Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

DALIL-DALIL KEHUJJAHAN HADITS


DAN ULUMUL HADITS
Diajukan sebagai salah satu tugas pada mata kuliah Ulumul Hadits

Dosen Pengampu : Apip Nugraha, Lc.

Disusun Oleh :
Rima 0106.1701.029
Rina 0106.1701.130

Semester 3

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DR. KHEZ. MUTTAQIEN PURWAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-
Nyalah, makalah pada mata kuliah Ulumul Hadits, Pokok Bahasan “Dalil-Dalil
Kehujjahan Hadits dan Ulumul Hadits” dengan rentangan waktu yang telah
ditentukan.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan,
terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun,
berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan dengan cukup baik.
Kami sadar bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini masih
banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik
dan saran yang bersifat membangun, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi
di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Amin.

Purwakarta, 6 Desember 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i  


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I  PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C. Tujuan dan Manfaat Pembahasan ...................................................... 2
BAB   II PEMBAHASAN................................................................................... 3
A. Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama............................................. 3
B. Dalil- Dalil Kehujjahan Hadits.......................................................... 4
C. Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an.................................................... 10
BAB  III PENUTUP............................................................................................. 14
A. Kesimpulan........................................................................................ 14
B. Saran.................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut bahasa (lughat), hadits dapat berarti baru, dekat (qarib) dan
cerita( khabar). Sedangkan menurut istilah ahli hadist ialah “segala ucapan Nabi,
segala perbuatan beliau dan segala keadaan beliau”. Akan tetapi para ulama Ushul
Hadits, membatasi pengertian hadits hanya pada ”Segala perkataan, segala
perbuatan dan segala taqrir Nabi Muhammad SAW, yang bersangkut paut dengan
hukum.
Beranjak dari pengertian-pengertian di atas, menarik dibicarakan tentang
kedudukan Hadits dalam Islam. Seperti yang kita ketahui, bahwa Al-Qur’an
merupakan sumber hukum utama atau primer dalam Islam. Akan tetapi dalam
realitasnya, ada beberapa hal atau perkara yang sedikit sekali Al-Qur’an
membicarakanya, atau Al-Qur’an membicarakan secara global saja atau bahkan
tidak dibicarakan sama sekali dalam Al-Qur’an. Nah jalan keluar untuk
memperjelas dan merinci keuniversalan Al-Qur’an tersebut, maka diperlukan
Hadits atau Sunnah. Di sinilah peran dan kedudukan Hadits sebagai tabyin atau
penjelas dari Al-Qur’an atau bahkan menjadi sumber hukum sekunder atau kedua
setelah Al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dapat kita ungkapkan dalam pembahasan ini  adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan hadits sebagai sumber ajaran Islam?
2. Bagaimana dalil-dalil kehujahan hadits?
3. Bagaimana fungsi-fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an?

1
C. Tujuan dan Manfaat Pembahasan
Dengan pembahasan ini diharapkan :
1. Mengetahui kedudukan hadits sebagai sumber ajaran Islam.
2. Mengetahui dalil- dalil kehujjahan hadits.
3. Memahami fungsi- fungsi hadits terhadap Al-Qur’an.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam


Hadits dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat urgen. Dimana
hadits merupakan salah satu sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Al-Qur’an
akan sulit dipahami tanpa intervensi hadits. Memakai Al-Qur’an tanpa mengambil
hadits sebagai landasan hukum dan pedoman hidup adalah hal yang tidak
mungkin, karena Al- Qur’an akan sulit dipahami tanpa menggunakan hadits.
Kaitannya dengan kedudukan hadits di samping Al-Qur’an sebagai sumber ajaran
Islam, maka Al-Qur’an merupakan sumber pertama, sedangkan hadits merupakan
sumber kedua. Bahkan sulit dipisahkan antara Al-Qur’an dan hadits karena
keduanya adalah wahyu, hanya saja Al-Qur’an merupakan wahyu matlu (wahyu
yang dibacakan oleh Allah SWT, baik redaksi maupun maknanya, kepada Nabi
Muhammad SAW dengan menggunakan bahasa arab) dan hadits wahyu ghoiru
matlu ( wahyu yang tidak dibacakan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
secara langsung, melainkan maknanya dari Allah dan lafalnya dari Nabi
Muhammad SAW.
Ditinjau dari segi kekuatan di dalam penentuan hukum, otoritas Al-Qur’an
lebih tinggi satu tingkat daripada otoritas Hadits, karena Al-Qur’an mempunyai
kualitas qath’i baik secara global maupun terperinci. Sedangkan Hadits berkulitas
qath’i secara global dan tidak secara terperinci. Disisi lain karena Nabi
Muhammad SAW, sebagai manusia yang tunduk di bawah perintah dan hukum-
hukum Al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW tidak lebih hanya penyampai Al-
Qur’an kepada manusia. 
Rasulullah SAW adalah orang yang setiap perkataan dan perbuatannya
menjadi pedoman bagi manusia. Karena itu beliau ma’shum (senantiasa mendapat
petunjuk Allah SWT). Dengan demikian pada hakekatnya Sunnah Rasul adalah
petunjuk yang juga berasal dari Allah. Kalau Al Qur’an merupakan petunjuk yang
berupa kalimat-kalimat jadi, yang isi maupun redaksinya langsung diwahyukan
Allah, maka Sunnah Rasul adalah petunjuk dari Allah yang di ilhamkan kepada

3
beliau, kemudian beliau menyampaikannya kepada umat dengan cara beliau
sendiri.
َ‫اس َما نُ ّز َل إِلَ ْي ِه ْم َولَ َعلّهُ ْم يَتَفَ ّكرُون‬ ّ َ‫ُر َوأَ ْنزَ ْلنَا إِلَ ْيك‬dِ ‫ت َوال ّزب‬
ِ ّ‫الذ ْك َر لِتُبَيّنَ لِلن‬ ِ ‫بِ ْالبَيّنَا‬
“Kami telah menurunan peringatan (Al-Qur’an) kepada engkau (Muhammad)
supaya kamu menerangkan kepada segenap manusia tentang apa-apa yang
diturunkan kepada mereka” (QS. An-Nahl 44).
‫َو َما آتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم‬
‫ َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا َواتَّقُوا‬....
“Apa-apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kamu, hendaklah kamu ambil dan
apa yang dilarang bagimu hendaklah kamu tinggalkan” (QS. Al-Hasyr 7).
Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa sunnah/ hadits merupakan penjelasan Al-
Qur’an. Sunnah itu diperintahkan oleh Allah untuk dijadikan sumber hukum
dalam Islam. Dengan demikian, sunnah adalah menjelaskan Al-Qur’an,
membatasi kemutlakannya dan mentakwilkan kesamarannya. Allah menetapkan
bahwa seorang mukmin itu belum dapat dikategorikan beriman kepada Allah
sebelum mereka mengikuti segala yang diputuskan oleh Rasulullah SAW dan
dengan putusannya itu mereka merasa senang. 

B. Dalil Kehujjahan Hadits


Yang dimaksud dengan kehujjahan Hadits (hujjiyah hadits) adalah
keadaan Hadits yang wajib dijadikan hujah atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i),
sama dengan Al-Qur’an dikarenakan adanya dalil-dalil syariah yang
menunjukkannya. Hadits adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum
Muslimin) yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman
terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus
percaya bahwa Hadits juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi mereka yang
menolak kebenaran Hadits sebagai sumber hukum Islam, bukan saja memperoleh
dosa, tetapai juga murtad hukumnya.
Alasan lain mengapa umat Islam berpegang pada hadits karena selain
memang di perintahkan oleh Al-Qur’an juga untuk memudahkan dalam

4
menentukan (menghukumi) suatu perkara yang tidak dibicarakan secara rinci atau
sama sekali tidak dibicarakan di dalam Al Qur’an sebagai sumber hukum utama.
Apabila hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin akan
mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam berbagai hal, seperti tata cara shalat, kadar
dan ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-Qur’an
dalam hal ini tersebut hanya berbicara secara global dan umum. Dan yang
menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasulullah. Selain itu juga akan
mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang
musytarak (multi makna), muhtamal (mengandung makna alternatif) dan
sebagainya yang mau tidak mau memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya. Dan
apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan kepada pertimbangan
rasio (logika) sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat
subyektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Imam-imam pembina mazhab semuanya mengharuskan kita umat Islam
kembali kepada As-Sunnah dalam menghadapi permasalahannya.
Asy-Syafi’i berkata :
‫ هللا ص م فقولوا بسنة رسول هللا ص م ودعوا ما قلت‬d‫إذا وجدتم في كتابي خالف سنة رسول‬
 “Apabila kamu menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlawanan dengan
sunnah Rasulullah Saw. Maka berkatalah menurut Sunnah Rasulullah Saw, dan
tinggalkan apa yang telah aku katakan.”
Perkataan imam Syafi’i ini memberikan pengertian bahwa segala pendapat
para ulama harus kita tinggalkan apabila dalam kenyataannya berlawanan dengan
hadits Nabi SAW. Dan apa yang dikategorikan pengertian bahwa segala pendapat
para ulama harus kita tinggalkan apabila dalam Asy-Syafi’i ini juga dikatakan
oleh para ulama yang lainnya. Tetapi Tidak semua perbuatan Nabi Muhammad
merupakan sumber hukum yang harus diikuti oleh umatnya, seperti perbuatan dan
perkataannya pada masa sebelum kerasulannya.
Untuk mengetahui  sejauh mana kedudukan hadits sebagai sumber hukum
Islam, dapat dilihat dalam beberapa dalil, baik dalam bentuk naqli ataupun aqli :

5
1. Dalil Al-Qur’an 
Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban
mempercayai dan menerima segala yang datang dari Rasulullah Saw untuk
dijadikan pedoman hidup. Diantaranya adalah :
Firman Allah Swt dalam surah Ali Imran ayat 179 yang berbunyi : 
ُ ‫ب َو َما َكانَ هَّللا‬ ِ ِّ‫يث ِمنَ الطَّي‬ َ ِ‫َما َكانَ هَّللا ُ لِيَ َذ َر ْال ُم ْؤ ِمنِينَ َعلَى َما أَ ْنتُ ْم َعلَ ْي ِه َحتَّى يَ ِمي َز ْال َخب‬
ِ ‫م َعلَى ْال َغ ْي‬dْ ‫ُطلِ َع ُك‬
‫ بِاهَّلل ِ َو ُر ُسلِ ِه َوإِ ْن‬d‫ب َولَ ِك َّن هَّللا َ يَجْ تَبِي ِم ْن ُر ُسلِ ِه َم ْن يَ َشا ُء فَآ ِمنُوا‬ ْ ‫لِي‬
‫ َوتَتَّقُوا فَلَ ُك ْم أَجْ ٌر َع ِظي ٌم‬d‫تُ ْؤ ِمنُوا‬
Artinya:
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman
dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk
(munafik) dari yang baik (mu'min). Dan Allah sekali-kali tidak akan
memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah
memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu
berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan
bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.”(QS:Ali Imran:179)
Dalam Surat An-Nisa ayat 136 Allah Swt berfirman:
‫ب الَّ ِذي‬ِ ‫ب الَّ ِذي نَ َّز َل َعلَى َرسُولِ ِه َو ْال ِكتَا‬ ِ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا آ ِمنُوا بِاهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه َو ْال ِكتَا‬
‫ضالال‬ َ ‫ض َّل‬ َ ‫م اآل ِخ ِر فَقَ ْد‬dِ ْ‫أَ ْنزَ َل ِم ْن قَ ْب ُل َو َم ْن يَ ْكفُرْ بِاهَّلل ِ َو َمالئِ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر ُسلِ ِه َو ْاليَو‬
‫بَ ِعيدًا‬
Artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta
kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-
jauhnya.”(QS:An-Nisa:136). 
Dalam QS. Ali Imran di atas, Allah memisahkan antara orang-
orang mukmin dengan orang-orang yang munafiq, dan akan memperbaiki
keadaan orang-orang mukmin dan memperkuat iman mereka. Oleh karena

6
itulah, orang mukmin dituntut agar tetap beriman kepada Allah dan Rasul-
Nya. Sedangkan pada QS. An-Nisa, Allah menyeru kaum Muslimin agar
mereka tetap beriman kepada Allah, rasul-Nya (Muhammad SAW), al-
Qur’an, dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian pada akhir ayat,
Allah mengancam orang-orang yang mengingkari seruan-Nya.
Selain Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam agar percaya
kepada Rasulullah Saw. Allah juga memerintahkan agar mentaati segala
peraturan dan perundang-undangan yang dibawanya. Tuntutan taat kepada
Rasul itu sama halnya dengan tuntutan taat dan patuh kepada perintah
Allah Swt. Banyak ayat al-Qur’an yang mnyerukan seruan ini.
Perhatikan firman Allah SWT. Dalam surat Ali-Imran ayat 32 dibawah ini:
َ‫ل فَإِ ْن تَ َولَّوْ ا فَإِ َّن هَّللا َ ال ي ُِحبُّ ْال َكافِ ِرين‬dَ ‫قُلْ أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوال َّرسُو‬
Artinya:
“Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS:Ali Imran :
32).

Juga dalam Surat An-Nur ayat 54 yang berbunyi:


‫ ال َّرسُو َل فَإِ ْن ت ََولَّوْ ا فَإِنَّ َما َعلَ ْي ِه َما ُح ِّم َل َو َعلَ ْي ُك ْم َما ُح ِّم ْلتُ ْم َوإِ ْن‬d‫قُلْ أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوأَ ِطيعُوا‬
ُ‫غ ْال ُمبِين‬
ُ ‫تُ ِطيعُوهُ تَ ْهتَدُوا َو َما َعلَى ال َّرسُو ِل إِال ْالبَال‬
Artinya:
“Katakanlah: "Ta'at kepada Allah dan ta'atlah kepada rasul; dan jika kamu
berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang
dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata
apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta'at kepadanya, niscaya
kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang".(An-Nur:54).
Masih banyak lagi ayat-ayat yang sejenis menjelaskan tentang
permasalahan ini. Dari beberapa ayat di atas telah jelas bahwa perintah
mentaati Allah selalu dibarengi dengan perintah taat terhadap Rasul-Nya.

7
Begitu juga sebaliknya dilarang kita durhaka kepada Allah dan juga
kepada Rasul-Nya.
Dari sinilah jelas bahwa ungkapan kewajiban taat kepada Rasulullah Saw
dan larangan mendurhakainya, merupakan suatu kesepakatan yang tidak
dipersilihkan umat Islam. 
2. Dalil Hadits
Dalam salah satu pesan yang disampaikan baginda Rasul
berkenaan dengan kewajiban menjadikan hadits sebagai pedoman hidup
disamping Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya, adalah sabdanya:
‫ بهما كتاب هللا وسنة رسوله(رواه‬d‫تركت فيكم أمرين لن تضلوا أبداما إن تمسكتم‬
)‫الحاكم‬
Artinya :
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan
tersesat selam-lamanya, selama kalian berpegang teguh kepada keduanya,
yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.”
(HR. Malik). 
Hadits di atas telah jelas menyebutkan bahwa hadits merupakan pegangan
hidup setelah Al-Qur’an dalam menyelesaikan permasalahan dan segalah
hal yang berkaitan dengan kehidupan khususnya dalam menentukan
hukum.
3. Kesepakatan Ulama’ (Ijma’)
Umat Islam telah sepakat menjadikan hadits menjadi sumber
hukum kedua setelah Al-Qur’an. Kesepakatan umat muslimin dalam
mempercayai, menerima, dan mengamalkan segala ketentuan yang
terkandung di dalam hadits telah dilakukan sejak jaman Rasulullah,
sepeninggal beliau, masa khulafaurrosyidin hingga masa-masa selanjutnya
dan tidak ada yang mengingkarinya.
Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan
Hadits sebagai sumber hukum Islam, antara lain adalah peristiwa dibawah
ini :

8
a. Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata, “saya
tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh
Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan
perintahnya. 
b. Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata, “saya tahu bahwa
engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah
menciummu, saya tidak akan menciummu.” 
c. Pernah ditanyakan kepada Abdullah bin Umar tentang ketentuan sholat
safar dalam Al-Qur’an. Ibnu Umar menjawab, “Allah SWT telah
mengutus Nabi Muhammad SAW kepada kita dan kita tidak
mengetahui sesuatu, maka sesugguhnya kami berbuat sebagaimana
kami melihat Rasulullah berbuat.”
Masih banyak lagi contoh-contoh yang menunjukkan bahwa yang
diperintahkan, dilakukan, dan diserukan oleh Rasulullah SAW, selalu
diikuti oleh umatnya, dan apa yang dilarang selalu ditinggalkan oleh
umatnya.
4. Sesuai dengan Petunjuk Akal (Ijtihad)
Kerasulan Muhammad SAW, telah diakui dan dibenarkan oleh
umat Islam. Di dalam mengemban misinya itu kadangkala beliau
menyampaikan apa yang datang dari Allah SWT, baik isi maupun
formulasinya dan kadangkala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan
wahyu dari Tuhan. Namun juga tidak jarang beliau menawarkan hasil
ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak dibimbing oleh
wahyu.
Menurut Abdul Ghoni bin Abdul Kholiq dalam bukunya Hujjiyah
al-Sunnah, kehujjahan hadits paling tidak dapat dipahami dari 7 aspek,
yaitu
a. ‘Ishamah (Keterpeliharaan Nabi dari Kesalahan)
Tugas Rasul sebagai penyampai wahyu mengharuskan beliau untuk
selalu ekstra hati- hati dalam bertindak

9
b. Sikap Sahabat terhadap sunnah
Sikap para sahabat yang selalu patuh dan tunduk dengan perintah
Rasulullah SAW memberikan satu indikasi akan kebenaran apa yang
dilakukan dan diucapkan oleh beliau, dan sekaligus dapat dijadikan
hujjah.
c. Al-Qur’an
Banyak ayat yang memerintahkan untuk patuh, taat dan mengambil
apa yang dilakukan Nabi SAW.
d. Al-Sunnah
Selain Al-Quran, terdapat banyak pula hadits yang menjelaskan
kehujjahan al-Sunnah
e. Kebutuhan al- Qur’an terhadap al-Sunnah
Al-Qur’an tidak akan dapat dipahami secara sempurna tanpa ada
bantuan al-Sunnah
f. Realitas-Sunnah sebagai wahyu
Wahyu yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi ada yang berupa
wahyu dhohir ( yang berstatus terjaga dan terpelihara dari segala
bentuk kesalahan)
g. Ijma’
Kesepakatan untuk mengambil hadits sebagai hujjah dan landasan
hukum

C. Fungsi Hadits sebagai Sumber Ajaran Islam


Al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran
dalam islam, antara satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Keduanya
merupakan satu kesatuan. Al-qur’an sebagai sumber pertama dan utama banyak
memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global.  Oleh karena itu kehadiran
hadis, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan keumuman isi al-
Qur’an tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :

ِ َّ‫ُر َوأَ ْنزَ ْلنَا إِلَ ْيكَ ال ِّذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلن‬dِ ‫الزب‬
َ‫اس َما نُ ِّز َل إِلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّهُ ْم يَتَفَ َّكرُون‬ ِ ‫بِ ْالبَيِّنَا‬
ُّ ‫ت َو‬

10
Artinya :
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan.
(QS. An-Nahl : 44)
Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, hadis berfungsi sebagai penafsir,
pensyarat dan penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an. Apabila disimpulkan tentang
fungsi hadis dalam hubungan dengan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Bayan Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan At -Tafsir adalah menjelaskan maksud dari
Al-Qur’an Fungsi hadist dalam hal ini adalah merinci ayat secara global(
bayan al mujmal), membatasi ayat yang mutlak ( taqyid al muthlaq),
mengkhususkan ayat yang umum ( takhshish al’am) dan menjelaskan ayat
yang dirasa rumit ( taudhih al musykil).
Diantara contoh bayan At -Tafsir mujmal adalah seperti hadist yang
menerangkan kemujmalan ayat-ayat tentang perintah Allah SWT untuk
mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan haji. Ayat-ayat Al-Qur’an yang
menjelaskan tentang beribadah tersebut masih bersifat global atau secara
garis besarnya saja. Contohnya kita diperintahkan shalat, namun Al-
Qur’an tidak menjelaskan bagaimana tata cara shalat, tidak menerangkan
rukun-rukunnya dan kapan waktu pelaksanaannya. Semua ayat tentang
kewajiban shalat tersebut dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dengan
sabdanya :
َ ُ‫ أ‬d‫صلُّوْ ا َك َما َراَ ْيتُ ُموْ نِي‬
)‫صلِّ ْي (رواه البخارى‬ َ
“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam Al-
Qur’an tidak menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang
memerintahkan shalat adalah :
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang
yang ruku'.” (QS. Al-Baqoroh[2]: 43)

11
2. Bayan Taqrir
Bayan At-Taqrir atau sering juga disebut bayan ta’kid (penegas hukum)
dan bayan al- itsbat adalah hadist yang berfungsi untuk memperkokoh dan
memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Dalam hal ini, hadis hanya berfungsi
untuk memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an.  Suatu hadis yang
diriwayatkan muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut :
)‫ (رواه مسلم‬d‫ َوإِ َذا َرأَيْـتُ ُموْ هُ فَأ َ ْف ِطرُوْ ا‬d‫فَإِ َذا َرأَيْـتُ ُم ْال ِهالَ َل فَصُوْ ُموْ ا‬
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila
melihat (ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)
Hadis ini datang men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini yang artinya :
“Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan,
hendaklah ia berpuasa...” (QS. Al-Baqoroh [2]: 185)
3. Bayan Tasyri’
Yang dimaksud dengan bayan at-tasyri’ adalah menjelaskan hukum yang
tidak disinggung langsung dalam Al-Qur’an. Bayan ini juga disebut
dengan bayan zaid ‘ala Al-Kitab Al-Karim. Hadits merupakan sebagai
ketentuan hukum dalam berbagai persoalan yang tidak ada dalam Al-
Qur’an.
4. Bayan An-Nasakh
Secara bahasa an-naskh bisa berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah
(menghilangkan), at-tahwil (memindahkan) atau at-tagyar
(mengubah). Menurut Ulama’ mutaqaddimin, yang dimaksud dengan
bayan an-nasakh adalah adanya dalil syara’ yang datang kemudian. Dan
pengertian tersebut menurut ulama’ yang setuju adanya fungsi bayan an
nasakh, dapat dipahami bahwa hadis sebagai ketentuan yang datang
berikutnya dapat menghapus ketentuan-ketentuan atau isi Al-Qur’an yang
datang kemudian. Menurut ulama mutaqoddimin mengartikan bayan an-
nasakh ini adalah dalil syara’ yang dapat menghapuskan ketentuan yang
telah ada, karena datangnya kemudian. Imam Hanafi membatasi fungsi
bayan ini hanya terhadap hadits-hadits muawatir dan masyhur saja.
Sedangkan terhadap hadits ahad ia menolaknya.

12
Salah satu contoh hadits yang biasa diajukan oleh para ulama adalah
hadits:
‫ال وصية لوارث‬
Artinya :
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”.
Hadits ini menurut mereka me-nasakh isi Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat
180     yang artinya :
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-
tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-
bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas
orang-orang yang bertakwa.”(QS:Al-Baqarah:180)

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadits merupakan sumber hukum kedua bagi umat Islam setelah Al-Quran
sebagai sumber utama, hadits juga sebagai pedoman hukum serta ajaran- ajaran
yang terdapat dalam Al-Qur’an. Hadits adalah sumber hukum Islam (pedoman
hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah
beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis
harus percaya bahwa Hadits juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi mereka
yang menolak kebenaran Hadits sebagai sumber hukum Islam, bukan saja
memperoleh dosa, tetapai juga murtad hukumnya.
Kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat dalam
beberapa dalil, baik dalam bentuk naqli ataupun aqli : dalil Al-Qur’an, dalil
Hadits, Ijma’ dan Ijtihad. Kehujjahan hadits dapat dipahami dari 7 aspek yaitu:
Ishmah, sikap sahabat terhadap sunnah, Al-Qur’an, Al- Sunnah, Kebutuhan Al-
Qur’an terhadap al-sunnah, realitas – sunnah sebagai wahyu dan Ijma’.
Fungsi hadits terhadap Al-Qur’an yaitu: bayan tafsir, bayan taqrir, bayan
tasyri’ dan bayan an-nasakh.

B. Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Harapan
kami untuk mengembangkan potensi yang ada dengan harapan dapat bermanfaat
dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari
para pembaca, khususnya dari Bapak Dosen yang telah membimbing kami dan
para Mahasiswa demi kesempurnaan makalah ini. Apabila ada kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, Jakarta:Bulan


Bintang
http://uinkediri.blogspot.co.id/2014/12/contoh-makalah-kedudukan-hadits-
sebagai.html
http://syuekri.blogspot.co.id/2012/10/hadist-sebagai-ajaran-agama.html.
Serpihan-islam.blogspot.co.id/2014/11/perbedaan-al-quran-dan-hadist html.
Smeer, Zeid B., 2008, Ulumul Hadis: Pengantar Studi Hadis Praktis, Malang:
UIN-Malang Press

15

Anda mungkin juga menyukai