Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI

“PEMBUATAN TEMPE”

Disusun oleh :

Nama : Rani Taharah


NPM : E1G020073
Shift : Selasa, jam 14:00-16:00 WIB
Anggota Kelompok :-
Dosen : 1. Ulfa Anis STP, M.Sc.
2. Ir Hasanuddin, M.Sc.
Ko-Ass : Sunandar, S.TP

LABORATORIUM TEKNOLOGI INDUSTRPERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Tempe adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang
difermentasikan menggunakan kapang rhizopus (“ragi tempe“). Selain itu terdapat
pula makanan serupa tempe yang tidak berbahan kedelai yang juga disebut tempe.
Kata ”tempe” diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman Jawa kuno
terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi.
Tempe yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan makanan
tumpi tersebut.
Makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama
dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan
Surakarta. Abad ke-16 di Jawa telah ditemukan kata tempe, misalnya dengan
penyebutan nama hidangan jae santen tempe (sejenis masakan tempe dengan
santan) dan kadhele tempe srundengan. Dalam catatan sejarah yang tersedia
lainnya menunjukkan bahwa mungkin pada mulanya tempe diproduksi dari
kedelai hitam, berasal dari masyarakat pedesaan tradisional Jawa mungkin
dikembangkan di daerah Mataram, Jawa Tengah, dan berkembang sebelum abad
ke-16.
Tempe merupakan makanan tradisional yang telah dikenal di Indonesia,
yang dibuat dengan cara fermentasi atau peragian. Pembuatannya merupakan hasil
industri rakyat. Tempe diminati oleh masyarakat, selain harganya murah, juga
memiliki kandungan protein nabati yang tinggi. 2 Menurut Tarwatjo (1998),
setiap 100 g tempe mengandung 10-20 g senyawa protein, 4 g senyawa lemak,
vitamin B12 dan 129 mg zat kalsium, tetapi tidak mengandung serat.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa mampu memahami proses pembuatan tempe.
2. Mengatahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses
pembuatan tempe.
3. Mengatahui pengaruh lama fermentsi terhadap mutu tempe.
4. Mengatahui lama waktu terbaik fermentasi tempe.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kedelai merupakan bahan baku utama dalam proses pembuatan


tempe,untuk membuat tempe dengan kualitas rasa yang enak dibutuhkan beberapa
persyaratan bahan baku kedelai (Mujianto, 2017).
Karakteristik tempe yang dianalisis adalah karakteristik fisikokimia yang
meliputi uji warna dengan menggunakan kromameter (Mugendi, 2016).
Adanya perbedaan jenis kedelai yang digunakan sebagai bahan baku akan
menghasilkan tempe dengan mutu gizi yang berbeda pula, baik mutu gizi secara
sensori, fisik, maupun kimia (Radiati, 2016)
Proses pembuatan tempe dapat terbilang membutuhkan waktu yang cukup
lama. Hingga diperoleh hasil jadi tempe, waktu yang dibutuhkan yaitu minimal 24
jam dan maksimal 72 jam. Lamanya proses pembuatan tempe karena proses
fermentasi. Fermentasi akan berlangsung baik dan cepat bila dibantu dengan
kondisi suhu yang optimal, jumlah ragi yang tepat dan pH yang asam (±4-5)
(Widayati, 2014).
Fermentasi merupakan suatu cara yang telah dikenal dan digunakan sejak
lama sejak jaman kuno. Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah
substrat menjadi produk tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan
mikroba. Bioteknologi berbasis fermentasi sebagian besar merupakan proses
produksi barang dan jasa dengan menerapkan teknologi fermentasi atau yang
menggunakan mikroorganisme untuk memproduksi makanan dan minuman
seperti: keju, yoghurt, minuman beralkohol, cuka, sirkol, acar, sosis, kecap, dll
(Nurcahyo, 2014).
Waktu fermentasi memberikan pengaruh dalam kualitas produk suatu
produk, produk fermentasi adalah produk yang dapat diterima baik secara
kenampakan, aroma serta nutrisi yang dihasilkan. Fermentasi dibantu oleh
mikroorganisme yang memiliki fase hidu logaritmik. Sehingga untuk
mendapatkan produk fermentasi yang terbaik harus mengetahui fase pertumbuhan
optimal dari mikroorganisme yang dimanfaatkan tersebut (Darajat. 2014).
Inokulum tempe mengandung paling sedikit & spesies kapang, yaitu
kapang Rhyzopus oligosporus, Rhyzous oryzae, dan Rhyzopus stolonifer atau
kapang Rhyzopus clamydosporus. Kapang Rhyzopus oligosporus dapat dibedakan
atas tiga strain, yaitu R. oligosporus saito, R. oligosporus ficher, R.oligosporus
bandung. Rhizopus oligoporus adalah "amur dari kelascygomycetes yang
memiliki miselium tak bersekat. Perkembangannya baikdilakukan secara aseksual
dan seksual. 4ecara aseksual dengansporangiospora yang tidak mampu
mengembara dan secara seksual melaluidua ganetangium yang serupa untuk
membentuk =igospora (Suciati, 2016).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat : Bahan :
1. Wadah ukuran sedang 1. Kedelai
2. Ember 2. Ragi tempe
3. Panic 3. Plastic
4. Kompor 4. Daun pisang
3 Pengaduk
4 Pisau
5 lidi
3.2 Prosedur Kerja
1. Lakukan sortasi biji kedelai dengan cara memilih biji kedelai yang
bagus dan padat berisi.
2. Biji kedelai dicuci untuk menghilangkan kotoran yang melekat maupun
tercampur di antara biji kedelai.
3. Lakukan perebusan selama 30 menit untuk melunakkan biji kedelai dan
memudahkan dalam pengupasan kulit.
4. Rendam biji yang telah direbus menggunakan air yang dicampur
dengan asam asetat sehingga pH larutan mencapai 4-5. Perendaman
dilakukan selama 16 – 24 jam.
5. Saring biji kedelai yang telah direndam dan tiriskan. Lakukan
pengupasan biji kedelai hingga terpisah dengan kulitnya.
6. Selanjutnya lakukan perebusan kembali selama 20-30 menit.
7. Tiris dan dinginkan.
8. Kemudian kedelai yang sudah tidak terlalu panas (± 30 o C) diberi ragi
tempe dengan cara menebarkan pada permukaan kedelai.
9. Lakukan pengemasan dengan menggunakan plastik/daun yang telah
dilubangi hingga ¾ nya.
10. Inkubasikan kedelai pada suhu ruang selama 36-48 jam.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Tabel Pengamatan Tempe Daun :
Parameter Lama Fermentasi
Pengamatan
Kontrol 1 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari
Hari

Warna Kuning Putih Tempe Putih agak Kuning


khas Seperti segar kecoklatan kecoklatan
kedelai tempe ,putih dan bagian
segar berwarna
Hitam
Aroma khas Tempe Tempe Tempe Berbau
kedelai segar segar agak busuk Busuk
,menyengat
Rasa Rasa Rasa Khas Rasa Khas Rasa pahit Pahit dan
Kedelai tempe tempe
Tekstur Kedelai Sebagian Keras Agak Lembek dan
Utuh masih Lembek Berlendir
bentuk
kedelai
utuh

Parameter Lama Fermentasi


Pengamata Kontol 1 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari
n Har
i

Warna Kuning Putih Tempe Putih Kuning


khas Seperti segar ,putih kekuningan Kecoklatan
kedelai tempe
segar
Aroma khas Tempe Tempe Tempe Berbau
kedelai segar segar busuk/Semangi Busuk
t
Rasa Rasa Rasa Rasa Khas Rasa pahit Pahit
Kedelai Khas tempe
tempe
Tekstur Masih Sebagian Keras Agak lembek Lembek dan
bentuk terbentuk berair
kedelai kapang
utuh
BAB V
PEMBAHASAN

Tempe adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang


difermentasikan menggunakan kapang Rhizopus, pembuatan tempe tidak hanya
menggunakan kacang kedelai (Glycine max) tetapi ada juga tempe yang terbuat
dari kacang-kacangan lain seperti kacang tanah (Arachis hypogea). Proses
pembuatan tempe pada umumnya meliputi 2 tahap yaitu, tahap perlakuan
pendahuluan dan tahap fermentasi. Perlakuan pendahuluan adalah menyiapkan
biji mentah menjadi biji matang tanpa kulit dan cocok untuk pertumbuhan kapang.
Pada praktikum kali ini yaitu kami melakukan pembuatan tempe dan
sesuai dengan prosedur kerja dari kacang kedelai, seperti merebus kacang kedelai
agar kedelai agar kulitnya mudah tekelupas, dan merendamnya selama satu
malam, menurut Ali (2008) perendaman bertujuan untuk melunakkan biji dan
mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk selama fermentasi. Ketika perendaman,
pada kulit biji kedelai telah berlangsung proses fermentasi oleh bakteri yang
terdapat di air terutama oleh bakteri asam laktat. Perendaman juga bertujuan untuk
memberikan kesempatan kepada keping-keping kedelai menyerap air sehingga
menjamin pertumbuhan kapang menjadi optimum. Keadaan ini tidak
mempengaruhi pertumbuhan kapang tetapi mencegah berkembangnya bakteri
yang tidak diinginkan. Perendaman ini dapat menggunakan air biasa yang
dilakukan selama 12-16 jam pada suhu kamar (25-30˚C). Setelah direndam satu
malam, lalu memasukkan ragi pada kacang kedelai dan mengisi kantong plastik
dan pada daun dengan kacang kedelai dilakukan pengamatan selama 5 hari
berturut-turut.
Pada hasil pengamatan yang kami, mendapatkan hasil pada hari kedua
yaitu tempe plastik dan daun yang kami buat telah terdapat jamur yang masih
sangat sedikit, dan terdapat embun air.Keadaan bungkus kedelai dipenuhi uap air
akibat panas yang masih ditimbulkan oleh poses fermentasi dan mycelia putih dari
jamur belum merata (masih terlihat padatan atau biji kedelai). Pada hari ketiga
tempe plastik dan daun sudah jadi, jamur pada tempe sudah tebal. Pada hari ketiga
ini tempe memang benar benar sudah jadi atau tempe sudah dalam keaadaan
segar. Pada hari ke empat jamur pada tempe plastik terdapat jamur yang sudah
mulai berwarna coklat, sedangkan pada tempe yang dibungkus daun masih tetap
dalam kondisi segar. Pada hari ke lima jamur pada tempe plastik terdapat jamur
yang sudah berwarna kuning kecoklatan, sedangkan pada tempe yang dibungkus
daun berwarna kuning kecoklatan dan pada bagian tertentu berwarna hitam.
Artinya tempe tersebut sudah mengalami pembusukkan tapi tekstur belum terlalu
lembek.
Dari pengamatan kami tempe tersebut yang sudah jadi pada hari ketiga.
Kemudian saat dalam pembungkusan tempe dengan menggunakan plastik dan
daun memiliki tingkat kegagalan tinggi saat membungkus tempe menggunaan
daun. Karena pada saat membungkus tempe menggunakan daun sangat
dibutuhkan kebersihan karena jika daun pisangnya kurang higienis dan
terkontaminasi bakteri jahat, maka justru akan membuat tempe gagal matang atau
cepat busuk. Sementara itu, tempe yang menggunakan plastik umumnya tempe
yang lebih modern sehingga terjaga kebersihannya. Dilihat dari waktu ketahanan
tempe, tempe plastik mudah mengalami pembusukan, sedangkan pada tempe daun
tidak mudah terjadi pembusukan.
BAB VI
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dari praktikum kali ini pada pembuatan tempe dapat disimpulkan
bahwa pembuatan tempe dapat dilakukan dengan cara manual, selama itu
tempe juga memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi bila dikonsumsi oleh
masyarakat umum. Proses pembuatan tempe merupakan roses penanaman
mikroba jenis Jamur Rhizopus sp pada medra kedelai sehingga terjadi
fermentasi kedelai oleh ragi. Hasil fermentai menyebabkan tekstur kedelai
menjadi lunak, terurainya protein yang tergantung pada kedelai menjadi lebih
sederhana tempe terbuat dari kedelai dengan bantuan Jamur Rhizopus sp.
Perahan Rhizopus Orizae adalah pengubah protein komplek kacang kedelai
yang sukar dicerna menjadi protein sederhana yang mudah dicerna karena
adanya perubahan-perubahan kimia pada protein, lemak dan karbohidrat
selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe akan dihasilkan antibiotika
yang akan mencegah penyakit perut seperti diare.
5.2. Saran
Sebaiknya jika kita ingin membungkus tempe dengan plastik harus
sangat berhati-hati karena molekul kecil pada kemasan plastik untuk
membungkus tempe dikhawatirkan akan melakukan migrasi ke dalam bahan
makanan yang dikemas, yang dapat menyebabkan cepatnya pembusukan
tempe.
DAFTAR PUSTAKA

Darajat, Duta Pakerti dkk. 2014. Influence of Fermentation Time and Proportion
of Dextrin to the Quality of Milk Tempeh Powder. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. Vol.2 No.1.
Lumowa, Sonja V. T. 2014. Pengaruh Perendaman Biji Kedelai (Glycine Max, L.
Merr) Dalam Media Perasan Kulit Nanas (Ananas Comosus (Linn.)
Merrill) Terhadap Kadar Protein Pada Pembuatan Tempe. Jurnal EduBio
Tropika. Vol. 2 No. 2.
Nurcahyo, Heru. 2014. Diktat Bioteknologi. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta
Mujianto, 2017. Analisis faktor yang mempengaruhi Proses Produksi tempe
Produk UMKM di kabupaten Sidoarjo. Jurnal Reka Agroindustri
MediaTeknologi dan Manajemen Agroindustri,1(1).
Radiati, A. dan Sumarto. 2016. Analisis Sifat Fisik, Sifat Organoleptik, dan
Kandungan Gizi Pada Produk Tempe dari Kacang Non-Kedelai. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 5. No. 1:16–22.
Suciati, A,. 2016. Pengaruh lama Perendaman dan fermentasi terhadap kandungan
pada tempe kacang koro (Canavalia ensiformis L), Program studi lmu dan
teknologi Pangan, Jurusan teknologi Pertanian; Fakultas Pertanian;
Universitas Hasanuddin makassar
Mugendi, J.B.W., E.N.M. Njagi, E.N. Kuria, M.A. Mwasaru, J.G. Mureithi and Z.
Apostolides. 2010. Nutritional Quality and Physicochemical Properties of
Mucuna Bean (Mucuna pruriens L.) Protein Isolates. International Food
Research Journal. Vol. 17. No. 1: 357–366.

Anda mungkin juga menyukai