terdengar tunggal.
3. B3 (Brain)
Kesadaran umum baik, compos mentis dengan GCS 456.
4. B4 (Bladder)
Frekuensi klien dalam berkemih 3 – 5 kali sehari dengan konsentrasi urine kuning
jernih, berbau khas. Jumlah output cairan urine dalam sekali berkemih adalah ± 50 –
100 cc.
5. B5 (Bowel)
Frekuensi klien dalam defekasi 1 – 2 kali sehari pada pagi hari bangun tidur, rutin.
Tidak ada kesulitan defekasi, feses konsistensi padat, bewarna kuning khas, berbau
normal khas. Tidak ada riwayat hemoroid.
6. B6 (Bone)
- Kekuatan otot : 5 5
4 5
- Keterbatasan pergerakan ekstermitas yang dialami klien dengan bantuan krek /
tongkat jalan karena kaki kanan klien masih belum bisa diguankan untuk berjalan
normal.
- Klien mengeluh nyeri pada ekstermitas kanan bawah dengan skala nyeri sebagai
berikut :
Pengkajian Skala Nyeri.
P (Provokatif / Paliatif) : Luka bekas operasi CF Tibia Plateau 2 tahun lalu + Bone
exposed.
Q (Qualitas / Quantitas) : Nyeri seperti ditusuk – tusuk dengan jarum panas.
R (Region / Radiasi) : Ekstermitas posterior destra.
S (Skala Seviritas) :2
T (Timing) : hilang timbul sejak operasi ketiga dan tidak berlangsung
lama.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab pada tanggal 6/12/2021 sebagai persiapan operasi.
*Hasil lab yang dicantumkan hanya sebagian indikator yang perlu diperhatikan.

Tgl Nilai
Indikator Hasil Satuan Keteragan
Pemeriksaan Rujukan
6 / 12 / 2021 PCR Negatif - Negatif -
HCT 49,8 41,3 – 52,1 Kritis
WBC 7,50 3,37 - 10,0 Kritis
Na 143,22 136 - 145 Kritis
GDA 101,34 100 - 126 Kritis
BUN 8 7 - 18 Kritis

G. Terapi yang sedang berjalan


a. Obat – obatan : Tidak ada terapi oral, RL 500cc/24 jam/IV.
b. Tindakan pengobatan : Bone Exposed ronde 2.
c. Diet : Klien puasa (makan + minum) sejak pukul 24.00 WIB
pada tanggal 8/12/2021 untuk persiapan operasi pada 9/12/2021 siang.
Surabaya, 14/12/2021

Mahasiswa,

Sevita Fasha Qusnul Qotimah


ASSESMENT JATUH PASIEN DEWASA

Assesment risiko jatuh pada pasien dewasa menggunakan Morse Fall Scale (Skala jatuh morse)
sebagai berikut :
Nama Klien : Tn. S
No. RM : 12.99.xx.xx
Diagnosa : CF Tibia Plateau + Bone Exposed.

Faktor Resiko Skala Poin Skor pasien


Riwayat jatuh Ya 25 25
Tidak 0
Diagnosa sekunder Ya 15
(≥2 diagnosa medis)
Tidak 0 0
Berpegangan pada perabot 30
Berpegangan pada perabot 15 15
Tidak ada/kursi roda/perawat/tirah baring. 0
Terpasang infuse Ya 20 20
Tidak 10
Gaya berjalan Terganggu 20
Lemah 10 10
Normal/tirah baring/imobilisasi. 0
Status mental Sering lupa akan keterbatasan yang dimiliki 15
Sadar akan kemampuan diri sendiri 0 0
Total 70 (RT)

Kategori
Risiko Tinggi : ≥ 45
Risiko Rendah : 25-44
Tidak ada risiko : 0-24
3.2 ANALISA DATA
3.2.1 Patofisiologi CF Tibia Teori
CF Tibia Plateau atau fraktur tibia plateau merupakan fraktur pada aspek
proksimal atau metafisis os tibia dan sering juga melibatkan permukaan sendi. Patah
tulang tibia plateau disebabkan oleh gaya varus atau valgus yang dikombinasikan
dengan gaya axial.
Tibia adalah tulang yang menahan beban utama dari kaki, yaitu sekitar 85% dari
seluruh beban tubuh. Tibia plateau terdiri dari permukaan articular medial dan lateral
atas yang merupakan kartilaginosa menisci. Medial plateau lebih besar dan concave
pada sagital dan coronal axes. Lateral plateau meluas lebih tinggi dan convex pada
bidang sagital dan koronal.
Tibia plateau normal adalah menyerong 10 derajat posteroinferior. Kedua plateau
dipisahkan satu sama lain oleh area interkondilaris, yang nonarticular dan yang
berfungsi sebagai lampiran tibialis dari ligamentum cruciatum. Tiga tulang
prominences ada 2-3 cm sebelah distal tibia plateau. Fraktur media plateau
berhubungan dengan cedera yang lebih berat dan lebih sering mencederai jaringan
lunak.
Mekanisme cedera biasanya berupa trauma adduksi atau juga biasanya berupa
pukulan langsung pada bagian lateral tungkai kaki terfiksasi pada permukaan tubuh.
Trauma menekan lutut ke arah valgus medial dan mendorong patah tulang sebelum
ligamen kolateral medial lutut robek. Lutut akan mengalami pembengkakan dan
mungkin mengalami deformitas. Memarnya biasanya luas dan jaringan terasa seperti
adonan / kebas karena hemartrosis. Hemartrosis yang besar, tegang dan nyeri harus
diaspirasi dalam keadaan aseptik. Pemeriksaan secara hati-hati (atau peeriksaan
dibawah anastesi) dapat menunjukkan ketidakstabilan medial atau lateral. Kaki dan
ujung kaki harus diperiksa dengan cermat untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda
cedera pembuluh darah atau neurologi.
3.2.2 Pathway CF Tibia dan Masalah Keperawatan Teori Trauma tidak langsung  Osteoporosis
 Kecelakaan pada tanggal 6/12/2021.  Osteomielitis
 Jatuh  Keganasan, dll.
Trauma langsung Tekanan pada tulang
 Hantaman, dll. pada tanggal

Tidak mampu meredam energi yang Kondisi patologis


terlalu besar
Tulang rapuh
FRAKTUR
Tidak mampu
Pergerakan fragmen menahan berat badan

Menembus kulit tulang


Merusak
(fraktur terbuka) Prosedur
jaringan
pembedaha
Kerusakan jaringan Pelepasan Mediator Deformitas Kurang Tindakan
lapisan kulit nyeri (histamin, terpapar infasif
prostaglandin, informasi Perdarahan
bradikinin, Gangguan fungsi mengenai
Imobilisasi serotorin, dll.) prosedur
pembedahan Tidak
Penurunan terkontrol
Gangguan
Ditangkap reseptor kekuatan
Integritas Hospitalisa
nyeri perifer Risiko Syok
Kulit/Jaringan Gangguan Mobilitas si
(D.0129) Fisik (D. 0054) (D.0039)
Ansietas
Implus ke otak (D.0080)
Kerusakan pertahanan
Menggunakan
primer Persepsi nyeri alat bantu

Part de entry kuman Nyeri Akut


Risiko Jatuh
(D.0077)
(D.0143)
Risiko Infeksi (D.0142)
3.3.3 Analisa Data

Tanggal Pengelompokkan Data Kemungkinan Penyebab Masalah

8/12/2021 DS : Kecelakaan Nyeri Akut


(D.0077)
Klien mengatakan nyeri pada
lutut kaki kanan bekas operasi Fraktur CF Tibia
sejak 2 tahun belakangan ini,
hilang timbul. Pergerakan fragmen tulang

DO : Merusak jaringan sekitar


TD : 128/89 mmHg.
HR : 86 x/mnt. Pelepasan mediator nyeri
RR : 20 x/mnt.
P : Luka bekas operasi CF Ditangkap reseptor nyeri
Tibia Plateau 2 tahun lalu + perifer
Bone exposed.
Q : Nyeri seperti ditusuk – Implus ke otak
tusuk dengan jarum panas.
R : Ekstermitas posterior Persepsi nyeri
destra.
S:2 Nyeri akut
T : hilang timbul sejak operasi
ketiga dan tidak berlangsung
lama.
8/12/2021 DS : Kecelakaan Ansietas
(D.0080)
Klien mengatakan khawatir
dengan operasi keempat yang CF Tibia Plateau
diambil dari tulang panggul.
Proses pembedahan
DO :
- Wajah klien cemas dan Kurang terpapar informasi
gelisah. mengenai prosedur
pembedahan
- Sulit tidur pada malam hari
(sering terbangun) saat Cemas
MRS kali ini.
Ansietas
- Wajah meringis.
TD : 128/89 mmHg.
HR : 86 x/mnt.
RR : 20 x/mnt.
8/12/2021 DS : Kecelakaan Gangguan
Mobilitas
Klien mengeluh kaki kanan
Fisik
bekas operasi nyeri dan belum Fraktur CF Tibia (D. 0054)
bisa dibuat tumpuan saat
berdiri dan berjalan sehingga Deformitas
harus menggunakan alat bantu
jalan/krek. Gangguan fungsi

DO : Penurunan kekuatan otot


- Kekuatan otot kaki kanan
menurun. Gangguan Mobilitas Fisik
- Gerakan terbatas
- ROM 5 5
4 5
- Terdapat luka bekas operasi
close fraktur tibia.
8/12/2021 DS : Kecelakaan Risiko Jatuh
(D.0143)
Klien mengeluh kaki kanan
bekas operasi nyeri dan belum Fraktur CF Tibia
bisa dibuat tumpuan saat
berdiri dan berjalan sehingga Deformitas
harus menggunakan alat bantu
jalan/krek. Gangguan fungsi
DO : Penurunan kekuatan otot
- Kekuatan otot kaki kanan
menurun. Gangguan Mobilitas Fisik
- Gerakan terbatas
Risiko Jatuh
- ROM 5 5
4 5
- Terdapat luka bekas operasi
close fraktur tibia.
- Klien menggunakan alat
bantu jalan/krek untuk
aktivitas termasuk toileting.

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Tanggal Diagnosa Keperawatan Paraf


08/12/21 1. Nyeri akut (D. 0077) b/d trauma CF tibia d/d mengeluh nyeri
kaki kanan hilang timbul.
08/12/21 2. Ansietas (D.0080) b/d kurang terpapar informasi pembedahan
d/d klien mengeluh cemas pre-operasi.
08/12/21 3. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b/d trauma CF tibia d/d klien
mengeluh kaki kanannya tidak kuat untuk digunakan saat
berdiri.
08/12/21 4. Risiko jatuh (D. 0143) d/d penggunaan alat bantu berjalan.
3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN

Berdasarkan tiga diagnosa utama yang diambil dalam asuhan keperawatan teori maka
intervensi keperawatan yang akan diterapkan adalah mengacu pada SDKI, SIKI dan SLKI
kemudian yang akan dikembangkan pada asuhan keparwatan kasus yang bersumber pada
beberapa jurnal sebagai evidancebased intervensi keperawatan.

Diagnosa
Intervensi Keperawatan
Keperawatan
D.0077 Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x3 jam Manajemen Nyeri
b/d trauma diharapkan tingkat nyeri menurun. (1.08238)
Kriteria hasil :
CF tibia d/d Observasi :
Cukup Cukup
mengeluh Memburuk Sedang Membaik
Memburuk Membaik
nyeri kaki 1 Frekuensi nadi
kanan hilang 1 2 3 4 5
2 Pola napas
timbul.
1 2 3 4 5
Cukup Cukup
Meningkat Sedang Menurun
Meningkat Menurun
3 Keluhan nyeri
1 2 3 4 5
4 Meringis
1 2 3 4 5
5 Gelisah
1 2 3 4 5
6 Kesulitan tidur
1 2 3 4 5
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x3 jam Reduksi Ansietas
D.0080
diharapkan tingkat ansietas menurun. (1.09314)
Ansietas b/d Kriteria hasil : Observasi :
Cukup Cukup
kurang Memburuk Sedang Menurun  Identifikasi saat tingkat
Memburuk Menurun
terpapar ansietas berubah.
1 Konsentrasi
informasi 1
2 3 4 5
pembedahan
2 Pola tidur
d/d klien 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
mengeluh Meningkat Menurun
3 Perilaku gelisah
cemas pre-
1 2 3 4 5
operasi. 4 Verbalisasi kebingungan
1 2 3 4 5
5 Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi
1 2 3 4 5
6 Perilaku tegang
1 2 3 4 5

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x3 jam Dukungan Mobilisasi
D.0054
diharapkan mobilitas fisik meningkat. (1.05173)
Gangguan
Kriteria hasil : Observasi :
mobilitas
Cukup  Identifikasi adanya nyeri
fisik b/d Cukup Meningka
Menurun Sedang Meningka atau keluhan fisik lainnya.
trauma CF Menurun t
t  Identifikasi toleransi fisik
tibia d/d
1 Pergerakan ekstermitas melakukan pergerakan.
klien
 Monitor kondisi umum
mengeluh 1 2 3 4 5
selama melakukan
kaki
2 Kekuatan otot monilisasi.
kanannya
Terapeutik :
tidak kuat 1 2 3 4 5
 Fasilitasi aktivitas
untuk Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
mobilisasi dengan alat
digunakan Meningkat Menurun
saat berdiri. bantu.
 Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu.
 Fasilitasi keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan.
Terapeutik :
 Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi.
 Anjurkan melakukan
mobilisasi mandiri.
 Anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk
ditempat tidur)

3 Nyeri

1 2 3 4 5

4 Kaku sendi

1 2 3 4 5

5 Gerakan terbatas
1 2 3 4 5
6 Kelemahan fisik

1 2 3 4 5
3.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Diagnosa
Tanggal Implementasi Hasil Paraf
Keperawatan
Nyeri akut b/d 08/12/21 Observasi :
trauma CF tibia  Mengidentifikasi vital sign.  TD : 128/89 mmHg, HR : 86
d/d mengeluh x/mnt, RR : 20 x/mnt.
nyeri kaki kanan  Mengidentifikasi lokasi,  Klien mengatakan nyeri hilang
hilang timbul. karakteristik, durasi, frekuensi, timbul pada lutu kaki kanannya.
kualitas, intensitas nyeri.
 Mengidentifikasi skala nyeri.  Skala nyeri :
P : Luka bekas operasi CF Tibia
Plateau 2 tahun lalu + Bone
exposed.
Q : Nyeri seperti ditusuk – tusuk
dengan jarum panas.
R : Ekstermitas posterior destra.
S:2
T : hilang timbul sejak operasi
ketiga dan tidak berlangsung
lama.
 Mengidentifikasi respon nyeri  Klien tampak meringis saat
non verbal. mengangkat kaki kanannya.
 Mengidentifikasi faktor yang  Klien mengatakan jika
memperberat dan memperingan digunakan menekuk pada lutut
nyeri. kanannya terasa nyeri kembali.
 Mengidentifikasi pengetahuan  Klien mengatakan lebih senang
dan keyakinan tentang nyeri. dikompres jika nyeri timbul.
 Memonitor efek samping  Klien mengatakan tidak pernah
penggunaan analgetik. mengkonsumsi obat antinyeri
sebab masih bisa menahan nyeri
dan mengkompresnya.
Terapeutik :  Klien mengikuti selama 5 menit
 Memberikan terapi dan mengatakan rasa nyeri
nonfarmakologis untuk berkurang.
mengurangi rasa nyeri (terapi
napas panjang).
Edukasi :  Klien mengatakan lebih rileks
 Menjelaskan strategi meredakan dengan menggunakan teknik
nyeri. nafas panjang.

Kolaborasi :  Klien kooperatif dan


Kolaborasi pengambilan sampel mengatakan tidak sakit saat
darah untuk pengecekan lab darah dilakukan tindakan.
lengkap (pre-op), jika perlu.
Nyeri akut b/d 09/12/21 Observasi :
trauma CF tibia  Mengidentifikasi vital sign.  TD : 131/85 mmHg, HR : 93
d/d mengeluh x/mnt, RR : 20 x/mnt.
nyeri kaki kanan  Mengidentifikasi lokasi,  Klien mengatakan nyeri hilang
hilang timbul. karakteristik, durasi, frekuensi, timbul post operasi.
kualitas, intensitas nyeri.
 Mengidentifikasi skala nyeri.  Skala nyeri :
P : Luka post operasi CF Tibia
Plateau + Bone exposed.
Q : Nyeri seperti ditusuk – tusuk
dengan jarum panas.
R : Ekstermitas posterior destra.
S:3
T : hilang timbul.
 Mengidentifikasi respon nyeri
non verbal.  Klien tampak meringis saat
 Mengidentifikasi faktor yang mengangkat kaki kanannya.
memperberat dan memperingan  Klien mengatakan jika
nyeri. digunakan menekuk pada lutut
 Mengidentifikasi pengetahuan kanannya terasa nyeri kembali.
dan keyakinan tentang nyeri.  Klien mengatakan lebih senang
 Memonitor efek samping dikompres jika nyeri timbul.
penggunaan analgetik.  Klien mengatakan tidak pernah
mengkonsumsi obat antinyeri
sebab masih bisa menahan nyeri
dan mengkompresnya.
Terapeutik :
 Memberikan terapi  Klien mengikuti selama 5 menit
nonfarmakologis untuk dan mengatakan rasa nyeri
mengurangi rasa nyeri (terapi berkurang.
napas panjang).
Edukasi :
 Menjelaskan strategi meredakan  Klien mengatakan lebih rileks
nyeri. dengan menggunakan teknik
nafas panjang.
Kolaborasi :
Kolaborasi pengambilan sampel  Klien kooperatif dan
darah untuk pengecekan lab darah mengatakan tidak sakit saat
lengkap (pre-op), jika perlu. dilakukan tindakan.
Ansietas b/d 08/12/21 Observasi :
kurang terpapar  Mengidentifikasi saat tingkat  Ketika membahas mengenai
informasi ansietas berubah. persiapan operasi, klien
pembedahan d/d mengatakan sedikit cemas.
klien mengeluh  Mengidentifikasi kemampuan  Klien mengatakan meskipun
cemas pre- mengambil keputusan. cemas dan khawatir namun
operasi. klien tetap mau dilakukan
operasi.
 Memonitor tanda-tanda ansietas.
 Wajah klien tampak meringis
saat membayangkan keadaan
pasca operasinya.
Terapeutik :
 Menciptakan suasana terapeutik  Klien tampak nyaman saat
untuk menumbuhkan bercerita kegiatan sehari-hari
kepercayaan. dirumah bersama istri atau
mengenai anak cucunya sambil
bergurau canda.
 Klien merasa cemas tentang
 Pahami situasi yang membuat kondisi setelah operasinya nanti.
ansietas.  Setelah mendapat penjelasan
 Memotivasi mengidentifikasi dari perawat, klien merasa lebih
situasi yang memicu kecemasan. tenang dan kembali rileks. Klien
mengatakan bahwa klien lebih
siap untuk kondisi pasca
operasi.

Edukasi :  Klien kooperatif, klien


 Menjelaskan prosedur, termasuk mendengarkan dengan seksama
sensasi yang mungkin dialami. dan mengatakan sekarang
merasa lebih tenang.
 Klien merasa bersyukur karena
 Menganjurkan keluarga untuk saat akan operasi, keluarga klien
tetap bersama klien. selalu ada untuk mensupport
dan menemani klien.
Gangguan 08/12/21 Observasi :
mobilitas fisik  Mengidentifikasi adanya nyeri  Klien mengatakan nyeri hilang
b/d trauma CF atau keluhan fisik lainnya. timbul pada lutut kaki kanannya
tibia d/d klien  Mengidentifikasi toleransi fisik  ROM 5 5
mengeluh kaki melakukan pergerakan. 4 5
kanannya tidak  Memonitor kondisi umum  Klien menggunakan alat bantu
kuat untuk selama melakukan mobilisasi. jalan/krek dalam aktivitas
digunakan saat sehari-hari.
berdiri.  Memfasilitasi pengaman  Klien mengatakan jika dirumah
aktivitas mobilisasi dengan alat istri dan anak selalu menjaga
bantu. lingkungan klien agar tidak
jatuh dalam toilet atau terpeset.

Terapeutik :  Klien kooperatif, klien


 Menjelaskan tujuan dan mendengarkan dengan seksama
prosedur mobilisasi. dan mengatakan sekarang
merasa lebih tenang.
 Klien kooperatif dan
 Menganjurkan melakukan Save mengatakan akan lebih berhati-
by Self. hati apabila mobilisasi
menggunakan alat bantu
jalannya/krek agar tidak
jatuh/terpleset.
09/12/21 Observasi :
 Mengidentifikasi saat tingkat  Ketika membahas mengenai
ansietas berubah. persiapan operasi, klien
mengatakan sedikit cemas.
 Mengidentifikasi kemampuan  Klien mengatakan meskipun
mengambil keputusan. cemas dan khawatir namun
klien tetap mau dilakukan
operasi.
 Memonitor tanda-tanda ansietas.
 Wajah klien tampak meringis
saat membayangkan keadaan
pasca operasinya.
Terapeutik :
 Menciptakan suasana terapeutik
 Klien tampak nyaman saat
untuk menumbuhkan
bercerita kegiatan sehari-hari
kepercayaan. dirumah bersama istri atau
mengenai anak cucunya sambil
bergurau canda.
 Klien merasa cemas tentang
 Pahami situasi yang membuat kondisi setelah operasinya nanti.
ansietas.  Setelah mendapat penjelasan
 Memotivasi mengidentifikasi dari perawat, klien merasa lebih
situasi yang memicu kecemasan. tenang dan kembali rileks. Klien
mengatakan bahwa klien lebih
siap untuk kondisi pasca
operasi.

Edukasi :  Klien kooperatif, klien


 Menjelaskan prosedur, termasuk mendengarkan dengan seksama
sensasi yang mungkin dialami. dan mengatakan sekarang
merasa lebih tenang.
 Klien merasa bersyukur karena
 Menganjurkan keluarga untuk saat akan operasi, keluarga klien
tetap bersama klien. selalu ada untuk mensupport
dan menemani klien.

3.6 EVALUASI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tanggal Evaluasi Paraf


Nyeri akut b/d trauma CF tibia 08/12/21 S Setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien
d/d mengeluh nyeri kaki kanan mengatakan nyeri hilang timbul tetapi merasa
hilang timbul. sudah berkurang.
O Vital sign :
TD : 125/90 mmHg, HR : 82 x/mnt,
RR : 19 x/mnt, SPO2 : 98% spontan.
Skala nyeri :
P : Luka bekas operasi CF Tibia Plateau 2 tahun
lalu + Bone exposed.
Q : Nyeri seperti ditusuk – tusuk dengan jarum
panas.
R : Ekstermitas posterior destra.
S:1
T : hilang timbul sejak operasi ketiga dan tidak
berlangsung lama.
A Masalah belum teratasi.
P Intervensi 1 dan 2 dilanjutkan.
09/12/21 S Setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien
mengatakan nyeri hilang timbul tetapi merasa
sudah berkurang.
O Vital sign :
TD : 111/85 mmHg, HR : 82 x/mnt,
RR : 19 x/mnt, SPO2 : 98% spontan, S : 36,3’C.
Skala nyeri :
P : Luka post operasi CF Tibia Plateau + Bone
exposed.
Q : Nyeri seperti ditusuk – tusuk dengan jarum
panas.
R : Ekstermitas posterior destra.
S:1
T : Hilang timbul.
A Masalah belum teratasi.
P Intervensi dihentikan karena klien pulang.
Ansietas b/d kurang terpapar 08/12/21 S Klien mengatakan sekarang tidak terlalu khawatir
informasi pembedahan d/d dengan operasi keempat yang diambil dari tulang
klien mengeluh cemas pre- panggul.
O - Wajah klien cemas dan gelisah berkurang.
operasi.
- Sudah bisa tidur siang sebelum operasi dengan
nyenyak.
- Wajah meringis berkurang.
- TD : 125/90 mmHg, HR : 82 x/mnt, RR : 19
x/mnt.
A Masalah teratasi.

P Intervensi dihentikan.

Gangguan mobilitas fisik b/d 08/12/21 S Klien mengatakan kaki kanan bekas operasi
trauma CF tibia d/d klien belum bisa dibuat tumpuan saat berdiri dan
mengeluh kaki kanannya tidak berjalan sehingga harus menggunakan alat bantu
kuat untuk digunakan saat jalan/krek.
O - Kekuatan otot kaki kanan tetap (belum
berdiri.
membaik).
- Gerakan terbatas
- ROM 5 5
4 5
- Terdapat luka bekas operasi close fraktur tibia.
- Klien menggunakan alat bantu jalan/krek untuk
aktivitas termasuk toileting.
A Masalah belum teratasi.

P Intervensi 1,2,3,4 dilanjutkan.

09/12/21 S Klien mengatakan kaki kanan post operasi belum


bisa dibuat tumpuan saat berdiri dan berjalan
sehingga harus menggunakan alat bantu
jalan/krek.
O - Kekuatan otot kaki kanan tetap (belum
membaik).
- Gerakan terbatas
- ROM 5 5
4 5
- Terdapat luka post operasi close fraktur tibia.
- Klien menggunakan alat bantu jalan/krek untuk
aktivitas termasuk toileting.
A Masalah belum teratasi.

P Intervensi 1,2,3,4 dihentikan, klien pulang.


PEMBAHASAN

1. Nyeri Akut
Salah satu penatalaksanaan fraktur adalah dengan operatif (pembedahan). Setelah
dilakukannya tindakan pembedahan, pasien akan merasakan nyeri akibat insisi pembedahan.
Penatalaksanaan nyeri yang efektif adalah aspek yang penting dalam asuhan keperawatan.
Sehubungan dengan penanganan nyeri, disarankan untuk menggunakan kombinasi dengan
terapi non farmakologi, baik itu digunakan salah satu secara sendiri atau kombinasi
keduanya.Terapi non farmakologis adalah teknik yang digunakan untuk mendukung teknik
farmakologi dengan metode sederhana, murah, praktis dan tanpa efek samping yang
merugikan. Dalam pelaksanaan terapi non farmakologi, tenaga kesehatan yang memiliki
peran dominan adalah perawat karena merupakan tugas mandiri perawat dalam memberikan
intervensi keperawatan. Terdapat hasil telaah jurnal (1) yang menyatakan teknik
nonfarmakologis napas dalam mampu mengurangi nyeri pada pasien pasca operasi fraktur.
Prosedur teknik napas dalam yang bisa dianjurkan adalah adalah ciptakan lingkungan
yang tenang, usahakan tetap rileks dan tenang, menarik napas dalam dari hidung dan
mengisi paruparu dengan udara melalui hitungan 1,2,3, perlahan-lahan udara dihembuskan
melalui mulut sambil merasakan ekstremitas atas dan bawah rileks, anjurkan bernapas
dengan irama normal 3 kali, menarik napas lagi melalui hidung dan menghembuskan
melalui mulut secara perlahan-lahan, membiarkan telapak tangan dan kaki rileks, usahakan
tetap konsentrasi atau mata sambil terpejam, pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah
yang nyeri, anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang. waktu
penggunaan teknik napas dalam yang bisa dianjurkan untuk nyeri pada pasien pasca operasi
fraktur adalah pada jam 1, 2, 4, 8, 12, 24 setelah operasi dan saat merasakan nyeri. Pada
jurnal lainnya (2) juga juga menyatakan bahwa dari hasil penelitiannya menunjukan variabel
peneliti pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan skala nyeri pada pasien
fraktur di RSI Siti Khadijah Palembang (pvalue=0,001). Hal ini berarti terjadi penurunan
skala nyeri sesudah mendapatkan perlakuan teknik relaksasi nafas dalam pada pasien
fraktur, yaitu rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam adalah 4
dan setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam adalah 2,80. Keadaan ini
menggambarkan bahwa teknik relaksasi nafas dalan mempengaruhi skala nyeri pada pasien
fraktur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tindakan teknik relaksasi nafas dalam yang
dilakukan sesuai dengan aturan dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien fraktur.
Tidak hanya teknik nafas dalam untuk meredakan nyeri ternyata ada jurnal lain (3) yang
menyatakan terapi musik juga dapat mengurangi nyeri. Terapi musik adalah suatu bentuk
terapi dibidang kesehatan yang menggunakan musik dan aktivitas musik untuk mengatasi
masalah dalam berbagai aspek fisik, psikologis, kognitif dan kebutuhan sosial individu.
Musik dapat mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologis, seperti respirasi, denyut jantung, dan
tekanan darah. Musik juga merangsang pelepasan hormone endofrin, hormone tubuh yang
memberikan perasaan senang yang berperan dalam penurunan nyeri sehingga musik dapat
diguanakan untuk mengalihkan rasa nyeri sehingga pasien merasa nyerinya
berkurang.Terapi musik dirancang untuk mengatasi permasalahan yang berbeda serta
maknanya juga akan berbeda pada setiap orang. Untuk itu terapi musik digunakan secara
lebih komprehensif termasuk untuk mengatasi rasa sakit, manajemen stress dan nyeri.
Mendengarkan musik akan mengalihkan perhatian terhadap nyeri (distraksi) dan
memberikan rasa nyaman dan rilek (relaksasi), musik dapat digunakan sebagai terapi musik
untuk meningkatkan kemampuan manusia terhadap berbagai jenis penyakit dan dapat
dimanfaatkan sebagai aktivitas distraksi. Tekhnik distraksi dengan terapi musik akan
membantu melepaskan endorphin yang ada dalam tubuh, sehingga dapat menghambat
transmisi nyeri. Endhorphin merupakan substansi seperti morphin yang diproduksi oleh
tubuh dan mempunyai konsentrasi kuat dalam sistem syaraf, endhorphin ini berfungsi
sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri yang memblok transmisi impuls dalam otak dan
medulla spinalis. Kesimpulannya terapi ini mampu memberikan pengaruh positif untuk
mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri pasca operasi. Selanjutnya terdapat jurnal (4)
yang menyatakan bahwa pelaksanaan mobilisasi dan ambulasi dini dapat mampu meredakan
nyeri.
Terjadinya fraktur mengakibatkan adanya kerusakan syaraf dan pembuluh darah yang
menimbulkan rasa nyeri. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi. Nyeri yang timbul pada fraktur bukan semata-mata karena frakturnya
saja, namun karena adanya pergerakan fragmen tulang. Untuk mengurangi nyeri tersebut,
dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan teknik imobilisasi (tidak
menggerakkan daerah yang fraktur). Penatalaksanaan nyeri dilakukan membantu meredakan
rasa nyeri dengan pendekatan farmakologi dan non farmakologi dengan cara lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif, kendalikan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap nyeri. Latihan ambulasi dini dan mobilisasi berfungsi
untuk mengembalikan fungsi tubuh dan mengurangi nyeri karena dapat meningkatkan
sirkulasi darah yang akan memicu penurunan nyeri
2. Gangguan Mobilitas Fisik
Salah satu tindakan yang dilakukan pasien post operasi pemasangan O.R.I.F. (Open
Reduction and Internal Fixation). pada fraktur ekstremitas bawah adalah mobilisasi dini,
yaitu untuk mencegah terjadinya kontraktur. Mobiliasi dini merupkan suatu pergerakan
tubuh yang dilakukan oleh pasien yang sudah sadar dari penggunaan anestesi, pergerakan
yang dimaksud antara lain: latihan miring kanan-miring kiri, duduk, berdiri, serta berjalan.
Menurut jurnal (9), Mobilisasi dini merupakan pergerakan yang dilakukan pasien post
pembedahan, yang meliputi latihan gerak ringan di atas tempat tidur, seperti miring kanan-
miring kiri, menggerakkan kaki hingga dapat berdiri dan berjalan disekitar tempat tidur.
Mobilisasi bertujuan untuk memenuhi kabutuhan dasar manusia seperti: melakukan aktivitas
seharihari, melindungi serta mempertahankan diri dari trauma, mempertahankan keyakinan
diri, serta mengekspresikan emosi dengan gerakan tubuh nonverbal. Dalam masalah
keperawatan gangguan mobilitas fisik sangat diperlukan dari tenaga medis untuk melatih
pasien dalam mobilisasi sesuai standard oprasional prosedur. Mobilisasi sangat penting
dilakukan pada pasien pasca operasi untuk mengembalikan fungsi tubuh. Pada jurnal ini (10)
peneliti menentukan efek self-efficacy pasien pasca operasi dengan ORIF dalam latihan
mobilisasi ekstremitas bawah. Hasil penelitian membuktikan bahwa self efikasi cukup
berpengaruh dan signifikan terhadap perilaku latihan mobilisasi ekstremitas bawah pada
pasien post operasi ORIF. Sehingga dengan meningkatkan kemampuan self efikasi pasien
dengan memberikan pengetahuan yang cukup dan mendorong motivasi pasien serta
mendukung pasien selama menjalani tahap pemulihan selama di rumah sakit setelah
menjalani operasi ORIF untuk mandiri akan dapat membentuk self efikasi yang baik pada
pasien dan nantinya akan dapat meningkatkan perilaku positif dalam latihan mobilisasi
ekstremitas bawah. Self-efficacy adalah keyakinan dalam kemampuan seseorang untuk
mengatur dan melaksanakan program tindakan yang diperlukan untuk mengelola situasi
yang akan terjadi. Self-efficacy dinilai mampu memprediksi perilaku positif yang akan
ditampakkan seseorang. Self efficacy merupakan prediktor yang signifikan untuk
menentukan perilaku positif latihan mobilisasi post operasi pasien dengan pembedahan
ektremitas bawah. Upaya peningkatan self-efficacy dapat dilakukan melalui pemberian
edukasi. Edukasi merupakan proses interaktif yang mendorong terjadinya pembelajaran, dan
pembelajaran merupakan upaya penambahan pengetahuan baru melalui penguatan praktik
dan pengalaman tertentu. (11) Fraktur terjadi jika tulang dikenai tekanan yang lebih besar
dari yang dapat diabsorbsinya. Setelah tindakan post ORIF masalah yang biasanya timbul
adalah nyeri, deformitas, atrofi otot, keterbatasan Range of Motion (ROM) dan penurunan
kekuatan otot yang berakibat pada gangguan fungsional.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas terapi latihan dalam
meningkatkan kemampuan fungsional tungkai bawah pada kasus post ORIF fraktur cruris
dextra. Metode yang digunakan adalah studi kasus tunggal berbasis bukti, dengan
memberikan intervensi fisioterapi pada seorang laki-laki berumur 25 tahun. Terapi latihan
yang diberikan adalah latihan AROM, Hold-relax, HSE, QSE, selama 2 minggu dengan 5
kali evaluasi. Penilaian intensitas nyeri menggunakan VAS, penilaian lingkup gerak sendi
(LGS) menggunakan goniometer, penilaian kekuatan otot menggunakan MMT, serta untuk
menilai perkembangan fungsional pasien dilakukan pengukuran menggunakan parameter
LEFS (Lower Extremity Fuctional Scale). Terdapat penurunan nilai VAS nyeri gerak diakhir
sesi terapi, terdapat peningkatan LGS regio lutut serta pergelangan kaki, terdapat
peningkatan MMT, dan peningkatan kemampuan fungsional dengan dari nilai 15 menjadi
59, yang menunjukkan bahwa terdapat peningkatan terhadap kemampuan fungsional pasien
sebanyak 55%.
Studi ini menunjukan bahwa metode terapi latihan dapat meningkatkan kemampuan
fungsional pada kasus fraktur yang diukur menggunakan parameter LEFS. (12) Berdasarkan
standar operasional prosedur penatalaksaan pasien post operasi ORIF ekstremitas bawah,
pada 24 jam pertama sebaiknya dilakukan mobilisasi dini bertujuan untuk memperbaiki
sirkulasi, mengurangi komplikasi imobilisasi post operasi, mempercepat pemulihan
peristaltik usus sehingga mempercepat pemulihan pasien paska operasi. Melakukan
mobilisasi sedini mungkin dapat mencegah terjadinya kontraktur, tromboplebitis, dekubitus,
konstipasi sehingga penting dilakukan secara kontinyu. Sebagian besar pasien di rumah sakit
harus menjalani mobilisasi, dimanapasien harus tirah baring karena terapi atau penyakit
yang diderita.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO) 2010. Kasus cidera otak.

2. Rikerdes2018. Hasil catatan jumlah kasus cidera otak.

3. Corwin, Elizabeth J. 2015. Buku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.

4. Dewanto, George. Dkk. 2016. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Syaraf. Jakarta:
EGC

5. Padila. 2017. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

6. Ginsberg. 2015. Lecture Notes Neurologi Edisi Kedelapan. Jakarta.

7. Smeltzer, 2002. Pedoman laporan pendahuluan cidera otak sedang.

8. Vica dwi, 2018. Asuhan Keperawatan Cidera Otak. Jombang.

9. Nanda NIC NOC, 2015-2017. Edisi 10:Diagnosa Keperawatan.

10. Nanda NIC NOC, 2015-2017. Edisi 10:Intervensi dan implementasi keperawatan.

11. Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen, Penelitian Keperawatan. Yogyakarta:


Salemba Medika

12. Data primer 2019. Data pengkajian asuhan keperawatan. Jombang.

13. Padila, 2016. Buku Ajar: Evaluasi keperawatan

14. Imamarrahman, 2016. Askep kegawatdaruratan cidera kepala.

15. Vica dwi, 2018. Gangguan perfusi jaringan serebral. Jombang.

16. Ayu, 2019. Susunan saraf kranial. Jakarta.

17. Riyadina Woro, Suhardi & Meda Perman. 2016. Pola dan Determinan
Sohodemografi Cidera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia.

18. Sayono. Mekar, DA. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Bidang
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
19. Nazir, M. 2015. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

20. Nursalam. 2015. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Imu Keperawatan
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen, Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai